Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN


MENURUT DRIYAKARYA DAN PAULO FREIRE

Ditulis oleh:
ANISYA LESTARI
Dosenpengampu:
AZHARI, M.Pd.I.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
MUHAMMADIYAH OKU TIMUR
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT.Yang telah memberikan rahmat dan


hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul
IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN MENURUT DRIYAKARYA DAN
PAULO FREIRE ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pembimbing pada mata kuliah
Pengantar Ilmu Pendidikan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
implementasi konsep pendidikan di Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Azhari, M.Pd.I.selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan tugas sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya pelajari.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Batumarta, 17 Oktober 2019

Anisya Lestari
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Tentang Paulo Freire...........................................................................
B. Makna Pembebasan Dalam Perspektif Paulo Freire........................
C. Konsep Pendidikan Menurut Driyarkarya........................................
D. Konsep Pendidikan Paulo Freire.........................................................
E. Menggugat Pendidikan Gaya Bank.....................................................
F. Pendidikan Islam Sebagai Proses Pembebasan..................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang

Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


kehidupan manusia. Dari mulailahir (sejakdaribuaian),
manusiasenantiasabelajardengan yang terjadidisekitarnya,
hinggamanusialanjutusiabahkanmeninggal dunia,iatetapmelakukanprakondisi-
prakondisidalammelihatpersoalan yang dihadapi, dan inilah proses pembelajaran.
Pandanganklasiktentangpendidikan pada umumnyadi katakana
sebagaipranata yang dapatdijalankan pada tigafungsisekaligus ;Pertama,
menyiapkangenerasimudauntukmemegangperanan-
peranantertentudalammasyarakatdimasadepan. Kedua,
mentranferataumemindahkanpengetahuan, sesuaidenganperanan yang diharapkan,
dan Ketiga, mentransfernilai-nilaidalamrangkamemeliharakeutuhan dan
kesatuanmasyarakatsebagaiprasyaratbagikelangsunganhidup (survive) masyarakat
dan peradaban.
Dalamperkembanganberikutnya,
ekstensifikasipengertianpendidikantersebut, sejalandengantuntutanmasyarakatatau
“pasar”.Dari sinilalupendidikanmemainkanfungsisebagaisuplementer,
melestarikan tata social dan tata nilai yang adadimasyarakat dan
sekaligussebagaiagenpembaharuan. Proses ini,
kemudianmenimbulkanpersoalandalampendidikan,
yaituketikaterjadinyahubungantimbal-balikantarakepentinganpendidikandisatusisi
dan kepentingankebutuhanmasyarakatdisisilainnya.
Kepentinganpendidikanseringkalimenjaditerabaikan oleh tuntutanmasyarakat.
Artinya, fungsikonservasibudayalebihmenonjoldari pada upayaantisipasi masa
depansecaraakurat dan memadai. Maka, muncullahberbagaikritikterhadap system
pendidikan.Kritikinimunculkarenamelihatpendidikantelahmengalamistagnasi,
yang kemudianmelahirkanberbagaialirandalampendidikan.
Salah satukritik yang munculadalahbahwapendidikanmengalami proses
“dehumanisasi”. Di katakana demikiankarenapendidikanmengalami proses
kemundurandenganterkikisnyanilai-nilaikemanusiaan yang dikandungnya. Bisa
juga dikatakanbahwa proses pendidikanmengalami “kegagalan”
ketikamelihatbeberapakasus yang lalumunculkepermukaan.
Kenyataaninitelahmenjadikeprihatinanbersamamasyarakat.Oleh karenaitu,
reformasipendidikanperluuntuksegera dan secara massif diupayakan, yaitugagasan
dan langkahuntukmenujupendidikan yang berorientasikemanusiaan.

B. RumusanMasalah

1. Biografi Paulo Friere ?


2. BagaimanaMaknaPembebasandalamPerspektif Paulo Friere ?
3. ApaPenyebabnyaMenggugat Pendidikan Gaya Bank ?
4. Bagaimana Pendidikan Islam Sebagai Proses Pembebasan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tentang Paulo Friere


