Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 4

Nama Anggota Kelompok:


1. Dinda Utami Putri
2. Fika Fatria
3. Nesya Evi Fatmala
4. Siti Handayani
5. Nurhalimah

SEL.06.2-T2-4 Ruang Kolaborasi - Ubd sebagai Kerangka Kerja Kurikulum


PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kelompok 3 dan 4: Silahkan bahas lebih mendalam tentang tahap 2 (tentukan bukti
penilaian) serta bagaimana penerapannya sesuai dengan template yang ditunjukkan sebelumnya.
Jawab:

Pada tahap ini untuk menunjukkan bukti bahwa siswa telah mencapai hasil yang diinginkan dalam
memenuhi standar. Bagaimana seorang guru menentukan apakah siswa telah mencapai pemahaman
yang diinginkan. Dalam pengumpulan bukti pemahaman guru harus mempertimbangkan berbagai
metode penilaian. Metode tersebut adalah tugas proyek dan bukti lainnya. Tugas proyek meminta siswa
untuk menerapkan pembelajaran dalam situasi yang otentik untuk menilai pemahaman dan kemampuan
untuk mentransfernya. Sedangkan bukti lain seperti quiz, tes, pengamatan atau portofolio digunakan
untuk melengkapi penilaian guna mengetahui pengetahuan siswa dan apa yang dapat dilakukan. Peer
assessment sangat direkomendasikan dalam langkah ini. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam
penilaian diri dan teman sejawat untuk membantu mereka mengetahui apakah pekerjaannya telah sesuai
dan memenuhi standar.
Pada tahap 2 Understanding by Desaign yaitu menentukan bukti penilaian (Determine Acceptable
Evidence). Tahap ini menunjukkan bukti penilaian bahwa peserta didik telah mencapai hasil yang di
inginkan dalam memenuhi standar. Menurut Wiggins dan McTighe (2011), bentuk monitoring dalam
mengamati perkembangan peserta didik sebaiknya menggabungkan berbagai alat dan proses penilaian.

Peserta didik dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka melalui tugas proyek yang diberikan guru
sebagai bentuk penerapan pembelajaran dalam situasi yang otentik. Bukti lainnya (other evidence)
yaitu melalui kuis, tes, petunjuk akademik, observasi, pekerjaan rumah, serta jurnal. Peserta didik dapat
menilai sendiri pembelajaran mereka melalui self evaluation (penilaian diri) dan peer asesmen
(penilaian teman sejawat).

Bukti pemahaman peserta didik terhadap suatu materi yang telah di pelajari dapat diketahui dari
penilaian 6 aspek berikut (Wiggins dan McTighe, 2006):
1) Menjelaskan (Explanation)
2) Menginterpretasikan (Interpretation)
3) Mengaplikasian (Aplication)
4) Memiliki sudut pandang (Has perspective)
5) Empati (Empathy)
6) Pengetahuan pribadi (Has self-knowledge)

Dua hal penting yang perlu diingat dalam melakukan penilaian adalah sebagai berikut :
1) 6 aspek yang sudah dipelajari tidak perlu digunakan sepanjang waktu ketika melakukan
penilaian.
2) Proporsi dri asesmen formatif harus lebih besar daripada asesmen sumatif

Tahap 2 - Menilai bukti Asesmen


Tugas Kinerja: Bukti lainnya:
 Melalui tugas kinerja otentik apa siswa akan  Melalui bukti lain apa (misalnya, kuis,
mendemonstrasikan pemahaman yang tes, petunjuk akademik, observasi,
diinginkan? pekerjaan rumah, jurnal) siswa akan
Peserta didik dapat mendemonstrasikan menunjukkan pencapaian hasil yang
pemahaman mereka melalui tugas proyek yang diinginkan? Yaitu melalui observasi,
diberikan guru yaitu membuat detergen cair. unjuk kerja dan laporan proyek.
 Dengan kriteria apa kinerja pemahaman akan  Bagaimana siswa merefleksikan dan
dinilai? menilai sendiri pembelajaran mereka?
Kriteria yang diperhatikan dari praktikum Dengan penilaian diri dan penilaian
pembuatan sabun yaitu sebagai berikut : teman sejawat.
- Menjelaskan (Explanation)
- Menginterpretasikan (Interpretation)
- Mengaplikasian (Aplication)
- Memiliki sudut pandang (Has
perspective)
- Pengetahuan pribadi (Has self-
knowledge)
INSTRUMEN TUGAS PROJEK
Lembar Observasi
No Aspek yang dinilai Teknik penilaian Waktu penilaian
1 Kreatif Pengamatan Proses dan tugas
2 Kerja sama Pengamatan Proses dan tugas
3 Mandiri Pengamatan Tugas
4 Bernalar Kritis Pengamatan Proses

