Anda di halaman 1dari 22

PERSPEKTIF PEDAGOGIK TENTANG MAKNA

PENDIDIKAN, PENGAJARAN & PELATIHAN

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat lindungan dan bimbingannya, penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Ada
banyak halangan yang di temui selama proses pembuatan makalah ini. Namun
berkat kuasa-Nya yang tak terhingga, penulis bisa mencapai akhir dari makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama pembuatan makalah ini,
penulis banyak menerima bimbingan, dukungan, semangat, dan perhatian dari
benyak pihak. Tidak lupa juga penulis berterima kasih kepada teman-teman yang
selalu mengingatkan penulis akan pengerjaan makalah ini dan juga yang selalu
mendukung penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karenanya kritik
dan saran yang membangun sangat di harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi orang lain sebagaimana bagi penulis
sendiri.

Bandung, 17 september 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3


A. Makna Pendidikan Secara Umum dan Khusus ......................................... 3
1. Pendidikan Dalam Arti Umum ................................................................. 3
2. Pendidikan Dalam Arti Khusus ................................................................ 4
B. Makna Pengajaran Dan Orientasinya........................................................ 4
1. Makna Pengajaran .................................................................................... 4
2. Orientasi Pengajaran ................................................................................. 5
3. Implementasi Pengajaran Pada Ilmu Pedagogik ...................................... 5
C. Makna Pelatihan bagi Manusia dan Perbedaannya dengan Binatang ....... 6
1. Prilaku Makhluk Hidup ............................................................................ 6
2. Pelatihan bagi Binatang ............................................................................ 8
3. Manusia Sebagai Animal Educandum ................................................... 10
4. Perbedaan Pelatihan pada Hewan dan Manusia ..................................... 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17


A. Kesimpulan ............................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA………………….………………………………………..19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Setiap orang/individu perrnah mendengar istilah pendidikan, bahkan dari
semenjak kecil setiap orang pernah mengalami pendidikan. Pendidikan pertama
yang didapat oleh setiap individu tentu berawal di dalam keluarganya, tahap
selanjutnya ia dapatkan di sekolah bahkan perguruan tinggi juga masyarakat.
Namun demikian, tidak semua orang memahami apa sebenarnya makna pendidikan
itu sendiri. Dalam hal nyata, terkadang makna pendidikan disamakan dengan
pengajaran dan pelatihan. Jadi, karena kesalahan pemaknaan ini membuat para
pendidik di tingkat persekolahan khususnya, cenderung menekankan pada
pelaksanaan konsep ‘pengajaran’ yang lebih menekankan pada salah satu aspek
perkembangan peserta didik. Pendidikan di Indonesia dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan masih mengandung kelemahan, yaitu hanya menekankan pada
pengembangan aspek kognitif semata (pengajaran dalam penguasaan materi)
ataupun menekankan pada ‘pelatihan’ yang cenderung pada pengembangan aspek
psikomotornya saja. Padahal, sejatinya makna pendidikan tidak hanya ditekankan
pada salah satu aspek kepribadian, tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Kesalahan dalam pemaknaan ketiga konsep ini tentu tidaklah diharapkan.
Oleh karena itu, perlu di paparkan lebih lanjut tentang apa dan bagaimana makna
pendidikan, pengajaran maupun pelatihan serta tujuan dari ketiganya. Sehingga
kesalahan dalam pemaknaan ketiga konsep tersebut diharapkan tidak lagi dibawa
ke ranah praktek pendidikan oleh para pendidik umumnya dan para pendidik di
Indonesia khususnya.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan
antara lain:
1. Apa makna pendidikan secara umum dan khusus?
2. Apa makna pengajaran dan orientasinya?
3. Apa makna pelatihan bagi manusia dan perbedaanya dengan binatang?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini antara lain:
1. Memperoleh pemahaman tentang makna pendidikan umum dan khusus.
2. Memperoleh pemahaman tentang makna pengajaran dan orientasinya.
3. Memperoleh pemahaman makna pelatihan bagi manusia dan
perbedaannya dengan binatang

D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
para pembaca umunya agar dapat mengetahui atau memperoleh pemahaman
tentang makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Pendidikan Secara Umum dan Khusus


1. Pendidikan Dalam Arti Umum
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaannya. Educere ( M.R. Kurniadi,STh;1) Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara
dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003: Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003: Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Menurut buku “Higher Education For America Democracy”: Education is
an institution of civilized society, but the purposes of education are not the same in
all societies, an educational system finds it‟s the guiding principles and ultimate
goals in the aims and philosophy of the social order in which it functions (11: 5)
“pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi
tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu
masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-
prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa).