Freire dilahirkan dalam keluarga kelasmenengah di Recife, Brasil.
Namuniamengalamilangsungkemiskinan dan kelaparan pada masa DepresiBesar
1929, suatupengalaman yang membentukkeprihatinannyaterhadapkaum miskin
dan ikutmembangunpandangan dunia pendidikannya yang khas. Freire
mulaibelajar di Universitas Recife pada 1943, sebagaiseorangmahasiswahukum,
tetapiia juga belajarfilsafat dan psikologibahasa. Meskipunia lulus
sebagaiahlihukum, iatidakpernahbenar-benarberpraktikdalambidangtersebut.
Sebaliknya, Iabekerjasebagaiseorang guru di sekolah-sekolahmenengah,
mengajarbahasaPortugis. Pada 1944 iamenikahdenganElza Maia Costa de
Oliveira, seorangrekangurunya.
Merekaberduabekerjabersamaselamahidupnyasementaraistrinya juga
membesarkankelimaanakmereka.
Pada 1946, Freire diangkatmenjadiDirekturDepartemen Pendidikan dan
KebudayaandariDinasSosial di Negara bagian Pernambuco (yang
ibukotanyaadalah Recife). Selamabekerjaitu, terutamaketikabekerja di antara
orang-orang miskin yang butahuruf, Freire mulaimerangkulbentukpengajaran
yang nonortodoks yang belakangandianggapsebagaiteologipembebasan
(Dalamkasus Freire, inimerupakancampuranMarxismedengan agama
Kristen).Perludicatatbahwa di Brasil pada saatitu,
melekhurufmerupakansyaratuntukikutmemilihdalampemilu.
Pada 1961,
iadiangkatsebagaidirekturdaridepartemenPerluasanBudayadariUniversitas Recife,
dan pada 1962
iamendapatkankesempatanpertamauntukmenerapkansecaraluasteori-teorinya,
ketika 300 orang buruhkebuntebudiajaruntukmembaca dan menulishanyadalam 45
hari. Sebagaitanggapanterhadap
Eksperimenini, pemerintahBrasilmenyetujuidibentuknyaribuatlingkaranbudaya di
seluruh negeri.
Pada 1964, sebuahkudetamilitermengakhiriupayaitu, dan menyebabkan
Freire dipenjarakanselama 70 hariatastuduhanmenjadipengkhianat. Setelah
mengasingkandiriuntukwaktusingkat di Bolivia, Freire bekerja di Chili selama
lima tahununtuk Gerakan PembaruanAgrariaDemokratis Kristen. Pada 1967,
Freire menerbitkanbukunya yang pertama, Pendidikan
sebagaiPraktikPembebasan.
Bukuinidisambutdenganbaik, dan Freire ditawarijabatansebagai professor
tamu di Harvard pada 1969. Tahunsebelumnya, iamenulisbukunya yang paling
terkenal, Pendidikan KaumTertindas (Pedagogy of the Oppressed), yang
diterbitkandalambahasaSpanyol dan Inggris pada 1970. Bukuitubaruditerbitkan di
Brasil pada 1974
(karenaperseteruanpolitikantaraserangkaianpemerintahandiktaturmiliter yang
otoriterdengan Freire yang Kristen sosialisketikaJenderal Ernesto Geisel
mengambilalihkekuasaan di Brasil dan memulai proses liberalisasi.
Setelah setahun di Cambridge, Freire pindahkeJenewa, Swiss
untukbekerjasebagaipenasihatpendidikankhusus di Dewan Gereja-gereja se-
Dunia.Pada masa itu Freire bertindaksebagaipenasihatuntukpembaruanpendidikan
di bekaskoloni-koloniPortugis di Afrika, khususnya Guinea Bissau dan
Mozambik.
Pada 1979, iadapatkembalikeBrasil, dan pindahkembalikesana pada 1980.
Freire bergabungdenganPartaiBuruh (Brasil (PT) di kota São Paulo, dan
bertindaksebagaipenyeliauntukproyekmelekhurufdewasadari 1980 hingga 1986.
Ketika PT menangdalampemilu-pemilumunisipal pada 1986, Freire
diangkatmenjadiSekretaris Pendidikan untuk São Paulo.
Pada 1986, istrinyaElzameninggal dunia, dan Freire menikahi Maria Araújo
Freire, yang melanjutkandenganpekerjaanpendidikannyasendiri yang radikal. Pada
1991, didirikanlahInstitut Paulo Freire di São Paulo untukmemperluas dan
menguraikanteori-
teorinyatentangpendidikanrakyat.Institutinimenyimpansemuaarsip Freire.Freire
meninggal dunia karenaseranganjantung pada 2 Mei 1997. Beberapapenghargaan
yang diperoleh oleh Friereadalah ;
Penghargaan Raja Baudouin (Belgia) untuk Pembangunan Internasional
PenghargaanbagiPendidik Kristen Terkemukabersamaistrinya, ElzaPenghargaan
UNESCO 1986 untuk Pendidikan untukPerdamaian
Paulo Freire menyumbangkanfilsafatpendidikan yang dating
bukanhanyadaripendekatan yang klasikdari Plato, tetapi juga dari para
pemikirMarxis dan anti kolonialis. Malah, dalambanyakcara ,bukunya Pendidikan
KaumTertindasdapatdibacasebagaiperluasandariataujawabanterhadapbuku Frantz
Fanon, The Wretched of the Earth, yang memberikanpenekanan yang kuat Samuel
Bowles dan Herbert Gintis, “Pendidikan Revolusioner” dalamMenggugat
Pendidikan (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2001), hlm. 428-433.tentang
perlunyamemberikanpendudukpribumipendidikan yang baru dan modern
(jadibukan yang tradisional) dan anti kolonial (artinya, bukansemata-
mataperluasanbudaya para kolonis).
Dari kutipan di atas saya menyetujui bahwa perlunya pendidikan bagi
masyarakat pribumi. Karena masyarakat pribumi adalah penduduk asli Indonesia
yang telah lama berada di wilayah Indonesia, jika pendidikan tidak di terapkan
secara maksimal bagi masyarakat pribumi maka akan berdampak pada hilangnya
kebudayaan dan sumberdaya manusia yang berkualitas di Indonesia.