Rubrik Penilaian Sikap


Aspek Indikator Nilai
Peserta didik memiliki rasa ingin tahu 25
Peserta didik tertarik dalam mengerjalan tugas 25
Kreatif
Peserta didik berani dalam mengambil resiko 25
Peserta didik tidak mudah putus asa 25
TOTAL 100
Peserta didik terlibat aktif dalam bekerja kelompok 25
Peserta didik bersedia melaksanakan tugas sesuai 25
Kerja sama kesepakatan
Peserta didik bersedia membantu temannya dalam satu
25
kelompok yang mengalami kesulitan
Peserta didik menghargai hasil kerja anggota kelompok 25
TOTAL 100
Peserta didik mampu memecahkan masalah 25
Peserta didik tidak lari atau menghindari masalah 25
Mandiri
Peserta didik mampu mengambil keputusan 25
Peserta didik bertanggung jawab 25
Peserta didik mampu merumuskan pokok-pokok 25
permasalahan
Peserta didik mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan
BernalarKritis 25
dalam menyelesaikan suatu masalah
Peserta didik mampu memilih argumen logis, relevan,
dan akurat 25

Peserta didik dapat mempertimbangkan kredibilitas


25
(kepercayaan) sumber informasi yang diperoleh.
TOTAL 100
SKOR TOTAL 400
Lembar Penilaian Diri
Jumlah Skor Kode
No Pernyataan Ya Tidak
Skor Sikap Nilai
1 Selama diskusi, saya ikut serta
mengusulkan ide / gagasan.
2 Ketika kami berdiskusi, setiap
anggota mendapatkan kesempatan
untuk berbicara.
3 Saya ikut serta dalam membuat
kesimpulan hasil diskusi kelompok.

Lembar Penilaian Teman Sebaya


Jumlah Skor Kode
No Pernyataan Ya Tidak
Skor Sikap Nilai
1 Mau menerima pendapat teman.
2 Memberikan solusi terhadap
permasalahan.
3 Memaksakan pendapat sendiri kepada
anggota kelompok.
4 Marah saat diberi kritik.

Rubrik Penilaian Unjuk Kerja


Aspek Indikator Nilai
Penggunaan tata bahasa baik dan benar
Kesesuaian respon Jawaban yang relevan dengan pertanyaan
dengan pertanyaan Menjawab sesuai dengan materi
Mengaitkan jawaban dengan kehidupan sehari-hari
Keterlibatan anggota kelompok
Aktif bertanya dan menanggapi
Aktifitas diskusi
Mencatat hasil diskusi dengan sistematis
Memperhatikan dengan seksama saat berdiskusi
Dipresentasikan dengan percaya diri
Kemampuan Dapat mengemukakan ide dan berargumen dengan baik
Presentasi Manajemen waktu presentasi dengan baik
Seluruh anggota kelompok berpartisipasi presentasi
Bersedia membantu orang lain dalam satu kelompok
Kerjasama dalam
Kesediaan melakukan tugas sesuai dengan kesepakatan
kelompok
Terlibat aktif dalam bekerja kelompok
Artikel 1

Judul jurnal : Pembelajaran Berdiferensiasi Berbasis Rancangan Understanding by Design (UbD)


terhadap Minat Belajar Siswa Sekolah Dasar
Di peroleh dari : http://Jiip.stkipyapisdompu.ac.id

Hasil Ringkasan:
Rendahnya minat belajar siswa disebabkan pembelajaran yang tidak terfokus kepada peserta didik dan
kebutuhan pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik. Oleh karena itu, guru harus
menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan, minat, gaya belajar, dan tingkat keterampilan
yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa melalui penerapan
pembelajaran berdiferensiasi menggunakan rancangan understanding by design (UbD). Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap
siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, refleksi. Tempat pelaksanaan
penelitian di SDN 037 Sabang dengan subjek penelitian siswa kelas III yang berjumlah 30 siswa. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan dari pra siklus, ke siklus I lalu siklus II. Persentase minat
belajar siswa pada pra siklus sebesar 49,91%. Pada siklus I sebesar 81,40%, dan pada siklus II mencapai
96,79%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi
menggunakan rancangan understanding by design (UbD) dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas
III Sekolah Dasar.

