Anda di halaman 1dari 8

Era Sastra Indonesia Kontemporer (Dari Tahun 1950-an Hingga Sekarang)

Sastra Kontemporer adalah sastra masa kini, sastra sezaman, sastra dewasa ini. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sastra kontemporer adalah sastra yang hidup pada
masa kini atau sastra yang hidup dalam waktu yang sama. Sastra Kontemporer juga bisa
dikatakan sebagai sastra mutakhir karena pada masa itu sastra dianggap sebagai ujung dari
penciptaan karya sastra pada masanya dan bisa juga disebut sastra modern seiring periode
waktu tetapi antara sastra modern dan mutakhir bukan hanya sebatas periode waktu tetapi
juga karena pola pikir seorang pengarang yang memiliki pola pemikiran yang maju untuk
menciptakan karya sastra. Maka sastra yang berkembang di negara kita pada masa sekarang
disebut Sastra Indonesia Kontemporer yang diartikan sebagai sastra yang hidup di Indonesia
pada masa kini atau sastra yang hidup di Indonesia pada masa mutakhir, sastra yang hidup di
Indonesia pada saat sekarang atau dapat juga disebut dengan sastra modern.
Munculnya Sastra Kontemporer merupakan reaksi terhadap sastra konvensional yang
dianggap telah mendominasi eksistensi karya sastra. Sastra Kontemporer merambah pada
seluruh jenis karya sastra, seperti novel, puisi dan drama. Sastrawan angkatan '45 dianggap
sebagai embrio sastra kontemporer. Tokoh-tokoh yang termasuk pada tokoh sastrawan
kontemporer yaitu Chairil Anwar, Toto Sudarto Bachtiar, Sitor Situmorang, Taufik Ismail,
Gunawan Mohammad, Soebagio Sastrowrdjojo, dan Sutardji Calzoum.
Era Sastra Indonesia Kontemporer merupakan periode yang berlangsung dari tahun
1950-an hingga sekarang. Era ini ditandai oleh keberagaman tema, gaya penulisan, dan
pengaruh budaya yang tercermin dalam karya-karya sastra. Perkembangan teknologi dan
globalisasi juga memiliki dampak signifikan dalam membentuk sastra pada masa ini.
Munculnya sastra Indonesia era kontemporer dapat dijelaskan oleh beberapa faktor yang
saling terkait. Berikut adalah beberapa faktor penyebab lahirnya Era Sastra Kontemporer di
Indonesia:
1. Perubahan Sosial dan Politik
Perubahan besar dalam tatanan politik dan sosial, seperti kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945 dan jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998,
memberikan kesempatan bagi penulis untuk lebih bebas mengekspresikan pandangan
mereka. Sastra menjadi saluran untuk mengungkapkan perubahan sosial, aspirasi, dan
kritik terhadap pemerintahan.
2. Globalisasi dan Teknologi
Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, serta terbukanya akses
terhadap informasi global, telah memungkinkan penulis Indonesia untuk berinteraksi
dengan ide dan tren internasional. Globalisasi juga mendorong adopsi bentuk-bentuk
baru dalam sastra dan membawa masukan dari berbagai budaya.
3. Pendidikan dan Literasi
Peningkatan tingkat literasi dan akses pendidikan yang lebih baik di Indonesia
memberikan kesempatan bagi lebih banyak penulis untuk muncul. Semakin banyak
orang yang memiliki keterampilan menulis dan kesempatan untuk berbagi karya
mereka, yang pada gilirannya berkontribusi pada keragaman sastra Indonesia.
4. Diversifikasi Identitas dan Perspektif
Sastra Indonesia era kontemporer mencerminkan diversifikasi identitas dan
perspektif di dalam masyarakat. Pengarang dari berbagai latar belakang budaya, etnis,
agama, dan gender mulai mengangkat suara mereka, memberikan gambaran yang
lebih kaya tentang pengalaman manusia.
5. Pertumbuhan Industri Penerbitan
Peningkatan jumlah penerbitan dan platform online telah membuka peluang
bagi penulis untuk menerbitkan karya mereka dengan lebih mudah. Ini
memungkinkan karya-karya yang mungkin sebelumnya tidak mendapat perhatian
menjadi lebih mudah diakses oleh pembaca.
Semua faktor di atas telah berinteraksi untuk membentuk lanskap sastra Indonesia era
kontemporer yang beragam, inklusif, dan tercermin dalam karya-karya yang menggambarkan
perjalanan bangsa dan masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Era Sastra Indonesia Kontemporer dapat diikhtisarkan lagi menjadi beberapa tahun
periode sesuai perkembangannya pada masing-masing periode, antara lain:

 1950-1960an: Awal Era Kemerdekaan dan Angkatan 50an


Pada periode tahun 1950-1960, sastra Indonesia mengalami perkembangan
yang signifikan. Di awal 1950-an, sastra Indonesia masih dipengaruhi oleh zaman
kolonial
Belanda. Namun, dengan semakin kuatnya semangat nasionalisme, sastra
mulai mencerminkan perjuangan dan identitas nasional. Pada 1950-an, muncul
gerakan "Angkatan 50" yang melahirkan sastrawan-sastrawan penting seperti Chairil
Anwar, Sitor Situmorang, dan Rivai Apin. Mereka mengeksplorasi ekspresi puitis dan
kritis, serta memperkenalkan gaya baru dalam puisi dan prosa.
Pada tahun 1960-an, muncul pula gerakan "Angkatan 66" yang menekankan
pada kritik sosial dan sastra yang lebih terlibat dalam isu-isu politik. Beberapa karya
terkenal dari periode ini adalah novel "Lukisan Hujan" karya Sapardi Djoko Damono
dan puisi-puisi Pramoedya Ananta Toer.
Selain itu, pada tahun 1950-1960-an, muncul pula sastra kontroversial yang
mengeksplorasi isu-isu sosial dan seksualitas, seperti karya-karya dari WS Rendra dan
HB Jassin. Secara keseluruhan, periode ini mencerminkan semangat perubahan sosial
dan politik di Indonesia, yang tercermin dalam karya-karya sastra yang lahir selama
waktu tersebut.
 1970-1980an: Sastra-Sastra Realisme dan Kritik Sosial
Tentu, pada periode tahun 1970-1980, sastra Indonesia mengalami berbagai
perubahan dan perkembangan yang menarik. Periode ini merupakan bagian dari
zaman Orde Baru di Indonesia, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Pada awal tahun 1970-an, pengaruh sastra Barat semakin terasa, dan
sastrawan-sastrawan mulai mengeksplorasi berbagai gaya penceritaan yang lebih
bebas. Beberapa sastrawan terkenal dari periode ini adalah Taufik Ismail, Rendra, dan
NH Dini. Mereka menciptakan karya-karya yang menggabungkan pengaruh lokal dan
global.
Namun, pada pertengahan tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru semakin
mengendalikan sastra dengan menetapkan panduan ideologi dan moral. Sastra pun
menjadi alat untuk menyebarkan pesan-pesan yang mendukung pemerintah. Hal ini
mengakibatkan adanya karya-karya yang cenderung mencerminkan pujian terhadap
pemerintah dan ideologi resmi.
Selama periode ini, penerbitan karya sastra juga berlangsung dalam skala yang
lebih besar, dengan hadirnya banyak majalah sastra dan penerbit yang mendukung
penyebaran karya-karya baru. Meskipun ada cobaan dalam bentuk sensor dan kendali
ideologi, beberapa sastrawan tetap berhasil mengekspresikan pandangan kritis dan
sosial melalui karya-karya mereka.
Pada akhir tahun 1970-an, terjadi pergeseran ke arah sastra yang lebih realistis
