Anda di halaman 1dari 5

FILOSOFIS PENDIDIKAN KI HADJAR 

DEWANTARA
Posted: Juni 6, 2012 in Filsafat Pendidikan
Philos (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan) bahasa Yunani yang menjadi asal muasal kata dari filosofi atau filsafat. Filosofi berarti cinta akan kebijaksanaan. Dari
sinilah sebuah filosofi dikatakan sebagai ilmu yang menjadi dasar dari seluruh ilmu yang menjadi panutan manusia. Tanpa adanya sebuah filosofi maka ilmu yang
lain tidak akan berkembang. Filosofi dapat berguna untuk mengentaskan manusia dari kehilangan jati diri yang memiliki sebuah tujuan dan arah.
Filosofi dalam pendidikan mencakup suatu kebijakan-kebijakan pendidikan yang baru, mengusulkan cita-cita yang baru tanpa mempertimbangkan persoalan
filosofis seperti hakikat kehidupan yang baik, kemana pendidikan diarahkan. Sebuah filosofi memiliki bagian yang penting yaitu mencari sebuah norma-norma
serta tujuan. Dengan itu filosofi dapat mendorong manusia memperluas bidang kesadaran untuk menjadi lebih baik, lebih cerdas dan lebih aktif. Selain itu dapat
menumbuhkan keyakinan akan agama dengan fondasi yang matang secara intelektual dalam diri manusia. Keterkaitan dengan agama yaitu suatu keharmonisan,
penyesuaian, tanggung jawab, komitmen, pengabdian, perdamaian, kebijakan, keselamatan serta tentang Tuhan.
Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional. Hal itu karena beliau merupakan seorang tokoh yang tanpa jasa memerdekakan Indonesia. Pengabdian
yang ia berikan begitu besar terhadap bangsanya. Banyaknya karya yang membuat Indonesia menjadi bangga pun sering ia lakukan. Bahkan saking begitu
banyak membuat Indonesia bangga, tanggal lahir Ki Hajar Dewantara menjadi hari Pendidikan Nasional. Hari yang dikenal seluruh warga Indonesia. Hari
seseorang yang dilahirkan untuk memerdekakan pendidikan di Indonesia. Dengan kepintaran, kebijaksanaan, tekun dan berani memerdekakan hak dari orang
lain dan bangsanya melawan penjajah.
Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di usia 69 tahun di
Yogyakarta, 26 April 1959. Dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat) setelah itu sejak 1922 menjadi Ki Hadjar
Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro). Beliau merupakan aktivis pergerakan
kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda.
ELS merupakan sekolah dasar di Eropa, Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera),
tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De
Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam
dengan semangat antikolonial. Banyak karya-karya yang dimiliki beliau.
Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya mengubah
namanya sediri. Hal tersebut dimasudkan untuk menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita
satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi
bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian
menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan
sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama
Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Kalau kita
mengingat masa lalu ketika masih di bangku sekolah, bentuk ruang kelas kita rata-rata adalah persegi empat. Nah, Ki Hajar menyarankan ruang kelas itu hanya
dibangun 3 sisi dinding saja. Ada satu sisi yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu dinding yang terbuka, maka seolah hendak
menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar.
Coba bandingkan dengan bentuk kelas kita dulu saat kecil. Empat dinding tembok, dengan jendela tinggi-tinggi, sehingga kita yang masih kecil tidak bisa melihat
keluar. Lalu biasanya di dinding digantungi foto-foto pahlawan perang yang angker-angker, dari Pattimura, Teuku Umar, Diponegoro sampai Sultan Hasanudin.
Jarang sekali ada yang memasang foto pujangga masa lalu seperti Buya Hamka, Ranggawarsito, Marah Rusli, dll. Paling-paling pujangga yang sempat diingat
anak-anak SD adalah WR Supratman.
Konsep menyatunya kelas tempat belajar dengan realitas yang ditawarkan Ki Hajar, mungkin memang bukan orisinil dari Beliau. Mungkin konsep ini sudah ada
sebelumnya Ki Hajar hidup. Namun ketika Ki Hajar merumuskan konsep ini dengan istilah 3 dinding, menunjukkan betapa luasnya wawasan Beliau dan mampu
mengadaptasi konsep tersebut dalam budaya Indonesia.
Banyak karya beliau yang menjadi landasan rakyat Indonesia dalam mengembangkan pendidikan, khususnya kalimat filosofis (selain dari konsep 3 dinding
diatas) seperti ING NGARSO SUNTOLODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI (Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di
belakang memberi dorongan). Semboyannya yang paling terkenal yaitu “tut wuri handayani” yang selalu tertempel di topi, dasi, dan tidak jarang juga di dada
setiap siswa siswi Indonesia dari SD sampai SMU.
Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta. Sebuah lembaga yang pertama kali menjadi motivator bagi warga
negara Indonesia demi melanjutkan kemerdekaan yang akan menjadi proses kemerdekaan kita saat ini. Sejak awal Taman Siswa memiliki semboyan yang tertera
diatas. Semboyan yang sering dipertanyakan oleh berbagai peserta didik saat ini. Apa yang terkandung dalam semboyan yang menjadi dasar filosofi pendidikan
yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara.
Dengan jelas semboyan yang menjadi kalimat filosofi pendidikan ini mampu mengantarkan Indonesia mencapai kemerdekaan. Kemerdekaan yang mampu
menunjukkan dimana jati diri dengan tujuan dan arah yang akan dicapai atau diperoleh oleh setiap manusia yang berdiri tegak ditanah Indonesia. Semboyan
yang mengantarkan nama baik pendidikan diIndonesia didepan umum. Pendidikan pun menjadi kenginan warga Indonesia untuk mengenal dirinya sendiri. Hal
ini sesuai dengan persepsi filsafat bagaimana seorang manusia memanusiakan manusia. Dengan begitu dapa terwujud  melalui pendidikan.
http://www.ayosekolah.com/forum/34-apa-kata-dunia-/739-tokoh-pendidikan-nasional.html
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2248
http://noveonline.wordpress.com/2007/11/28/8/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara
http://bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html
Filsafat Pendidikan dari Ki Hajar Dewantara
Ing ngarso Sung Tulodho, Seseoraang Pemimpin apabila didepan harus bisa memberi contoh atau menjadi panutan bagi yang dpimpin atau warganya atau
peserta didiknya.
Ing madyo mangun karso, Seorang Pemimpin apabila berada ditengah tengah masyarakat harus bisa membangkitkan semangat atau memberi motivasi supaya
lebih maju, atau lebih baik.
Tut Wuri Handayani, Seorang Pemimpin apabila berada dibelakang harus bisa mendorong masyarakat/yang dipimpin supaya senantiasa lebih maju.
https://yahyono69.wordpress.com/2011/05/09/filsafat-pendidikan-dari-ki-hajar-dewantara/
Makalah Filsafat Pendidikan Ki hadjar Dewantara
FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
A.    Pendahuluan
Dalam sejarah pendidikan di tanah air tercinta, Indonesia, sebenarnya kita banyak mengenal tokoh-tokoh pendidikan yang memiliki filsafat pendidikan yang
genius. Salah satu di antara tokoh filsafat pendidikan Indonesia yang juga merupakan praktisi pendidikan yang mengamalkan secara konsekuen filsafat
pendidikannya adalah Ki Hadjar Dewantara. Ajaran dan pandangan filsafat pendangan Ki Hadjar Dewantara sangat menekankan model pendidikan yang bersifat
nasional keindonesiaan.
B.     Sejarah Filsafat Pendidikan Dunia dan Filsuf Filsafat Pendidikan Indonesia
Dalam konteks bidang kajian filsafat pendidikan ruang lingkupnya adalah penelahan-penelahan filosofis tentang hakekat pendidikan yang berkaitan tentang
cabang-cabang utama filsafat, yaitu penelahaan filosofis tentang dasar metafisika dalam pendidikan, penelahaan filosofis tentang dasar aksiologis (etika dan
estetika), penelahaan filosofis tentang dasar epistemologi dalam pendidikan, dan penelahaan filosofis tentang dasar logika dalam pendidikan.
Apabila dicermati dari perspektif sejarah filsafat pendidikan sampai milenium ketiga ini, para pembelajar maupun praktisi filsafat pendidikan di Indonesia lebih
banyak belajar dan lebih banyak mengenal nama-nama tokoh filsafat pendidikan yang berasal dari arus utama (mainstream) filsafat pendidikan yang termasuk
dalam wilayah geografis maupun wilayah kebudayaan barat.