3
4

2. Pendidikan Dalam Arti Khusus


Menurut Hoogveld (Belanda) pedagogik atau pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, sehingga kelak
mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya. Sedangkan langeveld
(1980) membedakan istilah “pedagogic” dengan “pedagogi”. Pedagogic diartikan
dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan
tentang pendidikan Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik
anak. Sedangkan istilah “pedagogi” berarti pendidikan, yang lebih menekankan
pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebagai pembentuk jiwa manusia yang
utuh secara lahir dan batin, yaitu cerdas, sehat dan berbudi pekerti yang luhur. Ki
Hajar dewantara juga menegaskan bahwa pendidikan harus memiliki konsep 3
kesatuan yakni, Ingarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tutwuri
handayani. Yang memiliki arti bahwa kita sebagai pendidik harus mampu menjadi
tauladan yanng baik bagi peserta didik, pendidik juga harus mampu menjaga
keseimbangan juga dapat mendorong dan memberikan motivasi bagi peserta
didiknya.
Menurut Langveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang
diberikan oleh seorang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya.

B. Makna Pengajaran Dan Orientasinya


1. Makna Pengajaran
Pengajaran berasal dari kata bahasa Inggris teaching, dengan kata dasar to
teach, artinya mengajar. Mengajar merupakan kegiatan sentral dalam dunia
pendidikan baik pendidikan formal, non formal, maupun informal.
Menurut Jones A. Majid, (205:16), “Pengajaran adalah suatu cara bagaimana
mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik’. Dengan kata lain
pengajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh para guru dalam membimbing,
membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar.
Menurut Nana Sudjana (1988: 6), yang memaknai pengajaran sebagai
“interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk
5

mencapai tujuan pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa


setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya”. Tujuan pengajaran menurut Nana
Sudjana (1988: 6), pada dasarnya adalah “diperolehnya bentuk perubahan tingkah
laku dalam pengertian luas, seperti yang dikemukakan Gagne yang mencakup
keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan
atau menurut Bloom dibedakan dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif (aspek
intelektual), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan)”.
Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit dipisahkan, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu peserta didik. Pengajaran merupakan bagian dari
pendidikan. Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih
menekankan kepada penguasaan wawasan atau pengetahuan terhadap bidang
tertentu.
Ilmu pengajaran memiliki peranan penting yaitu untuk memberikan
sumbangan bagi perbaikan kualitas pengajaran, karena di dalam disiplin ilmu ini
yang benar-benar mampu menjembatani teori belajar dan praktek pengajaran,
sehingga ilmu ini sering disebut sebagai Ilmu merancang pengajaran atau desain
pengajaran (Reigeluth, 1983 dalam I Nyoman, 1989). Di dalam perbaikan kualitas
pengajaran ini seorang guru dapat menetapkan metode pengajaran yang optimal
untuk mencapai hasil pengajaran di bawah kondisi pengajaran tertentu.
2. Orientasi Pengajaran
Paradigma pengajaran lebih menitik beratkan peran pendidik dalam
mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada
paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk
manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia,
berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani,
serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Standar Nasional Pendidikan, 2005).

3. Implementasi Pengajaran Pada Ilmu Pedagogik


Dalam mendidik siswa guru diharapkan memiliki kompetensi pedagogik yang
baik. Kompetensi pedagogik merupakan salah satu jenis kompetensi yang mutlak
6

perlu dikuasai guru, yang pada dasanya kemampuan untuk mengelola


pembelajaran peserta didik. Berikut adalah aspek kompetensi pedagogik:
a) Menguasai karakteristik peserta didik.
b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c) Pengembangan kurikulum.
d) Kegiatan pembelajaran yang mendidik.
e) Pengembangan potensi peserta didik.
f) Komunikasi dengan peserta didik.
g) Penilaian dan evaluasi.

