Anda di halaman 1dari 11

Sastra Angkatan 45

Periodisasi Sastra Indonesia Sastra Angkatan 45


Sastra Angkatan 45
Perjalanan Sastra Angkatan 45 

Dimulai pada tahun 1942. Tahun 1942 (9 Maret = pengambilalihan kekuasaan Jepang di
Indonesia) merupakan tahun yang sangat penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia,
termasuk kesusastraannya. Sejak tahun itu terjadilah perubahan besar-besaran, revolusi
kebudayaan dimulai tahun itu.

Segala hal yang mengingatkan budaya Barat harus dilenyapkan. Bahasa Belanda tidak boleh
dipergunakan lagi. Sebagai gantinya dipakai bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di
kantor-kantor dan surat-surat keputusan.
Pada tahun itu Pujangga Baru berhenti karena Jepang tidak menginginkan sifatnya yang
kebarat-baratan. Sastra Balai Pustaka juga terhenti karena pemerintah Belanda (sebagai
pendukung kesusastraan ini) telah tumbang.
Kemudian muncullah angkatan sastra baru, Angkatan 45 (sastra angkatan 45), yang didahului
dengan masa pertunasan (sastra zaman Jepang). Angkatan 45 melahirkan karya-karya sastra
yang bersifat romantis realistik (berbeda dengan Pujangga Baru yang bersifat romatis
idealistik = HB Jassin). Dalam waktu yang singkat, Indonesia menghasilkan banyak karya
sastra besar pada angkatan ini. Sajak-sajak Chairil Anwar, roman-roman Pramoedya Ananta
Toer, Mochtar Lubis dan Achdiat Kartamihardja merupakan tonggak-tonggak penting dalam
perjalanan sastra Indonesia.
Pengalaman kehidupan nyata merekalah yang membuat karya-karya angkatan ini menjadi
besar. Angkatan 45 rata-rata terganggu pendidikan formalnya. Kaum sastrawan Angkatan 45
masih termasuk golongan masyarakat menengah, terdidik, dan kaum muda pada zamannya.
Sastra Indonesia menemukan identitas dirinya sejak angkatan ini.

Sastra Zaman Jepang

Pada bulan April 1943 terbentuklah Keimin Bunka Shidoso atau Kantor Pusat Kebudayaan.
Dalam badan ini duduk berbagai seniman dari segala lapangan.
Dalam zaman Jepang terbitlah majalah-majalah baru yang dikelola oleh Pusat Kebudayaan:
Jawa Baru (1943—1945) dan Kebudayaan Timur (1943—1945), di samping Panji Pustaka
yang merupakan peninggalan Balai Pustaka, hanya dipergunakan demi kepentingan Jepang.
Para sastrawan dalam Pusat Kebudayaan diminta menciptakan karya-karya sastra yang
mengandung cita-cita cinta tanah air, mengobarkan semangat kepahlawanan dan semangat
bekerja. Karya sastra harus membimbing masyarakat. Indonesia harus memihak kebudayaan
Timur, menjauhi kebudayaan Barat. Banyak sajak dan cerpen dihasilkan pada masa ini.
Dua roman yang dihasilkan pada masa ini (Cinta Tanah Air oleh Nur Sutan Iskandar dan
Palawija oleh Karim Halim) lebih cenderung sebagai propaganda Jepang. Banyak sastrawan
seperti Armijn Pane, Nur Sutan Iskandar, Karim Halim, Usmar Ismail yang bersemangat
membantu Jepang. Merekalah sastrawan-sastrawan “resmi” zaman Jepang.
Aada sejumlah sastrawan yang menentang Jepang seperti Chairil Anwar, Idrus, dan Amal
Hamzah. Ada juga yang lebih kompromistis seperti karya-karya Maria Amin. Ada juga yang
bimbang seperti Bakri Siregar.