Artikel 2

Judul jurnal : Upaya Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik Kelas Iv Materi Gaya dengan Rancangan
Understanding By Design (Ubd) melalui Penerapan Model Radec
Di peroleh dari : http://journal.stkipsubang.ac.id/index.php/didaktik/article/view/674

Hasil Ringkasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model RADEC terhadap peningkatan pemahaman
peserta didik dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif yang
terdiri dari 2 siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif pre-eksprimen
dengan desain one-grup pretest-posttest dalam rancangan Understanding by Design (UbD). Subjek
penelitian adalah peserta didik kelas IV di SDN 037 Sabang yang berjumlah 28 orang, yaitu 15 laki-laki
dan 13 perempuan. Teknik sampel menggunakan simple random sampling. Pengambilan data
menggunakan instrumen tes soal kemampuan pemahaman pretest-posttest dan lembar observasi. Hasil
penelitian diperoleh nilai rata-rata pretest siklus 1 dan 2 sebesar 38, posttest siklus 1 sebesar 72 dan siklus
2 sebesar 81. Pengolahan data dianalisis menggunakan Ms. Excel dengan uji Paired Sample t-test pada α
(0,05) dan diperoleh nilai t hitung (11,77) < t tabel (2,059) pada siklus 1 dan t hitung (15,61) < t tabel
(2,059) pada siklus 2. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pretets dan
posttest. Nilai N-gain yang diperoleh sebesar 0.5356 pada siklus ke-1 dan 0.6802 pada siklus ke-2 dengan
kategori sedang. Hasil lembar observasi pemahaman peserta didik pada siklus 1 dan 2 diperoleh
persentase peningkatan kemampuan pemahaman dengan indikator menjelaskan 17,78%, aplikasi 11,57%,
perspektif 16,21%, berempati 12,96%, dan mencipta 18,21%. Hal tersebut menunjukan adanya
peningkatan pemahaman peserta didik dengan menggunakan model RADEC.
Artikel 3

"Application of backward design in designing learning with the observation-based learning method"
(Penerapan desain mundur dalam merancang pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis
observasi).

https://ejournal.upi.edu/index.php/CURRICULA/article/view/54828

Hasil Ringkasan

Dalam artikel ini, peneliti menggunakan model Backward Design sebagai desain kurikulum
perencanaan pembelajaran. Secara sederhana konsep Backward Design adalah proses mendefinisikan
pengetahuan, keterampilan, dan penetapan tujuan berupa hasil belajar siswa yang ingin dicapai,
berlanjut ke penetapan evaluasi dan diakhiri dengan penentuan kegiatan yang akan dicapai. Secara
rinci, Backward Design and Citizenship Theme (BD&CT) memastikan proses pembelajaran, memupuk
motivasi dan keterlibatan siswa dalam pelajaran, meningkatkan keterampilan berpikir, dan memotivasi
mereka untuk menjadi individu yang lebih sadar dan aktif.

Dalam buku Understanding by Design, Backward Design dijabarkan dalam 3 langkah yaitu: a) identify
desired results, b) determine acceptable evidence, and c) plan learning experiences and instruction.

Langkah pertama adalah identify desired results atau mengidentifikasi hasil yang diinginkan. Tujuan
pembelajaran harus ditentukan secara konkret dan dapat diakses oleh guru, siswa, dan pemangku
kebijakan. Tujuan ini berfokus pada transfer ilmu dan kemampuan siswa untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur serta berpusat pada masalah.

Langkah kedua adalah determine acceptable evidence atau menentukan tujuan yang dapat diukur, yaitu
sebuah konsep pembelajaran yang harus dapat menunjukkan pemahaman siswa yang luas dan
menyeluruh sebagai hasil dari tujuan yang telah ditargetkan. Setidaknya ada enam aspek pemahaman
yang dapat diidentifikasi dalam model ini yaitu, penjelasan, interpretasi, aplikasi, perspektif, empati,
dan pengetahuan diri.

Langkah ketiga adalah planned learning experiences and instruction atau merencanakan pengalaman
belajar. Di tahap perencanaan pembelajaran ini, seorang guru mengeksplorasi pengetahuan awal para
siswa, menemukan cara untuk melibatkan dan “mengaitkan” siswa ke dalam aktivitas pembelajaran,
membantu mereka dalam kegiatan pembelajaran dan merevisi pemahaman mereka, membedakan
instruksi, serta menciptakan peluang bagi siswa untuk mengevaluasi diri dan merefleksikan
pembelajaran mereka.

