Anda di halaman 1dari 29

MENGKAJI KARAKTERISTIK MENTALITAS PARA TOKOH PERINTIS

PENDIDIKAN INDONESIA SECARA GLOBAL


Kanza Talita Rakhma1
ktrakhma@gmail.com
Widya Dwi Eldita2
widyadwieldita@gmail.com
Maman A. Majid Binfas3
mabinfas@yahoo.co.id
Abstrak
Kajian ini mengupas khasanah intelektual berkarakter yang telah dihasilkan
oleh para tokoh pendidikan nasional secara global, baik pada masa sebelum
kemerdekaan maupun saat ini yang masih berkesan. Di mana tapak jejak tokoh-tokoh
perintis pendidikan memiliki peranan tersendiri dalam dunia pendidikan, jika dilihat
dari setting sosial yang hampir sama, yaitu misi pemikiran pendidikan berkarakter
mental membebaskan dari setting kolonial dan anti penjajahan. Artikel Mengkaji
Karakteristik Mentalitas Para Tokoh Perintis Pendidikan Indonesia secara Global ini,
akan mengunakan model kajian library research bersifat historis sosiologis
pendidikan. Sumber datanya diperoleh melalui sumber literer, baik yang berupa
sumber primer maupun sumber sekunder. Data yang diperoleh dari kedua sumber
tersebut dikumpulkan dan diseleksi dengan menggunakan metode induksi dan
deduksi, dan metode komparasi yakni menjabarkan karakteristik dan peranan tokoh-
tokoh perintis pendidikan. Terutama, tokoh-tokoh perintis pendidikan sebelum
kemerdekaan Indonesia hingga melahirkan sistem pendidikan nasional yang
berkarakter. Di antaranya; H.O.S Cokroaminoto menyatukan antara ide nasionalisme
dan keislaman. Tujuan pendidikan yang ingin dicapainya, adalah untuk menjadikan
anak didik sebagai seorang muslim yang sejati dan sekaligus menjadi nasionalis yang
memiliki keseimbangan antara ilmu umum dan ilmu agama. Ki Hadjar Dewantara
melihat upaya merintis kemerdekaan dapat ditempuh melalui sistem among, yakni
sistem pendidikan yang membebaskan. K.H. Ahmad Dahlan melihat kebijakan politik
Belanda, di mana sistem pendidikan yang ada tidak menguntungkan bagi upaya
kebangkitan Islam dan pembebasan dari belenggu penjajahan. Dari sini muncul ide
memodernisasikan pendidikan Islam. Kemudian, K.H. Hasyim As’ary yang
memunculkan gerakan semangat tradisionalisme, guna mempertahakan esensi nilai-
nilai luhur budaya Bangsa. Di mana, karakter pendidikan modernisasi pendidikan ala
Barat dilihatnya dapat memudarkan nilai-nilai agama dan mengendorkan semangat
juang melawan penjajahan. Jadi, karakter gerak para tokoh pendidikan Indonesia

1
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UHAMKA Jakarta
2
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UHAMKA Jakarta
3
Dosen Sekolah Pascasarjana UHAMKA Jakarta

0
pada jaman kolonial adalah hampir sama bila dilihat dari setting sosialnya, yakni
berkarakteristik mental revolusioner.

Kata Kunci: Karakteristik, Mentalitas Para Tokoh Perintis Pendidikan


Indonesia, Global

PENDAHULUAN
Toshiko Kinosita (2002) mengemukakan bahwa sumber daya manusia
Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan
ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan
pendidikan sebagai prioritas terpenting.4 Hal tersebut yang mengakibatkan
sumber daya manusia di Indonesia mengalami krisis pendidikan. Oleh karena itu,
dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah dirasa
perlu untuk merubah paradigma tersebut dengan membenahi pendidikan. Apabila
dilihat dari perspektif historis, sebenarnya usaha-usaha untuk mereformasi
pendidikan bangsa telah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan nasional. Dari
sini dalam rangka melakukan reformasi pendidikan nasional kita perlu
mempelajari pemikiran-pemikiran dan usaha-usaha mereka di bidang pendidikan,
agar pendidikan yang kita kembangkan tidak tercerabut dari basis filosofi dan
akar budaya bangsa dan kita dapat belajar dari mereka mengenai kekurangan dan
kelebihan mereka serta hambatan- hambatan yang mereka hadapi untuk dicarikan
solusi alternatif.
Untuk membatasi wilayah kajian dengan tetap mendapatkan gambaran
menyeluruh mengenai khasanah intelektual dan karakteristik serta peranan para
tokoh pendidikan maka perlu pemetaan. Sampai dewasa ini, apabila dipetakan,
terdapat dua pengelompokkan, yaitu tokoh-tokoh perintis pendidikan di
Indonesia dan tokoh-tokoh perintis pendidikan secara global. Terdapat 2 corak
sistem pendidikan yang dilahirkan oleh tokoh perintis pendidikan di Indonesia,
4
Maman A. Majid Binfas. Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU Retropeksi Gerakan
Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Jakarta: Uhamka Press & Global Base Review. Hlm. viii.

1
yaitu nasionalis dan agamis. Sementara corak agamis dapat dibedakan menjadi
agamis modernis dan agamis tradisionalis. Corak nasionalis direpresentasikan
oleh Ki Hajar Dewantara, yakni Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, corak
agamis modernis direpresentasikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, yakni pendiri
perguruan modern Muhammadiyah, corak agamis tradisionalis direpresentasikan
oleh K.H. Hasyim As’ary, yakni peneguh pendidikan Tradisional pesantren dan
H.O.S Cokroaminoto menyatukan kedua corak sistem pendidikan tersebut
menjadi nasionalis agamis. Cokroaminoto berusaha menanamkan nasionalisme
dengan memberikan kesadaran kebangsaan dan mengimbanginya dengan
pendidikan agama, beliau dengan cermat menggali nilai-nilai sosialisme yang
bersumber dari ajaran agama dan disinergikan dengan tradisi-tradisi sosial dalam
masyarakat Jawa. Anggapan ‘Ratu Adil’ kemudian melekat dalam dirinya yang
dianggap mampu memberikan suatu solusi baru bagi perjuangan pribumi.
Para tokoh tersebut telah mengabdikan kehidupan mereka untuk
kepentingan pendidikan. Lama sebelum itu, selama lebih dari dua ribu tahun
dalam sejarah peradaban, para ahli filsafat yang terkenal, para guru perintis, dan
para pembaharu sosial baik dari belahan bumi barat hingga timur telah memiliki
peranan besar dengan pandangan-pandangan dan rekomendasi-rekomendasi yang
mempunyai nilai abadi bagi kemajuan pengajaran.