Para pembelajar filsafat pendidikan dan praktisi filsafat pendidikan di Indonesia yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan filsafat
pendidikan, teori pendidikan, kebijakan pendidikan dan praktik  pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan Indonesia, ternyata lebih
mengenal nama dan ajaran para tokoh filsafat pendidikan barat dibandingkan tokoh-tokoh filsafat pendidikan yang berasal dari dunia non barat, khususnya yang
berasal dari Indonesia. Para pemikir dan praktisi pendidikan Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai filsuf filsafat pendidikan misalnya adalah sebagai berikut
:Achmad Dahlan dengan konsep pendidikan modern islam yang mempelopori penggabungan sistem pelajaran klasikal barat dan sistem pendidikan tradisional
islam Indonesia melalui institusi kemasyarakatan dan kependidikan Muhammadiyah; Ahmad Sahal pola pendidikan pesantren dalam lembaga pondok pesantren
Gontor Ponorogo; filsuf Jawa yaitu Ronggowarsito, yang memiliki pandangan filsafat pendidikan yang berorientasi pada prinsip-prinsip etika keluhuran budi
dalam menghadapi tantangan-tantangan kehidupan.
Filsuf filsafat pendidikan itu adalah Ki Hajar Dewantara yang hidup pada zaman pergerakan kebangkitan nasional dan zaman perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara berhasil mewujudkan penerapan pemikiran-pemikiran, kebijakan-kebijakan, dan praktik-praktik pendidikan ke dalam sebuah
institusi pendidikan yang sangat terkenal pada zamannya. Institusi pendidikan itu adalah Perguruan Taman Siswa yang keberadaannya tersebar diberbagai kota
di Indonesia sampai saat ini. Ki Hajar Dewantara adalah salah satu pelopor pendidikan yang memiliki karakteristik pergerakan nasional melawan kolonialisme
Belanda pada abad yang lalu.
C.     Riwayat Hidup Singkat
Ki Hadjar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau lahir di kota Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dari lingkungan keluarga
bangsawan Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera). Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, banyak berisi tentang kritik terhadap kebijakan
dan praktek-praktek kolonialisme Belanda di Indonesia, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain
ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Setelah menjalani masa pembuangan akibat menentang eksistensi pemerintah kolonialisme Belanda, Ki Hadjar Dewantara dibuang ke Pulau Bangka dan negara
Belanda. Pada masa itu, beliau masih memakai nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat banyak mempelajari masalah-masalah pendidikan dan pengajaran
yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan filsafat pendidikan dan praktik kependidikannya. Bersama teman-teman perjuangan kemerdekaan, beliau
mendirikan sebuah lembaga pendidikan nasional keindonesiaan pada 3 Juli 1922. Lembaga pendidikan itu kemudian disebut dengan Perguruan Taman Siswa
(Tokoh Indonesia DotCom, 2004). Karena kompetensi kependidikan melekat pada dirinya maka pada masa pasca kemerdekaan beliau menjadi Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Beliau meninggal pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta. Untuk mengenang jasa beliau dalam
pergerakan nasional dan pendidikan maka oleh pemerintah Indonesia hari kelahiran 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional
(Tokoh Indonesia DotCom, 2004).
D.    Pemikiran Filsafat Umum Ki Hadjar Dewantara
Pemikiran filsafat umum secara implisit maupun pemikiran filsafat umum secara Pemikiran filsafat umum Ki Hajar Dewantara dapat dijelaskan berdasarkan
cabang filsafat metafisika, cabang filsafat epistemologi, dan cabang filsafat aksiologi. Cabang filsafat metafisika adalah cabang filsafat yang melakukan kajian
terdalam terhadap hakekat terdalam dari realitas segala sesuatu, yang dapat meliputi hakekat terdalam realitas tuhan ( filsafat ketuhanan atau teodice ),
hakekat terdalam realitas manusia ( filsafat manusia atau antropologi metafisika ), dan hakekat terdalam realitas keteraturan alam semesta ( filsafat alam atau
kosmologi ). Cabang filsafat epistemologi adalah cabang filsafat yang mencoba mencari hakekat dari pemerolehan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia.
Ruang lingkup kajian epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah sebagai berikut : sumber pemerolehan pengetahuan manusia, metode-metode atau cara
pemerolehan pengetahuan, teori-teori kebenaran pengetahuan, batas-batas pengetahuan, dan jenis-jenis pengetahuan. Cabang filsafat aksiologi adalah cabang
filsafat yang berupaya untuk mencapai hakekat nilai. Ruang lingkup kajian epistemologi atau filsafat nilai adalah sebagai berikut : pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan estetika atau filsafat keindahan.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai seorang filsuf tentang hakekat realitas terdalam dari segala sesuatu sebagai suatu kajian metafisika mengarah pada
suatu pemikiran yang bersifat kerohanian dan religius. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang bersifat kerohanian dan religius itu nampak dari titik tekan sumber
realitas dari segala sesuatu adalah Tuhan. Menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara, Tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu di dunia ini. Inklusif dari
pandangan ini suatu kesimpulan bahwa manusia dan alam semesta ini merupakan hasil dari ciptaan Tuhan (Saifullah, 1983).