C. Makna Pelatihan bagi Manusia dan Perbedaannya dengan Binatang


1. Prilaku Makhluk Hidup
Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah prilaku.
Namun tidak semua prilaku dapat tersentuh oleh pendidikan, karena hewanpun
merupakan makhluk berprilaku. Dalam hal ini Prof. Khonstam (Sikun Pribadi
1984) mengemukakan beberapa lapisan perilaku dari makhluk hidup di jagat raya
ini, sebagai berikut:
a. Perilaku anorganis, yaitu suatu gerakan yang terjadi pada benda-
benda mati, tidak bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung
kepada hukum kausal (sebab akibat). Misalnya kita melempat batu
(benda mati) dari gedung bertingkat 10, maka batu tersebut akan jatuh
ke bawah – ke tanah. Hal ini terjadi karena hokum kausal, hukum alam,
yaitu adanya daya tarik bumi (gravitasi).
b. Prilaku nabati (vegetative), yaitu perilaku yang terjadi pada tumbuh-
tumbuhan. Manusia, hewan, dan tumbuhan sama sama memiliki prilaku
ini. Tumbuh-tumbuhan bernafas menghirup udara, pada siang hari
menghirup CO2 dan pada malam hari menghisap O2, begitu juga
manusia dan hewan bernafas dengan menghisap udara. Hanya bedanya
manusia dan hewan pada siang hari maupun malam hari tetap
menghisap O2. Dalam tubuh manusia dan hewan terjadi peredaran zat-
zat makanan, seperti halnya juga terjadi pada tumbuh-tumbuhan.
Gerakan ini terjadi secara otomatis, tidak dilatih, dan tidak perlu
7

dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki prilaku


ini, untuk memelihara tubuhnya, seperti pernafasan, pertukaran zat
dalam tubuh yang diambil dari alam sekitarnya seperti air, mineral,
makanan, dan sebagainya.
c. Prilaku hewani. Prilaku ini lebih tinggi derajatnya dari pada perilaku
nabati. Perilaku ini bersifat instingtif (seperti insting lapar, insting sex,
insting mempertahankan diri, dapat diperbaiki sampai pada taraf
tertentu, dan memiliki kesadaran indera dimana manusia dan hewan
dapat mengamati lingkungan karena dilengkapi dengan alat indera,
seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan sebagainya.
d. Perilaku insani (manusiawi), merupakan perilaku yang hanya dimiliki
manusia, yang terdiri dari:
1) Manusia memiliki kemauan untuk menguasai hawa
nafsunya
2) Manusia memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia
dapat mengembangkan pengetahuan dan teknologi,
sehingga menjadikan ia sebagai makhluk berbudaya.
3) Manusia memiliki kesadaran diri. Manusia dapat
menyadari sifat-sifat yang ada pada dirinya. Manusia dapat
mengadakan instrospeksi
4) Manusia adalah makhluk social. Ia membutuhkan orang
lain untuk hidup bersama-sama, berorganisasi, dan
bernegara.
5) Manusia memiliki bahasa simbolis, baik secara tertulis
maupun secara lisan.
6) Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun
estetika). Manusiadapat berbuat sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. manusia memiliki kata hati atau nurani.
e. Prilaku mutlak, dalam prilaku ini manusia dapat menghayati
kehidupan beragama, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan
dapat menghayati nilai-nilai kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu
nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kehidupan. Manusia dapat
8

berkomunikasi dengan Tuhan Yang Mahakuasa, sebagai pencipta alam


semesta. Manusia dapat menghayati kehidupan beragama, yang
merupakan nilai yang paling tinggi dalam kehidupan manusia.
2. Pelatihan bagi Binatang
Dalam dunia hewan sering terjadi gejala-gejala aneh yang kadang kadang
bertentangan dengan alam pikiran manusia. Seekor anak kalajengking yang baru
lahir, dengan secepatnya merangkak ke atas punggung induknya. Kalau tidak
demikian ia akan disergap dan dimakan induknya. Setelah anak kalajengking itu
agak besar dan dapat mencari makanannya sendiri, larilah ia sekencang-
kencangnya melepaskan diri dari induknya yang pelahap itu. contoh lain, laba-laba
betina memakan jantannya ketika hampir masanya ia bertelur. Mungkin hal ini
dilakukan untuk menjaga anak-anaknya setelah keluar dari telurnya tidak dimakan
oleh bapaknya. Jadi untuk melindungi anakya dari bahaya.
Prilaku kalajengking dan laba-laba tersebut sangat lain dari prilaku hewan
lainnya, seperti pada jenis burung, dan jenis hewan menyusui. Seekor burung betina
yang sedang mengerami telur disarangnya, jarang dan hampir tidak mau
meninggalkan sarangnya sampai telurnya menetas. Jantanlah yang berusaha
mencari makanan untuk induk yang mengeram itu. jika telurnya telah menetas,
burung jantan betina bersama-sama mencari makanan untuk anak-anaknya yang
masih lemah. Kalau sudah berbulu dan cukup untuk bisa terbang, kedua sejoli
burung itu melatih anak-anaknya terbang dari ranting yang satu ke ranting lainnya,
sehingga anak-anak burung itu dapat terbang.
Pada binatang menyusui secara biologis banyak persamaan dengan
manusia, misalnya pada kucing atau anjing. Seekor kucing atau anjing yang
beranak, pada saat anak-anaknya masih lemah, disusuinya anaknya, dibersihkan
badannya dengan jilatan-jilatan lidahnya. Sebelum anak-anaknya besar, indung
kucing atau anjing melatih anak-anaknya berbagai gerakan seperti menerkam
mangsanya, melatih lari seperti akan mengejar mangsa atau menyelamatkan diri
dari musuhnya.
Demikianlah contoh-contoh perilaku hewan, secara akal dan kebiasaan
manusia ada yang sangat bertentangan seperti prilaku kalajengking dan laba-laba.
9