Sastrawan yang banyak menulis pada zaman Jepang:

—  Usmar Ismail
—  Amal Hamzah
—  Rosihan Anwar
—  Bakri Siregar
—  Anas Ma’ruf
—  M.S. Ashar
—  Maria Amin
—  Nursyamsu
—  HB Jassin
—  Abu Hanifah (El Hakim)
—  Kotot Sukardi
—  Idrus

Kelahiran Angkatan Baru

Sejak kekalahan Jepang kepada Sekutu (14 Agustus 1945) dan kemerdekaan Indonesia,
kehidupan kegiatan kebudayaan (termasuk sastra) mempunyai tonggak yang penting. Suasana
jiwa dan penciptaan yang sebelumnya terkekang, kini mendapatkan kebebasan yang nyata.
Para sastrawan Indonesia merasakan sekali kemerdekaan dan tanggung jawab untuk
mengisinya. Individualitas yang diidamkan oleh Pujangga Baru (Sutan Takdir Alisjahbana)
dilaksanakan penuh konsekuen oleh Angkatan 45.

Sastra Angkatan 45

Nama “Angkatan 45” baru diberikan pada tahun 1949 oleh Rosihan Anwar, meski tidak
disetujui banyak sastrawan. Keberatan itu karena nama itu kurang pantas ditujukan pula
kepada para pengarang, yang notabene berbeda dengan para pejuang kemerdekaan (yang
diberi predikat sebelumnya sebagai Angkatan 45).
Ada 4 tokoh utama yang sering dianggap sebagai pelopor Angkatan 45: Chairil Anwar, Asrul
Sani, Rivai Apin, Idrus. Chairil seorang individualis dan anarkhis. Asrul aristokrat dan
moralis. Idrus penuh dengan sinisme. Rivai lebih dikenal sebagai nihilis.

Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap dari beberapa sastrawan Indonesia
yang kemudian hari dikenal sebagai Angkatan '45. Di antara para sastrawan ini yang paling
menonjol adalah Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin. Surat ini diterbitkan oleh
majalah Siasat pada tanggal 22 Oktober 1950.

Surat Kepercayaan Gelanggang berbunyi sebagai berikut:


Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan
dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi
kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.

Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami
yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa
yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.

Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat akan
melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami
memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia
ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang
dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang
mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.

Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus
dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum
selesai.

Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui adalah manusia.
Dalam cara kami mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.

Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang


yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Angkatan 45 tidak hanya terdiri dari kaum sastrawan, tetapi juga seniman lain, termasuk para
pelukis seperti: S. Sudjojono, Affandi, Henk Ngantung, Mochtar Apin, Baharuddin; juga para
musikus seperti: Binsar Sitompul dan Amir Pasaribu.

Karya-karya sastra kala itu masih diterbitkan bersama dengan sketsa para pelukis, partitur
musik, esai musik-lukis-drama-tari. Hal ini menunjukkan bahwa para sastrawan memiliki
wawasan luas dalam bidang seni dan budaya pada umumnya.
Perkembangan Angkatan 45 Melalui majalah-majalah :
a.       Panca Raya (1945—1947)
b.      Pembangunan (1946—1947)
c.       Pembaharuan (1946—1947)
d.      Nusantara (1946—1947)
e.       Gema Suasana (1948—1950)
f.       Siasat (1947—1959) dgn lampiran kebudayaan: Gelanggang
g.      Mimbar Indonesia (1947—1959) dgn lampiran: Zenith
h.      Indonesia (1949—1960)
i.        Pujangga Baru (diterbitkan lagi 1948; berganti Konfrontasi: 1954)
j.        Arena (di Yogya, 1946—1948)
k.      Seniman (di Solo 1947—1948)

Aliran Sastra Angkatan 45:


Ekspresionisme merupakan aliran seni yang berkembang setelah kemerdekaan
diproklamasikan. Ekspresionisme yang mendasari Sastra Angkatan 45 sebenarnya sudah
berkembang lama di Eropa (penghujung abad ke-19) seperti Baudelaire, Rimbaud, Mallarme
(Prancis), F.G. Lorca (Spanyol), G. Ungaretti (Italia), T.S Eliot (Inggris), G.Benn (Jerman),
dan H. Marsman (Belanda).
Aliran ekspresionisme timbul sebagai reaksi terhadap aliran impresionisme. Dalam sastra
Indonesia, Pujangga Baru bersifat impresionistik dan Angkatan 45 mereaksinya dengan aliran
ekspresionistik.
Penyair ekspresionis tidak ditentukan oleh alam, justru penyairlah yang menentukan
gambaran alam. Kritikus pertama yang dapat memahami sajak-sajak Chairil Anwar ialah HB
Jassin. Kritikus ini pulalah yang membela dan menjelaskan karya-karya Chairil yang bersifat
ekspresionis itu.
Berbeda dengan Pujangga Baru yang beraliran romantik impresionistik sehingga melahirkan
sajak-sajak yang harmonis, Angkatan 45 melahirkan sajak-sajak yang penuh kegelisahan,
pemberontakan, agresif dan penuh kejutan. Vitalisme dan individualisme melahirkan sajak-
sajak penuh pertentangan semacam itu.