METODE PENELITIAN
1. Sifat dan Pendekatan
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan
pendekatan Historis Sosiologis. Pendekatan Historis digunakan sebagai
kerangka analisis terhadap kenyataan bahwa ide-ide atau gagasan-gagasan
para tokoh perintis pendidikan di Indonesia maupun secara global adalah fakta
sejarah, sedangkan pendekatan sosiologis digunakan sebagai kerangka analisis
terhadap konteks sosial yang mengelilingi kemunculan gagasan-gagasan

2
kependidikan oleh para tokoh-tokoh perintis pendidikan.5
2. Sumber Data
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka data-datanya
diperoleh melalui sumber literer, baik yang berupa sumber primer maupun
sumber sekunder. Sumber primernya adalah tulisan-tulisan para tokoh perintis
pendidikan itu sendiri. Kemudian sumber primernya juga akan digali melalui
berbagai karya tulis yang ditulis oleh orang-orang yang terlibat atau
menyaksikan secara langsung peristiwa atau kegiatan para tokoh pendidikan
tersebut.
Sedangkan sumber sekundernya adalah semua bahan yang melaporkan
kegiatan yang dilakukan oleh para tokoh perintis pendidikan, tetapi bukan
berasal dari saksi mata atau orang yang tidak terlibat langsung di dalamnya.
Disamping itu sumber sekunder juga akan digali dari literature-literatu lain
yang relevan dan menunjang penelitian ini baik berupa buku, jurnal, surat
kabar dan lain sebagainya.
3. Analisa Data
Data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut dikumpulkan dan diseleksi
kemudian dibahas dengan menggunakan beberapa dua metode berikut ini:
a. Metode Induksi dan Deduksi
Data dari sumber primer dan sekunder tentang konsep pokok pendidikan
menurut para perintis tokoh pendidikan baik di Indonesia maupun secara
global dikumpulkan satu persatu, kemudian dianalisa dan diambil
kesimpulan secara umum. Kemudian data tentang visi dan gaya pemikiran
mereka yang masih bersifat umum dianalisa dan dipahami secara rinci.
b. Metode Komparasi
Metode ini digunakan untuk membandingkan gagasan-gagasan para tokoh
perintis pendidikan.

PEMBAHASAN
 Tokoh Perintis Pendidikan di Indonesia
1. Biografi dan Setting Sosial Sosial Munculnya Pemikiran Pendidikan

3
H.O.S. Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara, K.H. Ahmad Dahlan dan
K.H. Hasyim Asy’ari
a. H.O.S Cokroaminoto
H.O.S. Cokroaminoto dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1882 di
Bakur, Ponorogo, Jawa Timur. Umar Said, nama kecilnya, dibesarkan
dalam lingkungan keluarga bangsawan Jawa yang religious. Raden Mas
Tjokromiseno, ayahnya, menjadi salah satu pegawai Belanda sebagai
Wedana di Kepatihan Pleco. Dari ayahnya ini Umar Said mendapatkan
pendidikan agama yang ketat, disamping pendidikan Barat sebagaimana
lazimnya anak pejabat pada waktu itu.6 Perpaduan antara pendidikan
agama dan pendidikan ala pendidikan Barat inilah yang kemudian
membentuk cakrawala pemikiran Cokroaminoto.
Cokroaminoto bergabung dengan SI pada bulan Mei 1912 atas
ajakan dari H. Samanhudi untuk memperkuat organisasi tersebut. Nama
Cokroaminoto menjadi terkenal setelah dia sukses menyelenggarakan
kongres SI pertama di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913. Dalam
sebuah pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914, SI
membentuk suatu pengurus pusat di mana Cokroaminoto duduk sebagai
ketuanya dan H. Samanhudi sebagai ketua kehormatan.7 Cokroaminoto
segera mengembangkan SI menjadi sebuah gerakan politik terbesar di
Indonesia dengan menegakkan cita-cita nasionalisme dan Islam sebagai
sebuah ajaran dasar pemikirannya.

b. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. 8
6
Edi Sumanto. 2016. Relavansi Pemikiran Pendidikan Cokroaminoto dengan
Anis Baswedan. Volume 15, No. 2. Melalui
http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/attalim/article/viewFile/528/478 diakses
pada Rabu 11 April 2018. Hlm. 323.
7
Ibid. Hlm. 323.
8
Soejono. 1979. ALiran Baru Dalam Pendidikan Islam. Bandung: CV Ilmu.
Hlm. 77.

4
Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Nama ayah
KPH Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga keraton
Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat saat genap berusia 40
tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hajar
Dewantar.9 Semenjak saat itu, beliau tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Dialah pencipta perguruan Nasional
Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1922.
Setelah menamatkan ELS beliau melanjutkan pelajaran ke Stovia.
Sekolah ini ditinggalkannya dan ia memasuki gelanggang politik, namun
tak lama kemudian ia dieksternir ke Negeri Belanda. Di negeri
pengasingan ini tidak ia sia-siakan berlalu begitu saja, disana ia justru
berusaha keras untuk manfaatkan kesempatan yang ada guna mempelajari
soal-soal pendidikan dan pengajaran secara mendalam.10 Kemudian
sepulang dari negeri pengasingan ini ia fokuskan perjuangannya melalui
jalur pendidikan. Ia melihat pendidikan merupakan sarana yang paling
strategis untuk memperoleh kemerdekaan.

c. K.H Ahmad Dahlan


K.H. Ahmad Dahlan (KHAD) dilahirkan di Kauman Yogyakarta
pada tahun 1868M (1285H), dan wafat pada 23 Februai 1923 M/7 Radjab
1340 Hijriyah pada usia 55 tahun. Beliau berasal dari keluarga yang
dihormati dan kuat dengan ajaran islam. Ayahnya seorang imam dan
khatib masjid besar Keraton Yogyakarta bernama K.H. Abu Bakar,
sementara ibunya putri K.H. Ibrahim seorang penghulu di Keraton
Yogyakarta, bernama Aminah. Nama Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai

9
Fitriah Masrullah. 2015. Memimpin dan Mendidik Anak Perspektif Ki Hajar
Dewantara. Volume 8, No. 1. Melalui http://ejournal.iain-
jember.ac.id/index.php/annisa/article/view/120/173 diakses pada Rabu 11 April 2018.
Hlm. 114.
10
Djumhur&Danasuparta. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu. Hlm.
169.

