Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

Makalah Dasar-dasar Ilmu Pendidikan

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA DAN


PEMIKIRANNYA

Oleh :

Kelompok

ALHAM GALIB AFDI (19067080)


IKLIL WIFA (19067090)
MUHAMMAD RESTU ALHAMDI (1906708099)

Dosen Pembimbing :

Drs. SYAFRIL, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Tokoh-tokoh Pendidikan Indonesia dan Pemikirannya”.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari dosen mata kuliah Dasar-

dasar Ilmu Pendidikan. Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat petunjuk,

bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.

1. Bapak Drs. Syafril, M.Pd. selaku Dosen pengampu mata kuliah Dasar-dasar

Ilmu Pendidikan, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada

penulis.

2. Teman-teman satu kelompok belajar.

3. Teman-teman satu angkatan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Penulis berharap semoga bantuan yang telah diberikan, mendapatkan balasan

yang mulia dari ALLAH SWT. Akhir kata penulis menyampaikan harapan semoga

makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan yang berarti demi

kamajuan pendidikan dimasa yang akan datang. Amin.

Padang, 24 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
i
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………….… i
Daftar Isi ……………………………………….…………………….……. ii

BAB I PENDAHULUAN……………………...………............................ 1
A. Latar Belakang Makalah…………………………………………………… 1
B. Tujuan Makalah …………………………………………………… 2
C. Manfaat Makalah ………………………………………………… 2

BAB II TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA DAN


PEMIKIRANNYA ……………….……………...………................................
3
A. Ki Hajar Dewantara ……………………………………………… 3
B. Mohammad Syafei (M. Syafei)
…………………............................. 4
C. Kiyai Haji Ahmad Dahlan (K.H. Ahmad Dahlan) ……………....... 5
D. Rahmah El Yunusiyah …………………………………………… 7

BAB III PENUTUP ……………...………........................................................


9
A. Kesimpulan ……………………………..…………………..…….……………………… 9
B. Saran ……………………..…………..…………..…………..…………..…………..…… 9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………….…………………. 10


BAB I
ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah


Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia menghadapi tantangan
pendidikan untuk mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam
percaturan global. Sistem yang canggih dan berbagai pengembangan strategi
pendidikan terus diimprovisasi demi mencapai tujuan pendidikan yang telah
diterapkan dan disepakati bersama. Khusus bagi Indonesia, tujuan pendidikan
telah tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 3, yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdakan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria
minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini
dilatarbelakangi oleh desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka
pemerintahan Indonesia yang menganut asas otonomi daerah. Terciptanya
mekanisme ini tidak lepas dari perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi
oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Bagian ini mengarah pada
historis pendidikan Indonesia yang menganut berbagai paham, aliran, dan konsep-
konsep pendidikan dari berbagai tokoh-tokoh Indonesia sendiri.
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami
perubahan terus menerus, sejalan dengan program pembangunan di bidang
pendidikan yang mulai dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu
(Suryadi, 2014: 40). Berbagai rintisan program dalam pelayanan pendidikan
tercermin dalam kurikulum yang dinamis dan menggambarkan periodisasi
pendidikan. Perubahan zaman yang dialami menuntut peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan. Sejarah perjuangan
bangsa pada masa lampau juga berimplikasi terhadap sistem pendidikan yang

1
2

terjadi pada hari ini. Segala unsur yang menjadi faktor di dalamnya membentuk
penciptaan individu sebagai insan pendidikan.
Mengingat sejarah dan belajar darinya akan membuat refleksi pada
sebuah tujuan dan merupakan titik balik menuju suatu kebangkitan pendidikan.
Sejarah yang dispesifikasi ke dalam kajian filsafati pendidikan akan menjadi
perbandingan. Karena perubahan akan semakin mudah bila belajar dari
perbandingan dan kesalahan masa lalu. Demikian halnya dalam aspek pendidikan,
sejarah dibutuhkan sebagai bahan pembelajaran dan refleksi untuk perbaikan
sistem pendidikan yang lebih baik dan berkualitas.
Bicara tentang pendidikan di Indonesia, tentu tidak terlepas dari jasa-jasa
tokoh pemdidikan Indonesia. Berkat usaha-usaha para tokoh pendidikan inilah,
yang dahulu telah merintisnya dengan perjuangan yang sangat beart dan tidak
mengenal lelah kita bisa mengeyam kebebasan pendidikan sekarang. Indonesia
sendiri mempunyai sejumlah pahlawan nasional dalam bidang pendidikan.

B. Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk mengenal tokoh pendidikan Indonesia dan
pemikirannya yaitu:
1. Ki Hajar Dewantara
2. Mohammad Syafei
3. Kiyai Haji Ahmad Dahlan
4. Rahmah El Yunuslah

C. Manfaat Makalah
Diharapakan dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat untuk:
1. Penulis, menambah khasanah ilmu penulis sendiri.
2. Pembaca, dapat menambah wawasan sehingga ilmu yang telah ada jadi
terbarukan.
3. Penulis selanjutnya, menjadi referensi sederhana dalam mengambil suatu
kesimpulan.
BAB II
TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA

A. Ki Hajar Dewantara
1. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat. Beliau lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889. Hari
kelahirannya kemudian diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai
Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara terlahir dari
keluarga bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para
kaum bangsawan. Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk
anak-anak Eropa/dan melanjutkan pendidikannya di Stovia.
Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik
atau tulis-menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan
dibeberapa surat kabar pada masa itu. Berdirinya organisasi Budi Utomo
sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar
Dewantara untuk bergabung didalamnya. Pada tahun 1919, ia kembali ke
Indonesia dari pengasingan dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah
yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di
sekolah tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru
mengenai metode pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal
3 Juli 1922. Sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Institut Taman
Siswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.

2. Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara


Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang
bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri
untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk
menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai
pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure
keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu,
nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar

3
4

adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,


sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai
Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak
Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka
guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu
menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator);
dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota
komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain
(orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan
sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain:
keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti
perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang
positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam
melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam
kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional:
secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian
serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu
kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara
utuh setiap peserta didik.
Di sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang
pendidikan: mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan
dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter kemanusian
yang cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan Ki Hajar
Dewantara dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan
dan kebudayaan nasional yang telah diporak-porandakan oleh kepentingan
kekuasan dan neoliberalisme

B. Mohammad Syafei (M. Syafei)


1. Biografi M. Syafei
Muhammad Syafei lahir di Ketapang, Kalimantan Barat, pada tahun
1899. Menurut penulis cerita Robohnya Surau Kami sekaligus alumnus INS
5

Kayutanam Ali Akbar Navis dalam Filsafat Dan Strategi Pendidikan M. Sjafei:
Ruang Pendidik INS Kayutanam (1996), tanggal kelahiran Sjafei direka-reka
oleh dirinya sendiri yaitu 31 Oktober 1893. Keterangan itu sulit diterima
mengingat ibu kandung Sjafei buta huruf, seperti kebanyakan orang Indonesia
awal abad ke-20.  Meskipun berdarah Jawa asal Kediri, ia dianggap sebagai
tokoh masyarakat di Sumatera Barat. Hal ini tidak lepas dari peran ayah
angkatnya, Ibrahim Marah Soetan (1860-1954), seorang tokoh pendidik dan
pengarang pada awal abad ke-20 yang notabene merupakan putra
Minangkabau asal Kayutanam, tamatan Kweekschool (atau Sekolah Raja)
Bukittinggi, yaitu sekolah guru yang paling bergengsi dan satu-satunya di
Sumatera. Alumni sekolah ini di antaranya adalah Tan Malaka dan Abdul Haris
Nasution.
2. Pemikiran M. Syafei
Salah satu tokoh pendidikan yang terlupakan kiprah dan jasanya adalah
Mohammad Sjafei. Seperti juga Ki Hajar, Mohamad Sjafei juga mengabdikan
hidupnya untuk membangun pendidikan dengan penekanan pada penguatan
karakter bangsa. “Pendidikan yang memerdekakan‟ adalah slogan yang
dijadikan acuan gerak dan pikir Mohamad Sjafei dalam menghadapi dominasi
kolonial. Setelah Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa (1922), empat
tahun kemudian (1926), Mohamad Sjafei menyusul untuk mendirikan Indische
Nationale School (INS) Kayutanam.
M. Syafei mempunyai pandangan bahwa Pergerakan Nasional
Indonesia hanya akan berhasil mencapai tujuannya dengan cepat dan tepat,
karena kemerdekaan tidak mungkin diperoleh dengan beberapa orang
pemimpin saja, tetapi harus didukung oleh seluruh rakyat.