Apabila dilihat dari sudut filsafat ketuhanan, Ki Hadjar Dewantara adalah seorang filsuf yang memiliki pandangan theistis. Pandangan theistis berarti pandangan
yang mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta dan penguasa segenap realitas. Pandangan kerohanian spiritual ini memiliki posisi yang berseberangan
dengan pandangan materialistis yang memiliki pemikiran metafisika bahwa realitas terdalam dari segala sesuatu itu bersifat materialistis.
Ki Hadjar Dewantara (dalam Saifullah, 1983) memberikan pengertian kebudayaan sebagai hasil dari olah budi manusia merupakan hasil kemurahan Tuhan yang
diberikan kepada manusia. Manusia sebagai pencipta kebudayaan hanya mampu menciptakan kebudayaan karena manusia mendapatkan pemberian atau
anugrah kemampuan yang telah di berikan oleh Tuhan. Pemberian kemampuan yang telah di berikan oleh Tuhan itu wajib di manfaatkan semaksimalnya oleh
manusia untuk mencapai tujuan kebahagiaan atau kesejahteraan hidup manusia, alam, maupun makhluk-makhluk lain di dunia.
Ki Hadjar Dewantara menunjukkan bahwa manusia adalah sekaligus makhluk ciptaan Tuhan dan makhluk yang memiliki kebebasan untuk melakukan eksplorasi
dalam menciptakan produk-produk kebudayaan itu. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang nilai-nilai etika adalah memiliki konsistensi dengan pandangannya
tentang hakekat realitas. Pandangan beliau lebih mengarah pada pandangan nilai-nilai etika yang bersifat humanistik religius. Ini berarti penilaian dan kriteria
baik buruk perilaku atau tindakan seseorang dapat dikembalikan pada nilai-nilai kerohanian, keagamaan berdasar pada panggilan jiwanya sebagai manusia yang
dapat di sebut sebagai makhluk Tuhan.
E.     Pemikiran Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
1.      Filsafat Pendidikan dalam Metode Pembelajaran Sistem Among
Metode pembelajaran yang khas beliau itu digali dari mutiara-mutiara kebudayaan Indonesia, khususnya dalam kebudayaan Jawa. Metode pembelajaran itu
disebut dengan istilah metode pembelajaran sistem among (Saifulloh,1985).
Dalam pembelajaran sistem pamong, para guru diharuskan untuk mampu mengembangkan anak dalam proses pendidikan berdasarkan pada interaksi dinamis
antara perkembangan natural yang ada dalam diri siswa yang tidak mengabaikan begitu saja kondisi atau keadaan lingkungan sosial dan fisik siswa. Kebijakan
filosofis kependidikan yang sangat memperhatikan perkembangan natural atau perkembangan alamiah siswa itu memiliki implikasi dalam praktek-praktek
pengajaran yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru yang bertindak sebagai seorang pamong. Pamong dipadankan dengan istilah fasilitator atau pengarah
dalam proses pembelajaran yang memperhatikan perkembangan alamiah siswa. Fungsi pamong bersifat pembinaan kepengasuhan, guru disarankan untuk
menghindari pemberian perintah dan paksaan berdasarkan instrumen hukuman. Dalam konteks ini hukuman hanya diberikan pada situasi-situasi yang bersifat
darurat. Hukuman yang diberikan seorang guru harus bersifat edukatif mengingat fungsi guru sebagai seorang pamong dalam sistem pendidikan among
(Saifulloh, 1985).
Selain proses pendidikan pembelajaran yang sangat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan siswa, Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan bahwa guru
juga disarankan untuk memperhatikan lingkungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan fisiknya. Ini berarti bahwa aspek pertumbuhan dan perkembangan
yang berasal dalam diri anak dan lingkungan (fisik maupun sosial) seharusnya mendapat proporsi yang berimbang dalam proses pembelajaran sistem among.
Sistem among Ki Hadjar Dewantara ini dapat digambarkan dalam semboyan filsafat kependidikan beliau yang sangat terkenal. Semboyan itu adalah sebagai
berikut :
  Ing ngarso asung tulodo : di depan memberi dorongan
  Ing madya ambangun Karso : di tengah membangun kesempatan untuk berkarya
  Tut Wuri Handayani : dari belakang memberikan dorongan dan arahan.
