Anda di halaman 1dari 19

 Argumentasi kritis perjalanan pendidikan nasional dalam upaya membangun

manusia indonesia.
Sosok yang kita kenal sebagai Ki Hajar Dewantara merupakan seseorang
yang memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang mana
berubah menjadi Suwardi Suryailingrat dan kini kita kenal sebagai bapak
pelopor pendidikan nasional (Suastika, Ratna, & Ardhana, 2002, p. 379). 

Ki Hadjar Dewantara dengan prinsipnya yang kita kenal Tut Wuri


Handayani yang menjadi landasan perihal pengajaran dan pendidikan.
Sungguh perjuangan yang tidak mudah sampai di titik dapat membangun
taman siswa yang merupakan gerbang menuju kemerdekaan baik aspek
pendidikan maupun aspek kebudayaan yang tentunya amat sangat terkait
dengan aspek politik sebagai pagar atau pondasi utama untuk menjaga
pembangunan pendidikan ini. Gerakan transpormasi Ki Hadjar Dewantara
merupakan Gerakan untuk membebaskan diri dari jeratan penjajah dengan
meluaskan pendidikan kepada generasi muda juga generasi penerus
bangsa. Pada zaman colonial kala itu dengan didirikannya taman siswa di
Yogyakarta bertujuan agar bangsa dan anak-anak Indonesia serta rakyat
dapat terbebas dari kebodohan dan menemukan kemerdekaannya sendiri.
Berawal dari perjuangan Gerakan transformasi dalam perkembangan
pendidikan sebelum kemerdekaan terlebih dahulu berjuang dalam aspek
politik yakni terlibat dalam Indisce Partij yang didalamnya terdaapat Ki
Hadjar Dewantara, Dr Cipto dan Dr Douwes Dekker. Lalu pada tahun
1912 mulai pergerakan dalam tujuan pendidikan yakni mendirikan bumi
putera dimana sekolah yang didirikan pada bupati tetapi hanya untuk
calon-calon pegawai saja yang di didik disana. Lalu kemudian prinsip
mengenai ingin meluaskannya pendidikan mulai semakin diperjuangan
yakni Tanggal 3 Juli 1922 babak baru perjuangan Ki Hadjar Dewantara
dalam bidang pendidikan di mulai yaitu dengan mendirikan Taman Siswa
yang mula-mula bernama "National Onderwijs Instituut Taman Siswa"
yang pertama di Jogjakarta, sekolah ini kelak di ubah menjadi Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa" sekolah ini awalnya di peruntukan hanya
untuk taman anak dan kursus guru (Zuriatin, Nurhasanah, & Nurlaila,
2021, p. 52).

Selain hal tersebut, Ki Hadjar Dewantara memiliki dua pandangan tentang


pendidikan. pertama, tri pusat pendidikan, yang mengatakan bahwa
pendidikan yang diterima oleh peserta didik terjadi dalam tiga ruang
lingkup, yakni: lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan
lingkungan masyarakat. Ketiga, lingkungan tersebut memiliki pengaruh
edukatif dalam pembentukan kepribadian peserta didik. 
Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa
kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan (Zuriatin,
Nurhasanah, & Nurlaila, 2021, p. 50). Prinsip Ki Hadjar Dewantara yang
selalu tersimpan adalah Tut wuri handayani yang dianggap sebagai
semboyan, moto, bahkan jiwa dan roh dalam mengembangkan pendidikan
modem. Berbeda dengan pendidikan Barat, yang seolah-olah memaksa
agar anak didik memiliki kadar intelektualitas yang tinggi, Taman Siswa
mendidik dengan eara membimbing dan mengarahkan dari belakang,
sambi! memberikan petunjuk-petunjuk yang sesuai dengan
kemampuannya.

Konsep dan prinsip dari Bapak Pendidikan Nasional ini dengan tujuan
meluaskan pendidikan dan keluar dari hal kebodohan untuk dapat
memerdekan bangsa, pendidikan dan memerdekakan kebudayannya
tentunya selalu dan akan tetap menjadi acuan perkembangan pendidikan di
Indonesia ini sesuai dengan contoh nyatanya yang Bapak Menteri
Pendidikan cetuskan yakni merdeka belajar. Harapannya semoga dengan
menerapkan prinsip leluhur menjadi bagian integral dalam pendidikan agar
mengingat perjuangan akan Namanya pendidikan di bangsa Indonesia ini.
 Implikasi perjalanan pendidikan nasional terhadap kondisi pendidikan indonesia
saat ini.

Pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak mencerdaskan, melainkan


pendidikan yang diberikan oleh Belanda kepada masyarakat Indonesia bertujuan
untuk menciptakan sumberdaya manusia masyarakat Indonesia yang siap menjadi
tenaga kerja untuk Belanda dan diberi upah yang minim.

 Namun, pendidikan yang diberikan oleh Belanda memberi dampak positif


terhadap masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia mulai dapat belajar
membaca dan menghitung. Selain itu dampak positif dari pendidikan yang
diberikan Belanda adalah terbentuknya Lembaga pendidikan di Indonesia yang
dibangun oleh tokoh-tokoh pendidikan.

Dalam kapasitasnya sebagai seorang pemikir dan praktisi pendidikan, Ki Hadjar


Dewantara disebut sebagai pejuang kemanusiaan di Indonesia. Ia berupaya
membangun dan menyelenggarakan pendidikan untuk manusia di Indonesia
dengan konsep, landasan, semboyan dan metode yang menampilkan kekhasan
kultural Indonesia. pada masa Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, pendidikan di sekolah bukan hanya
menjadikan manusia yang mampu menguasai sesuatu, tetapi manusia susila yang
cakap; menghasilkan warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggungjawab kepada kesejahteraan masyarakat dan tanah air. 
Kondisi pendidikan yang ada di Indonesia setelah merdeka mengarah pada
perubahan proses pembelajaran dan landasan pendidikan. Sehingga pendidikan di
era ini, bangsa Indonesia menghilangkan paham-paham pendidikan dari
Belanda,sehingga siswa Indonesia memiliki ciri tersendiri dalam dunia
pendidikan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menambahkan berbagai budaya
bangsa Indonesia yang dapat diwariskan kegenarasi selanjutnya.

Kemudian, Pendidikan di Indonesia pada abad ke-21 menjadikan abad globalisasi.


Pada saat ini, pembelajaran tidak terfokus pada kebudayaan lagi. Akan tetapi,
berfokus pada sikap berpikir kritis dan pemecahan masalah, kecakapan
komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta kolaborasi atau Kerjasama. Pada zaman
ini teknologi merupakan sarana utama dalam dunia pendidikan. Sebagai seorang
guru, kita perlu meningkatkan pemahaman kemampuan adaptasi teknologi serta
dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan pembelajaran.

 Kontekstualisasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam mewujudkan


pembelajaran yang berpihak pada peserta didik.

Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang


holistik, dimana murid atau peserta didik dibentuk menjadi insan yang
berkembang secara utuh meliputi olah rasio, olah rasa, olah jiwa dan olah raga
melalui proses pembelajaran dan lainnya yang berpusat pada murid dan
dilaksanakan dalam suasana penuh keterbukaan, kebebasan, serta
menyenangkan. Hal ini seiring dengan empat pilar pendidikan menurut UNESCO
yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live
together.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD) bahwa pendidikan dan pengajaran


memiliki arti yang berbeda. Ki Hajar Dewantara menyatakan
bahwa Pendidikan (opvoeding) adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuata
n kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya baik sebagai seorang manu
sia maupun sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau be
rfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin.
Sehingga pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan u
ntuk segala
kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbu
daya dalam arti yang seluas- luasnya.

Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan


bahwa Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam mas
yarakat dan meyakini bahwa
untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi sal
ah satu kunci utama
untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya
nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan kepada generasi
berikutnya . Oleh karena itu untuk menghasilkan manusia yang berbudaya maka
pendidikan tidak boleh terserabut dari akar budaya kearifan lokal yang menjadi
identitas kita sebagai warga bangsa. Maka sudah merupakan sesuatu yang tepat
dan penting apabila program pendidikan sekarang ini yang menitik beratkan pada
bagaimana supaya generasi muda bangsa ini disamping memiliki kompetensi
intelektual tetapi juga memiliki kompetensi sikap atau karakter yang sejalan
dengan nilai-nilai agama dan budaya yang telah mengkristal di dalam nilai-nilai
pancasila sebagai dasar negara kita yang telah menjadi pandangan hidup bagi
setiap warga bangsa Indonesia.

Seiring dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut maka dalam paradigma


baru pembelajaran saat ini dikembangkanlah pembelajaran yang berpusat pada
murid (student center) bukan lagi berpusat pada guru
(ticher center) dimana murid harus dijadikan sebagai subyek atau pembelajar.