Dengan demikian, perencanaan pembelajaran menggunakan model Backward Design menjadi


pendekatan yang inovatif untuk mengembangkan kurikulum agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Metode ini memberikan kesempatan bagi guru untuk merencanakan dan merefleksikan pembelajaran
agar mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Referensi

Ali., Y., N., D., (2023). Application of backward design in designing learning with the observation-based
learning method. Curricula. Journal of Curriculum Development. Volume 2. No 1. (2023) 13-28.

Artikel 4

Application of backward design in the implementation of curriculum management

https://ejournal.upi.edu/index.php/JIK/article/view/54438

Dalam artikel inidijelaskan bahwa backward design adalah design kurikulum yang menekankankepada
pemahaman yang lebih abadi, gagasan besar dan aktivitas pembelajaranya yang memberikan
pengalaman bari baik disekolah maupun diluar sekolah (Ali, 2023). Desain kurikulum ini awalnya
diartikulasikan oleh Ralph Tyler di tahun 1948, namun Wiggins McTighe menyederhanakan bukti
dalam evaluasi untuk menentukan tujuan juga faktor –faktornya.

Dalam buku Understanding by Design yang ditulis oleh Wiggins dan McTighe (2005) ada 3 langkah
dalam penjabaran alur Backward Design in, yaitu:

a. Identify desired result

b. Determine acceptable evidence

c. Plan learning experiences and instruction

Disini saya hanya akan membahas tentang tahap 2 saja yaitu Determine acceptable evidence. Terdapat
2 jenis data yang menjadi patokan dasar yakni data yang menjawab “apa” dan “mengapa” (Jensen et
al., 2017). Menurut Wiggins dan McTighe (2005), mengatakan bahwa terdapat 6 aspek pemahaman
yang mempunyai fungsi untuk mengembangkan kriteria dalam menilai tujuan yang telah ditetapkan,
yaitu penjelasan, interpretasi, aplikasi, perspektif, empati dan pengetahuan diri.Menurut Emory (2004)
ke 6 aspek itu dapat diuraikan menjadi:

a. Penjelasan. Penjelasan adalah sebuah proses yang melibatkan generalisasi pengetahuan atau
prinsip, didukung oleh bukti-bukti, catatan sistematis tentang fenomena, fakta, dan data yang
relevan. Selain itu, penjelasan juga harus mampu membentuk konektivitas yang mendalam antara
konsep-konsep yang terkait dan memberikan contoh atau ilustrasi yang jelas untuk memperjelas
konsep tersebut. Penjelasan yang baik harus terstruktur dengan baik, didukung oleh dasar yang
kuat, dan dapat menjelaskan konsep secara jelas dan terperinci sehingga dapat dimengerti oleh
orang yang mendengarkan atau membacanya.

b. Penafsiran. penafsiran adalah untuk menjelaskan nilai atau manfaat suatu hal, menerjemahkan
fakta, memberikan dimensi terbuka bagi setiap gagasan atau peristiwa baru, serta membuat objek
pemahaman yang mudah diakses melalui gambar, anekdot, analogi, dan model. Penafsiran juga
memungkinkan untuk mengaitkan fakta-fakta yang berbeda dan membuat hubungan antara konsep-
konsep yang terkait. Dalam penafsiran, penting untuk menggunakan ilustrasi atau contoh yang
mudah dipahami agar dapat membantu audiens memahami konsep yang dibahas. Oleh karena itu,
penafsiran memainkan peran penting dalam membantu orang memahami dan mengapresiasi nilai-
nilai serta gagasan baru yang muncul dalam berbagai aspek kehidupan.

c. Aplikasi. Aplikasi yang bermakna harus menggunakan dan menyesuaikan dengan konteks yang
beragam, nyata, efektif, dan mendalam. Aplikasi tersebut juga harus dapat dilakukan oleh subjek
sehingga memiliki manfaat dan dampak yang positif.

