Anda di halaman 1dari 2

Argumentasi kritis tentang gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam

perkembangan pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan


Oleh; Intan Yulia Safira
Indonesia memiliki sejarah panjang terkait sistem pendidikan nasional. Ki Hajar
Dewantara adalah tokoh kenamaan Indonesia yang sangat erat kaitannya dengan transformasi
sistem pendidikan nasional. Dalam suatu kesempatan, beliau menyampaikan pidato dihadapan
Dewan Senat Universitas Gadjah Mada pada tanggal 7 November 1956 dalam rangka pemberian
gelar Doktor Honoris Causa kepada Ki Hadjar Dewantara. Dari pidato Ki Hajar Dewantara saya
mendapat garis besar bahwa menurut beliau Beliau mengutarakan bahwa pendidikan adalah
tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan.
Daoed Joesoef (dalam Koentjaraningrat, 1986) mengatakan, budaya merupakan sistem nilai dan
ide yang dihayati oleh sekelompok manusia di suatu lingkungan hidup tertentu di suatu kurun
tertentu.  Kebudayaan, yang berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia
terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat). Sementara itu,
para penguasa bangsa Belanda di Indonesia sama sekali tidak memperhatikan soal pendidikan
kebudayaan. Mereka semata-mata mementingkan pengajaran, yang intelektualitas serta
materialistis, karena pendidikan di situ semata-mata berupa pendidikan intelek. Dapat dipahami
bahwa sosok Bapak Pendidikan Nasional ini berkeyakinan bahwa sistem pendidikan yang baik
diterapkan di Indonesia adalah sistem pendidikan yang melibatkan kebudayaan masyarakat
Indonesia itu sendiri. Ki Hadjar Dewantara (1962) menyatakan bahwa pendidikan dalam
Republik Indonesia harus berdasar kebudayaan serta kemasyarakatan bangsa Indonesia tanpa
menutup diri dari dinamika budaya global. Penekanan pada kebudayaan nasional bertujuan
agar bangsa Indonesia tidak larut dan hanyut dalam pusaran internasionalisasi sehingga
kehilangan identitasnya sebagai rakyat dari bangsa yang berdaulat (Dewantara, 1967).
Antara kebudayaan dan pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat. Keduanya
berkenaan dengan satu hal yang sama, yaitu mengenai nilai-nilai. Pendidikan membuat manusia
berbudaya. Semakin banyak seseorang menerima pendidikan, semakin berbudaya orang tersebut
dan semakin tinggi kebudayaan, semakin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya.
Pendidikan dan pengajaran secara Barat tidak boleh mutlak dianggap anggap jelek. Banyak ilmu
pengetahuan yang harus dikejar, sekalipun dengan melalui sekolah-sekolah Barat. Pada masa itu
di Indonesia masih banyak pendidikan dan pengajaran yang dilakukan secara sistem Barat. Ini
tidak mengapa, asalkan anak anak ditanamkan kultur dan nasionalisme.
Mengadopsi sistem pendidikan barat tidaklah salah asalkan dengan mempertimbangkan
kodrat alam serta kodrat zaman. Kodrat alam yang dimaksud adalah bahwasanya setiap individu
akan berbeda sikap dan karakter karena alamnya yang berbeda. Orang Belanda tidak bisa
memaksakan sistem pendidikan mereka kepada orang Indonesia karena alam Belanda sangat
jauh berbeda dengan alam Indonesia.. Dengan kodrat alam tersebut, setiap bangsa tentunya
memiliki budaya yang berbeda. Di sisi lain juga disampaikan bahwa kita juga harus
mempertimbangkan kodrat zaman yang mana zaman terus berkembang dan kebutuhan manusia
pun akan pendidikan juga akan berkembang. Pendidikan di Indonesia harus menunjukan pada
dunia bahwa kita terbuka menerima sistem pendidikan barat tetapi kita merdeka untuk memilih
apa yang dibutuhkan generasi kita sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Tidak ada
larangan untuk mengambil sifat-sifat dasar yang ada di seluruh dunia, yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan nasional Indonesia. Sebaliknya, kita harus
berani, sanggup dan mampu untuk mewujudkan bentuk sendiri, isi sendiri dan irama sendiri
sebagai bangsa yang berpribadi.

Referensi;
Pidato Sambutan Ki Hadjar Dewantara. Dewan Senat Universitas Gadjah Mada, 7 November
1956
https://www.youtube.com/channel/UC1SEMPidVuxIbH7zI3euvg?feature=emb_ch_name_ex
Dewantara, KH. (1967). Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Majelis Leluhur Taman Siswa

Anda mungkin juga menyukai