5
Muhammad Darwisy.11 Seluruh anggota keluarganya merupakan sosok
yang terkenal alim dalam ilmu agama.
Untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, beliau berpindah dari
sebuah sekolah ke sekolah yang lain. Ahmad Dahlan memiliki sikap kritis
terhadap pola pendidikan tradisional pada ketika itu, tetapi tidak
mempunyai kekuatan untuk mengubahnya.12 K.H Ahmad Dahlan selalu
merasa tidak puas akan pendidikan yang terselenggara pada zaman itu.
Pada tahun 1890, kecerdasan pemikirannya telah menggerakkan
hati ayahnya untuk mengantar Ahmad Dahlan melanjutkan pengajiannya
ke Mekah. Disini beliau berinteraksi dengan pemikir-pemikir baru dalam
dunia Islam dan mendalami kitab-kitab yang dikarang ulama tersohor
seperti Muhammad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah
yang telah membangkitkan semangat, wawasan dan ide-ide beliau dalam
reinterpretasi Islam berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, yang mendapat
perhatiannya secara khusus pada ketika itu.13 Beliau sangat terkesan
dengan ide-ide pembaharuan Islam tersebut. Beliau melihat ide itu sangat
cocok untuk mengobati penyakit umat Islam di Indonesia yang sangat
mundur dan terbelakang. Ia berharap umat Islam, di Indonesia khususnya
dapat bangkit dan dapat membebaskan dirinya dari cengkeraman
penjajah.
Ide-ide itu kemudian ia bawa pulang ke Indonesia dan mulailah ia
menyebarkan ide-ide itu, utamanya tentang universalitas Islam dan
reinterpretasi Islam berdasar al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian ia
menerapkannya juga dalam bidang pendidikan, ia membuka sekolah yang
berorientasi pada kemajuan dengan mengadopsi sistem dan metode Barat
dan dipadukannya pendidikan agama dengan pendidikan umum.14
11
Maman A. Majid Binfas. Op. Cit. Hlm. 48-49.
12
Ibid. Hlm. 49.
13
Ibid. Hlm. 50.
14
Ramayulis&Nizar. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press. Hlm. 202-203.

6
d. K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari
Muhammad Hasyim Asy’ari lahir pada 24 Dzulka’dah 1287 H/ 14
Februari 1871 M di kampong Gedang, kira-kira dua kilometer sebelah
timur Jombang, Jawa Timur dan wafat pada 26 Juli 1947 M/ 7 Ramadhan
1366 Hijriyah, dalam usia 79 tahun karena tekanan darah tinggi.15
Muhammad Hasyim Asy’ari ialah seorang santri yang cerdas,
beliau selalu menguasai apa yang diajarkan ayahnya, dan selalu
melakukan muthala’ah dengan membaca sendiri kitab-kitab yang belum
pernah diajarkan oleh gurunya. Pada usia 12 tahun, beliau telah mampu
mengajar Bahasa Arab dan mengajar pelajaran-pelajaran agama pada
tingkat dasar kepada para santrinya yang lain. Pada usia 15 tahun, beliau
mulai berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Dalam kisah,
beliau mulai menjadi santri di pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), hingga menjadi santri di pesantren Trenggilis
(Semarang). Beliau juga melanjutkan pelajaran ke pesantren Kademangan
dan Bangkalan Madura dalam asuhan Kiai Kholil atau Syeikhuna
Kholil.16 Bisa dilihat bahwa sejak kecil beliau sudah berkelana dari
pesantren ke pesantren lain untuk mempelajari dan memperdalam ilmu-
ilmu agama.
Ia juga pernah tinggal lama di Makkah kurang lebih tujuh tahun
untuk belajar disana. Setelah menunaikan ibadah haji ia berguru pada
beberapa guru disana, diantaranya Syaikh Ahmad Amn al-Aththar, Sayyid
Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid
Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid
Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasyim
Dagastani.17
Pada tahun 1899/1990 beliau kembali ke Indonesia dan mengajar

15
Maman A. Majid Binfas. Op. Cit. Hlm. 74.
16
Ibid. Hlm. 75.
17
Ramayulis&Nizar. Op.Cit. Hlm. 214-215.

7
di pesantren ayah dan datuknya untuk beberapa saat. Pada tahu 1906,
beliau mendirikan pesantren Tebuireng di sekitar daerah Cukir Jombang,
Jawa Timur. Pesantren yang baru didirikan ini tidak berapa lama
kemudian berkembang dan terkenal hingga kini di Indonesia. Hal ini
membuat beliau semakin bersemangat dalam mengembangkan cita-
citanya dan semakin rajin berkaya dalam bentuk karya tulis. 18 Mulai saat
itu ia tekun berjuang melalui jalur pendidikan ini. Ia melihat pendidikan
dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki moral masyarakat dan
membangkitkan semangat juang melawan penjajah menuju Indonesia
merdeka. Perhatiannya terhadap moralitas masyarakat sangat tinggi
bahkan ia berpendapat bahwa menyiarkan agama berarti memperbaiki
moral masyarakat yang belum baik. Dengan moralitas yang tinggi
masyarakat dapat hidup tentram dan damai.
Semangat juangnya melawan penjajah dan demi tegaknya
kemuliaan Islam, ia jadikan pesantren sebagai pusat perjuangan. Kepada
para santrinya ia senantiasa menanamkan rasa nasionalisme dan semangat
perjuangan melawan penjajah. Ia juga menanamkan harga diri sebagai
umat Islam yang sederajat, bahkan lebih tinggi daripada kaum penjajah.
Ia sering mengeluarkan fatwa-fatwa yang non-kooperatif terhadap
kolonial, seperti pengharaman transfusi darah dari umat Islam terhadap
Belanda yang berperang melawan Jepang. Kemudian ketika pada masa
revolusi Belanda memberikan ongkos murah bagi umat Islam untuk
melakukan ibadah haji, ia justru mengeluarkan fatwa tentang keharaman
pergi haji dengan kapal Belanda. Akibatnya, Belanda tidak bisa mendapat
tambahan dana untuk membiayai perang dan bangsa Indonesia terutama
umat Islam lebih bisa berkonsentrasi menghadapi penjajah. Selain itu
pada masa perang kemerdekaan untuk menyikapi keadaan yang sangat
genting saat menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia, ia
18
Maman A. Majid Binfas. Op. Cit. Hlm. 76.

8
mengeluarkan fatwa yang sangat penting, yaitu; (1) bagi umat Islam yang
telah dewasa, berjuang melawan Belanda adalah fardlu ’ain, (2) mati di
medan perang dalam rangka memerangi musuh Islam adalah syahid dan
masuk syurga.19

2. Pemikiran dan Usaha-usaha H.O.S Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara,


K. H Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari dalam Bidang Pendidikan
a. H.O.S Cokroaminoto
H.O.S. Cokroaminoto secara lebih mendetail menuangkan ide-
idenya di dalam artikel yang berjudul Muslim National Onderwijs
(pendidikan kebangsaan seorang muslim) yaitu:20
a) Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran harus di tanamkan cita-cita
demokrasi sebagai benih dan sumber cita-cita perjuangan dalam
usaha mengangkat derajat dan martabat bangsa.
b) Keberanian yang bersifat luhur, ikhlas, kesetiaan dan kecintaan
kepada yang benar harus ditanamkan kepada siswa.
c) Sifat-sifat budi pekerti yang luhur dan tingkah laku yang menjurus
kearah terciptanya sikap sopan santun serta berperadaban tinggi harus
ditanamkan kepada siswa.
d) Hidup sederhana dan sikap saleh dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat dan bernegara harus ditanamkan kepada siswa.
e) Menjunjung tinggi dan menghargai derajat serta martabat bangsa
sendiri harus ditanamkan kepada siswa, contohnya: mempelajari
buku-buku karangan bangsa sendiri, sejarah bangsa sendiri, dan
lainnya.
f) Pedidikan dan pengajaran yang erat hubungannya dengan ras
kebangsaan (nasionalisme) tidak boleh menyebabkan anak didik
terpisah dari adat istiadat dan kehidupan berbahagia dalam pergaulan
rumah tangga.