B. MaknaPembebasandalamPerspektif Paulo Friere

Kebebasansecaraumumberartiketiadaanpaksaan.Ada
kebebasanfisikyaitusecarafisikbebasbergerakke mana saja.Kebebasan moral
yaitukebebasandaripaksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di
dalamnyakebebasanberbicara).Kebebasanpsikologisyaitumemilihberniatatautidak,
sehinggakebebasaniniseringdisebutsebagaikebebasan untukmemilih.Manusia juga
mempunyaikebebasanberpikir, berkreasi dan
berinovasi.Kalaudisimpulkanadaduakebebasan yang
dimilikimanusiayaitukebebasanvertikal yang arahnyakepadaTuhan dan
kebebasanhorisontal yang arahnyakepada sesame makhluk.
Sementarapendidikanadalah media kulturaluntukmembentuk “manusia”.
Kaitanantarapendidikan dan manusiasangateratsekali, tidak bias dipisahkan.
Kata Driyarkara, pendidikanadalah “humanisasi”, yaitusebagai media dan proses
pembimbinganmanusiamudamenjadidewasa, menjadilebihmanusiawi
(“humanior”). Jalan yang ditempuhtentumenggunakanmassifikasijalurkultural.
Tidakbolehada model “kapitalisasipendidikan” atau
“politisasipendidikan”.Karena, pendidikansecaramurniberupayamembentuk
insanakademis yang berwawasan dan berkepribadiankemanusiaan.
Pandanganklasiktentangpendidikan pada
umumnyadikatakansebagaipranata yang dapatdijalankan pada
tigafungsisekaligus ;Pertama, menyiapkangenerasimudauntukmemegangperanan-
peranantertentudalammasyarakatdimasadepan. Kedua,
mentranferataumemindahkanpengetahuan, sesuaidenganperanan yang diharapkan,
dan Ketiga, mentransfernilai-nilaidalamrangkamemeliharakeutuhan dan
kesatuanmasyarakatsebagaiprasyaratbagikelangsunganhidup (survive) masyarakat
dan peradaban.
Dalamperkembanganberikutnya,
ekstensifikasipengertianpendidikantersebut, sejalandengantuntutanmasyarakatatau
“pasar”.Dari sinilalupendidikanmemainkanfungsisebagaisuplementer,
melestarikan tata social dan tata nilai yang adadimasyarakat dan
sekaligussebagaiagenpembaharuan. Proses ini,
kemudianmenimbulkanpersoalandalampendidikan,
yaituketikaterjadinyahubungantimbal-balikantarakepentinganpendidikandisatusisi
dan kepentingankebutuhanmasyarakatdisisilainnya.
Kepentinganpendidikanseringkalimenjaditerabaikan oleh tuntutanmasyarakat.
Artinya, fungsikonservasibudayalebihmenonjoldari pada upayaantisipasi masa
depansecaraakurat dan memadai. Maka, muncullahberbagaikritikterhadap system
pendidikan.Kritikinimunculkarenamelihatpendidikantelahmengalamistagnasi,
yang kemudianmelahirkanberbagaialirandalampendidikan.
Salah satukritikcukuptajammenganaipendidikanini dating dari Paulo
Friere. Menurut Freire, kala itupendidikan di Brazil (dan mungkinmasihterjadi
sampaikini di banyak negeri, termasuk Indonesia)
telahmenjadialatpenindasandarikekuasaanuntukmembiarkanrakyatdalamketerbela
kangannya dan ketidaksadarannyabahwaiatelahmenderita dan tertindas.
"Pendidikan gaya Bank", dimana murid menjadicelengan dan guru adalah orang
yang menabung, ataumemasukkanuangkecelengantersebut, adalahgayapendidikan
yang telahmelahirkankontradiksidalamhubungan guru dengan murid.
Lebihlanjutdikatakan, "konseppendidikangaya bank juga memeliharanya
(kontradiksitersebut) dan mempertajamnya,
sehinggamengakibatkanterjadinyakebekuanberpikir dan
tidakmunculnyakesadarankritis pada murid".Murid hanyamendengarkan,
mencatat, menghapal dan mengulangiungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh
guru, tanpamenyadari dan memahamiarti dan makna yang sesungguhnya. Inilah
yang disebut Freire sebagaikebudayaanbisu (the culture of silence)
KeprihatinanFriereterhadapkaumtertindas (oppressed)
telahmendorongdirinyauntukmengantisipasipersoalantersebut demi masa
depankemanusian. Menurutnya, kaumtertindas yang
menginternalisasicitradirikaumpenindas dan
menyesuaikandiridenganjalanfikiranmereka, akanmembawa rasa takut yang berat.
Padahalkebebasanmenghendakimereka,
untukmenolakcitradiritersebutharusmenggatinyadenganperasaanbebassertatanggu
ngjawab. Kebebasanhanya bias “direbut” bukan “dihadiahkan” kata Friere.
Di dalambukunya yang lain, Frieremenulisdenganmengutippendapat Erich Fromm
sebagaiargumentasiterhadapsituasi yang mengungkungmanusia modern
“(manusia) menjadibebasterhadapikatan-ikatan yang berasaldariluar, yang
mencegahnyabertindak dan berfikirmenurutapa yang merekaanggapcocok.
Iaakanbertindakbebas, jikaiatahutentangmasalahnya. Yang
menjadipersoalanadalahketikamerekatidaktahu. Karena iatidaktahu,
makaiaakanmenyesuaikandiridenganpenguasa yang tidakdikenalnya dan
iaakanmeng-ia-kanhal-hal yang tidakdisetujuinya. Semakiniabertindakdemikian,
makaiasemakintidakberdayauntukmerasa dan iasemakinditekanuntukmenurut.
Manusia modern, kata Friere, telahdikuasai oleh kekuatanmitos-mitos dan
telahdimanipulasi oleh iklan-iklan yang jitu, kampanye ideology, dan
lainnyatanpadisadari oleh manusia modern, yang pada
gilirannyaakanmenghilankankemampuanuntukmemilih dan
mengambilkeputusansecarabebas. Manusia modern,
kemudiantidakterbiasauntukmenangkapsendiritugas-tugas zaman,
melainkanhanyamenerimaapaadanyadarihasilpenafsiranpenguasaataukaum
“elit”.
Jikakitamaumemandangperjalananperadabanmanusiasendiri,
yaituketikagerakan renaissance itumuncul, berangkatdarituntutankebebasan dan
