Disusun oleh :
1. Wifaq Febi Rohadatul Aisy Nur (23020144176)
2. Diah Anita (23020144179)
3. Amelia Afidatun Ni’mah (23020144188)
4. Mochammad Wahyu Ramadhan (23020144202)
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat-Nya sehingga makalah berjudul “Hakikat Kritisisme dan
Positivisme dalam Filsafat” dapat tersusun hingga selesai. Shalawat dan salam kami
curahkan kepada nabi besar, Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat. Selain itu, pembuatan makalah ini juga memiliki tujuan agar
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.
Sebagai akhir dari pengantar ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut membantu kelancaran proses pembuatan makalah ini. Sebelum
itu, kami sangat menyadari keterbatasan dari pengetahuan kami hingga makalah ini
masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar ke depannya dapat
semakin lebih baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, aamiin.
Penulis,
1. Latar Belakang
Istilah pertarungan antara akal dan hati merupakan filsafat, yakni baik akal ataupun
hati mampu untuk mengendalikan jalan hidup manusia. Seharusnya, akal dan hati itu harus
balance atau seimbang dan serasi, hal itu dikarenakan kedua unsur tersebut sangat penting
dalam menuntun kehidupan manusia. Oleh karena itu, jika hanya menggunakan salah satunya
saja, maka dapat membahayakan kehidupan manusia. Ahmad Tafsir dalam bukunya yang
berjudul Filsafat Umum mengatakan bahwa filsafat secara bahasa ialah keinginan yang
mendalam untuk mendapat kebijakan atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.
Mengutip pendapat dari Poedjawijatna di dalam buku Ahmad Tafsir, ia mendefinisikan
filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Sebagaimana kalimat pembuka, bahwa
pertarungan akal dan hati yang dikatakan dengan filsafat. Akal di sini bermaksud pada logis
yang bertempat di kepala, sedangkan hati ialah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada.
Akal itulah yang menghasilkan pengetahuan logis yang disebut dengan filsafat, sedangkan
hati pada dasarnya menghasilkan pengetahuan.
Dunia pemikiran tentu akan sangat mempengaruhi roda kehidupan manusia. Manusia
melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di
sisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang
sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak
belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasio merupakan sumber pemikiran atau
pengetahuan. Sedangkan Empirisme berpendirian bahwa pengalaman menjadi sumber
pemikiran. Dari sini muncullah tokoh Immanuel Kant dengan filsafatnya, yaitu filsafat
Kritisisme yang berusaha menyelesaikan pertentangan antara kedua filsafat tersebut. Dan
yang kedua adalah dalam kajian Filsafat, terdapat istilah yang disebut dengan Positivisme.
Positivisme ditengarai sebagai paham yang mempengaruhi pesatnya perkembangan Ilmu
pengetahuan saat ini. Dalam catatan sejarah Positivisme dengan metodenya mampu
mempengaruhi penganutnya untuk bangkit membuat temuan- temuan ilmiah yang sangat
spektakuler sampai saat ini. Munculnya paham ini bertepatan dengan masa Renaissance yang
dikenal sebagai masa kebangkitan filsafat.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB 2
ISI
2.3 Positivisme
Positivisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan pentingnya pengalaman
empiris dan observasi dalam membangun pengetahuan. Pendekatan ini mengajar bahwa
pengetahuan yang sahih dapat diperoleh melalui metode ilmiah yang terstruktur, seperti
eksperimen, survei, dan observasi. Positivisme menekankan pentingnya bukti empiris,
metode ilmiah, dan pendekatan kritis dalam memahami alam semesta.
Positivisme berasal dari paradigma ilmu pengetahuan yang berakar pada filsafat
empirisme. Filsafat empirisme mengajarkan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau
parsial didasarkan pada pengalaman yang menggunakan indera, bahwa sumber pengetahuan
harus dicari dalam pengalaman. Para pengikut aliran empirisme berpandangan bahwa semua
ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami,
pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukan akal.
August Comte, seorang filsuf berkebangsaan Prancis yang hidup di abad 18, dikenal
sebagai tokoh pencetus Positivisme. Istilah Positivisme sendiri pertama kali diperkenalkan
oleh Saint Simon pada sekitar tahun 1825, namun baru dikenal luas sejak August Comte
menulis karyanya yang berjudul “Cours de Philosop Positive”. Positivisme mengajarkan
bahwa pengetahuan yang sahih dapat diperoleh melalui metode ilmiah yang terstruktur,
seperti eksperimen, survei, dan observasi. Positivisme menekankan pentingnya bukti empiris,
metode ilmiah, dan pendekatan kritis dalam memahami alam semesta. Positivisme juga
memiliki beberapa kritik, seperti kritik terhadap pendekatan analitik, sistematik, dan induktif.