Di samping itu pula ada prilaku hewan yang biasa dilakukan manusia seperti pada
kucing dan anjing, mengurus anak-anaknya, mengurusnya dengan kasih sayang.
Dari pengalaman kehidupan manusia, dapat dicatat beberapa peristiwa
prilaku hewan yang buas terhadap manusia. Seekor harimau yang biasa
berdemonstrasi dalam pertunjukkan sirkus, begitu akrab dengan majikannya atau
pawangnya, pada satu saat dengan tidak diduga harimau tersebut menerkan
majikannya atau pawangnya yang setiap saat bercanda, membelainya dengan rasa
kasih sayang. Seekor gajah dikebun binatang diberi makan setiap saat oleh
pengasuhnya, ia jinak dan begitu akrab bercanda dengan pengasuhnya, namun
secara tiba-tiba pada suatu saat gajah tersebut membelit pengasuhnya dengan
belalainya, kemudian ia membanting-bantingkannya ke lantai beton, sehingga tidak
berkutik.
Kedua contoh tersebut diatas betul betul pernah terjadi. Jelaslah bahwa
prilaku harimau dan gajah tersebut hanya didasarkan atas insting atau nalurinya.
Harimau dan gajah tersebut tidak dapat membedakan mana perbuatan baik dan
tidak baik, mana perbuatan bermoral dan mana perbuatan tidak bermoral. Mereka
tidak memiliki hati nurani, tidak mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki
perasaan. Hewan tidak akan memiliki perasaan, bagaimanapun manusia berusaha
menyampaikannya pada hewan-hewan tersebut.
Beberapa ekor binatang mungkin dapat kita latih untuk mengenal tanda-
tanda (signal-signal) tertentu, misalnya kita melihat simpanse, dengan bunyi peluit
panjang harus melompat tinggi, dengan bunyi peluit pendek satu kali harus
jongkok, apabila dinyalakan lampu hijau harus berlari, dinyalakan lampu merah
harus berhenti, dan sebagainya. Gerakan-gerakan yang dilakukan simpanse tersebut
hanyalah gerakan yang terjadi secara mekanis, secara otomatis saja. Kita sukar
untuk berpendapat bahwa gerakan yang dilakukan simpanse tersebut merupakan
hasil proses berpikir.
Hasil berpikir secara intelektual melibatkan simbol simbol. Oleh karena itu,
bagi beberapa jenis hewan dapat kita latih untuk mengenal signal-signal (tanda-
tanda) melalui latihan secara terus menerus, tetapi hewan tidak akan mampu
memahami symbol-simbol, seperti bahasa. Mungkin hewan dapat mengerti
10