dan menggambarkan kehidupan sehari-hari. Sastrawan-sastrawan seperti Putu Wijaya
dan Ayu Utami menciptakan karya-karya yang merefleksikan perubahan dalam
masyarakat dan budaya.
Secara keseluruhan, periode tahun 1970-1980 mencerminkan kompleksitas
dalam perkembangan sastra Indonesia di bawah pengaruh politik dan sosial yang
berubah-ubah. Dalam suasana Orde Baru yang penuh kendali, sastrawan terus
mencari cara untuk mengekspresikan gagasan dan pandangan mereka melalui karya-
karya sastra.
 2000an: Kekinian dan Keanekaragaman Isu
Tentu, pada periode tahun 2000-an, sastra Indonesia mengalami berbagai
perkembangan dan transformasi, terutama dalam konteks globalisasi, teknologi, dan
perubahan sosial yang pesat. Pada awal tahun 2000-an, terjadi peluncuran karya-karya
sastra yang mencerminkan pluralitas dan keragaman budaya Indonesia. Banyak
sastrawan mulai menggali tema-tema kontemporer yang relevan, seperti globalisasi,
urbanisasi, isu gender, dan identitas nasional. Penulis seperti Ayu Utami, Djenar
Maesa Ayu, dan Eka Kurniawan menciptakan karya-karya yang mencerminkan
perubahan dalam masyarakat.
Pada periode ini, kemajuan teknologi informasi juga mempengaruhi sastra.
Internet memungkinkan penulis untuk lebih mudah berbagi karya mereka secara
daring dan mengakses audiens yang lebih luas. Blog sastra, platform penerbitan
daring, dan media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan karya-karya
sastra.
Selain itu, perkembangan dalam penerbitan sastra terlihat dengan munculnya
penerbit-penerbit independen yang mendukung penulis-penulis muda dan karya-karya
alternatif. Ini membuka peluang bagi suara-suara baru untuk didengar di dunia sastra.
Pada pertengahan hingga akhir 2000-an, ada peningkatan minat dalam sastra
anak-anak dan remaja. Penulis-penulis seperti Andrea Hirata (pengarang "Laskar
Pelangi") berhasil menarik perhatian generasi muda dengan kisah-kisah yang
inspiratif.
Secara keseluruhan, periode tahun 2000-an adalah masa perubahan yang
signifikan dalam sastra Indonesia. Sastrawan-sastrawan merangkul tema-tema
kontemporer dan teknologi untuk menghadapi tantangan zaman, sambil tetap menjaga
hubungan dengan warisan sastra tradisional Indonesia.
Selama periode ini, sastra Indonesia terus mencerminkan evolusi masyarakat
dan dinamika sosial. Pengaruh global dan lokal serta perubahan dalam teknologi
informasi telah memberikan pengaruh yang signifikan pada tema dan bentuk sastra.
Sastra Indonesia terus menjadi suara yang menggambarkan perjalanan dan refleksi
budaya serta identitas bangsa.
Jenis-jenis Karya Sastra Indonesia Kontemporer :