19
Burhanudin. 2001. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka Setia. Hlm. 27-28.
20
Amin&masyhur. 1995. Cokroaminoto Rekonstruksi Pemikiran dan
Perjuangannya. Yogyakarta: Cokroaminoto University Press. Hlm. 49-50.

9
g) Pendidikan dan pengajaran selain harus mampu memperkuat rasa
kebangsaan (nasionalisme), juga harus mampu meningkatkan
kecerdasan bangsa dan memupuk watak yang bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
h) Tiap-tiap bangsa mempunyai cita-cita, adat istiadat dan sejarah
sendiri. Oleh karena itu pengaruh-pengaruh yang negatif yang
datangnya dari luar ataupun dari masyarakat kita sendiri harus
dicegah sehingga anak-anak didik kita haruslah sungguh-sungguh
mendapat pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan mereka
tetap menjadi seorang muslim yang sejati.
i) Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan keduniaan dan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan agama Islam tidak boleh di
pisah-pisahkan, segala keperluan hidup di dunia serta tujuan hidup
atau penyerahan diri terhadap Allah SWT untuk hidup di akherat
nanti harus berjalan paralel dan seimbang. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi di satu pihak menguasai penuh berbagai ilmu
pengetahuan keduniaan tetapi mereka buta terhadap agama Islam.
Sebaliknya ada kelompok yang mahir sekali dalam segala ilmu yang
menyangkut agama Islam tetapi otaknya kosong dari ilmu
pengetahuan keduniaan. Tegasnya, pendidikan dan pengajaran
haruslah menghasilkan pemuda pemudi yang dapat memahami dan
terjun dalam kehidupan modern dengan kemampuan menguasai ilmu
pengetahuan keduniaan dan ilmu yang paling mutakhir, tetapi
sekaligus memiliki jiwa roh Islam, jiwa Islam sehingga mereka
mampu menghadapi segala tantangan dan godaan yang menimpa
dirinya, masyarakat maupun bangsa Indonesia untuk menuju
peradaban dan kebudayaan bangsa yang mulia dan bernilai tinggi.
b. Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan yang diterima bangsa
Indonesia dari orang Barat (kolonial) tidak sesuai dengan apa yang

10
sesungguhnya menjadi kebutuhan bangsa Indonesia. Pendidikan itu hanya
untuk kepentingan kolonial saja. Isinya tidak disesuaikan dengan
kemajuan jiwa-raga bangsa. Pendidikan kolonial tidak dapat menciptakan
peri kehidupan bersama, sehingga bangsa ini selalu bergantung kepada
kaum penjajah. Pendidikan kolonial tidak akan dapat mengantarkan
rakyat Indonesia menjadi manusia yang merdeka.
Menurutnya keadaan ini tidak akan lenyap, jika hanya dilawan
dengan pergerakan politik saja. Tetapi harus juga dipentingkan
penyebaran benih hidup merdeka dikalangan rakyat dengan jalan
pengajaran yang disertai pendidikan nasional. Adapun yang dimaksud
dengan pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan baru yang
berdasarkan atas kebudayaan bangsa Indonesia sendiri dan
mengutamakan kepentingan masyarakat.
Untuk tujuan itu ia menawarkan sistem mengajar yang dinamai
sistem among yang menyokong kodrat alam anak-anak didik, bukan
dengan “perintah-larangan”, tetapi dengan tuntunan, agar berkembang
hidup lahir batin anak menurut kodratnya sendiri dengan subur dan
selamat. Sistem among ini didasarkan pada dua hal, yaitu:
1. Kemerdekaan sebagai syarat untuk untuk menghidupkan dan
menggerakkan kekuatan lahir dan batin, hingga dapat hidup merdeka
(dapat berdiri sendiri),
2. Kodrat alam sebagai syarat untuk meghidupkan dan mencapai
kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Untuk merealisasikan pemikiranya ini ia mendirikan lembaga
pendidikan, yaitu perguruan Tamansiswa. Dalam kongres Tamansiswa
tahun 1947 ia pertegas lagi pemikirannya ini. Ia mengemukakan lima asas
Tamansiswa yang disebut dengan istilah panca darma. Kelima asas
tersebut adalah:21
21
Djumhur&Danasuparta. Op. Cit. Hlm. 175-176.

11
1. Asas Kemerdekaan Artinya disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri
atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Asas Kodrat Alam Berarti, bahwa pada hakekatnya manusia sebagai
makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak bisa lepas dari
kehendaknya, tetapi akan mengalami bahagia jika bisa menyatukan
diri dengan kodrat alam yang mengandung kemajuan ini. Karenanya
hendaklah tiap anak dapat berkembang dengan sewajarnya.
3. Asas KabudayaanTidak berarti asal memelihara kebudayaan
kebangsaan, tetapi pertama-tama membawa kebudayaan kebangsaan
itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman,
kemajuan dunia dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin pada
tiap-tiap zaman dan keadaan.
4. Asas KebangsaanTidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan,
malahan harus menjadi bentuk dan perbuatan kemanusiaan yang
nyata dan oleh karena itu tidak mengandung arti permusuhan dengan
bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri,
rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju
kepada kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5. Asas KemanusiaanMenyatakan, bahwa darma tiap-tiap manusia itu
adalah mewujudkan kemanusiaan, yang harus terlihat pada kesucian
hatinya dan adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan
terhadap makhluk Tuhan seluruhnya.
Pelaksanaan pendidikan yang berasaskan lima dasar tersebut
digambarkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai berikut: “Berilah
kemerdekaan kepada anak-anak kita, bukan kemerdekaan yang leluasa,
tetapi yang terbatas oleh tuntutan-tuntutan kodrat alam yang nyata, dan
menuju ke arah kebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup
manusia. Kemudian agar kebudayaan itu dapat menyelamatkan dan
membahagiakan hidup dan penghidupan diri dan masyarakat, maka