Kritik ini menganggarkan bahwa pendekatan positivisme tidak mencakup aspek subjektif.
Positivisme adalah pendekatan filosofis yang sangat berpengaruh dalam pembangunan
pengetahuan, karena ia mengajar bahwa pengalaman empiris dan observasi adalah sumber
12 | HAKIKAT KRITISISME DAN POSTIVISME DALAM FILSAFAT BESERTA PARA TOKOHNYA
utama dari pengetahuan. Pendekatan ini memiliki beberapa konsep yang penting, seperti
empirisme, logis, metode ilmiah, dan pendekatan kritis. Positivisme juga memiliki beberapa
kritik, tetapi ia masih sangat berpengaruh dalam pembangunan pengetahuan karena
kemampuannya untuk mengumpulkan dan menganalisis data empiris.
2.4 Tokoh-tokoh
Beberapa tokoh yang mendasari filsafat Positivisme antara lain :
2.4.1 Auguste Comte
Auguste Comte, lahir pada 19 Januari 1798 dan meninggal pada 5 September
1857, adalah seorang filsuf, matematikawan, dan ilmuwan sosial terkenal yang dikenal
sebagai pendiri positivisme. Dia lahir di Montpellier, Perancis, dengan nama lengkap
Isidore Marie Auguste François Xavier Comte. Comte dianggap sebagai bapak
sosiologi karena memperkenalkan metode ilmiah dalam ilmu sosial dan menciptakan
istilah "sosiologi". Meskipun pendidikannya terganggu oleh politik dan perbedaan
agama, dia terus menulis tentang moralitas, pemerintahan, dan mengembangkan
klasifikasi ilmu pengetahuan yang masih relevan hingga hari ini. Meskipun dikenal
sebagai sosok keras kepala, ia juga diakui sebagai mahasiswa yang cerdas dan
pemberontak.
Kontribusinya terhadap ilmu sosial meliputi pengembangan teori positivisme dan
identifikasi tahap-tahap perkembangan ilmu pengetahuan, serta pendirian sosiologi
sebagai ilmu sosial yang menggunakan metode ilmiah dan teori yang dapat dibuktikan.
Positivisme Comte terdiri dari tahap-tahap perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu:
a. Tahap Teologi : Mengumpulkan data dari sumber-sumber non-ilmiah.
b. Tahap Metafisika : Mengumpulkan data dari sumber-sumber non-ilmiah
dengan teori tak dapat dibuktikan.
c. Tahap Astrologi : Mengumpulkan data dari sumber-sumber non-ilmiah
dengan teori dapat dibuktikan.
d. Tahap Psikologi : Mengumpulkan data dari sumber-sumber ilmiah
namun
dengan teori tak dapat dibuktikan.
e. Tahap Sosiologi : Mengumpulkan data dari sumber-sumber ilmiah
dengan teori dapat dibuktikan.
Auguste Comte, seorang filsuf dan sosiolog Prancis, menekankan pentingnya
metodologi positif dalam ilmu pengetahuan. Baginya, ilmu pengetahuan harus didasarkan
pada fakta yang dapat dibuktikan melalui pengamatan, percobaan, dan perbandingan. Comte
juga percaya bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah memahami dan mengatur masyarakat
secara ilmiah. Dalam pandangannya, ilmu sosial harus bersifat positif dengan menggunakan
pengetahuan yang dapat diuji dan ditujukan untuk mengatasi masalah sosial.
makna, dimana sebenarnya banyak ungkapan yang tidak bermakna apa-apa, diperlukan
struktur logika bahasa dalam mengungkapkan realitas melalui proposisi yang
merupakan suatu gambar dan perwakilan dari suatu realitas fakta. Seseorang dapat
mengetahui situasi yang diwakili oleh proposisi tersebut, tanpa harus dijelaskan
padanya. Sebuah gambar hanya memiliki ciri sebagaimana dimiliki oleh proposisi. Ia
mewakili beberapa situasi yang dilukiskan melebihi dirinya sendiri dan tidak seorang
pun perlu menjelaskan tentang apa yang digambarkan (Kaelan, 2003).