2.      Konsep Tripusat Pendidikan
Ki Hadjar mengembangkan kerjasama di antara pranata-pranata kebudayaan disekeliling kita, antara pranata keluarga, pranata sekolah, dan pranata
masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu oleh Ki Hadjar Dewantara disebut dengan konsep tripusat pendidikan. Konsisten nilai yang diajarkan di dalam lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat merupakan suatu keharusan, sehingga perkembangan alamiah seorang anak untuk mencapai tujuan
pendidikan manusia seutuhnya menjadi paripurna. Pendidikan yang bersifat khusus kemudian diwujudkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Dalam lingkungan
pendidikan padepokan atau asrama, proses pendidikan menggambarkan suatu substansi yang menggambarkan roh kerja sama sistem keluarga, sekolah dan
masyarakat.
      Praktek kepengasuhan yang dilaksanakan dalam proses pendidikan pondok pesantren dilaksanakan dalam waktu dua puluh empat jam. Pendidikan dua puluh
empat jam itu mungkin terjadi karena dalam pondok pesantren maupun dalam Perguruan Taman Siswa para pengasuh, guru sebagai pamong, dan siswa hidup
bersama dalam sebuah lingkungan pendidikan. Dalam hal ini secara khusus para siswa dalam lembaga pendidikan Perguruan Taman Siswa tinggal dalam
kompleks asrama.
      Wujud konkret sistem pendidikan dalam lingkungan padepokan telah di kembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara ke dalam suatu lembaga pendidikan yang
bersifat dan berorientasi pada nasionalitas Indonesia. Lembaga pendidikan ini dikenal dalam sejarah pendidikan si tanah air sebagai lembaga Perguruan Taman
Siswa yang berpusat di kota Yogyakarta. Lembaga pendidikan Perguruan Taman Siswa mengelola pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan
perguruan tinggi. Lembaga pendidikan ini pada masa pergerakan menuju Indonesia merdeka memiliki kontribusi yang sangat penting dalam melahirkan para
pejuang kemerdekaan.
      Dalam perkembangan terakhir di sekitar tahun 1990an didirikan sebuah sekolah menengah di kota Magelang yang berusaha menggabungkan prinsip-prinsip
pendidikan Perguruan Taman Siswa dengan disiplin militer. Sekolah ini merupakan sekolah yang dibina oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik
Indonesia. Fasilitas yang ada di sekolah ini sangat lengkap, sehingga segenap kebutuhan siswa dapat dipenuhi secara maksimal. Sampai saat ini sekolah ini, yaitu
Sekolah Menengah Umum (SMU) Taruna Nusantara Magelang, telah berhasil meluluskan lulusan yang berkualitas.
3.      Keluarga sebagai Wadah Pendidikan Alamiah
Dalam konsep pendidikan secara umum, Ki Hadjar Dewantara memiliki pandangan bahwa institusi keluarga merupakan wadah atau tempat pendidikan pertama
bagi seorang anak. Dalam konteks sosialisasi sebagai pewarisan nilai dari generasi tua kepada generasi muda, keluarga merupakan saluran sosialisasi yang
pertama dan utama bagi seorang anak. Dalam proses pendidikan pada keluarga, orang tua memiliki kewajiban untuk mengarahkan perkembangan anak sesuai
dengan perkembangan alamiahnya. Dalam konteks pendidikan dalam keluarga, orang tua melaksanakan tugas-tugas pengasuhan anak sebagai seorang pendidik
berdasar pada prinsip-prinsip cinta kasih, tanpa pamrih, dan keberanian moril. Dalam hal ini prinsip-prinsip kekeluargaan itu juga diterapkan oleh Ki Hadjar
Dewantara dalam melaksanakan proses pendidikan di Perguruan Taman Siswa (Saifulloh, 1982). Dalam lingkungan pendidikan sekolah yang berasrama seperti
pada Perguruan Taman Siswa, para guru sebagai pengasuh berupaya untuk berinteraksi dengan anak didik layaknya seperti orang tua. Prinsip-prinsip etika
kependidikan sebagai pendidik yang memperhatikan konsep di depan memberi teladan, di tengah membangun kesempatan untuk berkarya, dan dari belakang
memberikan dorongan dan arahan, menjadi pengarah dalam kehidupan kekeluargaan dalam lingkungan pendidikan semacam itu.
Dalam konteks ini, anak didik dapat melaksanakan hidup sosial kekeluargaan bersama sesama teman dan bersama para pendidik (guru atau pamong) sebagai
satu kesatuan keluarga. Dalam proses pendidikan semacam ini, etika kependidikan, di depan memberi teladan, di tengah membangun kesempatan untuk
berkarya, dan dari belakang memberikan dorongan dan arahan, akan dipahami dengan baik oleh anak didik dan kemudian mereka pun berusaha menerapkan
prinsip etika kependidikan ini di dalam lingkungan kependidikan dan dalam masyarakat di luar lembaga pendidikan.
