ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat lindungan dan bimbingannya, penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Ada
banyak halangan yang di temui selama proses pembuatan makalah ini. Namun
berkat kuasa-Nya yang tak terhingga, penulis bisa mencapai akhir dari makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama pembuatan makalah ini,
penulis banyak menerima bimbingan, dukungan, semangat, dan perhatian dari
benyak pihak. Tidak lupa juga penulis berterima kasih kepada teman-teman yang
selalu mengingatkan penulis akan pengerjaan makalah ini dan juga yang selalu
mendukung penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karenanya kritik
dan saran yang membangun sangat di harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi orang lain sebagaimana bagi penulis
sendiri.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA………………….………………………………………..19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Setiap orang/individu perrnah mendengar istilah pendidikan, bahkan dari
semenjak kecil setiap orang pernah mengalami pendidikan. Pendidikan pertama
yang didapat oleh setiap individu tentu berawal di dalam keluarganya, tahap
selanjutnya ia dapatkan di sekolah bahkan perguruan tinggi juga masyarakat.
Namun demikian, tidak semua orang memahami apa sebenarnya makna pendidikan
itu sendiri. Dalam hal nyata, terkadang makna pendidikan disamakan dengan
pengajaran dan pelatihan. Jadi, karena kesalahan pemaknaan ini membuat para
pendidik di tingkat persekolahan khususnya, cenderung menekankan pada
pelaksanaan konsep ‘pengajaran’ yang lebih menekankan pada salah satu aspek
perkembangan peserta didik. Pendidikan di Indonesia dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan masih mengandung kelemahan, yaitu hanya menekankan pada
pengembangan aspek kognitif semata (pengajaran dalam penguasaan materi)
ataupun menekankan pada ‘pelatihan’ yang cenderung pada pengembangan aspek
psikomotornya saja. Padahal, sejatinya makna pendidikan tidak hanya ditekankan
pada salah satu aspek kepribadian, tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Kesalahan dalam pemaknaan ketiga konsep ini tentu tidaklah diharapkan.
Oleh karena itu, perlu di paparkan lebih lanjut tentang apa dan bagaimana makna
pendidikan, pengajaran maupun pelatihan serta tujuan dari ketiganya. Sehingga
kesalahan dalam pemaknaan ketiga konsep tersebut diharapkan tidak lagi dibawa
ke ranah praktek pendidikan oleh para pendidik umumnya dan para pendidik di
Indonesia khususnya.
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan
antara lain:
1. Apa makna pendidikan secara umum dan khusus?
2. Apa makna pengajaran dan orientasinya?
3. Apa makna pelatihan bagi manusia dan perbedaanya dengan binatang?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini antara lain:
1. Memperoleh pemahaman tentang makna pendidikan umum dan khusus.
2. Memperoleh pemahaman tentang makna pengajaran dan orientasinya.
3. Memperoleh pemahaman makna pelatihan bagi manusia dan
perbedaannya dengan binatang
D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
para pembaca umunya agar dapat mengetahui atau memperoleh pemahaman
tentang makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
Di samping itu pula ada prilaku hewan yang biasa dilakukan manusia seperti pada
kucing dan anjing, mengurus anak-anaknya, mengurusnya dengan kasih sayang.
Dari pengalaman kehidupan manusia, dapat dicatat beberapa peristiwa
prilaku hewan yang buas terhadap manusia. Seekor harimau yang biasa
berdemonstrasi dalam pertunjukkan sirkus, begitu akrab dengan majikannya atau
pawangnya, pada satu saat dengan tidak diduga harimau tersebut menerkan
majikannya atau pawangnya yang setiap saat bercanda, membelainya dengan rasa
kasih sayang. Seekor gajah dikebun binatang diberi makan setiap saat oleh
pengasuhnya, ia jinak dan begitu akrab bercanda dengan pengasuhnya, namun
secara tiba-tiba pada suatu saat gajah tersebut membelit pengasuhnya dengan
belalainya, kemudian ia membanting-bantingkannya ke lantai beton, sehingga tidak
berkutik.
Kedua contoh tersebut diatas betul betul pernah terjadi. Jelaslah bahwa
prilaku harimau dan gajah tersebut hanya didasarkan atas insting atau nalurinya.
Harimau dan gajah tersebut tidak dapat membedakan mana perbuatan baik dan
tidak baik, mana perbuatan bermoral dan mana perbuatan tidak bermoral. Mereka
tidak memiliki hati nurani, tidak mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki
perasaan. Hewan tidak akan memiliki perasaan, bagaimanapun manusia berusaha
menyampaikannya pada hewan-hewan tersebut.