pembebasandariberbagaiikatan dan halangan agar
perkembanganmanusiasertabakatnyadapatterwujud dan teraktualisasi. Sedangkan
pada masa gerakan
Aufklaerung, yang menjadi “cita-cita”-nyaadalah moral rasionalisme,
yaitukeberanianuntukmemakaikemampuanakalbudisecarabebas.Ataujikakitameng
ikutipendapatSoedjatmokobahwa yang kitabutuhkanadalahpembebasandari rasa
tidakberdaya dan dariketergantungan “dari rasa cemas, rasa
keharusanuntukmempertanyakanapakahtindakan-
tindakanmerekadiizinkanatautidak oleh wewenang yang lebihtinggiatau oleh
adatkebiasaan”.
Melaluipembacaannyaterhadapgagasan Antonio Gramsci yang
pernahmenyatakanbahwakesenjangan structural
manusiaperludiperiksasecarakritisdenganmenggunakanteoripenyadaran,
yaitupembacaansecaramendalam dan kritisterhadap “realitasakalsehat”, maka
Paulo Freire
merefleksikangagasantersebutdenganmemformulasikannyadalamsebuah model
“penyadaran
(conscientizacao).
Dampakriildarigagasan Freire iniadalahupaya yang
inginmemperhadapkanpendidikandenganrealitas yang tengahbergumul di
sekitarnya. Kenyataan yang Nampak hinggahariinijustru proses dan
reproduksipendidikansangatjauhdarikeinginanuntukmampumenbacarealitassecara
kritis dan cerdas.
“Pendidikan kritis” (sebuahgagasan yang memangbanyakdipengaruhi oleh Freire)
merupakansuatubentuk “kritisismesosial”; semuapengetahuan pada
dasarnyadimediasi oleh linguistik yang tidak bias dihindarisecarasosial dan
historis; individu-individusecarasyechochicalberhubungandenganmasyarakat yang
lebihluasmelaluitradisimediasi (yaitubagaimanalingkupkeluarga, teman, agama,
sekolah formal, budaya pop, dan sebagainya). Pendidikan
mempunyaihubungandialogisdengankontekssosial yang melingkupinya.Sehingga,
pendidikanharuskritisterhadapberbagaifenomena yang
adadenganmenggunakanpolapembahasaan yang bernuansasosio-historis.
Lebihlanjut, dimaknaibahwapendidikankritis yang
disertaiadanyakedudukan wilayah-wilayah pedagogisdalambentukuniversitas,
sekolah negeri, museum, galeriseni, atautempat-tempat lainnya ,
makaiaharusmemilikivisidengantidakhanyaberisiindividu-individu yang
adaptifterhadap dunia hubungansosial yang menindas, tapi juga
didedikasikanuntukmentransformasikankondisisemacamitu. Artinya,
pendidikantidakberhenti pada bagaimanaproduk yang
akandihasilkannyauntukmencetakindividu-individu yang hanya diam
manakalamerekaharusberhubungandengan system sosial yang messnindas.
Harusadakesadaranuntukmelakukanpembebasan.Pendidikan
adalahmomenkesadarankritiskitaterhadapberbagai problem sosial yang
adadalammasyarakat.
Upayamenggerakkankesadaranini bias
menggeserdinamikadaripendidikankritismenujupendidikan yang revolusioner.
Keduanyaberasaldari Rahim pemikiran Freire juga.Menurutnya,
pendidikanrevolusioneradalah system kesadaranuntukmelawan system
borjuiskarenatugasutamapendidikan (selamaini) adalahmereproduksi ideology
borjuis.Artinya,
pendidikantelahmenjadikekuatankaumborjuisuntukmenjadisalurankepentingannya
. Maka, revolusi yang nantiberkuasaakanmembalikkantugaspendidikan yang pada
awalnyatelahdikuasai oleh kaumborjuiskinimenjadijalanuntukmenciptakan
ideology barudenganterlebihdahulumembentuk “masyarakatbaru”. Masyarakat
baruadalahtatananstruktursosial yang
takberkelasdenganmemberikanruangkebebasanpenuhatasmasyarakatkeseluruhan.
Pendidikan
pembebasanakandicapaidenganmenumbangkanrealitaspenindasan,
yaitudenganmengisikonseppedagogis yang memberikankekuatanpembebasan
yang baru. Di sinilahkitaperlumemperbincangkansoalkurikulumpendidikan yang
membebaskan.Tapi,
terlebihdahulukitaperlumengkritikkonseppengetahuanselamaini. Dan
sebenarnyapengetahuan yang ingindidorong oleh Freire
adalahpengetahuanmelaluitransformasi dan
subversiterhadappengetahuanitusendiri, yaitupengetahuan yang “didepositokan”
dalambukubukutekssehinggaapa yang dihasilkandaripolapendidikan dan
pengetahuaniniakanterpisahdenganrealitaskontekstual.
Kebebasantentuadabatasnya.Kebebasanmemilikibatasan-batasantersendiri,
tergantungpersoalan yang dihadapi oleh “kaumtertindas” tersebut. Karena
jikakebebasantidakdiiringidenganbatasan-batasantertentu,
justruakanberbenturandenganhak-hak orang lain, yang pada
ahirnyaakanmenimbulkananarkhisme.
Oleh sebabitu, kesadarankritismenjadititiktolakpemikiranpembebasan
Freire.Tanpakesadarankritisrakyatbahwamerekasedangditindas oleh kekuasaan,
takmungkinpembebasanitudapatdilakukan.Karena itu, konseppendidikan Freire
ditujukanuntukmembukakesadarankritisrakyatitumelaluipemberantasanbutahuruf
dan
pendampinganlangsungdikalanganrakyattertindas.Upayamembukakesadarankritisr
akyatitu, dimatakekuasaanrupanyalebihdipandangsebagaisuatu "gerakanpolitik"
ketimbangsuatugerakan yang mencerdaskanrakyat.Karena itu, pada tahun 1964
Freire diusir oleh pemerintahuntukmeninggalkan Brazil. Pendidikan pembebasan,
menurut Freire adalahpendidikan yang membawamasyarakatdarikondisi
"masyarakatkerucut" (submerged society) kepadamasyarakatterbuka (open
society).
Dari kutipan di atas pendidikan pembebasan berarti usaha sadar yang di
lakukan manusia dalam mendidik manusia menjadi individu yang sadar terhadap
sekelilingnya.