12
perlulah dipakai dasar kebangsaan, akan tetapi jangan sekali-kali dasar ini
melanggar atau bertentangan dengan dasar yang lebih luas, yaitu dasar
kemanusiaan”.
c. K. H. Ahmad Dahlan
Keadaan masyarakat yang ditindas oleh penjajah Belanda yang
menginginkan rakyat Indonesia tetap berada dalam kebodohan, ditambah
lagi ditambah dengan agama islam pribumi yang tidak memahami ajaran
agama islam dengan baik dan benar yang berlandaskan pada Al-qur’an
dan As-sunnah.
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia itu
termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud dan Ahmad). Hadist
tersebut merupakan gambaran dari kondisi keadaan masyarakat pada
masa itu, yang memiliki keyakinan yang didasarkan pada tradisi
pengamalan agama sebelum Islam, seperti yang terkandung dalam kitab
Bagawatgita, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan dan
hasil/rezeki di dunia, lazimnya akan mengadakan pemujaan dan
persembahan ke hadapan para Dewa, maka “Diberkati dengan
kepercayaan itu, dia mencari penyebab apa yang dicita-citakan”. Hal ini
kemudian disesuaikan oleh ummat Islam sebagai sebuah ritual
keagamaan, dengan mengadakan selamatan kematian atau kenduri, seperti
tahlilan, yasinan untuk hari ke 1-2, 7, 40, 100 dan 1000 harinya, dengan
menyediakan satu dalam berbagai macam sesajen (makanan roh), seperti
upacara di atas. Menurut Maman A. Majid Binfas, hal ini dilakukan
bersesuaian dengan kadar marga atau statusnya dalam masyarakat,
bahkan untuk mengadakan acara tersebut memerlukan perbelanjaan yang
cukup besar, walaupun terpaksa berhutang demi menghindari cemooh
tetangga yang kurang memahami agama islam.22 Pengamalan ajaran Islam
bercampur dengan amalan agama terdahulu tanpa dipahami dengan baik

22
Maman A. Majid Binfas. Op. Cit. Hlm. 47

13
dan benar oleh ummat Islam pada masa itu, yang menjadi dasar bagi KH.
Ahmad Dahlan untuk bertindak dalam memperbaiki pemahaman yang
baik dan benar terhadap amalan keagamaan, selaras dengan pengamalan
ajaran agama Islam.
Firman Allah dalam QS. Yunus 10:106 dan surah Ghofir: 60, yang
bermaksud; “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak
memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain
Allah; sebab jika kamu berbuat yang demikian itu, maka kamu
sesungguhnya termasuk orang-orang yang dzalim.” Berdasarkan hal
tersebut, Kiai Ahmad Dahlan mempunyai gagasan dalam pendidikan,
yaitu: Pertama, memurnikan ajaran Islam dengan membersihkan amalan
serta pengaruh yang bertentangan dengan ajaran Islam, Kedua,
pembaharuan ajaran dan pendidikan Islam, Ketiga, pembaharuan doktrin-
doktrin dengan pandangan alam pikiran modern, Keempat,
mempertahankan islam dari pengaruh dan serangan dari luar.23
Usaha ini bermula dengan merombak (reshuffle) pemikiran akal
pikiran cerdasnya, sekaligus beliau menggunakan pendidikan untuk
membebaskan dari kebodohan baik oleh penjajah Belanda, maupun oleh
penghulu agama pribumi. Untuk mengurangi penyerapan unsur yang
bertentangan dengan pemahaman agama Islam, maka perlu ada gerakan
secara bersama dan tidak mungkin dengan bergerak secara sendirian
untuk mencari kawan-kawan yang cerdas dan mau melakukan dakwah
islam yang sesungguhnya. Maka dari itu dengan maksud untuk lebih
menyebarluaskan pemberian pelajaran agama, pada tahun 1909, K.H
Ahmad Dahlan bergabung dengan organisasi Jam’iyatul Khair, anggota
inti syarikat Islam (SI) dan Budi Utomo. 24 Ketika bergabung dengan Budi
Utomo, misi utama K.H Ahmad Dahlan menyebarkan nilai-nilai
23
Ibid. Hlm. 48.
24
Ibid. Hlm. 58.

14
keagamaan di kalangan anggota organisasi ini.
Ada manfaat lain yang diperoleh dan dirasakan oleh K.H. Ahmad
Dahlan setelah berkenalan dan menjadi anggota Budi Utomo, yaitu beliau
dapat memberikan pendidikan agama Islam kepada para siswa
Kweekschool (Sekolah Guru) di Jetis, Yogyakarta. Meskipun
pelaksanaannya di luar waktu jam sekolah, yakni pada setiap sabtu sore,
dengan menggunakan metode induktif, ilmiah, naqliah, dan Tanya
jawab.25 Ternyata pengajaran agama Islam yang diberikan beliau itu dapat
menarik perhatian dan memuaskan hati para pelajarnya.
Selanjutnya, sekitar tahun 1911, K.H. Ahmad Dahlan resmi
mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah Dinniyyah Islamiyyah. Pelajaran yang
diajarkan di Madrasah itu adalah tentang pengetahuan umum dan
pelajaran agama.26 Sekolah ini menggunakan sistem Barat, memakai
meja, kursi dan papan tulis, diberi pelajaran pengetahuan umum dan
pelajaran agama di dalam kelas. Pada waktu itu anak-anak santri Kauman
masih merasa asing pada pelajaran dengan sistem sekolah. Dia
mengadakan modernisasi dalam bidang pendidikan Islam, dari sistem
pondok yang melulu diajar pelajaran agama Islam dan diajar secara
perseorangan menjadi secara kelas dan ditambah dengan pelajaran
pengetahuan umum. K.H Ahmad Dahlan sendiri yang memegang dan
sekaligus menjadi guru agama di Madrasah tersebut.
Ada di antara siswa tersebut memberi saran kepada beliau agar
lebih baik sekolah itu tidak hanya dimiliki dan dikelola oleh beliau
sendiri, karena seolah-olah seperti milik sendiri. Dikhawatirkan kelak
ketika beliau meninggal dan ahli waris tidak mampu melanjutkan, maka
berhentilah operasi sekolah itu. Jadi, sekolah itu harus dipegang oleh

25
Ibid. Hlm. 58.
26
Maman A. Majid Binfas. Op. Cit. Hlm. 59.

15
sebuah organisasi agar bertahan lama.27 Usulan ini menjadi pertimbangan
oleh K.H Ahmad Dahlan.
Kemudian pada 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Zulhijah
1330 Hijriah, didirikan Muhammadiyah secara resmi.28 Jadi, gagasan
mendirikan organisasi Muhammadiyah baru hadir kemudian setelah
didirikan lembaga pendidikan atau sekolahnya. Reaksi dari berdirinya
sekolah tersebut, berbagai fitnah, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi
kepadanya. Beliau dituduh hendak mendirikan agama baru yang
menyalahi agama islam. Ada yang menuduhnya Kiai palsu, Kiai kafir,
Kiai rusak dan Kristen secara halus (alus), karena telah meniru-niru
bangsa penjajah Belanda yang Kristen dan bermacam-macam tuduhan
lain.29 Namun rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan
hatinya untuk mencapai cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di
tanah airnya, dan akhirnya lambat laun dengan penuh kepastian mampu
mengatasi semua rintangan.
Sabda Nabi SAW, yang artinya; “Sesungguhnya Allah akan
mengutus ummat ini dipenghujung setiap serratus tahun (seabad)
seseorang yang mentajdid (memperbaarui) agama ummat ini.” Boleh
jadi K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah yang didirikannya sebagai
gerakan pembaharu agama tersirat dalam bahagian dalam kandungan
hadist terebut.30 K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis
berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama
dengan pelajaran umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda,
pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah.
d. K.H. Hasyim Asy’ari

