Anda di halaman 1dari 7

Angkatan 45

 Sejarah perkembangannya
Pada mulanya, kebanyakan orang beranggapan lahirnya sastra
Indonesia angkatan 45 karena kemerdekaan bangsa Indonesia yang diraih
pada waktu itu. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa istilah
angkatan 45 diperkenalkan oleh Rasihan Anwar di salah satu edisi dalam
majalah “Siasat” pada tanggal 8 Januari 1948.
Sastra Angkatan 45 dimulai pada tahun 1942. Pada tanggal 9 Maret
tahun 1942 yaitu pada saat pengambil alihan kekuasaan Jepang di
Indonesia. Sejak tahun itu terjadilah perubahan besar-besaran, revolusi
kebudayaan dimulai tahun itu. Pada mulanya angkatan ini disebut dengan
berbagai nama, ada yang menyebut angkatan perang, angkatan
kemerdekaan, angkatan Chairil Anwar dan lain-lain. Baru pada tahun
1948, Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama angkatan ’45.
Nama “Angkatan 45” baru diberikan pada tahun 1949 oleh
Rosihan Anwar, meski tidak disetujui banyak sastrawan. Ada 4 tokoh
utama yang sering dianggap sebagai pelopor Angkatan 45: Chairil Anwar,
Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus. Chairil seorang individualis dan anarkhis.
Asrul aristokrat dan moralis. Idrus penuh dengan sinisme. Rivai lebih
dikenal sebagai nihilis. Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan
sikap dari beberapa sastrawan Indonesia yang kemudian hari dikenal
sebagai Angkatan '45. Di antara para sastrawan ini yang paling menonjol
adalah Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin. Surat ini diterbitkan
oleh majalah Siasat pada tanggal 22 Oktober 1950.

Surat Kepercayaan Gelanggang berbunyi sebagai berikut:


Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan
ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan
orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-
baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.

Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo


matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok
ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud
pernyataan hati dan pikiran kami.

Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami
tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan
untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan
kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh
kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang
dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang
segala usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya
pemeriksaan ukuran nilai.

Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang
yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di
tanah air kami sendiri belum selesai.

Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok
ditemui adalah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan
menelaahlah kami membawa sifat sendiri.

Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah


penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara
masyarakat dan seniman.

Jika diruntut  berdasarkan periodisasinya, angkatan ’45 bisa


dikatakan sebagai angkatan ketiga dalam lingkup sastra baru Indonesia,
setelah angkatan balai pustaka dan angkatan pujangga baru. Munculnya 
karya-karya  sastra  Angkatan  ’45yang  dipelopori  oleh  Chairil  Anwar 
ini  memberi  warna baru pada kesusastraan Indonesia. Bahkan ada orang
yang berpendapat bahwa sastra Indonesia baru lahir dengan adanya karya-
karya Chairil Anwar, sedangkan karya-karya pengarang terdahulu seperti
Amir Hamzah, Sanusi Pane, St.Takdir Alisjahbana, dan lain-lainnya
dianggap sebagai karya sastra melayu.

Segala hal yang mengingatkan budaya Barat harus dilenyapkan.


Bahasa Belanda tidak boleh dipergunakan lagi. Sebagai gantinya dipakai
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di kantor-kantor dan surat-surat
keputusan. Pada tahun itu Pujangga Baru berhenti karena Jepang tidak
menginginkan sifatnya yang kebarat-baratan. Sastra Balai Pustaka juga
terhenti karena pemerintah Belanda telah tumbang.

Dalam waktu yang singkat, Indonesia menghasilkan banyak karya sastra


besar pada angkatan ini. Sajak-sajak Chairil Anwar, roman-roman
Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis dan Achdiat Kartamihardja
merupakan tonggak-tonggak penting dalam perjalanan sastra Indonesia.
Pengalaman kehidupan nyata merekalah yang membuat karya-karya
angkatan ini menjadi besar.

Karya sastra pada angkatan ini bercorak lebih realis dibandingkan


karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain
itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman hidup dan
gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia.
Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta
bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan
yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan".

Sastra Indonesia pada zaman Jepang ini dibentuk sebuah Kantor


Pusat Kebudayaan pada bulan April 1943 atau disebut juga Keimin Bunka
Shidoso dan yang mengisi badan ini adalah para seniman-seniman dari
berbagai daerah.

Dalam zaman Jepang terbitlah majalah-majalah baru yang dikelola


oleh Pusat Kebudayaan: Jawa Baru (1943—1945) dan Kebudayaan
Timur (1943—1945), di samping Panji Pustaka yang merupakan
peninggalan Balai Pustaka, hanya dipergunakan demi kepentingan Jepang.

Para sastrawan dalam Pusat Kebudayaan diminta menciptakan


karya-karya sastra yang mengandung cita-cita cinta tanah air,mengobarkan
semangat kepahlawanan dan semangat bekerja. Karya sastra harus
membimbing masyarakat. Indonesia harus memihak kebudayaan Timur,
menjauhi kebudayaan Barat. Banyak sajak dan cerpen dihasilkan pada
masa ini.

Dua roman yang dihasilkan pada masa ini (Cinta Tanah Air oleh
Nur Sutan Iskandar dan Palawija oleh Karim Halim) lebih cenderung
sebagai propaganda Jepang. Banyak sastrawan seperti Armijn Pane, Nur
Sutan Iskandar, Karim Halim, Usmar Ismail yang bersemangat membantu
Jepang. Merekalah sastrawan-sastrawan “resmi” zaman Jepang. Ada juga
sastrawan yang menentang Jepang seperti Chairil Anwar, Idrus, dan Amal
Hamzah.

