PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mendengar dari namanya angkatan ’45, maka akan teringat kembali
peristiwa penting yang terjadi pada tahun tersebut. Salah satu peristiwa
penting dan akan selalu dikenang oleh bangsa indonesia dimanapun berada.
Peristiwa tersebut adalah hari kemerdekaan Republik Indonesia, pada 17
Agustus 1945. Peristiwa yang terjadi lebih kurang 74 tahun yang lalu, akan
selalu diingat, dikenang dan tidak akan pernah terlupakan atau bahkan
dilupakan.
Namun, bukan peristiwa itu yang akan dibahas di dalam makalah ini,
melainkan peristiwa lahirnya salah satu angkatan sastra, yaitu salah satu sastra
indonesia yang dikenal dengan nama sastra angkatan ’45. Sastra yang lahir
pada tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang sampai saat ini juga masih
terus diingat, dikenang, dipelajari sejarahnya dan juga para pengarang
sekaligus karya-karyanya.
Sastra angkatan ’45, bukan satu-satunya angkatan sastra yang masuk
ke dalam daftar sastra Indonesia, Melainkan salah satu angkatan sastra dari
sekian banyak angkatan sastra Indonesia.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang kemunculan sastra angkatan ’45?
2. Bagaimana karakteristik sastra angkatan ’45?
3. Siapa saja para pengarang dan apa saja hasil karya sastra angkatan ’45?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan latar belakang kemunculan sastra angkatan ’45.
2. Mendeskripsikan karakteristik sastra angkatan’45.
3. Menjelaskan siapa saja para pengarang dan apa saja hasil karya sastra
angkatan ’45.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Yani Mujiyanto dan Amir Fuady, Kitab Sejarah Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Ombak,
2014), Hal. 65.
3
3. Angkatan Sesudah Perang
Disebut angkatan sesudah perang, karena pada tanggal 17 Agustus
1945 merupakan hari proklamasi kemerdekaan.
4. Angkatan Sesudah Pujangga Baru
Angkatan ’45 ada yang menyebutnya angkatan seesudah pujangga
baru, karena angkatan ’45 ada setelah angkatan pujangga baru.
5. Angkatan Generasi Gelanggang
Angakatan ’45 juga disebut sebagai angkatan generasi gelanggang,
karena pada angkatan tersebut para sastrawan bebas mengekspresikan
persamaannya.2
2
Ajib Rosidi, Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1986), Hal. 62.
3
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 55-56.
4
2. Walaupun ada puisi-puisi ciptaan penyair bangsa kita yang pada saat itu
memiliki interpretasi negatif, akan tetapi apabila diteliti terdapat banyak
puisi ciptaan Chairil Anwar dan beberapa penyair lain yang mengandung
pemikiran dalam peranan perjuangan kemerdekaan.
3. Tidak hanya penamaan yang menggunakan angka tahun yang mudah
menimbulkan sifat kekolotan, akan tetapi setiap penamaan akan menjadi
sifat kolot appabila sudah timbul angkatan atau generasi yang baru.
4
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 57-58.
5
Pada hakekatnya, manusia itu sama yaitu pasti sama-sama memiliki
sikap rasional, etis dan estetis. Manusia adalah makhluk berpikir yang
berkeadaan dan meiliki rasa keindahan. Setiap manusia mendambakan nilai-
nilai yang luhur dalam keadilan, kemerdekaan, kejujuran, kebebasan,
persamaan derajat dan kedudukan. Berdasarkan hal tersebut, angkatan ’45
menganut konsep humanisme Universal yang berusaha memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang berlaku bagi setiap manusia dari
setiap bangsa. Akibat pembentukan kebudayaan dunia, kebudayaan Universal
yang muncul dengan corak Indonesia. Konsepsi ini tercantum dalam surat
kepercayaan gelanggang.