27
Ibid. Hlm. 59.
28
Ibid. Hlm. 60.
29
Ibid. Hlm. 60.
30
Ibid. Hlm. 62.

16
Keadaan bangsa yang masih dijajah oleh bangsa asing memaksa
kiai-kiai muda yang baru pulang dari Mekah untuk berpikir secara kreatif
dengan membuat gagasan-gagasan cerdas sesuai kemampuan yang telah
didapatnya guna menghadapi keadaan yang dialami bangsanya.31
K.H. Hasyim Asy’ari adalah peneguh pendidikan pesantren. Ia
dilahirkan, dan dibesarkan dalam tradisi pesantren, ia juga berjuang dan
mengabdikan sebagaian besar hidupnya untuk membesarkan dan
meneguhkan sistem pendidikan pesantren. Pada tahun 1906, beliau
mendirikan pesantren Tebuireng di skitar daerah Cukir Jombang Jawa
Timur.32 Pesantren yang didirikannya ini dapat berkembang dengan pesat
menjadi pesantren yang besar.
Corak pemikiran pendidikan Islam K.H. Muhammad Hasyim
Asy’ari adalah ala Syafi’iyah, yang mengetengahkan nilai-nilai estetika
yang bernafas Sufis Al-ghazali. Pendidikan Islam yang tidak boleh berdiri
sendiri akan tetapi pendidikan Islam tetap berpegang teguh pada semangat
Al-qur’an dan Hadis.33
Ketekunannya untuk mengembangkan pesantren sesuai dengan
semangatnya untuk memperbaiki moral masyarakat dan semangat anti
penjajahan. Sebagaimana telah maklum bahwa sistem pendidikan
pesantren adalah suatu sistem pendidikan asli Indonesia. Lembaga
semacam pesantren ini sudah ada sejak kekuasaan Hindu-Budha.
Kehadiran Islam hanya memberi warna keislaman pada lembaga yang
sebenarnya sudah ada ini. Dengan lembaga pendidikan semacam ini
moralitas Islam mudah ditransformasikan pada masyarakat karena
lembaga ini lahir dari budaya masyarakat. Bahkan secara khusus ia
menulis buku yang mengaitkan pendidikan Islam dengan moralitas atau

31
Ibid. Hlm. 69.
32
Ibid. Hlm. 76.
33
Ibid. Hlm. 76.

17
akhlaq. Buku itu ia beri nama Adab al-’Alim wa al-muta’alim.
Semangatnya anti penjajahan yang mengantarkannya pada semangat anti
Barat juga mendapat tempat berteduh di pesantren. Pesantren yang
merupakan lembaga pendidikan asli Indonesia ini secara umum
mengandung ciri-ciri tradisionalisme. Dengan demikian ia dapat di
kontraskan dengan modernisme yang umumnya datang dari Barat. Dari
sini semangat juang atau jihad melawan penjajah dapat dikobarkan
melalui pesantren ini.
Semangat tradisionalismenya ini juga terlihat sampai pada sistem,
dan metode pengajaran, serta materi pelajaran. Metode pengajaran yang
digunakan di pesantren yang dipimpinnya ini adalah metode tradisional,
yaitu metode sorogan (santri membaca dan membahas kitab dihadapan
guru) dan bandongan (santri menyimak bacaan dan penjelasan guru), dan
materinya khusus mata pelajaran keagamaan. Namun dalam
perkembangannya untuk menyesuaikan perkembangan pendidikan ia
mengadakan pembaharuan menjadi sistem madrasah dengan sistem
pengajaran klasikal dan bahkan tiga tahun kemudian, yakni tahun 1919 M
mulai dimasukkan mata pelajaran umum.

3. Persamaan dan Perbedaan Cara Pandang Ki Hajar Dewantara, K.H.


Ahmad Dahlan dan K.H Hasyim Asy’ari dalam bidang pendidikan.
Apabila dilihat dari setting sosial munculnya pemikiran
pendidikan Ki Hadjar Dewantara, K.H. Ahmad Dahlan, dan K. H. Hasyim
Asy’ari sesungguhnya pemikiran mereka lahir dari konteks yang sama,
yakni penjajahan. Hal ini bisa dilihat dari masa hidup dan perjuangan
mereka. Ki Hadjar Dewantara lahir tahun 1889, wafat 1959, dan
mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa tahun 1922. K.H. A.
Dahlan lahir tahun 1868, wafat tahun 1923, dan mendirikan
Muhammadiyah tahun 1912. K.H. Hasyim As’ary lahir tahun1871, wafat

18
tahun 1947, dan mendirikan Nahdatul Ulama tahun 1926.
Karena setting sosial muculnya pemikiran pendidikan ketiga tokoh
ini sama, maka usaha-usaha mereka dalam bidang pendidikan diarahkan
pada tujuan yang sama yaitu untuk mencapai kemerdekaan bangsa
Indonesia. Pendidikan mereka gunakan sebagai kendaraan untuk
mencapai kemerdekaan dengan cara meningkatkan kesadaran dan
kemampuan. Lebih dari itu mereka menghendaki dengan pendidikan
bangsa Indonesia mampu hidup mandiri serta bermartabat.
Namun demikian mereka memiliki paradigma yang berbeda
mengenai bagaimana pendidikan itu diselenggarakan bagi bangsa
Indonesia agar tujuan yang dicita-cita bersama itu dapat dicapai.
Perbedaan paradigma mereka mengenai pendidikan dapat dilihat pada
diagram berikut:

2. Islam Berkemajuan

Menuju Indonesia Merdeka

1. Pendidikan Pembebasan 3. Tradisionalisme dan


Semangat Anti Barat

Dari diagram tersebut terlihat adanya perbedaan paradigma ketiga


tokoh. Ki Hadjar Dewantara melihat upaya merintis kemerdekaan dapat
ditempuh melalui sistem pendidikan yang membebaskan. Dari sini
muncul ide sistem among dalam pendidikan, yaitu pendidikan yang
membebaskan. K.H. Ahmad Dahlan melihat kebijakan politik Belanda

19
dan sistem pendidikan yang ada tidak menguntungkan bagi upaya
kebangkitan Islam dan pembebasan dari belenggu pemerintah Hindia
Belanda. Dari sini muncul ide modernisasi pendidikan Islam demi
tercapainya kemajuan Islam. K.H. Hasyim Asy’ari melihat modernisasi
pendidikan ala Barat dapat memudarkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
luhur budaya Bangsa yang dapat mengendorkan semangat juang melawan
penjajah. Dari sini muncul semangat tradisionalisme sebagai manifestasi
dari semangat anti Barat.
Perbedaan cara pandang ini memiliki implikasi yang berbeda
dalam usaha-usaha pendidikan yang mereka lakukan, baik menyangkut
kebijakan, sistem, metode maupun materi. Ki Hadjar Dewantara
menciptakan sistem among dalam pendidikan, yaitu pendidikan yang
bersendikan pada kodrat alam dan kemerdekaan serta mengembangkan
pendidikan dari budaya bangsa. K.H. Ahmad Dahlan memadukan
pendidikan umum dengan pendidikan agama, mementingkan ilmu-ilmu
proses dan mengadopsi metode Barat dalam pendidikan Islam. Sementara
K.H. Hasyim Asy’ari mengembalikan pendidikan pada nilai-nilai luhur
agama dan budaya bangsa, menentang pengaruh Barat dan mengapresiasi
metode tradisional dalam pendidikan.