sejumlah kata-kata, namun hal itu hanyalah merupakan signal belaka, tidak sampai
pada bahasa sebagai simbol.
Bagi hewan, yang pasti bahwa beberapa jenis hewan tertentu dapat dilatih
keterampilannya. Lumba-lumba dapat dilatih untuk mengenal signal-signal,
misalnya lumba-lumba ditunjukkan angka 4 x 4, maka lumba-lumba tersebut
dengan cekatan akan memijit tombol angka 16 (tanda-tanda-bukan symbol), kuda
dilatih sehingga dapat menarik dokar, kerbau dilatih sehingga dapat menarik bajak
disawah, anjing dapat dilatih untuk dapat melacak penjahat, penyelundup narkotika,
dan sebagainya, dalam sirkus harimau dapat dilatih sehingga dapat berjalan hanya
dengan dua kaki belakangnya, namun tidak dapat dikatakan bahwa hewan dapat
dididik.
3. Manusia Sebagai Animal Educandum
Manusia sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia
merupakan hewan yang dapat dididik dan harus mendapatkan pendidikan. Dari
pengertian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara manusia dengan hewan.
a. Manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan perlu mendidik diri.
Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus
mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan
demikian manusia berada dalam perjalanan hidup, dalam
perkembangan dan dalam pengembangan dirinya. Manusia
mempunyai pengalaman hidup yang harus selalu dilaluinya, tetapi
selalu “belum selesai” untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia.
Keadaan ini terjadi sesuai dengan kenyataan kehidupan yang harus
selalu disadari. Berkaitan dengan hal diatas, dalam eksistensinya
manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok
manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan
sesuai dengan tujuan hidup atau yang seharusnya terjadi dalam
kehidupan. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum
terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
Permasalahannya, bagaimana caranya manusia dapat menjadi
manusia? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka coba kita
11

bandingkan sifat perkembangan hewan dan sifat perkembangan


manusia. Perkembangan hewan bersifat terspesialisasi dan tertutup.
Contoh: kerbau lahir sebagai anak kerbau, selanjutnya ia hidup dan
berkembang sesuai kodrat dan martabat kekerbauannya (menjadi
kerbau). Apakah mungkin anak kerbau bisa berkembang menjadi
srigala? Mustahil bukan? Sebaliknya, perkembangan manusia bersifat
terbuka. Manusia memang telah dibekali berbagai potensi untuk
mampu menjadi manusa, misalnya: potensi untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, potensi untuk dapat berbuat baik,
potensi cipta, rasa, karsa, dsb. Namun demikian setelah kelahirannya,
potensi itu mungkin terwujudkan, kurang terwujudkan atau tidak
terwujudkan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan
martabat kemanusiaannya (menjadi manusia), sebaliknya mungkin
pula ia berkembang kearah yang kurang atau tidak sesuai dengan
kodrat dan martabat kemanusiaanya. Misalnya dalam kehidupan
sehari-hari, manusia pasti menemukan fenomena prilaku orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT., yaitu orang-orang yang
berprilaku sesuai nilai dan norma budaya masyarakatnya. Selain itu
manusia juga pasti menemukan fenomena prilaku orang-orang yang
berprilaku kurang atau tidak sesuai dengan prilaku manusia yang
seharusnya, baik menurut nilai dan norma agama maupun budayanya,
seperti halnya prilaku koruptor bak tikus kantor. Demikian pula
perkembangan kehidupan manusia bersifat terbuka atau serba
mungkin. Inilah prinsip posibilitas dan prinsip aktualitas.
Perlu dipahami bahwa berbagai kemampuan yang seharusnya
dilakukan manusia tidak dibawa sejak kelahirannya, melainkan harus
diperoleh setelah kelahirannya dalam perkembangan menuju
kedewasaannya. Disatu pihak, berbagai kemampuan tersebut
diperoleh manusia melalui upaya bantuan dari pihak lain. Mungkin
dalam bentuk pengasuhan, pengajaran, latihan, bimbingan, dan
berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat dirangkum dalam istilah
pendidikan. Di lain pihak, manusia yang bersangkutan juga harus
12

belajar atau harus mendidik diri. Mengapa manusia harus mendidik


diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus “mengadakan atau
menjadikan” diri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik
dan sekuat apapun upaya yang diberikan pihak lain (pendidik) kepada
seseorang (peserta didik) untuk membantunya menjadi manusia,
tetapi apabila seseorang tersebut tidak mau mendidik diri, maka upaya
bantuan tersebut tidak akan memberikan kontribusi bagi kemungkinan
seseorang tadi untuk menjadi manusia. Lebih dari itu, jika sejak
kelahirannya, perkembangan, dan pengembangan kehidupan manusia
diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang
lain dan tanpa upaya mendidik diri dari pihak manusia yang
bersangkutan, kemungkinannya ia hanya akan hiduo berdasarkan
dorongan instingnya saja.
Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani
keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya
menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan
mendidik diri. Manusia merupakan makhluk yang perlu dididik,
karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak berdaya
sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi
yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang
sangat besar. Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah
dewasa akan mempunyai tugas yang besar yakni sebagai khalifah
dimuka bumi. Kondisi ini jelas sangat memerlukan bantuan dari orang
yang ada di sekitarnya. Bantuan yang diberikan itulah awal kegiatan
pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti
dikemudian hari, dibalik ketidak berdayaan atau ketergantungan yang
lebih dari binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih
tersembunyi, masih merupakan potensi-potensi yang perlu
dikembangkan. Disinilah perlunya pendidikan dalam rangka
mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi
kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia
dipandang sebagai makhluk yang dapat di didik. bertolak dari
13