C. Kiyai Haji Ahmad Dahlan (K.H. Ahmad Dahlan)


1. Biografi K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan atau yang akrab dipanggil Kyai Dahlan adalah
teman dari K.H. Hasyim Asy’ari. Ia lahir di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868
dan wafat pada 23 Februari 1923. Ia adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Pada tahun
6
1912 K.H. Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18
November 1912 tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang
bersumber dari Al Quran dan Sunnah Rasul. Untuk melaksanakan cita-cita
pembaruan Islam di Indonesia. Ia ingin mengadakan suatu pembaruan dalam
cara berfikir dan beramal menurut tuntutan agama Islam.

2. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan


Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena pada
saat itu pesantren cenderung mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang
diselenggarakan Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti
sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah
khusus keislaman. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah
ialah pada 1921, yaitu Al-Islamul Arqo,  kemudian diubah menjadi Hooger
Muhammadiyah School, dimana pada 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada
tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan,
yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah
Guru Islam Putra), dan Muallimat Muhammadiyah (Sekolah Guru
Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan pada
tahun 1926, HIS met de Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923 di
Jakarta, tahun 1926 di Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya
Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool,
Verpolgschool, Schakelschool. Jadi pada dasarnya Muhammadiyah mendirikan
sekolah sesuai dan sama dengan sekolah-sekolah Belanda.
Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab munculnya gagasan
modernisasi K.H Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam, yaitu karena
lembaga pendidikan barat yang cenderung sekuler dengan menjadikan murid
sekedar bisa menjadi pegawai pemerintah, serta lemahnya lembaga pendidikan
yang dimiliki umat Islam yang belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai
dengan tuntutan pada zaman itu. Di dalam pendidikan dan pengajaran agama
islam KH Ahmad Dahlan menanamkan keyakinan dan faham tentang Islam
yang utuh. Penerapan gagasan modernisasi pendidikannya telah membawa
7

hasil yang tak ternilai. Sumbangan pemikiranya yaitu dengan usaha-usaha yang
direalisasikan melalui:
a. Memasukan pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik
colonial Belanda.
b. Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam lembaga
pendidikan Islam.
c. Memadukan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum (Pribadi,
2010).

D. Rahmah El Yunusiyah
1. Biografi Rahmah El Yunusiyah

Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah lahir pada tanggal 26


Oktober 1900 dan meninggal pada tanggal 26 Februari 1969 adalah seorang
reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia
merupakan pendiri Diniyah Putri, perguruan yang saat ini meliputi taman
kanak-kanak hingga sekolah tinggi. Sewaktu Revolusi Nasional Indonesia, ia
memelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Padang
Panjang serta menjamin seluruh perbekalan dan membantu pengadaan alat
senjata mereka.

Rahmah sempat belajar di Diniyah School yang dipimpin


abangnya, Zainuddin Labay El Yunusy. Tidak puas dengan sistem koedukasi
yang mencampurkan pelajar putra dan putri, Rahmah secara inisiatif menemui
beberapa ulama Minangkabau untuk mendalami agama, hal tidak lazim bagi
seorang perempuan pada awal abad ke-20 di Minangkabau. Selain itu, ia
mempelajari berbagai ilmu praktis secara privat yang kelak ia ajarkan kepada
murid-muridnya. Dengan dukungan abangnya, ia merintis Diniyah Putri pada 1
November 1923 yang tercatat sebagai sekolah agama Islam perempuan
pertama di Indonesia.