Prinsip etika kependidikan kekeluargaan merupakan gambaran pengaruh tradisi kekeluargaan atau tradisi gotong-royong yang telah lama dalam kebudayaan
nusantara pada masa yang lalu. Dalam konteks sosiologis, tradisi kekeluargaan atau tradisi gotong-royong, menggambarkan masyarakat patembayan. Tradisi
kekeluargaan ini memberikan inspirasi yang kuat kepada Ki Hadjar Dewantara untuk membangun suatu lembaga pendidikan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia sebagai instrumen melawan gelombang pengaruh budaya barat yang dibawa oleh gerakan Kolonialisme Belanda pada saat itu. Prinsip
etika kependidikan kekeluargaan terbukti cukup berhasil memberikan kontribusi bagi pejuang kemerdekaan Indonesia karena menghasilkan tokoh-tokoh
pemimpin kemerdekaan memiliki jiwa gotong-royong dan jiwa kekeluargaan melaksanakan tugas-tugas pergerakan.
F.      Kesimpulan
Selain tokoh-tokoh filsafat pendidikan yang berasal dari barat, Indonesia pun memiliki tokoh filsafat sendiri. Salah satu tokoh filsafat pendidikan yang berasal
dari Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Metode pembelajaran dalam sistem filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah sistem among. Kerja sama
pranata-pranata kebudayaan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah di antara pranata keluarga, pranata sekolah, dan pranata masyarakat. Ki Hadjar
Dewantara memandang bahwa prinsip etika kekeluargaan seharusnya menjadi dasar bagi keberlangsungan proses pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hanurawan, dkk. 2006. Filsafat Pendidikan. Malang : FIP UM o.id/2015/02/makalah-filsafat-pendidikan-ki-hadjar.html
http://umifitriyah77.blogspot.cANASTASIA KRISTANTI N
14104241016
BK A
PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN
KI HAJAR DEWANTARA
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam
masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran
hidup kemanusiaan.Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dimulai sejak anak dilahirkan dan berakhir setelah meninggal dunia
Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan”. Pendidikan dan pengajaran idealnya memerdekakan manusia secara lahiriah
dan batiniah selalu relevan untuk segala jaman.Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan).
Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Manusia merdeka itu adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di
atas kakinya sendiri. Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani berpikir sendiri.
Pengajaran adalah satu bagian dari pendidikan. Artinya pengajaran ialah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan dan memberi kecakapan,
pengertian serta pelatihan kepandaian kepada anak-anak, baik lahir maupun batin.
Menurut Ki Hajar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia
termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khazanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan
perdamaian, persaudaraan, serta menghargai kesetaraan derajat kemanusiaan dengan sesama. Nilai-nilai itu disemai dalam dan melalui dunia pendidikan sejak
usia dini anak. Dalam praksis penyemaian nilai-nilai itu, pendidik menempatkan peserta didiknya sebagai subjek, bukan objek pendidikan. Artinya, peserta didik
diberi ruang yang seluas-luasnya untuk melakukan eksplorasi potensi-potensi dirinya dan kemudian berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Pendidik atau pamong adalah orang yang menuntun proses pengekspresian potensi-potensi diri peserta didiknya agar terarah dan tidak destrktif bagi dirinya
dan sesamanya.
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk
menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik
pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri
merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka
akan mampu untuk menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Beliau juga menunjukkan bahwa tujuan
diselenggarakannya pendidikan adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka. Menjadi manusia yang merdeka berarti tidak hidup
terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Dengan kata lain, pendidikan menjadikan seseorang mudah
diatur, tetapi tidak dapat disetir.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa
dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu
daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual
belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya
cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
PEMIKIRAN FILSAFAT UMUM KI HAJAR DEWANTARA
Metafisika : pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang hakekat realitas terdalam dari segala sesuatu sebgai suatu kajian metafisika bersifat kerohanian dan
religius, bahwa tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu di dunia ini.
Dilihat dari sudut filsafat ketuhanan, ki hadjar dewantara memiliki pandangan theistis, pandangan yang mengakui keberadaan tuhan sebagai pencipt dan
penguasa segenap realitas.
Epistemologi : pandangan kerohanian spiritual sebgai penjelas tentang hakekat realitas terdalam segala sesuatu dilihat secara lebih kongkret dari pembuatan
pengertian kebudayaan. Menurut Ki Hadjar Dewantara kebudayaan sebagai hasil dari olah budi manusia merupakan hasil dari anugrah tuhan yang telah di
berikan kepada manusia.