 Puisi Indonesia Kontemporer

Puisi Indonesia Kontemporer adalah puisi Indonesia yang lahir di dalam waktu
tertentu yang berbentuk dan bergaya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi lama pada
umumnya. Istilah puisi Indonesia kontemporer mulai dipopulerkan pada 1970-an.
Gerakan puisi kontemporer yang melanda dunia memberi corak terhadap kehidupan
puisi Indonesia. Ciri-ciri Puisi Kontemporer meurut Sumardi di dalam makalahnya
berjudul Mengintip Puisi Indonesia Kontemporer yang dikutip oleh Purba 2010:37,
menegaskan ciri-ciri Puisi Kontemporer sebagai berikut:
1. Puisi yang sama sekali menolak kata sebagai media ekspresinya
2. Puisi yang bertumpu pada simbol-simbol nonkata, dan menampilkan kata
seminimal mungkin sebagai intinya.
3. Puisi yang bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing atau bahasa
daerah.
4. Puisi yang memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional yang
dijungkirbalikkan dan belum dikenal masyarakat umum.
5. Puisi yang menganggap tipografi secara cermat sebagai bagian dari daya
atau alat ekspresinya.
6. Puisi yang berpijak pada bahasa inkonvensional, tetapi diberi tenaga baru
dengan cara menciptakan idiom-idiom baru.
 Beberapa Bentuk dari Jenis Puisi Kontemporer :
1. Puisi yang terdiri dari garis dan gambar berupa kubus segi empat.
2. Puisi yang menggunakan simbol-simbol dengan menampilkan atau kalimat
seruan yang sedikit.
3. Puisi yang bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing dan bahasa
daerah.
4. Puisi yang memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional yang
dijungkirbalikkan dan belum dikenal masyarakat umum
5. Puisi yang menggarap tipografi secara cermat sebagai bagian daya atau
alat ekspresi.
6. Puisi yang berpijak pada bahasa konvensional, tetapi diberi tenaga baru
dengan cara menciptakan idiom-idiom baru.
7. Puisi mbeling atau puisi lagu. Puisi ini mengungkapkan hidup sosial kota-
kota besar yang sering menampilkan sikap penulis yang skeptis, pesimis,
anarkis, dan individualis.
8. Puisi yang sangat memperhatikan unsur bunyi
9. Puisi konkret atau puisi gambar dengan sepatah kata atau kalimat
menyertainya. Puisi seperti ini bisanya disebut puisi rupa atau puisi seni
rupa.
 Cerita Pendek Indonesia Kontemporer
Cerita pendek Indonesia bermula dari cerita anekdot, lalu cerita perang dan
lukisan masyarakat. Cerita-cerita pendek kontemporer muncul tidak selalu
mengikuti pola cerita-cerita pendek yang telah ada, tetapi dengan perkembangan
jenis atau genre sastra yang lain. Para cerpenis juga melakukan inovasi ke dalam
tak selalu mengikuti pola cerita-cerita pendek yang telah ada, tetapi dengan
perkembangan jenis atau genre sastra yang lain. Para cerpenis juga melakukan
inovasi ke dalam dunia kreativitas.
Cerita pendek kontemporer dapat dikatakan sebagai protes terhadap
kepincangan-kepincangan masyarakat. Hal lain yang melatarbelakangi munculnya
cerita pendek kontemporer adalah pergeseran nilai kehidupan secara menyeluruh
yang di tandai dengan semangat modern. Sedangkan semangat kontemporer lebih
dijiwai oleh persoalan kehidupan manusia.
Konsep cerita pendek sebenarnya berasal dari konsep sastra barat. Istilah
cerita pendek adalah sinonim dari kata short story dan istilah cerita pendek
Indonesia kontemporer dipadankan dengan contemporery short story. Di
Indonesia istilah cerita pendek Indonesia dipadankan dengan istilah cerita pendek
mutakhir, cerita pendek inkonvensional, cerita pendek masa kini. Cerita pendek
Indonesia kontemporer adalah cerita pendek yang berisikan kehidupan manusia
Indonesia yang terasing dari dunianya karena gencetan suasana metropolis, yang
pemberontak, yang beradap di tengah-tengah pergulatan nilai-nilai saling
bertentangan yang membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi-potensi yang
unik.
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan, ada beberapa ciri-ciri
yang dimiliki oleh cerita pendek Indonesia kontemporer yaitu:
1. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri anti logika
2. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri mengabaikan plot.
3. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri absurd.
4. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri anti tokoh.
5. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri terasing atau serba kompleks.
 Novel Indonesia Kontemporer
Pengertian Novel Kontemporer secara sederhana adalah novel yang hidup
pada masa sekarang. Novel kontemporer diistilahkan juga novel inkonvensional
atau novel mutakhir. Novel kontemporer dianggap sebagai novel inkonvensional
karena dianggap menyimpang dari semua sistem penulisan fiksi yang ada selama
ini. Novel kontemporer muncul dilatarbelakangi adanya pergeseran nilai secara
menyeluruh dan persoalan kehidupan.
Novel Indonesia kontemporer memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Anti tokoh
2. Anti alur
3. Bersuasana misteri atau gaib
4. Cenderung mengungkapkan transendental, sufistik
5. Cenderung kembali ke tradisi lama atau warna lokal.
Ciri Khas Sastra Indonesia Kontemporer:

 Keberagaman Tema dan Gaya


Era ini mencerminkan keberagaman tema dan gaya penulisan yang lebih
luas. Sastra kontemporer mengangkat berbagai isu, termasuk identitas,
globalisasi, teknologi, isu sosial, dan cinta
 Penggunaan Gaya Penceritaan Alternatif
Banyak penulis kontemporer menggunakan gaya penceritaan yang
inovatif, seperti narasi bergantian, sudut pandang beragam, dan struktur
non-linier.
 Interaksi Budaya Global
Era ini tercermin dalam sastra yang dipengaruhi oleh interaksi budaya
global. Pengaruh budaya asing, terutama dari Barat, tampak dalam tema,
gaya, dan bahasa yang digunakan.
 Eksplorasi Identitas
Penulis kontemporer sering menggali isu identitas, termasuk identitas
nasional, agama, gender, dan etnis. Mereka menyelidiki kompleksitas
identitas individu dan masyarakat.

Contoh Karya dan Pengaruh Budaya:


1. "Laskar Pelangi" karya Andrea Hinata
Penerbit: Bentang Pustaka
Bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah
( SD dan SMP ) di sebuah sekolah Muhammadiyah di Belitung yang penuh
dengan keterbatasan. Mulanya sekolah Muhammadiyah hampir akan dibubarkan
oleh Pemerintah Sumatera Selatan karena anak didik yang mendaftar pada sekolah
tersebut tidak sampai sepuluh anak. Ketika Pak Harfan selaku kepala sekolah,
jajaran guru serta sembilan anak baru akan melakukan upacara untuk menutup
sekolah, datang Harun sebagai murid terakhir yang bergabung bersama mereka.
Kedatangan Harun jelas sangat berpengaruh, jadilah sekolah Muhammadiyah ini
gagal untuk ditutup.
Dimulailah kisah mereka, Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek,
pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya
bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa
Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah. Bu
Muslimah memberi mereka nama Laskar Pelangi. Nama ini diberikan karena
kesenangan mereka terhadap pelangi. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari
menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini
berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus
sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun
kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke
kampungnya.

2. “Cantik itu Luka" karya Eka Kurniawan:


Novel ini menggabungkan unsur magis-realistik dengan kisah sejarah,
mengangkat isu-isu tentang kekerasan, perempuan, dan transformasi sosial. Novel
ini berfokus pada kisah hidup Dewi Ayu, seorang pelacur di zaman kolonial.
Suatu sore di Halimunda, Dewi Ayu bangkit dari kuburannya setelah dua puluh
satu tahun kematiannya. Kebangkitannya ini jelas menimbulkan kegaduhan bagi
masyarakat.
Dewi Ayu adalah seorang wanita yang meninggal ketika berusia 51 tahun.
Sebelum meninggal, ia adalah seorang pelacur yang sanagt terpandang di
kalangan para tentara Jepang dan Belanda. Ia sendiri memiliki kisah hidup masa
kecilnya juga tak kalah pedih. Sejak masih kecil, ia tumbuh tanpa kasih sayang
kedua orang tuanya akibat perkawinan sedarah (perkawinan saudara tiri) yang
membuat mereka berdua diusir. Alhasil, Ia pun diasuh oleh kakek-neneknya. Ia
pun tumbuh menjadi gadis pemberani. Keberaniannya ini telah ia buktikan tatkala
ia harus mendekam di penjara saat Jepang menyerang Hindia Belanda. Saat
berada di penjara, Dewi Ayu bahkan rela menyerahkan kesucianya demi
membantu temanya di barak penampungan.
Dua tahun kemudian, Dewi Ayu bersama 19 tahanan lainnya dipindahkan
ke rumah mewah yyang dikelola oleh Mama Kalong untuk bekerja sebagai
pelacur. Karena pekerjaannya itu, Ia pun harus melayani nafsu para tentara
Jepang. Selama ia menjadi pelacur, Dewi Ayu telah melahirkan empat anak
perempuan yang tidak jelas asal-usul ayahnya. Ketiga anaknya mewarisi wajah
cantik dirinya. Tapi, ia merasa mengaush tiga anak cantik itu sangat merepotkan.
Sehingga, ketika ia mengandung anak keempat, ia tidak menginginkan nya untuk
hidup . Ia pun mencoba berbagai cara untuk menggugurkan kandungannya.
Sayangnya, Ia tidak berhasil.
Ketika anak keempatnya lahir, anaknya itu terlahir dengan wajah buruk
rupa. Anak bungsunya ini memiliki penampilan yang sanagt berbeda dari tiga
anaknya. Ia memiliki kulit hitam legam dan bentuk hidung yang nampak seperti
colokan listrik. Ia pun menamakanya dengan nama si Cantk. Sayangnya, Dewi
Ayu tidak sempat menyaksikan anak bungsunya karena Ia meninggal 12 hari
kemudian.
Kecantikan Dewi Ayu rupanya tidak hanya meniinggalkan kutukan bagi
diirnya namun juga bagi anak-anaknya. Semua anak perempaunya kelak akan
mengalami patah hati tiada henti. Anak pertamanya, Alamanda dipaksa menikah
dengan seoeang Jendral yang tidak ia cintai dan hanya mencintai Kamerad
Kliwon, seorang komunis sejati. Sebagai salah satu usaha untuk menolak sang
jendral, ia pernah memsang gembok pada kemaluannya. Anak kedua Dewi yang
bernama Adinda menikah dnegan Kliwon yang juga dicintai oleh kakaknya,
Alamanda. Meskipun ia sudah tahu hal ini, Adinda tetap menikahi Kliwon. Kisah
cintanya pun menjadi sangat menyakitkan karena ia telah mencintai seseorang
yang mencintai orang lain. Anak ketiganya yang bernama Maya Dewi menikah
dengan preman paling kuat di Halimunda. Tragisnya, terungkap fakta bahwa
suaminya pernah bersetubuh dengan Ibunya yang memebut kisah pecintanya
terasa sangat menaykitkan.
Anaknya yang terakhir, si Cantik, yang memilki wajah paling buruk rupa
di kota Halimunda, memilki kutukan yang paling buruk. Kutukannya adalah ia
tidak pernah cintai dan tidak pernah menikah.
Novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan yang mempunyai kelebihan
dalam menceritakan tokoh-tokoh perempuan. Novel tersebut menceritakan
gambaran kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Ketidakadilan gender
menjadi masalah menarik yang diungkapkan pengarang melalui tokoh utama
dalam karya sastra. Ada lima ketidakadilan gender yang ada didalam novel Cantik
itu Luka karya Eka Kurniawan, yaitu gender dan marginalisasi perempuan, gender
dan subordinasi, gender dan steorotipe, gender kekerasan, gender dan beban kerja.
Alur dalam novel ini menggunakan alur campuran.

3. "Pulang" karya Leila S. Chudori:


Novel ini membawa pembaca mengikuti kisah keluarga yang terkoyak
akibat peristiwa politik yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Karya ini
mencerminkan dampak politik pada kehidupan individu dan keluarga. "Manusia
Harimau" karya Eka Kurniawan: Novel ini menggabungkan mitos dan realitas
dalam menggambarkan pertikaian antara kekuatan binatang dalam diri manusia.
Pengaruh budaya lokal dan unsur mitologi sangat terasa.

4. Puisi-puisi Raudal Tanjung Banua:


Puisi-puisi Raudal Tanjung Banua mengeksplorasi tema- tema seperti
cinta, kehidupan, dan eksistensi manusia dengan gaya bahasa yang sederhana
namun bermakna.

Nama Kelompok 9:

1. Mochammad Wahyu Ramadan (23020144202)


2. Fernanda Zidney A.P (23020144192)
3. Riris Ximpium (23020144187)
4. Medina Azzahra (23020144211)

Anda mungkin juga menyukai