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini terdapat konsep merdeka belajar yang


telah dicanangkan oleh mas menteri pendidikan Nadiem Anwar Makariem yang
dilanjutkan dengan diterapkannya kurikulum merdeka. Apa itu merdeka belajar. Konsep
ini seiring dan sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-
anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pe
ndidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau
hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. Dalam menuntun laku dan pertum
buhan kodrat anak, peran pendidik seperti seorang

Seiring dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut maka dalam


paradigma baru pembelajaran saat ini dikembangkanlah pembelajaran
yang berpusat pada murid (student center) bukan lagi berpusat pada guru
(ticher center) dimana murid harus dijadikan sebagai subyek atau
pembelajar. Kegiatan pembelajaran tidak lagi menjadikan guru sebagai
satu-satunya sumber belajar atau kegiatan pembelajaran tidak lagi hanya
aktivitas memindahkan pengetahuan guru kepada murid, tetapi jauh dari
itu yaitu murid harus terlibat aktif menjadi pembelajar, membangun
pengetahuan sendiri dengan bantuan dari guru
dan berbagai sumber belajar lainnya sehingga pengetahuan atau
pengalaman belajar yang diperoleh menjadi sangat bermakna.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam buku


“Pusara” (1940) menyatakan; “Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak
perlu atau tidak bisa diseragamkan, perbedaan bakat dan keadaan hidup
anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi
perhatian dan diakomodasi”. Demikian juga dengan pemikirannya yang
lain “anak-anak tumbuh tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang
unik, tak mungkin pendidik ‘mengubah padi menjadi jagung’ atau
sebaliknya”. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran kita harus menyesuaikannya dengan kemampuan, bakat
dan minat murid atau kebutuhan murid.

Agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan apa yang


menjadi kebutuhan dan berpusat pada murid maka perlu menerapkan
pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk
memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Oleh karena itu untuk
dapat melaksanakan pembelajaran yang berdiferensiasi guru harus
melakukan pemetaan atau identifikasi terlebih dahulu terhadap tiga aspek
kebutuhan belajar murid yaitu; kesiapan belajar murid, minat belajar
murid, dan profil belajar murid. Apabila ini sudah dilakukan
maka selanjutnya adalah melakukan kegiatan belajar mengajar yang
berdiferensiasi dengan menyiapkan variasi pendekatan pembelajaran
ditengah keberagaman karaktersitik murid yang ada. Hal ini menuntut
kreatifitas atau inovasi dari guru untuk melakukannya.

 Salah satu indikator keberhasilan terwujudnya merdeka belajar adalah


proses pendidikan yang berpihak pada murid. Filosofi Ki Hajar
Dewantara (KHD) banyak dipakai dalam proses pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang berpihak pada murid menurut KHD terlihat dari
semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut
Wuri Handayani. Dalam proses pembelajaran, murid bertindak sebagai
subjek dan guru merupakan fasilitator yang memberikan motivasi.
Munculnya potensi pada anak tergantung pada rangsangan yang
diberikan guru dan orang tua. Oleh karena itu, dalam mendidik anak guru
dan orang tua hendaknya selalu peduli dan menuntun dengan penuh
kasih sayang.

 Menelaah relasi kebudayaan dan Pendidikan dalam perspektif sosio kultural


dalam pendidikan indonesia.

Manusia merupakan makhluk sosial yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan
untuk mengembangkan diri dalam kehidupannya. Sebagai animal educandum,
maka manusia pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik dirinya
sendiri dalam proses pengembangan dirinya. Mengingat potensi yang dimiliki
manusia, maka harus dibekali dengan pendidikan yang cukup dini. Disisi lain
banyak terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat seiring kemajuan
globalisasi.

Hal ini tentu berdampak pada proses pendidikan terkadang tidak berjalan dengan
baik. Perubahan sosial dan kultur masyarakat berpengaruh dalam dunia
pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan seperti mengubah cara
hidup, cara belajar, cara berkomunikasi dan berpikir serta lainnya. Hal ini
menuntut kearifan dan pemahaman pendidik dalam mengembangkan potensi
peserta didik agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

Pada dasarnya proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan
interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar
merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui
interaksi dalam suatu konteks sosial. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan dan dimana makna diciptakan,
serta dari komunitas budaya dimana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan.
Sehingga melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
Faktor yg mempengaruhi teori belajar sosiokultural paling dominan adalah faktor
lingkungan,