 Tokoh Filsafat Barat dan Timur


1. Tokoh Filsafat Barat
Mempelajari Filsafat barat tidak bisa lepas dari filsafat historis, yaitu kajian yang
ditinjau dari sejarah. mempelajari filsafat barat ada empat periode besar, sebagai
berikut:34
1. Zaman Yunani (600 SM - 400 M) Kosmosentris (para filosof mempertanyakan
kejadian semesta alam). Pada masa ini muncul karena kemenangan akal manusia

34
Samuel Smith. 1986. Gagasan-gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Bidang
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 19

20
terhadap mitos-mitos dari nenek moyang mereka. Ini menunjukkan bahwa manusia
ingin mencari kebenaran dalam hidup, karena menurut para filosuf abad ini tujuan
manusia hanyalah mencari kebenaran untuk mendapatkan kebahagian, tokoh
Pemikiran zaman Yunani Kuno, adalah:
a. Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne ) dalam
berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak
Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran
yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan
dasar bagi pendekatan deduktif. Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato,
muridnya.
b. Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah
realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya
(idea) yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun
disana di dunia idea.
c. Aristoteles mengemukakan tugas utama dari ilmu pengetahuan adalah
mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki, kemudian di rumuskan
keempat penyebab itu :
1) Penyebab Material (material cause) : ini adalah bahan darimana benda
dibuat.
2) Penyebab Formal (formal cause) : ini adalah bentuk penyusunan bahan.
3) Penyebab Efisien (efficient cause) : ini adalah sumber-sumber kejadian.
4) Penyebab Final (final cause) : ini adalah tujuan yang menjadi arah seluruh
kejadian
2. Zaman Pertengahan ada dua masing masing: Patristik dan Skolastik 400-1500M
Pemikiran para filosof masih banyak dipengaruhi oleh Dogma-dogma
agama kristiani. Pada masa ini dibagi dalam dua masa yaitu patristik dan
skolastik. Pada masa patristik filsafat dipengaruhi oleh dogma-dogma kristiani dan
banyak dipengaruhi oleh bapak-bapak gereja. Dan pada masa skolastik merupakan
awal mula berdirinya filsafat timur. Masa kejayaan filsafat timur terjadi pada masa
kholifah abbasiyah yang mampu menterjemahkan filsafat-filsafat barat ke dalam

21
bahasa arab. Namun pada masa skolastik ini filsafat barat tidak berkembang karena
terlalu terkengkang oleh agama. Tokoh filsafat zaman pertengahan :
1. Tokoh Zaman Patristik : Patristik Yunani ini antara lain Clemens
dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari
Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh- tokoh dari Patristik Latin
antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420)
dan Augustinus (354-430).
2. Tokoh Zaman Skolastik : Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn.
Rushd,1126-1198) dan Maimonides (1135-1204), Albert Agung (1206-1274),
Bonoventura (1221-1257), Thomas Aquinas (1225-1274) dan Yohanus Duns
Scotus (1266-1308).
3. Zaman Modern (1500 M - 1800 M). Pada masa ini filsafat barat mulai
berkembang kembali, terdapat masa peralihan yang disebut
“Renesanse”, yang melahirkan dua konsep yaitu humanisme religius
dan humanisme sekuler. Namun yang berkembang hanyalah humanisme sekuler,
yang berkembang dan menjadi cikal bakal lairnya filsafat pada masa-masa
berikutnya. Lahir dan Perkembangan Tradisi Ilmu Pengetahuan, filsafat zaman
Modern diawali masa Renesance, Jaman Barok, Jaman Aufklarung dan diahkiri
jaman Romatik, dengan tokoh-tokohnya sebagai berikut:
1. Tokoh filsafat modern Renesance: Johanes Kepler (1571-1630), Galileo
Galilei (1564-1642), Hugo De Groot (1583-1645), Nicollo
Machiavelli ( 1469-1527) Thomas Moore (1478-1535) Leonardo da vinci
(1452-1519), Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630).
Dan Francis Bacon (1561-1623) merupakan filsuf yang meletakkan dasar
filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan
2. Tokoh filsafat jaman Barok: Rene Descartes merupakan filsuf yang paling
terkenal pada masa filsafat modern ini. Rene Descartes (1596-1650) diberikan
gelar sebagai bapak filsafat modern. Dia menjelaskan bahwa di dalam
dunia ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggapnya pasti. Segala

22
sesuatu dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan juga
dan Leibniz (1646-1650)
3. Tokoh Jaman Aufklarung (era rasionalisme) : Thomas Hubbes (1588-1679),
John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-1753), David Hume (1711-
1776) JJ.Rausseau (1712-1778) dan Immanuel Kant (1724-1804), tokoh-tokoh
ini merupakan kaum Emperik yang mengangap rasio saja tidak cukup, harus
dengan pengalaman juga.
4. Tokoh jaman Romantik (jaman Idealisme) : Fichte (1762-1814), F. Schelling
(1775-1854), Hegel (1770-1831).
4. Zaman sekarang (setelah 1800 M). Logosentris yaitu manusia sudah
berfikir secara sistimatis, logis dan rasional, tokoh filsasat zaman sekarang:
1. filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah
positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte
pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1)
teologis, (2) Metafisis dan (3) Positif-ilmiah.
2. Pada periode terkini (kontemporer) muncul aliran-aliran filsafat, misalnya:
“Strukturalisme” dan “Postmodernisme”.
a. Tokoh : “Strukturalisme” diantaranya adalah Cl. Lévi-Strauss, J.
Lacandan M . Faoucault.
b. Tokoh “Postmodernisme” diantaranya adalah J. Habermas
dan J. Derida.

2. Tokoh Filsafat Timur


Mempelajari Filsafat Timur tidak bisa lepas dari Filsafat Cina, India
dan Filsafat Islam, dengan tokoh-tokohnya sebagai berikut:35
A. Filsafat Cina
Filsafat Cina dibagi dalam empat periode, yakni zaman kuno
(600-200 SM), zaman pembaruan 200 SM-1000 M), zaman neo-
konfusianisme (1000-1900 M), dan zaman modern (1900-sekarang).