Pandangan filsafat manusia Ki Hadjar Dewantara menunjukkan bahwa manusia adalah sekaligus makhlik ciptaan tuhan dan makhluk yang memiliki kebebasan
untuk melkukan eksplorasi dalam menciptakan produk-produk kebudayaan.
Aksiologi : pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang nilai-nilai etika adalah konsistensi dengan pandangannya tentang hakekat realitas. Pandangan beliau
mengarah pada pandangan nilai-nilai etika yang bersifat humanistik religius.
Ini berarti penilaian dan kriteria baik dan buruk perilaku atau tindakan seseorang dapat dikembalikan pada nilai-nilai kerohanian keagamaan berdasarkan pada
pangialn jiwanya sebgai manusia yang dapat disebut sebagai makhluk Tuhan.
PEMIKIRANN FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
a. Filsafat Pendidikan dalam Metode Pembelajaran Sistem Among
Istilah Among lebih dipadankan dengan fasilitator. Dalam pembelajaran sistem among , guru diharuskan untuk mampu mengembangkan anak dalam proses
pendidikan berdasarkan pada interaksi dinamis antara perkembangan natural yg ada dalam diri siswa yg tidak mengabaikan begitu saja kondisi lingkungan sosial
dan fisik siswa.
Dalam praktek-praktek pembelajaran lebih bersifat pembinaan kepengasuhan, gur u disarankan menghindari pemberian perintah dan paksaan berdasarkan
instrumen hukuman yang biasa dilakukan dalam sitem pendidikan yang besifat tradisional.
Metode pembelajaran sistem among dapat digambarkan dalam semboyan filsafat kependidikan beliau yang sangat terkenal :
Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan)
Ing madya mangun karsa (di tengah memberi kesempatan untuk berkarya)
Tut wuri handayani (dari belakang memberi dorongn dan arahan)
b. Konsep Tripusat Pendidikan
Dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif untuk membangun manusia seutuhnya , beliau mengembangkan kerja sama antara pranata-
pranata kebudayaan di sekeliling kita, yaitu pranata keluarga, pranata sekolah, dan pranata masyarakat yang disebut dengan konsep tripusat pendidikan.
c. Keluarga sebagai Wadah Pendidikan Alamiah
Ki hadjar dewantara memiliki pandanagn bahwa institusi keluarga merupakan wadah atau tempat pendidikan pertama bagi seorang anak.
Dalam konteks sosialisasi sebagai pewaris nilai dari generasi tua kepada generasi muda, keluarga merupakan saluaran sosialisasi yg pertama dan utama bagi
seorang anak http://anastasiakristanti.blogs.uny.ac.id/2015/09/27/pengertian-pendidikan-menurut-kh-dewantara-dan-driyarkara/.
filsafat ki hajar dewantara
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang 
Pendidikan merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik maupun potensi cipta, rasa, maupun karsanya agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal maka dalam pemecahan
masalah-masalah pendidikan yang komplek juga dibutuhkan filsafah-filsafah agar solusi pemecahan masalah tersebut juga dapat dirasakan manfaatnya bagi
semua pihak.
Salah satu tokoh yang memiliki filsafah pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara, beliau adalah seorang bangsawan dari lingkungan Kraton Yogyakarta yang peduli
dengan lingkungan pendidikan.
B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai profil singkat Ki Hadjar Dewantara, latar belakang pemikiran beliau tentang pendidikan, filsafat pendidikan Ki Hadjar
Dewantara serta pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan dan untuk memberikan pemahaman pada pembaca maupun
penyusun mengenai filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
PEMBAHASAN
A.  Profil Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga
kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan
rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar
Belanda) dan sempat melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi putera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di
beberapa surat kabar.
Karir yang dicapai oleh beliau antara lain :
a.    Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara 
b.    Pendiri National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), 3 Juli 1922 
c.    Pendiri Indische Partij (partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia), 25 Desember 1912.
d.   Menteri Pengajaran Kabinet Presidensial, 19 Agustus 1945 – 14 November 1945. 
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Organisasi tersebut antara lain: Boedi Oetomo (1908), Serikat Islam,
PNI, Partindo, Taman Siswa, PKI, Parindra, Muhammadiyah dan Indische Partij (partai politik pertama beraliran nasionalisme Indonesia). 
Penghargaan yang pernah diperoleh beliau antara lain: 
a.    Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
b.    Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia (KRI Ki Hajar Dewantara).
c.    Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20 ribu rupiah.  
d.   Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
e.    Pahlawan Pergerakan Nasional (Surat Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
B.  Latar Belakang Pemikiran 
1.    Latar Belakang Internal
Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan
spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai
Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap
ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa
ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang
bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi
pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas. 
Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang
yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati
sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
2.    Latar Belakang Eksternal
a.       Kondisi Sosial Politik
Pada umumnya lahir, tumbuh dan berkembangnya pergerakan nasional di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keadaan dunia internasional. Serta kondisi yang
terjadi didalam negeri pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 di seluruh Negara-negara jajahan di Asia merupakan fase timbulnya kesadaran tentang pentingnya semangat
nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan Negara berdaulat lepas dari cengkraman imperalisme.  Fase tumbuhnya
anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan
internasional serta mendapat pendidikan formal dari Negara-negara barat.
Selain itu, paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme dan komunisme mulai menyebar ke Negara jajahan melalui
kalangan terpelajar. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentignya persamaan derajat semua warga Negara tanpa membedakan
warna kulit, asal usul keturunan dan perbedaan kenyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh tokoh-tokoh belanda yang
berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan memiliki pergaulan
dengan sesama umat muslim seluruh dunia.
Perang dunia ke I yang berlangsung 1914-1918 telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara imperialis telah berperang diantara mereka
sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan national di Asia telah menyadari bahwa kini saatnya telah
tiba bagi mereka untuk melakukan perlawanan  terhadap penjajah yang sudah lelah berperang. Berakhirnya perang duni ke I yang ditandai dengan adanya
rumusan damai mengenaipenentuan nasib sendiri (self determination) disambut positif oleh negara-negara jajahan. 
Tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia semakin memiliki pijakan perjuangna dengan adanya konsep yang diciptakan oleh presiden Amerika serikat
Woodrow Wilsen, bagi tokoh pergerakan nasional Indonesia, konsep self determination harus diperjuangkan dan bukan diatur oleh pemerintah kolonial belanda.
Salah seorang tokoh nasional yang menyuarakan konsep self determination bagi bangsa Indonesia yaitu Iwa Kusumasumantri, ia merupakan penguruh
perhimpunan Indonesia di negara Belanda.
Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia serta sewang-wenang terhadap pribumi telah
menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang
membedak-bedakan.
Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki Negara kekuasaan yang jaya dan berdaulat
dimasa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu, rakyat
Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan dan harga diri sebagai satu bangsa. Lahirlah kelompok terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan
barat dan islam dari luar negeri.
b.      Kondisi Intelektual Tokoh yang Mempengaruhinya
 Konflik ideologi dunia antara kapitalisme atau imperialisme, sosialisme atau komunisme telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah kapitalisme
atau imperialisme barat. Lahirnya nasionalisme di Asia dan negara-negara jajahan lainnya diseluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional
untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan
oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga model pergerakan naisonal yang dilakukan oleh Mahadma Gandhi di India, Mustafa Kemal Pasha di Turki serta Dr. Sun
Yat Sen di Cina telah memberikan inprirasi bagi kalangan terpelajar nasionalis di Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara bahwa imperialisme Balanda dapat
dilawan melalui organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum
memperjuangkan kemerdekaan.
C.  Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ing ngarso Sung Tulodho, Seseoraang Pemimpin apabila didepan harus bisa memberi contoh atau menjadi panutan bagi yang dpimpin atau warganya atau
peserta didiknya.
Ing madyo mangun karso, Seorang Pemimpin apabila berada ditengah tengah masyarakat harus bisa membangkitkan semangat atau memberi motivasi supaya
lebih maju, atau lebih baik.
Tut Wuri Handayani, Seorang Pemimpin apabila berada dibelakang harus bisa mendorong masyarakat/yang dipimpin supaya senantiasa lebih maju.
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang
mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni
pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia,
untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan,
dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri
merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya,
mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. 
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama
lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia
dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). 
Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3
Landasan filosofis yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic.
a.         Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. 
b.        Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah
kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam
dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik dan
mental.
c.         Spiritual yaitu pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan
hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya
demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang
berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang sesuai dengan
sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik
pengajaran meliputi kepala, hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan.
Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi
saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.
Orientasi Asas dan Dasar Pendidikan dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu. Pengaruh pemikiran pertama
dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu
merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya
kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri (Zelfbeschikkingsrecht) berdiri bersama dengan tertib dan damai (orde
en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode”
(sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi
kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
http://yusufmargani.blogspot.co.id/2012/01/filsafat-ki-hajar-dewantara.html

Anda mungkin juga menyukai