Surat kepercayaan gelanggang merupakan pernyataan sikap dan
pendirian angkatan’45, yang dibuat tanggal 1 Februari 1950 dan disiarkan
pada tanggal 22 Oktober 1950. Pernyataan sikap ini dikemukakan oleh
perkumpulan Gelanggang Seniman Merdeka, yaitu suatu perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1947. Perkumpulan ini didirikan sebelum Chairil Anwar
meninggal dunia pada (28 April 1949), namun surat kepercayaan gelanggang
baru dibuat di Jakarta pada (18 Februari 1950) setelah beliau meninggal
dunia. Surat kepercayaan gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan
perwujudan konsepsi angkatan ’45. Dibawah ini adalah isi lengkap dari Surat
Kepercayaan Gelanggang.
6
Surat Kepercayaan Gelanggang
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan
kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari
kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan
campur-baur darimana dunia-dunia baru dilahirkan.
Ke Indonesia kami tidak semata-mata karena kulit kami yang hitam
atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih oleh apa yang
diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. kami tidak akan
memberikan suatu ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara
tentang kebudayaan indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil
kebudayaan lama sampai berkilau dan untuk dibanggakan, tetapi kami
memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan
Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang
disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara
sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan
menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai
asing yang harus dihancurkan. Demikianlah kami berpendapat bahwa revolusi
di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok
ditemui itu ialah manusia. Dalam mencari, membahasa dan menelaahlah kami
membawa sifat sendiri. Penghargaan kami terhadap keadaan keliling
(masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya
saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
7
Sastra angkatan ’45, memiliki hubungan dengan sastra angkatan ’42.
Hubungannya adalah Pada tahun 1942, sekutu dikalahkan oleh jepang, yang
pada akhirnya giliran jepang yang menduduki Indonesia. Pada masa
kedudukan jepang ini, peranan balai pustaka masih besar, terbukti dari
terbitnya novel-novel yang melawan belanda. Pemerintahan jepang
mendirikan satu Lembaga yang disebut pusat kebudayaan atau keimin bunka
shidoso untuk menghimpun tenaga sastrawan dan seniman. Pemerintahan
jepang tidak lagi mengadakan sensor dan menciptakan kontrol total. Hampir
semua bidang, mulai dari film sampai nyanyian, digunakan oleh tentara
pendudukan demi kepentingan propaganda. Hal itu berarti disingkirkannya
semua alternative bahkan tidak jarang menggunakan kekerasan.
Menurut HB. Jassin, ada beberapa karya sastra yang ditulis pada masa
itu diantaranya:
1. Sastra Tersiar
Sastra tersiar merupakan sastra yang berhasil tersiar, baik melaliui
majalah maupun penerbitan sendiri dan sudah melalui sensor pemerintah.
Karakteristik sastra tersiar sebagai berikut!
a. Sastra tersiar yang mengandung unsur tendens, yaitu unsur yang
membantu perang jepang, bahkan sering unsur tendens tersebut
begitu jelas sehingga berubah sifat menjadi propaganda. Tendens
demikian tampak pada dua novel yang terbit pada masa sastra
angkatan jepang, yaitu:
1) Palawija karangan Karim Halim.
2) Cinta Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar.
b. Sastra tersiar yang tidak mengandung unsur tendens, yaitu sastra
yang umumnya menyatakan maksud isinya dalam bentuk simbolik
atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan, misalnya yang terdapat
pada cerpen karya Maria Amin yang berjudul Dengar Keluhan Pohon
Mangga dan sastra yang bersifat pelarian ke tempat terpencil,
misalnya yang terdapat pada cerpen karya Bakri Siregar yang
berjudul Di Tepi Kawah.