Sewaktu pendudukan Jepang di Sumatra Barat, Rahmah


memimpin Haha No Kai di Padang Panjang untuk membantu perwira Giyugun.
Pada masa perang kemerdekaan, ia memelopori berdirinya TKR di Padang
8

Panjang dan mengerahkan muridnya ikut serta melawan penjajah walaupun


dengan kesanggupan mereka dalam menyediakan makanan dan obat-obatan.
Pada 7 Januari 1949, ia ditangkap oleh Belanda dan ditahan. Dalam pemilu
1955, Rahmah terpilih sebagai anggota DPR mewakili Masyumi, tetapi tidak
pernah lagi menghadiri sidang setelah ikut bergerilya
mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Keberadaan Diniyah Putri kelak menginspirasi Universitas Al-


Azhar membuka Kulliyatul Banat, fakultas yang dikhususkan untuk
perempuan. Dari Universitas Al-Azhar, Rahmah mendapat gelar kehormatan
"Syekhah" yang belum pernah diberikan sebelumnya-sewaktu ia berkunjung ke
Mesir pada 1957, setelah dua tahun sebelumnya Imam Besar Al-
Azhar Abdurrahman Taj berkunjung ke Diniyah Putri. Di Indonesia,
pemerintah menganugerahkannya tanda kehormatan Bintang Mahaputra
Adipradana secara anumerta pada 13 Agustus 2013.

2. Pemikiran Rahmah El Yunusiyah


Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya sendiri, pada saat
masyarakat memandang kurang perlunya pendidikan bagi perempuan. Rahmah
melihat bahwa perempuan tertinggal dari laki-laki, berada dalam kebodohan
dan kepasrahan pada keadaan sehingga masyarakat pada umumnya termasuk
perempuan sendiri mengganggap diri mereka makhluk yang lemah dan
terbatas. Ia menginginkan setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah
tangga dan masyarakat. Hal itu menurutnya hanya dapat dicapai melalui
pendidikan. Meski menolak pembatasan mencari ilmu bagi perempuan,
Rahmah menolak emansipasi seperti yang digaungkan oleh feminis. Sarah
Larasati Mantovani dari Universitas Muhammadiyah Surakarta menulis,
Rahmah ingin perempuan tetap pada fitrahnya dan anak didiknya menjadi ibu
yang baik untuk anak-anaknya kelak. Ia tetap memasukkan pendidikan rumah
tangga seperti menjahit, memasak dan keterampilan rumah tangga lainnya ke
dalam kurikulum sekolahnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setiap tokoh pemikir pendidikan pada masanya memiliki hasil pemikiran yang
berpengaruh atau berimplikasi dalam pendidikan dunia, khususnya pendidikan
Indonesia. Buah pemikiran setiap tokoh pendidikan dipenagruhi oleh ideologi,
filsafat yang dianutnya pada masa itu, atau kondisi pemerintahan dalam negara.
Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan
tersebut, baik secara ontologisme, aksiologisme maupun epistemologisme.
2. Tokoh pendidikan di Indonesia memberikan sumbangsih pemikirannya dari
mulai masa Hindu Budha, bahkan sampai sekarang. Secara filosofis,
pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan Indonesia dipengaruhi oleh ideologi
Pancasila sebagai ideologi negara.
3. Selain itu, latar belakang historis dan aliran agama juga mempengaruhi
pemikiran tokoh pendidikan. Misalnya, tokoh KH. Ahmad Dahlan yang
menganut pemikiran pendidikan berdasarkan akhlak dan budi pekerti menjadi
salah satu bukti hasil pemikiran yang dipengaruhi aliran agama tertentu.
B. Saran
1. Saran untuk pembaca makalah, supaya lebih memperdalam ilmu pengetahuan
dengan bacaan lainnya seperti buku, jurnal dan sumber belajar lain.
2. Untuk penulis selanjutnya supaya lebih diperbanyak lagi referensi untuk tulisan
berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Pribadi, S.A.T. 2010. Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Suryadi. 2009. Pendidikan Indonesia Menuju 2025. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak
Diterbitkan.

10

Anda mungkin juga menyukai