pandangan tersebut, secara implisit terlihat pula bahwa tidak mungkin


manusia dipandang sebagai makhluk yang harus dididik, apabila
manusia bukan makhluk yang dapat dididik
b. Manusia sebagai Makhluk yang dapat dididik
Apabila manusia perlu dididik, apakah manusia akan dapat
dididik? Ada lima prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan
manusia akan dapat dididik, yaitu: (1) prinsip potensialitas, (2).
Prinsip dinamika, (3) prinsip individualitas, (4) prinsip sosialitas, dan
(5) prinsip moralitas.
1) Prinsip Potensialitas
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi
manusia ideal. Sosok manusia ideal tersebut antara lain
adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, bermoral dan berakhlak mulia, cerdas, berperasaan,
berkemauan, mampu berkarya, dst.. Dipihak lain, manusia
memiliki berbagai potensi, yaitu: potensi untuk beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT, potensi untuk mampu
berbuat baik, potensi rasa, potensi karsa, dan potensi karya.
Sebab itu, manusia akan dapat dididik karena ia memiliki
potensi untuk menjadi manusia ideal.
2) Prinsip Dinamika
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan
dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar
menjadi manusia ideal. Di pihak lain, manusia itu sendiri
(peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia
ideal. Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik
maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan mengejar
segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah
dicapainya. ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar
menjadi manusia ideal, baik dalam rangka interaksi maupun
komunikasinya secara horizontal maupun vertical. Karena
14

itu, dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan


dapat dididik.

3) Prinsip Individualitas
Praktik penididkan merupakan upaya membantu
manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agai ia
mampu menjadi dirinya sendiri. Di pihak lain, manusia
adalah individu yang memiliki kedirisendirian
(subjektivitas), bebas, dan aktif berupaya untuk menjadi
dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasikan
bahwa manusia akan dapat dididik.
4) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi
dan komunikasi) antarsesama manusia. Melalui pergaulan
tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan
diterima peserta didik. telah dipahami, bahwa pada
hakikatnya manusia adalah makhluk social, ia hidup
bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan bersama
dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh
timbal balik dimana setiap individu akan menerima
pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5) Prinsip moralitas
Pendidikan bersifat normative, artinya dilaksanakan
berdasarkan system norma dan nilai tertentu. disamping itu,
pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia; agar
manusia berprilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang bersumber dari agama, masyarakat, dan
budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas,
manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
15

Atas dasar berbagai asumsi diatas, jelas kiranya bahwa


manusia akan dapat dididik. Dengan mengacu pada asumsi bahwa
manusia akan dapat dididik, diharapkan kita tetap sabar dan tabah
dalam melaksanakan pendidikan. Apabila upaya pendidikan telah
dilaksanakan, sementara peserta didik belum dapat mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan, maka seyogyanya dalam hal
ini diperlukan kesabaran dan ketabahan untuk tetap mendidiknya.
Dalam konteks ini, justru perlu introspeksi diri, barangkali saja
terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam upaya
pendidikan tersebut, sehingga peserta didik terhambat dalam
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