C. Konsep Pendidikan menurutDriyarkara

Pembicaraan dan diskusi-diskusimengenaiseorang Nicolaus Driyarkara SJ


takkanpernahterlepasdaripemikiran-pemikirannya yang
sangatmenarikdikembangkankhusunyadalam dunia pendidikan.Filsuf Indonesia
inimencobamemberikandiri, bakantalenta dan kemampuannya demi
bangsainilewatpendidikan. Dalam dunia
pendidikankatolikkhususnyabidangfilsafatakanselalu
Bersinggungandenganbuah-buahpemikiranya yang
menjadisumbangsihbagiperkembanganilmuberpikir di Indonesia ini (Edy
Prasetyo, 2009).DalamOktaviano Donald (2012), Nicolaus Driyarkaradilahirkan
di PegununganMenoreh, tepatnya di DesaKedunggubah (kuranglebih 8 km
sebelahtimurPurworejo, Kedu), Jawa Tengah, pada 13 Juni
1913.IadiberinamaSoehirman, tetapibiasadipanggilDjenthu yang berartikekar dan
gemuk. BaruwaktumasukGirisontatahun 1935,
ketikamemulaihidupbarudalamSerikat Jesus, iamengambilnamaDriyarkara.
BagiDriyarkarapendidikanmerupakankegiatansadaruntukmemanusiakanmanusiam
uda, yang diasebutsebagai “hominisasi dan humanisasi”.
PemikiranDriyarkarakiranyadapatmencegahpendidikan yang
berorientasikangambaranmanusia yang tidak
fundamental.GambaranDriyarakaratentangpendidikansebagaisuatuaktifitas
fundamental, pemanusiaanmanusiamudakiranyamerupakansuatuantisipasi yang
efektifuntukmeredamkecenderunganindustrialisasipendidikan (Oktaviano Donald,
2012).
Dari kuitpan diatas dapat diartikan bahwa funda mental yaitu suatu yang
mendasar, asasi, sangat penting, atau merupakan suatu prinsip dan hal pokok yang
dijadikan pedoman atau dasar di dalam hal-hal tertentu, yang mengandung
kebenaran umum atau dasar realitas.
DalamOktaviano Donald (2012),
Driyarkaramerumuskandefinisipendidikandalamtigarumusan yang satusama lain
tidakterpisah, melainkansalingmemuat. Tigarumusanituadalahsebagaiberikut:
Berdasarkanpemanusiaan yang dilakukanpendidik dan anakdidik:
pendidikanadalahhidupbersamadalamkesatuantritunggalbapak-ibu-anak, di mana
terjadipemanusiaananak, dengan mana
diaberprosesuntukakhirnyamemanusiasendirisebagaimanusiapurnawan.
Berdasarkan ide mengenaihominisasi dan humanisasi:
pendidikanadalahhidupbersamadalamkesatuantritunggalbapak-ibu-anak, di mana
terjadipembudayaananak, dengan mana diaberprosesuntukakhirnya bias
membudayasendirisebagaimanusiapurnawan.
Berdasarkanpandanganmengenaipelaksanaannilai-nilai:
pendidikanadalahhidupbersamadalamkesatuantritunggalbapak-ibu-anak, di mana
terjadipelaksanaannilai-nilai, dengan mana diaberprosesuntukakhirnya bias
melaksanakansendirisebagaimanusiapurnawan.
Yang pertama, BagiDriyarkara,
kesatuanhidupterwujudnyataterutamadalamperkawinan.
Perkawinanadalahpelaksanaancintakasihdalamkesatuanhidup.
Cintakasihituantaraduapribadi yang samatingginya, derajatnya, haknya.
Duapribadimenjadisatu; duaakumenjadikita. Itulah ideal perkawinan.
Dalamkesatuanhiduplalumuncullahketurunan.Kesatuancintakasih, selainbiologis,
juga merupakankesatuanjasmani-rohani.Anakmanusiaitutidakhanyalahirdari
badan, melainkan juga “lahirdarijiwa”.Karena terdapatanak,
kesatuanitumenjadilebiherat.KesatuanhidupinidapatdisebutBhinneka Tunggal
atautritunggalkarenaketiganyamerupakankonfigurasitersendiri.Jadihubunganbapak
, ibu dan anakmerupakanrelasiBhineka Tunggal, tempatperwujudan primer
daripendidikan. Yang kedua, dalambagianFenomena Pendidikan
Driyarkaramenulistentangpendirian-pendiriannyamengenaipendidikan:
bahwapendidikanmerupakankegiatansadaruntukmemanusiakanmanusiamuda,
yang diasebutsebagai “hominisasi dan humanisasi”. MenurutDriyarkara,
hominisasimerupakan proses pemanusiaansecaraumum,
yaknimemasukkanmanusiadalamlingkuphidupmanusiawisecara minimal.
Berbedadenganbinatang,
manusiatidakdengansendirinyabersifatmanusiasesudahkelahirannya.Di
situlahperanpendidikan.
Sesudahmasukdalamlingkupmanusiawidenganmemenuhikodratnyaniscaya,
pendidikanselanjutnyamemanusiakanmanusiasecarakhususdalam proses
humanisasi. Humanisasiadalahperkembangankebudayaan yang lebihtinggi,
sepertitampakdalamkemajuan-kemajuanbudaya dan
ilmupengetahuan.Manusiaturuntangandalammengangkatalammenjadialammanusi
awi. Tidakadabatasantarahominisasi dan
humanisasi.Tidakakanadahominisasitanpahumanisasisedikit pun. Yang ketiga,
Driyarkaramenegaskanbahwapengejarannilai-nilaimerupakanunsur yang
mengorganisir dan datangnyadaripihakpendidik. Tidakadaunsur yang
hanyameluludarisatupihak: perkembangananak pun mempersatukanperbuatan-
perbuatan yang bersifatmendidiksehinggatidaktercerai-berai; tidakterpisah-
pisahtanpahubungan, melainkanmerupakansuatukesatuan.
Guru menjalankanfungsinyasebagaipendidik dan pengajar.
DalamistilahDriyakaryadalamSuparno (2004), guru
menjalankanfungsinyamembantuanakdidikberkembangmenjadimanusia yang
lebihutuh. Guru harusmampumengusahakan agar anakdidikberkembang dan
berhasil. Bilaadaanakdidik yang nakal dan lambatberpikir,
iaharusdapatmecarijalanbagaimanadapatmembantumereka.
Sejalandenganseorangdoktermengobatipasien,
bagaimanadapatmenyembuhkanpasienbukanpertama-pertamamintaupah (Hamzah
Nur, 2009).
Dari kutipan diatas bahwa seorang guru yang profesional adalah guru yang
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik agar dapat menciptakan sumberdaya manusia yang
berkualitas bagi bangsa.
Berkenaandengan proses pendidikankarakterdalamJuneman (2010),
Mardiatmadjamengungkapkanbahwakarenanilaiberkenaandenganhakikatmanusia,
makapendidikanharusmulaidenganmembantupesertadidikuntukmengenalmanusiad
alamkemandiriannya (kebebasan, kemerdekaan) yang otentik. Selanjutnya,
nilaikebersamaan juga
amatpenting.Kebebasan/kemandirianmanusiadalamrelasidengan “yang lain”
ituterjalindalamrangkaian “pedoman-pedoman” yang
masukakal.Selanjutnyapesertadidikperludibantuuntukmenangkapbahwanilaiharus
dikejar dan dicapai.

D. Konsep Pendidikan Paulo Freire

Pendidikan merupakanusahauntukmembebaskanmanusia,
sedangkanpendidikanmenurut Paulo Freire
merupakanusahauntukmengembalikanfungsipendidikansebagaialat yang
membebaskanmanusiadariberbagaibentukpenindasan dan ketertindasan, atau bias
disebutdenganusahauntuk "memanusiakanmanusia" (humanisasi).
Denganmenggunakanpendekatanhumanis,
iamembangunkonseppendidikannyamulaidarikonsepmanusiasebagaisubyekaktif.
Manusiaadalahmakhlukpraksis, yaknimakhluk yang dapatberaksi dan
berefleksidenganmenggunakanpikirannya.
Pendidikan denganpendekatankemanusiaanseringdiidentikandenganpembebasan,
yaknipembebasandarihal-hal yang tidakmanusiawi.Jadi,
untukmewujudkanpendidikan yang
memanusiakanmanusiadibutuhkansuatupendidikan yang
membebaskandariunsurdehumanisasi.Dehumanisasitersebutbukanhanyamenandai
seseorang yang kemanusiannyatelahdirampas, melainkan (dalamcara yang
berlainan) menandaipihak yang telahmerampaskemanusiaanitu, dan
merupakanpembengkokkancita-citauntukmenjadimanusia yang lebihutuh.
Konseppendidikan Paulo Freire berpijak pada
penghargaanterhadapmanusia.Iamenempatkanpendidik dan
pesertadidiksebagaisubyekdalam proses pendidikan,
karenamerekamemilikikedudukan yang sejajar. Pendidikan
adalahsebuahkegiatanbelajarbersamaantarapendidik dan
pesertadidikdenganperantara dunia, oleh objek-objek yang
dapatdikenal.Pendidikan tidaklagisekedarpengajaran, namun dialog antara para
pesertadidik dan pendidik yang juga belajar.
Keduanyabertanggungjawabbersamaatas proses pencapaian. Hal
inimerupakansebuahpenghargaanterhadappesertadidiksebagaimanusia. Pendidikan
bukanlagi proses transfer ilmupengetahuan, sebabkeduanyasama-
samadalamsuasanadialogismembukacakrawalarealita dunia.
“Tujuanutamamanusiaadalahhumanisasi yang ditempuhmelaluipembebasan.
Proses
untukmenjadimanusiasecarapenuhhanyamungkinapabilamanusiaberintegrasidenga
n dunia. Dalamkedudukannyasebagaisubjek,
manusiasenantiasamenghadapiberbagaiancaman dan tekanan,
namuniatetapmamputerusmenapaki dan
menciptakansejarahberkatrefleksikritisnya.”
Hakekatpendidikan Paulo Freire
diarahkanataspandangannyaterhadapmanusia dan dunia,
pendidikanharusberorientasi pada pengenalanrealitasdirimanusia dan
dirinyasendiri, sertamemilikikesadaran dan berpotensisebagai Man of Action
untukmengubahdunianya.Pendidikan adalah instrument
untukmembebaskanmanusiasupayamampumewujudkanpotensinya.Oleh karenaitu,
pendidikanmemainkanperananstrategisuntukmembawamanusiakepadakehidupan
yang bermartabat dan berkualitas.
Sayangnya, gambaran dunia pendidikansecaraumummasihjauhdari
ideal.Sebagianbesarsekolah (di Indonesia khususnya) hanyaberfokus pada target
kuantitatif yang bisadiukur, sepertimisalnyaharus lulus
matapelajarandengannilaitertentu, mendapatkan trophy, dan lain
sebagainya.Padahal, model pendidikansepertiitujelasmenimbulkanefek yang
burukbagipesertadidik. Menurut Paulo Freire dalambukunya yang berjudul
Pendidikan KaumTertindas (1994), model pendidikan yang
semacamituiasebutsebagai banking education alias pendidikangaya bank.
“Pendidikan karenanyamenjadisebuahkegiatanmenabung, di mana para
murid adalahcelengan dan guru adalahpenabungnya. Yang terjadibukanlah proses
komunikasi, tetapi guru menyampaikanpernyataan-pernyataan dan
“mengisitabungan” yang diterima, dihafal dan diulangidenganpatuh oleh para
murid.”
Dalampendidikangaya bank,
pesertadidikhanyadijejalidenganilmusecarasatuarahdengantujuanmendapatkannila
i-nilaikuantitatif yang
dituju.Praktekpendidikanhanyadipahamisebatassaranapewarisanilmu. Pendidikan
tidakdipahamisebagaitransformasiilmupengetahuan dan nilai-nilai yang
lebihmenekankan pada proses pendewasaanpemikiran dan
mengartikanbelajarsebagai proses memaknai dan mengkritisirealitassosial yang
ada di lingkungansekitar. Bukanhanyamencari ijazah dengannilai yang
tinggimaupunsebagaisaranameningkatkan status sosial.
“Dalamkonseppendidikangaya bank,
pengetahuanmerupakansebuahanugrah yang dihibahkan oleh mereka yang
menganggapdiriberpengetahuankepadamereka yang
dianggaptidakmemilikipengetahuanapa-apa.”
Pendidikan gaya bank inilah yang
telahmenjadialatuntukmenindaskesadaranakanrealitas yang sejati dan
menyebabkanseseorangmenjadipasif dan menerimabegitusajakeberadaannya.
Pendidikan gaya bank
tidakakanmendorongpesertadidikuntuksecarakritismempertimbangkanrealitas.
Pesertadidikhanyaakanmenjadipenerima yang pasifdarirealitas yang diberikan,
tanpapernah bias mempertanyakankebenaranataukebergunaanrealitas yang
diajarkankepadadirinya. Yang
disebutkeberhasilandalammetodeiniadalahketikapesertadidikdapatmenghapalkand
enganbaiksemuapengetahuan yang telahdidepositokankedalamdirinya.