Pembelajaran terpenting yang saya dapatkan mengenai topik bahasan pengantar


perspektif sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam pendidikan Indonesia adalah
saya dapat memahami pentingnya factor sosial, budaya, ekonomi dan politik yang
berpengaruh pada pendidikan di Indonesia. Kenyataan bahwa Indonesia
mempunyai keanekaragaman, tidak bisa dipungkiri.  Sehingga, harapannya
dengan keanekaragaman yang dimiliki oleh Indonesia, kita dapat menyatukan
perbedaan menjadi sesuatu yang indah. Maka dari itu, penting bagi pendidik
untuk menerapkan pendidikan sosiokultural dalam pendidikan di Indonesia
supaya peserta didik dapat mengembangkan nilai toleransi, menghargai dan
gotong royong dengan tidak memandang perbedaan suku, bangsa, ekonomi dan
agama. Pendidikan multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan
masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar
belakang kebudayan.

      
 Menyimpulkan pemahaman dari topik 3 dengan topik 1 dan topik 2 sehingga
menjadi sebuah pemahaman yang berkesinambungan dalam proses belaja

Pada Topik I kita mempelajari gagasan Ki Hazar Dewantara karena


gagasannya kembali ke sejarah awal pendidikan Indonesia dan dengan model
kurikulum yang baru merupakan bentuk keinginan untuk memahami bahwa
gagasan Ki Hajar Dewantara belum diimplementasikan pada kurikulum
sebelumnya Dalam Topik I kita juga belajar tentang pendidikan. Indonesia dari
masa penjajahan sampai sekarang dimana kita dapat mengetahui bahwa
pendidikan di Indonesia tidak berdiri sendiri dan langsung terjadi perjuangan yang
luar biasa oleh banyak pihak khususnya Ki HaJar Dewantara agar kita masyarakat
Indonesia lebih menghargai pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara juga
mengajarkan pentingnya tiga sistem pendidikan yaitu. pusat pembelajaran yang
saling berhubungan dalam keluarga sekolah dan masyarakat. Ketiga hal tersebut
berpengaruh besar terhadap karakter dan kepribadian anak.

Pada topik 2 kami belajar lebih dalam mengenai pemikiran-pemikiran Ki


Hajar Dewantara dengan makna yang lebih dalam daripada apa yang sudah
dijealaskan pada Topik 1. Disini kami belajar mengenai buah dari pemikiran
Ki Hajar Dewantara berupa: budi pekerti, penjelasan sistem among, pendidikan
keindonesiaan dan kodrat alam & zaman.

Pada topik 3 kami mempelajari manusia Indonesia berarti identitas manusia


yang menghayati niali-nilai kemanusiaan khas Indonesia. Kemanusiaan
Indonesia meliputi nilai, jiwa, hasrat, martabat, sosialitas, relasionalitas,
genitas, dialogalitas, tradisi. Tiga hal hakiki nilai kemanusiaan khas Indonesia
yaitu kebhinekaan, pancasila, dan religiositas. Dalam kebhinekaan ada tiga
wujud budaya menurut Koentjaraningrat yaitu ide, gagasan, nilai atau norma.
Kedua yaitu aktivitas atau pola tindakan sebagai sistem sosial. Terakhir yaitu
benda bernilai atau artifact. Ini juga memiliki tujuh unsur penting budaya yaitu;
bahasa, kesenian, organisasi sosial, sistem religi, teknologi, mata pencaharian,
ilmu pengetahuan. Hal hakiki yang kedua yaitu pancasila sebagai identitas bangsa
dan manusia Indo