4. Perbedaan Pelatihan pada Hewan dan Manusia


Manusia dengan hewan memiliki beberapa persamaan dalam struktur fisik
dan prilakunya. Secara fisik, manusia dengan hewan, khususnya hewan menyusui
dan bertulang belakang, memiliki perlengkapan tubuh yang secara prinsipil tidak
memiliki perbedaan. Prilaku hewan seluruhnya didasarkan atas insting (insting
lapar, insting seks, insting mempertahankandiri, dan sebagainya). begitu pula pada
prinsipnya manusia memiliki perilaku yang didasarkan atas insting. Insting pada
hewan berlaku selama hidupnya, sedangkan pada manusia peranan insting adakan
diganti oleh kemampuan akal budinya yang sama sekali tidak dimiliki oleh hewan.
Manusia dan hewan sama sama memiliki kesadaran indra, di mana manusia dan
hewan dapat mengamati lingkungan karena dilengkapi oleh alat indra.
Hakikat pendidikan bukan terletak pada perbaikan keterampilan seperti pada
hewan tersebut diatas, melainkan kita mendidik anak sehingga kepribadiannya
merupakan integritas, merupakan kesatuan jasmani rohani, dan dapat berprilaku
bertanggungjawab. Kemampuan bertanggungjawab memerlukan kemampuan
memilih nilai-nilai, khususnya nilai kesusilaan, nilai religi, sehingga dapat berbuat
kebaikan. Manusia memiliki kata hati (hati nurani), yaitu kemampuan manusia
untuk membedakan antara nilai baik dan nilai buruk, antara nilai jelek dan nilai
indah, antara nilai benar dan nilai tidak benar, antara nilai adil dan nilai tidak adil,
dan sebagainya.
16

Dari segi pendidikan, lapisan prilaku yang menjadi bidang garapan


pendidikan ialah lapisan manusiawi dan lapisan mutlak. Lapisan manusiawi
sebagian besar menyangkut dimensi kejiwaan dan psikis, sedangkan lapisan mutlak
menyangkut dimensi kehidupan spiritual. Dimensi kejiwaan termasuk didalamnya
aspek kognitif (pengetahuan). Aspek afektik atau emosional (seperti perasaan,
kesenangan, keindahan), serta aspek psikomotorik yang mencakup berbagai jenis
keterampilan.
Dari uraian diatas jelaslah, bahwa hewan tidak dapat dididik dan tidak
memungkinkan untuk menerima pendidikan. Hanya manusialah yang dapat dididik
dan memungkinkan dapat menerima pendidikan, karena manusia dilengkapi
dengan akal budi.
Hewan mungkin bisa dilatih, namun pelatihan tersebut hanyalah sebatas
insting hewani saja, hewan tidak bisa dilatih mengenai kognitif dan afektif. Berbeda
dengan manusia, manusia dilatih secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena
manusia memiliki hati nurani dan akal. Maka bersyukurlah kita terlahir sebagai
manusia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, pengetahuan, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara khusus pendidikan dapat
diartikan sebagai bimbingan yang diberikan oleh seorang pendidik kepada peserta
didiknya untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Makna pengajaran adalah suasana atau lingkungan yang dirancang sedemikian
rupa untuk mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk mencapai
tujuan pengajaran, Ilmu pengajaran memiliki peranan penting yaitu untuk
memberikan sumbangan bagi perbaikan kualitas pengajaran. Orientasi pengajaran
adalah untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka
membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak
mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan
rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan
prosedur yang sistematis dan terorganisir. Perbedaan pelatihan antara manusia
dengan binatang terletak pada ranah prilaku insani (manusiawi) dan prilaku
mutlak/spiritual. Manusia dilatih ataupun dididik mengenai kognitif, afektof dan
psikomotorik, sedangkan binatang tidak bisa dididik dan hanya bisa dilatih
berdasarkan insting hewani.

B. Saran

Sebagai calon pendidik dan ahli pendidikan kita harus memahami mengenai
makna pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Selain itu kita sebagai manusia patut
bersyukur telah diciptakan sebagai manusia, karena manusia diberikan berbagai
potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yaitu berupa akal dan hati nurani.

17
Potensi yang kita miliki harus digunakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan
tugas kita dimuka bumi yaitu sebagai khalifah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brown, A.L. Bransford,J.D. Ferrara,R.A. & Campione,J.C. (1983). Higher


Education For America Democracy, Handbook of child psychology (4th
ed.,Vol.3,pp.77-166).NewYork:Wiley.

Darma, A, Y. 2016. Landasan Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press.

Hugvold. (1987). Helping adole scents with learning and behavior problems.
Columbus,OH: Merrill.

Reigeluth. (1987,March). A nationwide study of essential collaborative


consultation competencies for regular and special educators. Paperpre-
ented at the Annual Convention of the National Association of School
Psychologists, NewOrleans.

Sadulloh, U, dkk. 2010. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. (1988). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.


Bandung: Sinar Baru Algesindo.

UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai