Asas-Asas Pendidikan
ASAS ASAS PENDIDIKAN
Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi
dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah
dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri
Handayani , Ing Ngarsa Sung Tulada , Ing Madya Mangun Karsa , AsasKemandirian
dalam Belajar , Pendidikan Sepanjang Hayat, dan Asas Alam Takambang Jadi Guru.
Masyarakat Indonesia tentunya tidak asing lagi dengan semboyan Tut Wuri Handayani.
Semboyan ini sering kita jumpai pada seragam siswa Sekolah Dasar. Semboyan ini juga
merupakan semboyan Depdiknas. Semboyan Tut Wuri Handayani pertama kali dikumandangkan
pada tahun 1922 tercantum pada asas 1922 yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Asas 1922 ini merupakan asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada
tanggal 3 Juli 1922.
Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ki Hajar
Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April
1959. Dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat)
setelah itu sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa
menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro). Beliau merupakan aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda.
ELS merupakan sekolah dasar di Eropa Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar
Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak
sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat
kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem
Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-
tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial. Banyak karya-karya yang
dimiliki beliau.
Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan
kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya mengubah namanya sendiri.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan
pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak
guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik
untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi
pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk
menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan
bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya
sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh
karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan
kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara
ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Kalau
kita mengingat masa lalu ketika masih di bangku sekolah, bentuk ruang kelas kita rata-rata
adalah persegi empat. Nah, Ki Hajar menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding
saja. Ada satu sisi yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu
dinding yang terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di
dalam kelas dengan realita di luar.
Coba bandingkan dengan bentuk kelas kita dulu saat kecil. Empat dinding tembok,
dengan jendela tinggi-tinggi, sehingga kita yang masih kecil tidak bisa melihat keluar. Lalu
biasanya di dinding digantungi foto-foto pahlawan perang yang angker-angker, dari Pattimura,
Teuku Umar, Diponegoro sampai Sultan Hasanudin. Jarang sekali ada yang memasang foto
pujangga masa lalu seperti Buya Hamka, Ranggawarsito, Marah Rusli, dll. Paling-paling
pujangga yang sempat diingat anak-anak SD adalah WR Supratman.
Konsep menyatunya kelas tempat belajar dengan realitas yang ditawarkan Ki Hajar,
mungkin memang bukan orisinil dari Beliau. Mungkin konsep ini sudah ada sebelumnya Ki
Hajar hidup. Namun ketika Ki Hajar merumuskan konsep ini dengan istilah 3 dinding,
menunjukkan betapa luasnya wawasan Beliau dan mampu mengadaptasi konsep tersebut dalam
budaya Indonesia.
Banyak karya beliau yang menjadi landasan rakyat Indonesia dalam mengembangkan
pendidikan. Asas Tut Wuri Handayani mendapat tangapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono
salah seorang filsuf dan ahli bahasa dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya,
sehingga ketiga semboyan itu menyatu menjadi satu kesatuan asas yakni,
1. Tut Wuri Handayani yang berarti jika dibelakang mengikuti dengan awas. Yang memiliki
makna kita sebagai calon pendidik memberikan peserta didik keleluasaan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya tetapi kita juga harus mengawasinya agar
tidak menyimpang dari norma norma yang ada dalam masyarakat.
2. Ing Narsa Sung Tulada yang berarti jika di depan memberi contoh . Yang dimaksud ialah
sebagai seorang pendidik kita harus bisa menjadi contoh kepada siswa dalam berprilaku dan juga
bertindak agar anak didik kita bisa minimal seperti kita dan harus lebih baik dari kita. Dalam
konteks kepemimpinan semboyan ini berartikan sebagai pemimpin kita hendaknya harus bisa
memperlihatkan dan memberi contoh kepada bawahan dan rakyat kita akan pentingnya
perbuatan baik dan mengayomi rakyat sehingga rakyat pun bisa menerima dan mencontoh
pemimpinnya.
3. Ing Madya Mangun Karsa yang berarti jika ditengah-tengah membangkitkan kehendak,
hasrat atau motivasi, disini kita sebagai calon pendidik kelak ketika akan memberikan
pengajaran kepada masyarakat atau anak didik kita, hendaknya kita dapat berbaur dengan peserta
didik. Kita tidak hanya selalu memberikan materi di depan kelas dan memberikan contoh, tetapi
kita hendaknya berbaur dan membangkitkan semangat peserta didik dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang dialaminya.
Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta.
Sebuah lembaga yang pertama kali menjadi motivator bagi warga negara Indonesia demi
melanjutkan kemerdekaan yang akan menjadi proses kemerdekaan kita saat ini. Sejak awal
Taman Siswa memiliki semboyan yang tertera diatas. Semboyan yang sering dipertanyakan oleh
berbagai peserta didik saat ini. Asas 1922 yang merupakan asas dari Perguruan Taman Siswa
adalah sebagai berikut :
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum.
b. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan
bathin dapat memerdekakan diri.
c. Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir mapun bathin
hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apa pun dan dari siapa
pun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak harus membelanjai sendiri
segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan bathin untuk
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas pada butir a yang menegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf-veschikingsrecht) dengan mengingat
tertibnya persatuan dalam kehidupan umum. Dari asas yang pertama inilah jelas kita ketahui
bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh Perguruan Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan
damai. Asas inilah yang mendorong Taman Siswa untuk mengganti sistem pendidikan cara lama
yang lebih menitik berartkan tentang pengajaran menggunakan perintah, paksaan, dan hukuman
dengan sistem khas dari Taman Siswa yaitu berdasarkan atas perkembangan kodrati. Selanjutnya
dari asas ini berkembang pula “Sistem Among” dimana guru disebut sebagai“pamong” yaitu
guru sebagai pemimpin yang berdiri dibelakang dengan memberikan kesempatan kepada anak
didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus mencampuri, diperintah, atau dipaksa. Guru
disini sebagai pamong yang mengawasi dan wajib mencampuritingkah laku atau perbuatan anak
jika anak tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan atau ancaman keselamatan
gerak majunya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem among adalah cara pendidikan yang
dipakai dalam sistem pendidikan di Taman Siswa dengan maksud mewajibkan pada guru supaya
mengingati dan mementingkan kodrat-idratnya para siswa dengan tidak melupakan segala
keadaan yang mengelilinginya.
b. Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :
a) Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan diluar sekolah
b) Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah
c) Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia
seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang
hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan
kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia
Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
d. mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989.
Guru di daerah Sumatra Barat dan guru-guru penutur bahasa Melayu pada umumnya
akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Di Ranah Minang ungkapan tersebut sangat
komunikatif. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti bahasa Melayu dan bahasa Minang,
hanya bisa mengira dan mendiskusikan pengertiannya kepada teman sejawat. Namun mereka
tidak akan banyak menemui kesulitan untuk itu. Lagi pula konsep alam takambang jadi guru
sangat praktis dan universal. Cakupannya meliputi semua dimensi.
Pepatah Alam Takambang jadi guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang berasal
dari Sumatra Barat. Pewarisannya secara oral. Pepatah ini diajarkan turun temurun. Dewasa ini
penyebarannya selain secara lisan juga melalui berbagai karya tulis, termasuk di dalamnya karya
sastra. Pepatah atau ungkapan ini bermakna ‘agar kita belajar pada alam yang menyajikan
berbagai fenomena. Alam terbentang luas senantiasa mengabarkan sebuah kearifan’. Sejatinya
pepatah atau ungkapan filosofi ini mengandung makna, pertama menunjukan sikap seseorang
terhadap tanggung jawab yang seharusnya ia dilaksanakan dalam rangka pengembangan
diri.Kedua ungkapan ini bermakna menunjukan kepada kita apa sesungguhnya sumber dari
pengetahuan dan teknologi atau keterampilan. AlamTakambang yakni menujukan sumber
belajar yang sesungguhnya, yakni sumber belajar yang sungguh-sungguh dapat memenuhi
“kebutuhan kita semua” yang sifatnya selalu ada sepanjang zaman.
Alam diciptakan Allah untuk dimanfaatkan untuk beragam keperluan. Dapat dirinci, di
antaranya sangat banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Karena itu muncul ungkapan
orang Minangkabau yang mengatakan “Alam Takambang jadi Guru” itu. Banyak sudah
teknologi canggih yang kita gunakan sekarang ini mengambil prinsip kerjanya dari alam ini.
Untuk itu kita selalu bersahabat dengan alam (lingkungan dimana kita berada) agar kita selalu
dapat memetik pelajaran darinya.
Alam Takambang Jadi Guru pengertian yang paling pas untuk itu adalah “alam” (sama
juga dengan bahasa Indonesia) yang “Takambang” (membentang luas) ini atau alam raya ini
dengan segala isinya. Jadi Guru diartikan di jadikan sebagai “guru ” ( sama dengan bahasa
Inonesia ). “ Guru ” maksudnya adalah apa yang ada yang dapat memberikan pelajaran kepada
kita atau apa yang dapat kita pelajari padanya. Maka guru disini bermakna luas, berlaku untuk
semua baik berupa orang dan alam sekitar di segala tempat dan keadaan. Dengan kata lain
maksud guru itu adalah sumber belajar, baik untuk disekolah maupun diluar persekolahan. Anak
dapat belajar dirumah dengan buku dan internet, anak dapat belajar dengan binatang piaraan dan
tanaman dikebun atau air yang mengalir disungai. Orang dewasa juga demikian belajar kapan
saja dan dimana saja sumber belajarnya tetap saja apa yang ada di lingungannya.
Hal ini berarti bahwa bahwa alam sekitar yang dijadikan sumber belajar bermakna jauh
lebih luas dan lebih bervariasi jika dibandingan “guru” di sekolah sebagai sumber belajar.
Dengan hal yang seperti itu semua orang akan mendapat peluang untuk belajar sepanjang hayat,
karena didukung dengan ketersediaan sumber belajar dimana-mana. Hal ini juga mengandung
makna bahwa seorang guru yang mengajar mengambil bahan pelajaran juga berasal dari Alam
Takambang ini. Alam Takambang Jadi Guru tantu saja merupakan sumber belajar yang maha
lengkap, jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan sumber belajar pendidikan formal yang
berupa pustaka, labortoriun dan work shop. Belajar dengan Alam Takambang akan selalu serasi
dan selaras dengan perkembangan anak, perkembangan anak dan perkembangan ilmu dan
teknologi. Karena belajar dengan Alam Takambang tidak akan ada dijumpai apa yang disebut
dengan keteri katan,keterbelakangan, keterbatasan , kadaluarsa dan lain sebagainya. Alam
Takambang dijadikan guru tidak jadi soal jauh atau dekat karena dengan bantuan teknologi
banyak hal menjadi sangat mudah.