Dalam kapasitasnya sebagai seorang pemikir dan praktisi pendidikan, tidaklah


berlebihan kalau Ki Hadjar Dewantara disebut sebagai pejuang kemanusiaan di
Indonesia. Ia berupaya membangun dan menyelenggarakan pendidikan untuk manusia
di Indonesia dengan konsep, landasan, semboyan dan metode yang menampilkan
kekhasan kultural Indonesia. Semuanya itu dilakukannya demi mewujudkan idealisme
terdalamnya, yakni membangun kesadaran manusia di Indonesia akan hak-haknya.
Untuk itu pula, cucu Sri Paku Alam III itu berkali-kali berurusan dengan penegak hukum
kolonial. Ia bahkan mengalami keluar masuk penjara, suatu pengalaman yang tidak lazim
bagi keturunan “darah biru” pada masanya. Pahit-getir pengalaman perjuangannya, baik
di bidang politik, jurnalistik dan pendidikan, sama sekali tidak menyurutkan semangat
juang Bapak Pendidikan Nasional Indonesia itu untuk terus membangun kesadaran
eksistensial generasi Indonesia pada masanya. Perguruan Taman Siswa yang
didirikannya merupakan buah nyata perjuangannya dalam bidang pendidikan. Perspektif
pendidikan yang diterapkan di Taman Siswa juga jelas berbeda dari perspektif
pendidikan penjajah. Baginya, pendidikan adalah upaya membangun kesadaran
eksistensial manusia. Oleh karena itu, muatan filosofis dari konsep, landasan-landasan,
semboyan dan metode pendidikan yang dikembangkan Ki Hadjar Dewantara sungguh
universal. Ia mencitrakan kondisi eksistensial yang dirindukan manusia pada umumnya,
sebuah kondisi yang dirindukan dan sekaligus diupayakan untuk diwujudkan di
Indonesia di kemudian hari.
Dalam kerangka itu pula, praksis pendidikan di Perguruan Taman Siswa diproyeksikan ke
arah pembangunan kemanusiaan seutuhnya, 67 berdasarkan asas-asas (landasan-
landasan) pendidikannya yang dikenal dengan Pancadharma,68 dan semboyan serta
metode pendidikan yang bersifat “mengasuh”.69 Asas-asas pendidikan yang diterapkan
di Perguruan Taman Siswa tampak selaras pula dengan Tujuan Pendidikan Nasional
sebagaimana digarisbawahi oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia.70 Undang-Undang No. 4
Tahun 1950 ini kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 yang
berlaku untuk seluruh daerah Republik Indonesia.71 Pasal 3 Undang-Undang No. 12
Tahun 1954 ini dengan jelas menunjukkan tujuan pendidikan dan pengajaran nasional
ialah “membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”

Berangkat dari rumusan di atas tampak bahwa ada tiga unsur utama pendidikan dan
pengajaran yang menjadi sasaran pendidikan nasional berdasarkan kurikulum
pendidikan yang berlaku pada masa itu, yakni: Pertama, membentuk manusia susila
yang cakap. Kedua, membentuk warga negara yang demokratis. Ketiga, membentuk
manusia di Indonesia yang bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan
tanah air. Jadi, pada masa Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional, pendidikan di sekolah bukan hanya menjadikan manusia menjadi
cakap, tetapi manusia susila yang cakap; menghasilkan warga negara Indonesia yang
demokratis dan bertanggungjawab kepada kesejahteraan masyarakat dan tanah air
1.
Ki Hadjar Dewantara dengan prinsip yang kita kenal Tut Wuri Handayani yang
menjadi dasar pengajaran dan pendidikan. Merupakan perjuangan yang tidak
mudah dicapai untuk dapat membangun taman pelajar yang menjadi pintu
gerbang kemandirian, baik pendidikan maupun budaya, yang tentunya memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan aspek politik seperti pagar atau landasan
utama untuk mempertahankan.pengembangan pelatihan ini. Gerakan
Transformasi Ki Hadjar Dewantara merupakan gerakan yang berupaya
membebaskan diri dari perbudakan kolonial dengan memperluas pendidikan
kepada generasi muda sekaligus generasi penerus bangsa. Pada masa
penjajahan kemudian dengan berdirinya Taman Siswa di Yogyakarta bertujuan
agar bangsa dan anak-anak Indonesia serta masyarakatnya dapat terbebas dari
kebodohan dan menemukan kemerdekaannya sendiri.Kemudian, pada tahun
1912, gerakan untuk tujuan pendidikan dimulai, yaitu pendirian Bumi putera, di
mana sekolah didirikan di bupati, tetapi hanya untuk calon pegawai yang dilatih
di sana.Kemudian, belakangan, prinsip ingin memperluas pendidikan mulai
meronta-ronta, yaitu pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hadjar Dewantara memulai
babak baru perjuangan di bidang pendidikan dengan mendirikan taman pelajar
yang awalnya bernama" Nasional "Onderwijs Institut Taman Siswa" yang
pertama di Jogjakarta, sekolah ini kemudian diubah menjadi Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa", sekolah ini awalnya hanya diperuntukkan bagi taman
bermain dan kursus guru (Zuriatin, Nurhasanah & Nurlaila, 2021, p. 52).Selain
itu, Ki Hadjar Dewantara memiliki dua pandangan tentang pendidikan. Pertama,
tri Center for Education yang menyatakan bahwa pendidikan yang diterima
mahasiswa hadir dalam tiga bidang yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan
universitas, dan lingkungan masyarakat. Ketiga, lingkungan memiliki pengaruh
pendidikan terhadap pembentukan kepribadian siswa.Kedua, sistem Between,
yaitu sistem pendidikan berjiwa kekeluargaan yang berlandaskan alam dan
kemandirian (Zuriatin, Nurhasanah & Nurlaila, 2021, p. 50). Prinsip Ki Hadjar
Dewantara yang selalu tersimpan adalah Tut wuri handayani yang dianggap
sebagai semboyan, semboyan, bahkan sebagai jiwa dan jiwa dalam
perkembangan pendidikan modern. Berbeda dengan pendidikan Barat yang
seolah memaksa siswa untuk memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, Taman
Siswa mengajar dengan telinga, memimpin dan mengarahkan dari
belakang,Sambi! membimbing sesuai dengan kemampuannya.Konsep dan
prinsip Bapak Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk memperluas
pendidikan dan mampu melalui ketidaktahuan untuk membebaskan bangsa,
pendidikan dan kemandirian budaya tentunya akan selalu dan terus menjadi
acuan bagi perkembangan pendidikan di Indonesia setelah adanya contoh nyata
bahwa Kemendikbud memprakarsai kemandirian belajar. Diharapkan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan melalui penerapan prinsip-prinsip
leluhur untuk mengenang perjuangan atas nama pendidikan di bangsa Indonesia
ini.