Karya-karya Penting Angkatan 45:

1.      Deru Campur Debu, Kerikil Tajam (Chairil Anwar)


2.      Atheis (Achdiat Kartamihardja)
3.      Jalan Tak Ada Ujung (Mochtar Lubis)
4.      Keluarga Gerilya (Pramoedya Ananta Toer)

Para Sastrawan Angkatan 45

a.       Chairil Anwar
b.      Asrul Sani
c.       Rivai Apin
d.      Idrus
e.       Pramoedya Ananta Toer
f.       Mochtar Lubis
g.      Achdiat Kartamihardja
h.      Trisno Sumardjo
i.        Mh. Rustandi Kartakusuma
j.        M. Balfas
k.      Sitor Situmorang
l.        Utuy Tatang Sontani
m.    S. Rukiah
n.      Barus Siregar
o.      Rustam Sutiasumarga
p.      Muhamad Dimyati
q.      Saleh Sastrawinata, S
r.        Mundingsari, Gayus Siagian
s.       Dodong Djiwapradja
t.        Mahatmanto, Sirullah Kaelani
u.      Piet Sengojo
v.      Darius Marpaung
w.    Ida Nasution
x.      Siti Nuraini

Nama-nama lain untuk angkatan sastra periode ini adalah:

Angkatan Kemerdekaan
Angkatan Chairil Anwar
Angkatan Perang
Angkatan Sesudah Perang
Angkatan Sesudah Pujangga Baru
Angkatan Pembebasan
Generasi Gelanggang

1. KELAHIRAN ANGKATAN ’45.


Mungkin kita bertanya mengapa tidak dipakai Pujangga Angkatan ’42 untuk menyebut
angkatan sastra ini. Alasan golongan ini diberi nama kemudian, yaitu setelah proklamasi
kemerdekaan. Usul Rosihan Anwar untuk nama angkatan periode ini adalah Pujangga
Angkatan ’45 yang segera mendapat dukungan publik opini, meskipun beberapa kritikus
mengkritknya dengan keras. Nama sebelumnya disebut Pujangga Gelanggang, karena mereka
menulis dalam rubrik majalah Siasat yang diberi nama rubrik Gelanggang.
Latar belakangnya dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Pujangga Angkatan ’45 lahir dan tumbuh di saat revolusi kemerdekaan. Jiwa nasionalisme
telah mendarah daging, karena itu suaranya lantang dan keras.
2. Di zaman Jepang muncul sajak berjudul 1943 dari Chairil Anwar, prosa Radio Masyarakat
dari Idrus, dan drama Citra dari Usmar Ismail.
3. Pada tanggal 29 November 1946 di Jakarta didirikan Gelanggang oleh Chairil Anwar,
Asrul Sani,Baharudin, dan Henk Ngantung. Anggaran Dasarnya berbunyi:
Generasi Gelanggang terlahir dari pergolakan roh dan pikiran, yang sedang menciptakan
manusia Indonesia yang hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan
sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama
yang telah mengakibatkan masyarakat lapuk dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan
anasir lama untuk menyalakan bara kekuatan baru.
Orientasi Pujangga Angkatan ’45 masih ke Barat, namun dalam penyerapan kebudayaan
Baratnya ini mengalami pemasakan dalam jiwa, sehingga lahir bentuk baru. Karena itu,
plagiat Chairil Anwar atas karya Archibald Mac Leish yang berjudul The Young Dead
Soldiers tidak kelihatan, yang menjelma menjadi sajak Krawang—Bekasi. Namun pula di
samping itu Chairil Anwar juga banyak berjasa dalam memodernisasi kesusastraan Indonesia,
dalam penjiwaannya yang menjulang tajam.
Setelah Chairil Anwar meninggal (Jakarta, 28 April 1949, dikuburkan di Karet), Surat
Kepercayaan Gelanggang baru diumumkan dalam warta sepekan SIASAT tanggal 23
Oktober 1950. dokumen inilah yang dijadikan tempat berpaling untuk dasar segala konsepsi
nilai hidup dan seni dari Angkatan ’45.

2. SASTRAWAN YANG MENJADI TOKOH ANGKATAN ’45.


Beberapa sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45, di antaranya sebagai
berikut:
a. Chairil Anwar

Pria kelahiran Medan, 26 Juli 1922, ini seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-
karyanya hidup dalam batin (digemari) sepanjang zaman. Salah satu bukti keabadian
karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949,
masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori
seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih
kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: "Krawang-Bekasi", yang disadurnya dari
sajak "The Young Dead Soldiers", karya Archibald MacLeish (1948).
Dia juga menulis sajak "Persetujuan dengan Bung Karno", yang merefleksikan dukungannya
pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Asrul Sani

Asrul Sani adalah seniman kawakan yang antara lain dikenal lewat Sajak Tiga Menguak
Takdir bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin. Dia adalah pelaku terpenting sejarah
kebudayaan modern Indonesia. Jika Indonesia lebih mengenal Chairil Anwar sebagai penyair
paling legendaris milik bangsa, maka adalah Asrul Sani, Chairil Anwar, dan Rivai Apin yang
mengumpulkan karya puisi bersama-sama berjudul “Tiga Menguak Takdir” yang kemudian
diterbitkan dalam bentuk buku di tahun 1950. Mereka bertiga bukan hanya menjadi pendiri
“Gelanggang Seniman Merdeka”, malahan didaulat menjadi tokoh pelopor sastrawan
Angkatan 45.
c. Rivai Apin
Jika dibandingkan dengan Chairil Anwar dan Asrul Sani, Rival Apin merupakan penyair
yang dibawah mereka. Ia lahir di Pandangpanjang tanggal 30 Agustus 1927. Sejak duduk di
bangku sekolah menengah, karya-karyanya telah dipublikasikan ke majalah-majalah
terkemuka. Pada tahun 1954, Rivai Apin mengejutkan teman-temannya dengan keluar dari
Gelanggang dan kemudian masuk ke lingkungan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA),
dan ia pernah memimpin majalah kebudayaan Zaman Baru  yang menajdi kebudayaan PKI.
Setelah terjadi GESTAPU, Rivai termasuk tokoh lekra yang diamankan (rosidi hal.105).
d. Idrus
Idrus adalah pengarang prosa yang pertama di angkatan 45 yang dikenal namanya dengan
karangannya yang berjudul Surabaya dan Corat-coret dibawah Tanah sama tegasnya dengan
dia membuktikan putusnya perhubungan antara prosa sebelum dan sesudah perang (teeuw,
1958:103).
Lelaki berdarah minang ini lahir pada tanggal 21 September 1921. Setelah keluar dari sekolah
menengah, ia melanjutkan pekerjaannya menjadi redaktur Balai Pustaka (rosidi,hal.105).
karya Idrus antara lain Perempuan dan Kebangsaan (1949) dan yang paling dikenal adalah
novel Aki  yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1949. Meskipun ceritanya agak aneh,
tapi dituliskan secara enteng dan lucu. Novel ini diterbitkan dengan terbitan yang bagus
sekali.
e. Achdiat Karta Mihardja
Atheis, Merupakan karangan Achdiat yang menarik diantara buku-buku yang diterbitkan
dalam Bahasa Indonesia. Jika dilihat dari umurnya, seharusnya Achdiat merupakan Angkatan
Pudjangga Baru karena dia lahir pada tahun 1911. Ia berkerja di Balai Pustaka, kemudian
pindah Jawatan Pendidikan Masyarakat dan Jawatan Kebudayaan sampai pensiun. Pada
tahun 1959 ia mengajar di Fakultas Sastra Modern Universitas Indonesia dan tahun 1962
mengajar drama Indonesia modern di the Australian National University di Canberra.
Sebagai pengarang, ia bukanlah orang yang produktif. Setelah menerbitkan romannya yang
berjudul atheis, ia hanya menerbitakn polemik kebudayaan (1948)  yang merupakan
kumpulan polemik sebelum perang dan sebuah drama kanak-kanak berjudul “bentrok dalam
asmara” pada tahun 1952. Baru pada tahun 1956, ia menerbitkan kumpulan cerpen dan drama
satu babak yang berjudul “ keretakan dan ketegangan” yang berhasil mendapatkan hadiah
sastra nasional dari BKMN tahun 1955-6 untuk cerpennya.
f. Pramoedya Ananta Toer
Lahir di Blora tanggal 2 Februari 1925. Ia sudah mulai mengarang sejak jaman jepang dan
pada masa awal revolusi menerbitkan buku Kranci dan Bekasi jatuh pada tahun 1947. Namun
baru menarik perhatian dunia sastra Indonesia pada tahun 1949 ketika cerpennya “Blora”
yang ditulis dipenjara di publikasikan dan romannya yang berjudul Perburuan (1950)
mendapat hadiah sayembara yang diadakan oleh Balai Pustaka.
Pram ditahan pada tahun 1947 dan di bebaskan pada tahun 1949. Selama dalam penjara, ia
sering menulis. Cerpen-cerpen yang ditulisnya dalam penjara kemudian diterbitkan dalam
sebuah buku berjudul “Percikan Revolusi” (1950). Pram adalah seorang yang sangat
produktif menulis, baik cerpen, roman, dan esai maupun kritik. Buku-buku tidak henti
mengalir dari kepala dinginnya.
g. Aoh Kartahadimadja
Aoh mempunyai nama samaran Karlan Hadi dilahirkan dibandung pada tanggal 15
September 1911. Sampai tahun 1953 menghabiskan banyak waktunya di eropa dibanding di
tanah air. Ia pernah bekerja di Balai Pustaka, kemudian pergi ke Sumatra ia memimpin
Syarahan Minggu Mimbar Umum  di Medan. Ketika itu, ia menerbitkan satu buku yang
berjudul “beberapa paham angkatan 45” (1952).
Sajak-sajaknya yang dimuat dalam majalah Pujangga Baru menjanjikan keindahan alam.
Pada masa penjajahan Jepang, ia menulis sebuah sajak yang religius. Beberapa buah
diantaranya kemudian di muat dalam kumpulan Zahra (1952), yaitu yang berjudul “Pecahan
Ratna” dan “Dibawah Kaki KebesaranMu”. Dalam kumpulan itu dimuat pula sandiwaranya
yang berjudul “Lakbok”.
3. KARYA SASTRA YANG MENONJOL
1.Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam (antologi puisi karya Chairil Anwar)
2.Tiga Menguak Takdir (antologi puisi Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin)
3.Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (antologi cerpen karya Idrus)
4.Atheis (novel karya Achdiat Karta Mihardja)
5.Surat Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernama (antologi puisi Sitor Situmorang)
4. GENRE SASTRA YANG PALING DOMINAN.
Genre sastra yang palang dominan pada angkatan '45 adalah puisi dan prosa. Chairil anwar
membawa corak baru dalam biudang puisi, sedangkan Idrus membawa corak baru dalam
prosa. Selama 6 setengah tahun, yakni antara tahun 1942- 1949, chairil anwar menghasilkan
69 sajak asli, 4 slak saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, 4 prosa terjemahan.
Sedangkan Idrus banyak menghasilkan novel dan prosa.
5. CIRI- CIRI ANGKATAN ’45.
Karakteristik Karya Sastra Angkatan ’45:
a. Revolusioner dalam bentuk dan isi. Membuang tradisi lama dan menciptakan bentuk baru
sesuai dengan getaran sukmanya yang merdeka.
b. Mengutamakan isi dalam pencapaian tujuan yang nyata. Karena itu bahasanya pendek,
terpilih, padat berbobot. Dalam proses mencari dan menemukan hakikat hidup. Seni adalah
sebagai sarana untuk menopang manusia dan dunia yang sedalam-dalamnya.
c. Ekspresionis yaitu selalu menekankan pada segenap perasaan atau jiwa sepenuhnya
(adanya aku atau subyek). Kalimat yang digunakan tidak panjang-panjang tetapi kalimat
pendek berisi dan seringkali menggunakan kalimat yang hanya terjadi dari satu patah kata
saja.
Contoh: puisi-puisi Subagio Sastrowardoyo, Toto Sudarto Bachtiar, Sutarji Colzum Bahri,
beberapa karya Chairil Anwar.
DOA
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
(Chairil anwar)
d. Individualis, lebih mengutamakan cara-cara pribadi.
e. Humanisme universal, bersifat kemanusiaan umum. Indonesia dibawa dalam perjuangan
keadilan dunia.
f. Tidak terikat oleh konvesi masyarakat yang penting adalah melakukan segala percobaan
dengan kehidupan dalam mencapai nilai kemansiaan dan perdamaian dunia.
g. Tema yang dibicarakan: humanisme, sahala (martabat manusia), penderitaan rakyat, moral,
keganasan perang dengan keroncongnya perut lapar.
h. Realisme yaitu selalu berusaha melukiskan keadaan atau peristiwa sesuai dengan
kenyataan dan selalu mengungkapkan hal-hal yang baik atau tidak membuat orang
tersinggung. Karya sastra angkatan '45 baik puisi maupun prosa banyak dipengaruhi oleh
aliran realisme.
Contoh:
PENERIMAAN
Chairil Anwar
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan Tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Untukku sendiri lagi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
f. Idealis yaitu melukiskan hal-hal utuh tentang gagasan, cita-cita atau pendiriannya.
Contoh:
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)
KESIMPULAN.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa puisi dan novel masih dominan dipergunakan
oleh para sastrawan pujangga baru angkatan ’45 untuk mengekspresikan karya yang ada. Para
sastrawan pujangga angkatan ’45 lebih menggambarkan keadaan jaman tersebut dengan
berbagai keadaan sebelumnya. Para sastrawan ini berani menciptakan sebuah aturan baru
dalam dunia sastra yang lepas dari aturan yang lebih mengikat diangkatan sebelumnya,
walaupun sebelumnya aturan ini ditentang tetapi lambat laun dapat diterima. Tetapi, masih
ada ikatan atau keterkaitan tema – tema yang digunakan dalam karya satra pujangga baru.
Misalnya, tentang tema kawin paksa dan tema yang lain, meskipun ada tema baru yang di
angkat. Pencetus pujangga angkatan ’45 adalah Rosihan Anwar yang karyanya dimuat dalam
majalah Gelanggang. Setelah itu diikuti oleh para pujangga – pujangga baru yang lainnya.
Berikut ini karya satra yang sempat menonjol dari angkatan ’45 :
1. Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam (antologi puisi karya Chairil Anwar)
2.Tiga Menguak Takdir (antologi puisi Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin)
3.Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (antologi cerpen karya Idrus)
4.Atheis (novel karya Achdiat Karta Mihardja)
5.Surat Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernama (antologi puisi Sitor Situmorang).

Makalah sejarah sastra angkatan 45


Jumat, 20 Mei 2011
makalah sejarah sastra angkatan 45

sejarah sastra angkatan 45


2.1 Sejarah Singkat Angkatan 45
Rosihan Anwar dalam sebuah tulisannya dimajalah Siasat tanggal 9 Januari 1949,
memberikan nama angkatan 45 bagi pengarang-pngarang yang muncul pada tahun 1940-an.
Yakni sekitar penjajahan Jepang, zaman Proklamasi dan berikutnya.
Diantara mereka yang lazim digolongkan sebagai pelopornya adalah Chairil Anwar, Asrul
Sani, Rivai Apin, Idrus, Pramudya, Usmar Ismail dsb. Nmaun sesungguhnya, tidak hanya itu
saja saja alasan untuk memasukkan mereka kedalam angkatan yang lebih baru dari Pujanga
Baru. Jelasnya, terlihat sekali pada karya-karya Chairil dimana ia telah membebaskan diri
dari kaidah-kaidah tradisional kita dalam bersajak.
Lebih dari itu, “jiwa” yang terkandung dalam sajak-sajaknya terasa adanya semacam
pemberontakan. Kendatipun demikian tak lepas dari pilihan kata-kata yang jitu, yang
mengena, sehingga terasa sekali daya tusuknya.
Dibidang Prosa, Idrus dianggap sebagai pendobraknya dan sebagai pelanjut dari Pujangga
Baru, bersama kawan-kawannya ia berkumpul dalam Angkatan 45.Landasan yang digunakan
adalah humanisme universal yang dirumuskan HB Jassin dalam Suat kepercayaan
Gelanggang. Jadi angkatan 45 merupakan gerakan pembaharuan dalam bidang sastra
Indonesia, dengan meninggalkan cara-cara lama dan menggantikannya dengan yang lebih
bebas, lebih lugas tanpa meninggalkan nilai-nilai sastra yang telah menjadi kaidah dalam
penciptaan sastra.
2.2 Ciri Karya Sastra Angkatan 45

• terbuka,
• pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
• bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
• sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
• dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya,
• penghematan kata dalam karya,
• lebih ekspresif dan spontan,
• terlihat sinisme dan sarkasme,
didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang.

2.3 Tokoh-Tokoh Sastra Angkatan 45

Beberapa sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45, di antaranya sebagai
berikut.

a. Chairil Anwar
Lahir di Medan, 26 Juli 1922, dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949. Chairil menguasai
bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Karya sastranya dipengaruhi oleh
sastrawan dunia yang dia gandrungi, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald
MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron.

b. Asrul Sani
Lahir di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, dan meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004. Kiprahnya
sangat besar pada dunia film Indonesia. Banyak menerjemahkan karya sastrawan dunia
seperti: Vercors, Antoine de St-Exupery, Ricard Boleslavsky, Yasunari Kawabata, Willem
Elschot, Maria Dermount, Jean Paul Sartre, William Shakespeare, Rabindranath Tagore, dan
Nicolai Gogol.

c. Rivai Apin
Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927, dan wafat di Jakarta, April 1995. Pernah
menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam
Lekra menyebabkan dia ditahan dan baru dibebaskan tahun 1979.

d. Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921, dan 18 Mei 1979. Sastrawan dunia yang ia sukai: Anton
Chekov, Jaroslov Hask, Luigi Pirandello, dan Guy de Maupassant. Pada masa Lekra, Idrus
memutuskan pindah ke Malaysia karena tekanan lembaga tersebut.

e. Achdiat Karta Mihardja


Lahir di Jawa Barat, 6 Maret 1911, dan meninggal di Canberra, Australia, 8 Juli 2010.
Kiprahnya guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan
Perwakilan Jakarta Raya, dan dosen Fakultas Sastra UI.

f. Trisno Sumardjo
Lahir 1916, dan meninggal 21 April 1969. Selain sebagai sastrawan, dikenal juga sebagai
pelukis.

g. Utuy Tatang Sontani


Lahir di Cianjur, 1 Mei 1920 , dan meninggal di Moskwa, 17 September 1979. Ia adalah
utusan dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan, 1958. Utuy
mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Moskwa.

2.4 Karya Sastra Angkatan 45

Beberapa karya sastra yang dihasilkan angkatan 45, di antaranya adalah sebagai berikut.
• Kerikil Tajam (Chairil Anwar, 1949)
• Deru Campur Debu (Chairil Anwar, 1949)
• Tiga Menguak Takdir (Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar, 1950)
• Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (Idrus, 1948)
• Atheis (Achdiat K. Mihardja, 1949)
• Katahati dan Perbuatan (Trisno Sumardjo, 1952)
• Suling (Utuy Tatang Sontani, 1948)
• Tambera (Utuy Tatang Sontani, 1949)
kemerdekaan. Pelopor Angkatan 45 pada bidang puisi adalah Chairil Anwar, sedangkan
pelopor Angkatan 45 pada bidang prosa adalah Idrus. Karya Idus yang terkenal adalah Corat-
Coret di Bawah Tanah
pelopor Angkatan 45 (essai) karya H.B.Jassin, dan sebagainya
Karya Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda
dengan Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik. Lahir dalam
lingkungan yang sangat keras dan memprihatinkan.

Anda mungkin juga menyukai