E. Menggugat Pendidikan Gaya Bank

Freire menguraisecaraganblang problem pengetahuan yang dipolakandari


system pendidikan yang “menindas” dan kontra-pembebasan. Dalambukunya,
Pendidikan KaumTertindas, Freire menegaskanbahwapolapendidikan yang
selamainiterjadibahwahubunganantara guru dan murid denganmenggunakan
model “watakbercerita” (narrative): seorangsubyek yang bercerita (guru) dan
obyek-obyek yang patuh dan mendengarkan (murid-murid). Tugas guru dalam
proses pendidikanadalahdenganmenceritakanrealitas-realitas, seolah-olahsesuatu
yang tidakbergerak, statis, terpisahsatusama lain, dan dapatdiramalkan. Akhirnya
guru Cuma “mengisi” para murid denganbahan-bahan yang dituturkan,
padahalituterlepasdarirealitas dan terpisahdaritotalitas.Pendidikan yang
berceritamengarahkan murid-murid untukmenghafalsecaramekanisapa yang
diceritakankepadanya. Pendidikan menjadikegiatan
“menabung”, ibaratnya para murid adalahcelengannya dan para guru
adalahpenabungnya.
Konseppendidikanitudisebut oleh Freire sebagaipendidikan “gaya
bank”.Akhirnya, muridhanyaberaktivitasseputarmenerimapengetahuan, mencatat,
dan menghafal.Dalam model pendidikaninisecarajelaskita bias
melihatbahwapendidikanadalahalatkekuasaan guru yang dominatif dan “angkuh”.
Tidakada proses komunikasitimbal-balik dan
tidakadaruangdemokratisuntuksalingmengkritisi. Guru dan murid berada pada
posisi yang tidakberimbang. Freire
kembalimenegaskanbahwadengandemikianpengetahuanseolah-olahadalah
“anugerah” yang dihibahkan oleh mereka yang
mengangapdirinyaberpengetahuankepadamereka yang
dianggaptidakmemilikipengetahuanapa-apa, alias bodoh.Di sinilahterselip
ideology penindasan.
Raison d’etrependidikan yang membebaskan, sebagaikebalikandari model
pendidikan “gaya bank” adalahusahakearahrekonsiliasi,
untukmemecahkankontradiksiantara guru dan murid. Dalamtulisan yang lain,
Freire memberikanjalankeluarataskondisipendidikan yang
menindassepertiitudenganmenggagaspendikan yang berorientasikemanusiaan.
Satu-satunyaalatefektifdalampendidikanpemanusiaanadalah “hubungan timbal-
balik” permanenberbentuk dialog antara para pemimpinrevolusioner (guru) dan
kaumtertindas (siswa). Hal
initentunyadenganmembongkarbangunanawalstrukturpendidikan, di mana guru
sebagaikelompok “penindas” menuju “revolusioner”.
Dialog yang
terbanguninikemudiandisusuldenganmempraktekanpendidikan “ko-eksistensial”,
yaitu para guru dan para murid sama-samabertindakterhadapkenyataan, sama-
samamenjadisubyek-Subyek, bukanhanyadalamtugasmenyikapkenyataan,
supayamengetahuinyasecarakritis, namun juga
dalamtugasmenciptakankembalipengetahuantadi. Iniamatberatmemang. Tapi,
yang jelas, denganmendialogkanantarapengetahuan dan
realitasmakaakanterciptapengetahuanbaru yang merefleksikankembalicita-
citarevolusioner.
Kembali pada konseppendidikanrevolusioner.
Untukmenciptakanmaknabarubagipengetahuan yang membebaskan, kita bias
memakaipendekatan
“humanismedialektis”-nya Karl Marx
tentangperkembanganpribadilewatinteraksidialektisantaraindividudenganlingkung
annya. Di sinipendidikandinilaisebagaicarapenyelesaianpertentangan-
pertentanganmendasarantarakebutuhan-kebutuhanaktualisasidiri para pelajar, dan
juga pantulanpertentanganantara murid dengan guru.
Untukmelenturkanpertentanganantaraindividu dan komunitas –
sepertitelahsebagiandikemukakan di muka—makaperluperantaraanataumediasi
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga formal serta informal.Salah
satunyaadalahsekolah.Walaupun di dalamnya juga memuatpertentanganantara
murid dengansekolah, tidaklagiantara guru dan murid.Intinya,
sekolahmenjadiharapanuntukmenciptakan murid yang berpengetahuan yang
berorientasikemanusiaan.

F. Pendidikan Islam Sebagai Proses Pembebasan


Berdasarkancermin Freire sebagaimanadiuraikandiatas.Pendidikan
pembebasan yang digelindingkan oleh Freire telahditerapkan oleh Nabi
Muhammad dalamstrategigerakandakwah Islam
menujutransformasisosial.Gerakan dakwah pada masa Nabi
dipraktekkansebagaigerakanpembebasandarieksploitasi, penindasan, dominasi dan
ketidakadilandalamsegalaaspeknya. Ali
Engineer menuliskanbahwa Nabi, dalamkerangkadakwah Islam
untukpembebasanumat, tidaklangsungmenawarkan Islam sebagaisebuahideologi
yang normatif,
melainkansebagaipengakuanterhadapperlunyamemperjuangkansecaraserius
problem bipolaritas spiritual-material kehidupanmanusia,
denganpenyusunankembalitatatan yang telahadamenjaditatanan yang
tidakeksploitatif, adil dan egaliter.
Islam sendiriadalah agama pembebasankarena "Islam
memberikanpenghargaanterhadapmanusiasecarasejajar,
mengutamakankemanusiaan, menjunjungtingginilai-nilaidemokrasi dan keadilan,
mengajarkanberkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan
tertindas".Ayat-ayat Al Qur'an misalnya, diantaranya "...Kami
bermaksudmemberikankaruniakepadaorangorangtertindas di bumi. Kami
akanmenjadikanmerekapemimpin dan pewarisbumi..." (QS. 28:5),
halinisemakinmenegaskanbahwaasalusulditurunkannya Islam (dan juga rasul-
rasul) adalahuntukmembebaskanmanusiadaribelengguketertindasan dan
ketidaksadaran.
Nabi Muhammad dalamperjalanansejarahya,
telahmenkalukansebuahgerakanpembebasan yang cukuprevolusioner.Nabi
Muhammad bukansajamelakukanpembebabasanterhadapkaumperempuan yang
selamaberabad-abadtelahtertidas oleh budaya Arab yang
memarginalkanperanperempuandalamberbagai sector publik, tetapi juga
mewajibkan (faridhat) kepadasetiap Muslim
untukmenuntutilmupengetahuan.Denganilmupengetahuaninilah, umat Islam
diharapkanmempunyai “kesadaranterhadaprealitas”. Dalampandangan Asghar
Ali Engineer, ilmupengetahuaninidapatdihubungkandengannur (cahaya),
artinyadenganilmupengetahuanmanusiamamputerbebasdarikegelapanmenujucaha
yakeselamatan.
Kata
ilmudalampengertianteknisoperasionalialahkesadarantentangrealitas.Pengertianini
didapatdarimakna-maknaayat yang ada di dalam Al Qur’an. Orang yang
memilikikesadarantentangrealitaslewatpendengaran, penglihatan dan
hatiakanberfikirrasionaldalammenggapaikebenaran (QS. 17 :36). "Pengetahuan
(‘ilm) bolehmerupakansuatupersepsiterhadapesensisegalasesuatu, mahiyat
"suatubentukpersepsi yang bersahaja yang tidakdisertai oleh hukum
ataubolehmerupakanoppersepsi; yaitu hokum
bahwasesuatuhaladalahhalitu"."Ilmuituharusdinilaidengankonkrit.Hanyakekuatani
ntelektual yang menguasai yang konkritlah yang
akanmemberikemungkinankecerdasanmanusiaitumelampaui yang konkrit".
Oleh karena, ilmudalam Islam adalahsebagaikesadarantentangrealitas,
makarealitas yang paling utamaketikamanusiaitulahiradalahalamsemesta
(mikrokosmos dan makrokosmos).Di alaminilahmanusiamulaimendengar, melihat
dan merasakanobyek-obyek yang dialaminyaberupasuara, bentuk dan
perasaan.Alaminimerupakansatutitikkesadaranawaluntukmengenalrealitasterutam
adirisendiri. Setelah manusiamengalamikedewasaan dan sempurnaakalnya,
makaiamulaiberpikirtentangmetarealitas, yaknisuatukekuatan supernatural yang
ikutbermain dan sibukmengurus proses-proses penciptaandaritiadamenjadiada,
dariadamenjaditiada. Ataudarimatimenjadihidup, kemudiandarihidupmenjadimati
(QS.2: 28).
Kesadaraninilah yang akanmembebaskanmanusiadarisegalabentukpenindasan di
alamsemesta. Sebuahkesadaran yang akanmenghantarkanmanusia pada
posisinyasebagaiabd (hamba) sekaligussebagaikhalifah (wakil Tuhan) di
alamsemestaini.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan

JikaFriere basis
gerakanpembebasanadalahmelakukankesadarankritisuntukmembukakesadaran
“kaumtertindas”, maka Islam mendasarkandiri pada
kesadaranuntukmemahamirealitas yang terjadidisekitarmanusiaitusendiri.
Frieremenginginkanadanyakesadaranakanbahayabudayaindustri,
sekalipunmanusiatelahberhasilmeningkatkanstandarhidupnya, tetapidalamwaktu
yang samabudayaitucenderunguntukmenempatkanmanusia pada
posisitercerabutdariakarkemanusiaannya.
Disiniada “titiktemu” antarapembebasan yang diusungFrieredengan yang
adadalam Islam.Karena pesansubstansialdalam Islam
adalahpesanpembebasan.Sementarapembebasanitusendiriharuslahdijalankansecara
dialogis dan
demokratis.Pembebasandilakukandenganmenjadikanrakyatsebagaisubyekpembeb
asan, dan bukanobyek.Sepertidituliskan oleh James Y.C. Yen yang telahmenjadi
motto gerakan-gerakanpembebasan,
"...Datanglahkepadarakat.Hidupbersamarakyat.Berencanabersamarakyat.Bekerjab
ersamarakyat. Mulailahdenganapa yang dimilikirakyat. Ajarlahdengancontoh,
belajarlahdenganbekerja.Bukanpameran, melainkansuatusistem,
bukanpendekatancerai-berai, melainkanmengubah. Bukanpertolongan,
melainkanpembebasan...".
Oleh sebabitulah, Frieremengusulkan system dan orientasipendidikan yang
membebaskandaribudaya yang serba verbal, mekanistik, dan dangkal.
Budayasepertiini, menurutFriere,
tidakmungkinakanmenghantarkanmanusiakepadakehidupan yang lebihotentik dan
lebihmanusiawi.
Kelebihan pemikiran Friere ini, terletak pada kemampuannya untuk
merangkai gagasan-gagasan pendidikan dalam sebuah teori yang cukup mapan.
Dialog spritual in, akan memberikan makna yang sangat mendasar bagi
pendidikan, karena pada hakikat nya manusia berada dibawah “kuasa”-Nya. Dan
“dalam pandangan al-Qur’an, eksistensi manusia dimuka bum iini akan bermakna
manakala setiap aktifitas yang merekalakukan,
berorientasisecarasadarkeRealitasYang Tertinggi. Tanpaorientasisepertiini,
sebaikapapunsebuahpraktikpendidikan, tidakakanmempunyainilai di sisi-Nya.
Dengandemikianmanusiaakanmenyadaridengansendirinyatentangkehariran
alamsemestasebagairealitasfisika dan kehadiran Allah SWT
sebagairealitasmetafisika. Alamfisikasebagairealitasterbuka,
sedangkanalammetafisikasebagairealitastertutup.Makadalam Islam,
Alamsemestaadalahsumberilmu yang kedua yang merupakanciptaan Allah SWT
karenasebelumadanyaalamsemesta, Allah lebihdahuluada yang tidakberpermulaan
dan takberakhir.Sedangkanalammemilikipermulaan dan masa akhir.Oleh
karenaituilmudari Allah yang bersifatlangsungbersifatabsolut,
sedangkanilmulewatalamsemestabersifatrelatif.
DAFTAR PUSTAKA

Bowles, Samuel dan Herbert Gintis, “Pendidikan Revolusioner” dalam


Menggugat Pendidikan, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2001.
Engineer, Asghar Ali, Islam dan TeologiPembebasan, Yoyakarta :PustakaPelajar,
1999.
Ghulsyani, FilsafatSainsMenurut Al Qur’an, (trj), Bandung ;Mizan. 1990.
Iqbal, Muhammad, MembangunKembaliPemikiran Agama dalam Islam, (trj).,
Jakarta : Tintamas, 1966.
Khalsun, Ibn, Mudaddimah, (trj), Jakrta :Pustaka Firdaus, 2000..
Ma’arif, Syafi’I, “Pendidikan Islam SebagaiParadigmaPembebasan”
dalamMuslihUsa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia ; Antara Cita dan
Fakta, Yogyakarta ; Tiara Wacana, 1991.
Rahmat, Jalaludin, ReformasiSufistik, Bandung :PustakaHidayah, 2002.

Anda mungkin juga menyukai