Beberapa ekor binatang mungkin dapat kita latih untuk mengenal tanda-
tanda (signal-signal) tertentu, misalnya kita melihat simpanse, dengan bunyi peluit
panjang harus melompat tinggi, dengan bunyi peluit pendek satu kali harus
jongkok, apabila dinyalakan lampu hijau harus berlari, dinyalakan lampu merah
harus berhenti, dan sebagainya. Gerakan-gerakan yang dilakukan simpanse tersebut
hanyalah gerakan yang terjadi secara mekanis, secara otomatis saja. Kita sukar
untuk berpendapat bahwa gerakan yang dilakukan simpanse tersebut merupakan
hasil proses berpikir.
Hasil berpikir secara intelektual melibatkan simbol simbol. Oleh karena itu,
bagi beberapa jenis hewan dapat kita latih untuk mengenal signal-signal (tanda-
tanda) melalui latihan secara terus menerus, tetapi hewan tidak akan mampu
memahami symbol-simbol, seperti bahasa. Mungkin hewan dapat mengerti
10
sejumlah kata-kata, namun hal itu hanyalah merupakan signal belaka, tidak sampai
pada bahasa sebagai simbol.
Bagi hewan, yang pasti bahwa beberapa jenis hewan tertentu dapat dilatih
keterampilannya. Lumba-lumba dapat dilatih untuk mengenal signal-signal,
misalnya lumba-lumba ditunjukkan angka 4 x 4, maka lumba-lumba tersebut
dengan cekatan akan memijit tombol angka 16 (tanda-tanda-bukan symbol), kuda
dilatih sehingga dapat menarik dokar, kerbau dilatih sehingga dapat menarik bajak
disawah, anjing dapat dilatih untuk dapat melacak penjahat, penyelundup narkotika,
dan sebagainya, dalam sirkus harimau dapat dilatih sehingga dapat berjalan hanya
dengan dua kaki belakangnya, namun tidak dapat dikatakan bahwa hewan dapat
dididik.
3. Manusia Sebagai Animal Educandum
Manusia sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia
merupakan hewan yang dapat dididik dan harus mendapatkan pendidikan. Dari
pengertian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara manusia dengan hewan.
a. Manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan perlu mendidik diri.
Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus
mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan
demikian manusia berada dalam perjalanan hidup, dalam
perkembangan dan dalam pengembangan dirinya. Manusia
mempunyai pengalaman hidup yang harus selalu dilaluinya, tetapi
selalu “belum selesai” untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia.
Keadaan ini terjadi sesuai dengan kenyataan kehidupan yang harus
selalu disadari. Berkaitan dengan hal diatas, dalam eksistensinya
manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok
manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan
sesuai dengan tujuan hidup atau yang seharusnya terjadi dalam
kehidupan. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum
terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
Permasalahannya, bagaimana caranya manusia dapat menjadi
manusia? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka coba kita
11
3) Prinsip Individualitas
Praktik penididkan merupakan upaya membantu
manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agai ia
mampu menjadi dirinya sendiri. Di pihak lain, manusia
adalah individu yang memiliki kedirisendirian
(subjektivitas), bebas, dan aktif berupaya untuk menjadi
dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasikan
bahwa manusia akan dapat dididik.
4) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi
dan komunikasi) antarsesama manusia. Melalui pergaulan
tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan
diterima peserta didik. telah dipahami, bahwa pada
hakikatnya manusia adalah makhluk social, ia hidup
bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan bersama
dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh
timbal balik dimana setiap individu akan menerima
pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5) Prinsip moralitas
Pendidikan bersifat normative, artinya dilaksanakan
berdasarkan system norma dan nilai tertentu. disamping itu,
pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia; agar
manusia berprilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang bersumber dari agama, masyarakat, dan
budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas,
manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
15
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, pengetahuan, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara khusus pendidikan dapat
diartikan sebagai bimbingan yang diberikan oleh seorang pendidik kepada peserta
didiknya untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Makna pengajaran adalah suasana atau lingkungan yang dirancang sedemikian
rupa untuk mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk mencapai
tujuan pengajaran, Ilmu pengajaran memiliki peranan penting yaitu untuk
memberikan sumbangan bagi perbaikan kualitas pengajaran. Orientasi pengajaran
adalah untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka
membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak
mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan
rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan
prosedur yang sistematis dan terorganisir. Perbedaan pelatihan antara manusia
dengan binatang terletak pada ranah prilaku insani (manusiawi) dan prilaku
mutlak/spiritual. Manusia dilatih ataupun dididik mengenai kognitif, afektof dan
psikomotorik, sedangkan binatang tidak bisa dididik dan hanya bisa dilatih
berdasarkan insting hewani.
B. Saran
Sebagai calon pendidik dan ahli pendidikan kita harus memahami mengenai
makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Selain itu kita sebagai manusia patut
bersyukur telah diciptakan sebagai manusia, karena manusia diberikan berbagai
potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yaitu berupa akal dan hati nurani.
17
Potensi yang kita miliki harus digunakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan
tugas kita dimuka bumi yaitu sebagai khalifah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hugvold. (1987). Helping adole scents with learning and behavior problems.
Columbus,OH: Merrill.