2.

Pendidikan yang ada pada masa penjajahan bukanlah pendidikan, melainkan pendidikan
yang diberikan Belanda kepada masyarakat Indonesia ditujukan untuk menciptakan
sumber daya manusia dari masyarakat Indonesia yang bersedia menjadi buruh bagi
Belanda dan menerima upah minimum.Namun, pendidikan yang diberikan Belanda
berdampak positif bagi masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia mulai belajar
membaca dan berhitung. Dampak positif dari pendidikan yang diberikan Belanda juga
adalah terbentuknya lembaga pendidikan di Indonesia yang dibangun oleh lembaga
pendidikan leaders.As seorang pemikir dan pendidik, Ki Hadjar Dewantara digambarkan
di Indonesia sebagai pejuang kemanusiaan. Ia berusaha membangun dan
menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat Indonesia dengan konsep, prinsip,
semboyan dan metode yang menunjukkan keunikan bahasa Indonesia culture.In masa Ki
Hadjar Dewantara yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nasional, pendidikan di sekolah tidak hanya membuat manusia mampu menguasai,
tetapi kesusilaan manusia juga mampu; menghasilkan WNI yang demokratis dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan negara.Status pendidikan di
Indonesia setelah merdeka menyebabkan perubahan proses pembelajaran dan landasan
pendidikan. Untuk pendidikan pada periode ini, bangsa Indonesia perlu menghapus
syarat-syarat pendidikan dari Belanda agar mahasiswa Indonesia memiliki ciri khas
tersendiri dalam dunia pendidikan. Pembelajaran dilakukan dengan menambahkan
perbedaan budaya bangsa Indonesia yang dapat diwariskan setelah
Kegenarasi.Pendidikan di Indonesia pada abad ke-21 dengan demikian merupakan abad
globalization.At kali ini, pembelajaran tidak lagi berpusat pada budaya. Sebaliknya, ini
berfokus pada pemikiran kritis dan pemecahan masalah, keterampilan komunikasi,
kreativitas dan inovasi, serta kolaborasi. Di era ini, teknologi menjadi media terpenting
dalam dunia pendidikan. Sebagai guru, kita perlu meningkatkan pemahaman kita
tentang kemampuan beradaptasi teknologi dan dapat menggunakan teknologi untuk
meningkatkan pembelajaran.

