Argumentasi Kritis tentang Gerakan Transformasi Ki Hadjar Dewantara di
Dunia Pendidikan Pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan dari segi tujuan pendidikan, pelajaran yang diberikan, dan filosofi pendidikan secara keseluruhan. Pada tahun 1954 pendidikan di Indonesia hanya diperuntukan bagi calon pegawai pemerintah. Kemudian terbentuk Sekolah Bumi Putera yang hanya diperuntukkan bagi beberapa orang agar setelah lulus dapat menjadi pembantu usaha dagang pemerintah. Kemudian sekolah ini bertransformasi dan diperuntukan hanya bagi dokter jawa dalam kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda. Kemudian pada tahun 1922 berdirilah Taman Siswa Yogyakarta oleh Ki Hajar Dewantara yang telah berfokus pada kemerdekaan nasional, perintis pendidikan nasional dan perintis kebudayaan nasional. Ki Hajar Dewantara merupakan seseorang yang memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat dan kini kita kenal sebagai bapak pelopor pendidikan nasional (Suastika, Ratna, & Ardhana, 2002). Sejak didirikan perguruan tersebut, nama Ki Hajar Dewantara disebut sebagai Bapak Taman Siswa. Usaha Ki Hajar Dewantara menyelenggarakan perguruan nasional merupakan perjuangan yang sangat berani, karena pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah Belanda adalah pendidikan kolonial (Setiono, 2012). Pada sekolah-sekolah Taman Siswa diadakan Pembaagian-Pembagian Sebagai Berikut; 1). Taman Indriya (Taman Kanak-Kanak Taman Siswa) bagi anak-anak yang berumur 5-6 Tahun. 2). Taman Anak (kelas I-III) bagi anak-anak berumur 6-7 Tahun -- 9-10. 3). Taman Muda (IVVI) bagi anak-anak yang berumur 10-11 tahun -- 12-13 tahun. 4). Taman Dewasa (SMP). 5). Taman Madya (SMA). 6). Taman Guru (Zuriatin, Nurhasanah, & Nurlaila). Ki Hajar Dewantara memiliki dua pandangan tentang pendidikan. pertama, tri pusat pendidikan, yang mengatakan bahwa pendidikan yang diterima oleh peserta didik terjadi dalam tiga ruang lingkup, yakni: lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut memiliki pengaruh edukatif dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Kedua, sistem among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan (Zuriatin, Nurhasanah, & Nurlaila, 2021). Prinsip Ki Hajar Dewantara yang selalu tersimpan adalah Tut wuri handayani yang dianggap sebagai semboyan, moto, bahkan jiwa dan roh dalam mengembangkan pendidikan modem. Berbeda dengan pendidikan Barat, yang seolah-olah memaksa agar anak didik memiliki kadar intelektualitas yang tinggi, Taman Siswa mendidik dengan eara membimbing dan mengarahkan dari belakang, sambil memberikan petunjuk-petunjuk yang sesuai dengan kemampuannya. Konsep dan prinsip dari Bapak Pendidikan Nasional ini dengan tujuan meluaskan pendidikan dan keluar dari hal kebodohan untuk dapat memerdekan bangsa, pendidikan dan memerdekakan kebudayannya tentunya selalu dan akan tetap menjadi acuan perkembangan pendidikan di Indonesia ini sesuai dengan contoh nyatanya yang Bapak Menteri Pendidikan cetuskan yakni Merdeka Belajar dan Profil Pelajar Pancasila. Harapannya semoga dengan menerapkan prinsip leluhur menjadi bagian integral dalam pendidikan agar mengingat perjuangan akan pendidikan bangsa Indonesia. Referensi : Suastika, M., Ratna, K., & Ardhana, K. (2002). Ki Hadjar Dewantara Pelopor Pendidikan Nasional. Cakrawala Pendidikan (3), 377-394. Setiono, T. H. (2012). Ki Hadjar Dewantara Perannya Dalam Memperjuangkan Pendidikan Nasional Tahun 1922-1959. Jurnal STKIP PGRI Sidoarjo, 1-9. Zuriatin, Nurhasanah, & Nurlaila. (2021). Pandangan dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan IPS (11) 1, 47-55.