d. Perspektif. perspektif yang baik adalah yang mampu melihat dan mendengar sudut pandang secara
kritis, serta mampu melihat gambaran tujuan yang besar. Artinya, seseorang dengan perspektif yang
baik harus dapat melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang dan memiliki pemahaman
yang luas tentang tujuan yang ingin dicapai

e. Empati. Empati untuk menemukan nilai dalam hal yang mungkin berbeda;
merasakan kepekaan atas dasar pengalaman langsung sebelumnya. seseorang harus mampu
merasakan kepekaan atau sensitivitas terhadap pengalaman langsung sebelumnya. Dengan
memiliki kemampuan empati, seseorang dapat menghargai perspektif orang lain dan memahami
sudut pandang yang berbeda, sehingga dapat mencapai pemahaman yang lebih baik.

f. Pengetahuan diri. pengetahuan diri diperlukan untuk memperoleh kesadaran metakognitif. Dalam
hal ini, seseorang harus mampu merasakan gaya pribadi, hipotesis, proyeksi, dan kebiasaan pikiran
yang membentuk dan menghalangi pemahaman diri. Selain itu, seseorang juga harus menyadari
apa yang tidak dipahami dan merefleksikan makna belajar dan pengalaman diri. Dengan memiliki
pengetahuan diri yang baik, seseorang dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam
tentang diri sendiri, memperbaiki kekurangan, dan memperkuat kelebihan dalam belajar

References:

Ali, Y. N. D. (2023). Application of backward design in the implementation of curriculum


management. Inovasi Kurikulum, 20(1), 25–36.
https://doi.org/https://doi.org/10.17509/jik.v20i1 .54438

Artikel 5

Judul Jurnal: Pengembangan Rancangan Pembelajaran dengan Pendekatan Understanding by Design


Pada Pembelajaran PAI SMP Negeri 11 Bengkulu Tengah

http://studentjournal.iaincurup.ac.id/index.php/guau

Hasil Ringkasan :

Artikel ini memaparkan bahwa Understanding by Design adalah suatu kerangka pemikiran yang
berguna dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar dengan memandang metode
backward design dalam mendorong dan mencapai pemahaman belajar peserta didik. Hal ini diartikan
bahwa rancangan pembelajaran dilakukan dengan menentukan hasil belajar terlebih dahulu
menggunakan diagnostik. Diagnostik dilakukan untuk mengobservasi kebutuhan peserta didik sebagai
acuan dalam proses belajar – mengajar Understanding by Design menurut Wiggins dan McTighe
(2005) adalah suatu pendekatan pada proses pembelajaran yang memiliki tujuan guna meningkatkan
pemahaman peserta didik secara mendalam dan melibatkan mereka secara aktif. Desain pembelajaran
ini tentu berorientasi pada hasil akhir suatu pembelajaran atau memikirkan cara berpikir peserta didik
tentang sebuah konsep materi pembelajaran dan menempatkan proses pembelajaran pada akhir urutan
perancangan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif untuk
menganalisis efektivitas pengembangan rancangan pembelajaran dengan pendekatan Understanding by
Design pada pembelajaran Agama Islam kelas 7A SMP Negeri 11 Bengkulu Tengah.

Hasil penelitian menunjukan pada indikator persepsi peserta didik terkait efektivitas UbD yaitu
sebanyak 84,35%, peserta didik menilai setuju dengan penggunaan pendekatan Understanding by
Design yang mengindikasikan pada hasil yang positif. Pada indikator kedua, persepsi peserta didik
terkait motivasi belajar juga mencapai prestasi yang tinggi yaitu 83,69%. Persentase tersebut
menunjukan bahwa penerapan UbD dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi peserta didik.
Indikator terakhir yaitu, persepsi siswa terkait aktivitas belajar memiliki persentase 89,85%
(penjumlahan interval sangat setuju dan setuju). Tingginya nilai tersebut menggambarkan bahwa
Understanding by Design dapat dijadikan desain dalam mengajar.

Secara kesimpulan, berdasarkan hasil analisis persepsi peserta didik terkait Understanding by Design,
maka disimpulkan bahwa Understanding by Design dapat direkomendasikan dan digunakan dalam
meningkatkan efektivitas, motivasi, dan aktivitas siswa dengan tujuan meningkatkan kualitas
pembelajaran peserta didik.

Referensi :

Wati, W. (2022). Analisis Pengembangan Rancangan Pembelajaran dengan Pendekatan Understanding


by Design Pada Pembelajaran PAI SMP Negeri 11 Bengkulu Tengah. GUAU: Jurnal Pendidikan
Profesi Guru Agama Islam, 2(4), 373-378.

Anda mungkin juga menyukai