3.
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan holistik dimana
siswa atau peserta didik dibentuk menjadi orang-orang yang tumbuh melalui
proses pembelajaran secara keseluruhan. Berpusat dalam suasana terbuka,
bebas, dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan empat pilar pendidikan
UNESCO: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together.
Menurut Ki Hadjar Dewantara (KHD), asuhan dan pendidikan memiliki arti yang
berbeda-beda. Ki Hajar Dewantara menyampaikan bahwa pendidikan
(opvoeding) harus memberikan bimbingan kepada seluruh kekuatan alam yang
dimiliki anak-anak agar dapat mencapai tingkat keselamatan dan kesejahteraan
tertinggi sebagai manusia dan anggota masyarakat. Mengajar adalah proses
pendidikan, tetapi juga menanamkan pengetahuan dan meningkatkan
keterampilan hidup anak secara internal dan eksternal. Oleh karena itu,
pendidikan dan pengajaran merupakan upaya untuk mempersiapkan dan
merawat segala aspek kehidupan manusia, baik kehidupan sosial maupun
budaya dalam arti yang seluas-luasnya.
Ki Hadjar Dewantara juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan bibit benih
budaya dalam masyarakat dan menurutnya pendidikan merupakan salah satu
kunci terpenting dalam menghasilkan masyarakat Indonesia yang beradab untuk
mencapainya. percayalah. Pendidikan dapat menjadi ruang untuk
mempraktekkan dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat
diwariskan atau diwariskan kepada generasi penerus. Oleh karena itu, dalam
rangka menghasilkan masyarakat berbudaya, pendidikan tidak boleh lepas dari
akar budaya kearifan lokal yang menjadi identitas bangsa. Program pendidikan
saat ini yang ditujukan untuk mencerdaskan generasi muda di negeri ini tidak
dibekali dengan kompetensi intelektual, melainkan juga kompetensi sikap atau
karakter yang sejalan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang mengkristalkan
nilai-nilainya. Jika demikian, itu tepat dan penting. Pancasila sebagai basis
negara kita yang telah menjadi gaya hidup seluruh warga negara Indonesia.
Sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara, Pembelajaran yang Berpusat Pada
Siswa (Student Center) sedang dikembangkan dalam paradigma pembelajaran
yang baru. subjek atau pembelajar.
Saat ini, terkait pendidikan di Indonesia, terdapat konsep pembelajaran mandiri
yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makariem, setelah
itu dilaksanakan kurikulum mandiri. Apa itu pembelajaran mandiri? Konsepnya
adalah bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menyalurkan semua kualitas anak
yang sudah ada sebelumnya sehingga mereka, sebagai manusia dan anggota
masyarakat yang dapat dicapai, dapat memiliki tingkat keamanan dan
kesejahteraan tertinggi. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara
yang mengatakan, Oleh karena itu pendidik hanya dapat mengarahkan
pertumbuhan atau kehidupan kekuatan alam yang ada pada anak. Peran
pendidik dalam membimbing perilaku dan perkembangan alami anak
Sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara, Pembelajaran yang Berpusat Pada
Siswa (Student Center) sedang dikembangkan dalam paradigma pembelajaran
yang baru. subjek atau pembelajar.
Saat ini, terkait pendidikan di Indonesia, terdapat konsep pembelajaran mandiri
yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makariem, setelah
itu dilaksanakan kurikulum mandiri. Apa itu pembelajaran mandiri? Konsepnya
adalah bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menyalurkan semua kualitas anak
yang sudah ada sebelumnya sehingga mereka dapat memiliki tingkat keamanan
dan kesejahteraan tertinggi sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
yang dapat dicapai. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Oleh
karena itu, pendidik hanya dapat mengarahkan pertumbuhan atau kehidupan
kekuatan alam yang ada pada anak. Peran pendidik dalam membimbing perilaku
dan perkembangan alami anak
Sejalan dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara, Pembelajaran yang Berpusat Pada
Siswa (Student Center) sedang dikembangkan dalam paradigma pembelajaran
yang baru. subjek atau pembelajar. Kegiatan belajar tidak lagi menjadikan guru
sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Selain itu, kegiatan belajar bukan
lagi sekedar kegiatan yang memberikan pengetahuan guru kepada siswa, tetapi
siswa harus dilibatkan secara aktif untuk menjadi peserta didik. Ini membantu
Anda membangun pengetahuan Anda sendiri dari guru dan berbagai sumber
belajar lainnya sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar yang diperoleh
sangat berarti.
Hal ini sejalan dengan gagasan yang dirinci oleh Ki Hadjar Dewantara dalam
bukunya Pusara (1940). "Daripada menstandardisasi hal-hal yang tidak perlu dan
hal-hal yang tidak dapat distandarisasi, kita harus mempertimbangkan kualitas
anak, kondisi kehidupan, perbedaan sosial, dll., dan cobalah untuk
menyelaraskannya."Artinya kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan
kemampuan, bakat, minat atau kebutuhan siswa saat melakukan kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran yang berbeda diperlukan untuk memastikan
bahwa kegiatan pembelajaran dilakukan berdasarkan kebutuhan, berpusat pada
siswa. Pembelajaran yang berbeda merupakan upaya untuk menyesuaikan
proses pembelajaran di kelas dengan kebutuhan belajar individu masing-masing
siswa. Oleh karena itu, untuk menerapkan pembelajaran yang berbeda, seorang
guru harus terlebih dahulu memetakan atau mengidentifikasi tiga dimensi
kebutuhan belajar siswa. Motivasi belajar siswa, minat belajar siswa, dan profil
belajar siswa. Setelah ini selesai, langkah selanjutnya adalah membedakan
kegiatan belajar mengajar dengan menyiapkan pendekatan pembelajaran yang
berbeda dalam keberagaman siswa yang ada. Ini membutuhkan kreativitas atau
inovasi guru. Salah satu indikator keberhasilan dalam mencapai pembelajaran
mandiri adalah proses pendidikan yang ramah siswa. Filosofi Ki Hajar Dewantara
(KHD) banyak digunakan dalam proses pendidikan Indonesia. Pendidikan yang
menguntungkan bagi mahasiswa pasca KHD dapat dilihat dari semboyan Ing.
Ngarso Sung Tulodo, Ing. Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Siswa
berperan sebagai agen dan guru berperan sebagai fasilitator motivasi dalam
proses pembelajaran. Munculnya potensi anak tergantung pada rangsangan
yang diberikan oleh guru dan orang tua. Oleh karena itu, dalam membesarkan
anak, guru dan orang tua harus selalu mengasuh dan membimbing mereka
dengan penuh kasih sayang.