35
Ibid. Hlm. 7.

23
1. Zaman Kuno. Ditandai dengan munculnya aliran-aliran filsafat klasik antara lain
sebagai berikut:
a. Konfusianisme, yaitu suatu aliran yang terdiri atas orang-orang
terpelajar yang mempunyai keahlian di bidang kitab-kitab klasik yang menitik
beratkan tentang etika, Tokoh konfusianisme adalah Ju Chia.
b. Taonisme-Tao te Chia terutama mengenai metafisika dan filasfat social. Tokoh
terbesar dari aliran ini adalah Lao Tzu dan Chuang Tzu.
c. Mazhab Yin Yang menurut pandangan orang Cina, Yin dan Yang merupakan
dua prinsip pokok di alam semesta.
d. Mohisme atau Mo Chia yaitu suatu aliran yang terdiri atas kelompok kaum
kesatria yang telah kehilangan kedudukannya Tokohnya Mo Tzu (479-
381SM).
e. Dialektisisme-Ming Chia Aliran ini dipelopori oleh orang-orang yang ahli
dalam bidang debat
f. Legalisme-Fa Chia Yaitu suatu aliran yang dipelopori oleh orang-orang yang
ahli di dalam bidang pemerintahan. Tokoh yang terkenal adalah Han Fei
Tzu dan Li Sse.
2. Zaman Pembaharuan. Zaman ini ditandai dengan masuknya Budhisme dari
India, sehingga kemudian melahirkan aliran baru dalam Budhisme Cina yang
diberi nama Ch’an Budhisme atau Ch’anisme. Selain Budhisme
muncul juga aliran Neo-Taoisme yang memberikan arti baru ‘Tao’
sebagai ‘Nirwana’. Puncak dari zaman pembaruan yang terjadi pada
waktu pemerintahan Dinasti Han, dengan munculnya seorangt okoh Tung Chung
Shu.
3. Zaman Neo-Konfusianisme. Zaman ini ditandai dengan adanya gerakan untuk
kembali kepada ajaran-ajaran Konfusius yang asli, tokohnya adalah Kong Hu Cu.
4. Zaman Modern. Zaman modern cina sekitar tahun 1900 Aliran yang paling
berpengaruh adalah pragmatisme yang berasal dari Amerika Serikat. Pada tahun
1950 daratan Cina dikuasai oleh pemikiran Marx, Lenin dan tokoh yang terkenal
Mao Ze Dong.

B. Sejarah Filsafat India

24
Filsafat India bercorak religious dan etis. Sejarah Filsafat India dibagi
menjadi empat periode, yaitu periode Weda (1500-600 SM), periode Wiracarita (600
SM-200 M), periode Sutra-sutra (200 M-sekarang), periode Skolastik (200 m-
sekarang), sebagai berikut:
1. Periode Weda
Weda samhita adalah suatu pengumpulan mantra-mantra yang berbentuk syair,
yang dipergunakan untuk mengundang Dewa, yang untuknya akan
dipersembahkan korban.
2. Periode Wiracarita
Periode ini sering disebut periode epic. Sistem-sistem dari Budhisme, Jainisme,
Syiwaisme, dan Wishnuisme termasuk periode ini.
3. Periode Suta-Sutra
Skema kefilsafatan yang pendek dan ringkas. Ikhtisar ini dibuat dalam bentuk
sutra-sutra.
4. Periode Skolastik
Sukar sekali dipisahkan dengan periode sutra-sutra, tetapi di sini muncul tokoh-
tokoh besar seperti Kumarila, Sankara, Syridhara, Ramanuja, Madhwa, Wacapati,
Udayana, Bhaskara, dan Jayanta.

C. Tokoh Filsafat Islam


Pengertian Filsafat Islam, flsafat islam adalah hasil pemikiran filsuf tentang
ajaran ketuhanan, kenabian, manusia dan alam, yang disinari ajaran islam dalam
suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis. Sedangkan menurut Ahmad Fuad
Al’ahwani filsafat islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang
disandari ajaran islam. Tokoh-tokohnya di antaranya adalah:
1. Al-Kindi, beliau hidup pada tahun 796-873M pada masa khalifah Al-Makmun
dan Al-Mu’tashim. Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar
filsafat. Menurut Al-Kindi filsafat yang paling tinggi adalah filsafat tentang
Tuhan. Kata Al-Kindi: Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah
filsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab dari
segala yang benar. Masih menurut Al-Kindi kebenaran ialah bersesuaian apa
yang ada dalam akal dan yang ada diluar akal.

25
2. Al-Farabi beliau hidup tahun 870-
950 M, dia meninggal dalam usia 80 tahun. Filsafatnya yang terkenal
adalah teori emanasi (pancaran). Filsafatnya mengatakan bahwa yang banyak
ini timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu tidak berubah, jauh dari
materi, jauh dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak berhajat apapun. Kalau
demikian hakekat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang
banyak ini dari yang Maha satu?
3. Ibnu Sina, beliau lahir di Asyfana 980 M dan wafat di Isfahana tahun 1037
M.pemikiran terpenting yang dihasilkan oleh Ibnu Sina adalah
tentang jiwa. Ibnu Sina juga manganut paham pancaran, jiwa manusia
memancar dari akal kesepuluh. Dia membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa
tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah ), jiwa binatang (nafsu hayanawiyah), dan
jiwa manusia (nafsu natiqah)

D. SIMPULAN
Tokoh-tokoh perintis pendidikan, baik di Indonesia maupun secara
global merupakan pelopor dari munculnya berbagai sistem pendidikan dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sangat penting dan mencapai tujuan
pribadi atau sosial, mereka memiliki peranan besar dengan pandangan-
pandangan dan rekomendasi-rekomendasi yang mempunyai nilai abadi bagi
kemajuan pengajaran.
Pemikiran H.O.S Cokroaminoto, Ki Hadjar Dewantara, K.H. Ahmad
Dahlan, dan K.H. Hasyim Asy’ari dalam Bidang Pendidikan dilatar belakangi
oleh setting sosial yang sama, yakni penjajahan. Oleh karena itu, mereka sepakat
menjadikan pendidikan sebagai kendaraan untuk menggapai kemerdekaan
bangsa. Namun, mereka juga memiliki paradigma yang berbeda tentang
bagaimana seharusnya pendidikan itu diselenggarakan, yang mana paradigma ini
masih sangat relevan untuk pengembangan sistem pendidikan nasional dewasa
ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amin & masyhur. 1995. Cokroaminoto Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya.


Yogyakarta: Cokroaminoto University Press.

Burhanudin. 2001. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Djumhur&Danasuparta. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu.

Maman A. Majid Binfas. 2016. Meluruskan Sejarah Muhammadiyah-NU Retropeksi


Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Uhamka Press & Global
Base Review.

Masrullah Fitria. 2015. Memimpin dan Mendidik Anak Perspektif Ki Hajar


Dewantara. Volume 8, No. 1. Melalui http://ejournal.iain-
jember.ac.id/index.php/annisa/article/view/120/173 diakses pada Rabu 11
April 2018.

Ramayulis & Nizar. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Press.

Smith Samuel. 1986. Gagasan-gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Bidang


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumanto Edi. 2016. Relavansi Pemikiran Pendidikan Cokroaminoto dengan Anis


Baswedan. Volume 15, No. 2. Melalui
http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/attalim/article/viewFile/528/478
diakses pada Rabu 11 April.

27
Soejono. 1979. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam. Bandung: CV Ilmu.

28

Anda mungkin juga menyukai