Sejak kekalahan Jepang kepada Sekutu (14 Agustus 1945) dan


kemerdekaan Indonesia, kehidupan kegiatan kebudayaan (termasuk sastra)
mempunyai tonggak yang penting. Suasana jiwa dan penciptaan yang
sebelumnya terkekang, kini mendapatkan kebebasan yang nyata.

Angkatan 45 tidak hanya terdiri dari kaum sastrawan, tetapi juga


seniman lain, termasuk para pelukis seperti: S. Sudjojono, Affandi, Henk
Ngantung, Mochtar Apin, Baharuddin; juga para musikus seperti: Binsar
Sitompul dan Amir Pasaribu.
 Ciri-ciri
Ciri-ciri karya sastra Angkatan 45 yang membedakan dengan periode
lainnya adalah sebagai berikut:
1. Bentuknya bebas, tidak terikat kaidah kebahasaan.
2. Temanya diangkat dari realitas, sehingga terkesan natural.
3. Lebih ekspresif.
4. Menyiratkan perjuangan memperebutkan kemerdekaan.
5. Mendapat banyak pengaruh dari sastra asing.
6. Sastrawan angkatan ini lebih menonjol, dinamis, dan kritis.
Hal ini menyebabkan individualisme mereka tinggi.
7. Karya sastra dalam bentuk puisi mendominasi angkatan ini.
Maka karya-karyanya menggunakan penghematan kata.
8. Mengandung sinisme dan sarkasme terhadap Belanda, Jepang,
maupun pemerintahan yang sewenang-wenang.

 Karya sastra dan pengarang


1. Chairil Anwar
Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 –
wafat di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai
"Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku ) adalah penyair
terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan
oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern
Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan
tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru
berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk
pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta
jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak
memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.
Karya-karyanya :
•Deru Campur Debu (1949)
•Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
•Tiga menguak Takdir (1950)(dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
•"Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk
Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
•Derai-derai Cemara (1998)
•Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
•Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck.

2. Asrul Sani
Asrul Sani (lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1926 – wafat di
Jakarta, 11 Januari 2004 pada umur 77 tahun) adalah seorang sastrawan
dan sutradara film asal Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Indonesia (1955). Pernah mengikuti
seminar internasional mengenai kebudayaan di Universitas Harvard
(1954), memperdalam pengetahuan tentang dramaturgi dan sinematografi
di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat (1956),
kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958). Asrul adalah
seorang penyair yang bicara dalam kiasan. Bahkan certa ceritanya adalah
kiasan kiasan seperti pada cerita pendeknya “ Beri Aku Rumah” yang
seluruhnya merupakan satu kiasan. Dan karena dia bicara dalam bahasa
kiasan ini, maka sukar orang memahaminya.
Karyanya: Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar
dan Rivai Avin, 1950), Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan
cerpen, 1972), Mantera (kumpulan sajak, 1975), Mahkamah (drama,
1988), Jenderal Nagabonar (skenario film, 1988), dan Surat-Surat
Kepercayaan (kumpulan esai, 1997).

3.Idrus
Idrus (lahir di Padang, Sumatera Barat, 21 September 1921 – wafat
di Padang, 18 Mei 1979 pada umur 57 tahun) adalah seorang sastrawan
Indonesia. Perkenalan Idrus dengan dunia sastra sudah dimulainya sejak
duduk di bangku sekolah, terutama ketika di bangku sekolah menengah. Ia
sangat rajin membaca karya-karya roman dan novel Eropa yang
dijumpainya di perpustakaan sekolah. Ia pun sudah menghasilkan cerpen
pada masa itu. Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih
Balai Pustaka sebagai tempatnya bekerja.
Karya-karyanya yang terkenal yaitu :
Novel
• Surabaya
• Aki
• Perempuan dan kebangsaan
• Dengan Mata Terbuka
• Hati Nurani Manusia
• Hikayat Putri Penelope
• Hikayat Petualang Lima
• NJ mania KEBANTENAN

Cerpen
• Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
• Anak Buta

Drama
• Dokter Bisma
• Jibaku Aceh
• Keluarga Surono
• Kejahatan Membalas Dendam

Karya Terjemahan
• Kereta Api Baja
• Roti Kita Sehari-hari
• Keju
• Perkenalan dengan Anton Chekov
• Cerita Wanita Termulia
• Dua Episode Masa Kecil
• Ibu yang Kukenang
• Acoka
• Dari Penciptaan.
4.Mochtar Lubis
Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 –
wafat di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis
dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia
telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita
ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya
yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama
sama kawan kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia
dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru
dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan
dalam buku catatan subversif.
Karya-karya populernya :
• Tidak Ada Esok (novel, 1951)
• Jalan tak ada ujung (novel, 1952)
• Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)
• Teknik Mengarang (1951)
• Teknik Menulis Skenario Film (1952)
• Harimau-Harimau! (1977)
• Harta Karun (cerita anak, 1964)
• Tanah Gersang (novel, 1966)
• Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul
Twilight in Jakarta, 1963)
• Judar Bersaudara (cerita anak, 1971)
• Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972)
• Manusia Indonesia (1977)
• Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980)
• Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982)
• Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)
Terjemahannya:
• Tiga Cerita dari Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton
Sinclair, dan John Russel, 1950)
• Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950)
• Yakin (karya Irwin Shaw, 1950)
• Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952)
• Cerita dari Tiongkok (terjemahan bersama Beb Vuyk dan S.
Mundingsari, 1953.

Anda mungkin juga menyukai