8
2. Sastra Tersimpan
Sastra tersimpan ditulis pada masa sastra angkatan Jepang tetapi
karya tersebut baru disiarkan setelah proklasmasi kemerdekaan.5
Karakteristik sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi
kecaman dengan sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam
masyarakat pada masa itu. Dalam sejarah kehidupan suatu bangsa
ternyata bahwa sastra kritik selalu timbul apabila tidak ada keserasian
dalam tata kehidupan bangsa itu. Wujud sastra ini dapat bermacam-
macam, baik yang melalui sindiran, maupun yang lansung berupa kritik
lugas. Contoh karya sastra tersimpan:
a. Puisi Anak Rakyat karya Dullah.
Lukisan Idrus dalam Corat-Coret di Bawah Tanah.6
5
Aprinus Salam dan Ramayda Akmal, Pahalawan Atau Pecundang “Militer Dalam
Novel-Novel Indonesia”, (Yogyakarya: Gajah Mada University Press, 2014), Hal. 49-50.
6
Sawardi, Sejarah Sastra Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), Hal.
123-127.
9
C. Sastrawan Angkatan ’45 dan Karyanya
Gaya para pengarang angkatan ’45 dalam menciptakan karya sastra
yang berbeda dengan angkatan sebelumnya. Para pengarang pada angkatan
’45 memiiki gaya yang lebih bebas dan berani dalam mengungkapkan ide atau
gagasannya. Di bawah ini akan dipaparkan para pengarang sekaligus biografi
singkatnya dan hasil karyanya pada angkatan ’45.7
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922, meninggal di Jakarta
pada 28 April 1949. Penyair legendaris ini terkenal dengan antologi
puisinya yaitu Deru Campur Debu, Kerikil Tajam dan Yang Terhempas
dan yang putus. Oleh kristikus sastrra H.B. Jassin, Chairil Anwar
dinobatkan sebagai tokoh yang sangat penting dizamannya. Di bawah ini
adalah karya-karya Chairil Anwar antara lain.
a. Aku (Puisi)
b. Rumahku (Puisi)
c. Toto De Amre (Puisi Saduran)
d. Kepada Peminta-Minta (Puisi Saduran)
e. Somewhere (Puisi Terjemahan)
f. P.P.C. (Puisi Terjemahan)
g. Berhadapan Mata (Prosa)
h. Tiga Muka Satu Pokok (Prosa)
i. Beberapa Surat R.M. Rilke (Prosa Terjemahan)
j. Tempat yang bersih dan lampunya terang (prosa terjemahan)8
7
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 61-62.
8
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 58-61.
10
2. Idrus
Idrus lahir di Padang, 21 September 1921, meninggal di Padang
pada 18 Mei 1979. Idrus tersohor dengan kumpulan cerpennya. Idrus
dikenal sebagai pelopor dalam bidang prosa angkatan ’45 dengan
kesederhanaan barunya. Di bawah ini adalah karya-karya idrus antara lain.
a. Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (Roman)
b. Novelet Aki (Novel)
c. Jibaku Aceh (Drama)
d. Kereta Api Baja (Prosa Terjemahan)
e. Surabaya (Drama)
f. Kisah Sebuah Celana Pendek (Cerpen)9
3. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1927, Meninggal
di Jakarta, 11 Januari 2004. Di awal kiprah kesastraannya, asrul sani asrul
sani hadir dengan cerpen-cerpennya. Di samping menulis sastra Indonesia,
Asrul Sani juga seorang penerjemah, film, dan penulis scenario yang
cukup produktif. Di bawah ini adalah karya-karya Asrul Sani antara lain.
a. Mantera (Puisi)
b. Surat dari Ibu (Cerpen)
c. Bola Lampu (Cerpen)
d. Sahabat Saya Cordiaz (Cerpen)
e. Oh Test (Sajak)
f. Panen (Cerpen)
9
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 63.
11
4. Achdiat Kartamihardja
Achdiat Kartamihardja lahir di Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911,
Meninggal di Canberra, Australia 8 Juli 2010. Achdiat Kartamihardja
tersohor karena karyanya yang berjudul Atheis. Di bawah ini adalah karya-
karya Achdiat Kartamihardja antara lain.
a. Atheis (Roman)
b. Bentrokan dalam Asrama (Drama)
c. Keretakan dan Ketegangan (Kumpulan Cerpen dan Drama Satu Babak)
d. Kesan dan Kenangan (Kumpulan Cerpen)
e. Keluarga Raden Sastra (Drama Satu Babak)10
5. Pramodya Ananta Toer
Pramodya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari
1925, Meninggal di Jakarta, 30 April 2006. Seorang maestro yang berkali-
kali menjadi Nobel Sastra satu-satunya dari Indonesia, yang merupakan
seorang novelis terkemuka hingga sekarang. Karya-karya Pramodya
Ananta Toer pada masa ini banyak mengungkap pengalaman otentik
perjuangan fisik melawan penjajah. Beliau memang pernah mengangkat
senjata untuk negeri ini dan berbulan-bulan disekap oleh kolonial. Di
bawah ini adalah karya-karya Pramodya Ananta Toer antara lain.
a. Blora (Cerpen)
b. Perburuan (Roman)
c. Keluarga Gerilya (Roman)
d. Percikan Revolusi (Kumpulan Cerpen)
e. Cerita dari Blora (Kumpulan Cerpen)
f. Gulat di Jakarta (Roman)
g. Bukan Pasar Malam (Roman)
h. Cerita dari Jakarta (Roman)
i. Korupsi (Roman)
j. Midah Si Manis bergigi emas (Roman)11
10
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 63.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Munculnya angkatan ’45, diawali dengan adanya sikap dan cita-
cita para pengarang yang akan diperjuangkan, yaitu ingin membentuk
kebudayaan yang universal. Selain itu, para pengarang pada saat itu
adalah para pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan.penamaan
angkatan ’45, membuat para pengarang beradu pendapat sehingga
terdapat pro dan kontra dengan penamaan tersebut. Nama angkatan ’45
sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada saat Rosihan Anwar
melansir angkatan ’45 kedalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat
tanggal 9 Januari 1949.
Karakteristik Sastra Angkatan ’45 yaitu Bentuk yang muncul
adalah prosa (novel dan cerpen), puisi dan sajak. Gaya bahasa yang
digunakan dalam proses prosa adalah realistis naturalis, aliran romantic
realistisdan dalam puisi menggunakan individualistis-ekspresionistis.
Bahasa yang digunakan sederhana (menggunakan bahasa sehari-sehari),
tidak memperhatikan aturan-aturan dalam bahasa bahkan bentuk bahasa
harus tunduk pada isi, kalimat-kalimatmnya pekat, padat dan penuh isi. Isi
cerita dalam karya sastra bersifat realistis, naturalis dan kritis, terkadang
sinis, serta berjiwa revolusioner. Karya yang dihasilkan sudah mendapat
pengaruh dari Eropa.
11
Dwi Sulistiyorini dan Ida Lestari, Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia
Modern, (Malang: Misykat, 2012), Hal. 63-64.
13
B. Saran
Tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan dan
kekeliruan dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari segala
kekurangannya itu mudah-mudahan kerja keras yang kami lakukan dalam
pembuatan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Untuk itu kritik dan saran bersifat membangun sangat kami harapkan agar
dapat menjadi pelajaran untuk penulisan makalah selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Mujiyanto, Yani dan Amir Fuady. 2014. Kitab Sejarah Sastra Indonesia,
Yogyakarta: Ombak.
Rosidi, Ajib. 1986. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: Angkasa.
Salam, Aprinus dan Ramayda Akmal. 2014. Pahalawan Atau Pecundang “Militer
Dalam Novel-Novel Indonesia”, Yogyakarya: Gajah Mada University
Press.
Sawardi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta: Gama Media.
Sulistiyorini, Dwi dan Ida Lestari. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra
Indonesia Modern. Malang: Misykat.
15