Jenis proposisi yang paling sederhana disebut proposisi elementer yang
merupakan penjelasan keberadaan suatu bentuk peristiwa. Contoh, seseorang meyakini
adanya listrik, tapi tidak bisa menunjukkan apa yang disebut listrik tersebut. Tidaklah
tepat apabila kita menunjuk lampu pijar, kabel dan komponen lainnya sebagai apa yang
disebut listrik. Namun kita meyakini tanpa listrik tidak mungkin misalnya lampu pijar
15 | HAKIKAT KRITISISME DAN POSTIVISME DALAM FILSAFAT BESERTA PARA TOKOHNYA
menyala. Begitulah Wittgenstein meyakini keberadaan proposisi elementer, sebab tanpa
adanya proposisi elementer, tidak mungkin realitas diungkapkan ke dalam bahasa.
Selain proposisi yang menggambarkan keberadaan peristiwa, terdapat pula proposisi-
proposisi logika, yaitu kebenaran-kebenaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
logis Misalnya: proposisi “Amin berada di rumah atau di luar rumah” yang merupakan
kebenaran tautologies, dan "Amin berada di rumah atau tidak berada di rumah” yang
merupakan suatu kontradiksi. Bagi Wittgenstein, proposisi logika bukanlah proposisi
sejati, sebab tidak menggambarkan sesuatu, tidak mengungkapkan suatu pikiran, juga
tidak menggambarkan suatu bentuk peristiwa atau tidak merupakan suatu gambar dari
sesuatu. Namun, proposisi logika ini tetap bermakna meski kebenarannya bersifat
tautologis (Kaelan, 2002)
Berdasarkan uraian penjelasan di stas dapat diketahui persamaan dan perbedaan di antara
kedua aliran tersebut, perbandingan antara keduanya penulis jabarkan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 1. Perbandingan Kritisisme dan Positivisme
Mengakui keterbatasan
Mempercayai bahwa melalui
Keterbatasan pengetahuan manusia dan
3 pengamatan dan analisis ilmiah,
Pengetahuan ketidakmungkinan mencapai
kebenaran mutlak dapat dicapai.
kebenaran mutlak
Mengasumsikan bahwa fakta
Mempertanyakan asumsi dan
Kritik Terhadap dapat diidentifikasi dan
4 interpretasi terhadap fakta yang
Fakta diinterpretasikan secara
dianggap subjektif.
obyektif.
Menyoroti sifat kritis
Menggunakan pengetahuan
Fungsi pengetahuan untuk mendorong
5 sebagai dasar untuk memahami
Pengetahuan pertanyaan dan refleksi lebih
dan mengontrol alam.
lanjut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Memahami kritisisme dan positivisme sangat penting dalam perkembangan pemikiran
filsafat dan ilmu pengetahuan karena keduanya menawarkan pendekatan yang berbeda
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. (2020). Skeptisisme terhadap Agama dalam Filsafat David Hume. Jurnal
Filsafat Islam, Jurnal Toleransi. 2(2). 1771-1776.
18 | HAKIKAT KRITISISME DAN POSTIVISME DALAM FILSAFAT BESERTA PARA TOKOHNYA
Anggi Maharani. (2022). Biografi Aguste Comte, Bapak Sosiologi Dunia. Jurnal Filsafat.
3(1). 156-160.
Bakhtiar, Amsa. (2014). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hendrianto, S (2022). Posituvisme dan Post Positivisme: Refleksi Atas Perkembangan Ilmu
Pengetauan dan Perencanaa Kota Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian. Jurnal Modul. 22(1). 21-30.
Laurensius, D. (2023). Ludwig Wittgenstein, Filsuf Bahasa Paling Berpengaruh di Abad 20.
Jurnal Filsafat. 2(1). 345-353.
Nabu,H. (2022). Konsep Kausalitas Perspektif David Hume. Jurnal Filsuf Indonesia. 2(3).
56-65.
Nicholas A., Michael B. (2023). Ernst Mach’s Biography & Accomplishments, Significant
Physicists.
Serafica, G., Nibras, N.N. (2019). Biografi dan Pemikiran Auguste Comte, Bapak Sosiologi.
Kompas.Com.
Vanya Karunia Mulia Putri. (2022). Empirisme: Pengertian dan Contohnya. Kompas.Com.
Yohanes, W.P. (2021). Yang Dapat Diekspresikan dan Tidak Dapat Diekspresikan dalam
Bahasa Menurut Ludwig Wittgenstein, Jurnal Filsafat Bahasa. 1(4). 111-121.