4.
Manusia adalah makhluk sosial dan Tuhan telah memberi mereka banyak
kesempatan untuk bertumbuh dalam hidup. Sebagai pendidik hewan, manusia
dapat dan harus dididik dalam proses pengembangan diri dan mendidik diri
sendiri lebih jauh. Mengingat potensi yang dimiliki manusia, mereka perlu
dididik sejak dini. Di sisi lain, dengan kemajuan globalisasi, banyak perubahan
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini tentunya berperan dalam kenyataan bahwa terkadang proses pendidikan
berjalan serba salah. Perubahan sosial dan budaya berdampak pada dunia
pendidikan sebagai akibat dari pergeseran paradigma pendidikan, antara lain
perubahan gaya hidup, cara belajar, cara berkomunikasi dan berpikir. Hal ini
membutuhkan kearifan dan pemahaman dari pihak pendidik untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar proses pendidikan berhasil.
Pada prinsipnya proses pembelajaran tidak lepas dari tindakan (aktivitas) dan
interaksi, karena persepsi dan aktivitas sangat erat kaitannya secara interaktif.
Pembelajaran adalah proses pembuatan makna sebagai hasil pemikiran individu
melalui interaksi dalam konteks sosial. Pengetahuan secara intrinsik terkait
dengan kegiatan di mana ia dibangun dan di mana makna diciptakan, dan
dengan komunitas budaya di mana ia disebarluaskan dan diterapkan. Aktivitas
itu, interaksi sosial itu, menciptakan makna. Faktor-faktor yang mempengaruhi
teori pembelajaran sosiokultural merupakan faktor lingkungan yang paling
dominan.

Hal terpenting yang saya pelajari dalam tema pengenalan perspektif sosial,
budaya, ekonomi dan politik dalam pendidikan Indonesia adalah pentingnya
faktor sosial, budaya, ekonomi dan politik yang mempengaruhi pendidikan di
Indonesia. adalah untuk dapat memahami Tidak dapat dipungkiri bahwa
Indonesia memiliki keberagaman. Semoga keberagaman Indonesia
memungkinkan kita untuk memadukan perbedaan menjadi indah things.It oleh
karena itu penting bagi pendidik untuk menerapkan pendidikan sosial budaya
pada pendidikan Indonesia. Hal ini memungkinkan mahasiswa untuk
mengembangkan nilai-nilai toleransi, rasa hormat dan gotong royong, terlepas
dari perbedaan etnis, kebangsaan, ekonomi atau agama. Pendidikan
multikultural diperlukan dalam bentuk kehidupan masyarakat yang damai dan
harmonis, meskipun terdiri dari latar belakang budaya yang berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai