Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KRITISME DAN POSITIVISME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“ Filsafat Umum”

Dosen Pengampu:

Fatimatuz Zahro, M.Ag

Disusun Oleh :
Nur Mazidatul Khusniati (1860304223194)
Refly Anggun Oktafia (1860304223177)
Pandya Alda Ramadani (1860304223178)
Nazha Meirina Nadia (1860304223209)
Ahmad Irfan Marzuki (1860304223180)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah Filsafat Umum
yang berjudul kritisisme dan positivisme ini, yang alhamdulillah tepat terselesaikan pada
waktunya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw,
yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang terang benderang
yaitu agama Islam.
Kami berterima kasih kepada Ibu Fatimatuz Zahro, M.Ag yang telah membimbing kami
sehingga kami dapat menyelasaikan makalah dengan tepat. Serta, teman-teman yang telah
membantu fikiran dan tenaga untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita.Amin.

Tulungagung, 29 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................... ............................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1


Latar Belakang........................................................................................................................1

Rumusan Masalah ..................................................................................................................1

Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
Pengertian Kritisme ................................................................................................................2

Biografi Pelopor Kritisme ......................................................................................................2

Pemikiran Immanuel Kant ......................................................................................................4

Tujuan Filsafat Immanuel Kant ..............................................................................................4

Pengertian Positivisme ...........................................................................................................5

Kelebihan dan Kelemahan Positivisme ..................................................................................6

Metode Dalam Positivisme.....................................................................................................7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 10


Kesimpulan ...........................................................................................................................10

Saran .....................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kritisisme berlatar belakang pada-batasan kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. Dan juga untuk mengenali sebuah objek tertentu, karena
keterbatasan kemampuan rasio manusia dalam mengetahui realita atau hakikat sesuatu
karena sebenarnya rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja.
Sedangkan positivisme berlatar belakang pada peruncingan tren pemikiran sejarah
barat modern yang telah mulai menyingsing sejak ambruknya tatanan dunia Abad
pertengahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kritisisme ?
2. Bagaimana biografi pelopor kritisisme?
3. Apa saja pemikiran Immanuel kant?
4. Apa tujuan filsafat Immanuel Kant?
5. Apa pengertian positivisme?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan positivisme?
7. Apa metode dalam positivisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kritisisme
2. Untuk mengetahui biografi pelopor kritisisme
3. Untuk mengetahui pemikiran dari Immanuel Kant
4. Untuk mengetahui tujuan filsafat Immanuel Kant
5. Untuk mengetahui pengertian positivisme
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan positivisme
7. Untuk mengetahui metode dalam positivisme

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kritisisme

Kritisisme berasal dari kata kritika yang merupakan kata kerja dari krinein yang
artinya memeriksa dengan teliti menguji, dan membedakan. Adapun pengertian lebih
lengkap mengenai kritisisme ialah suatu pengetahuan yang memeriksa dengan teliti,
apakah suatu pengetahuan yang di dapat sesuai dengan realita kehidupan atau tidak.
Selain itu, kritisisme juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menyelidiki
batasan-batasan kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Sebagai sebuah hasil pemikiran, tentunya kritisisme memiliki ciri-ciri khusus
yang membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain diantaranya ialah
menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek, Menegaskan keterbatasan
kemampuan rasio manusia dalam mengetahui realita atau hakikat sesuatu karena
sebenarnya rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja, kemudian
menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas segala sesuatu itu diperoleh atas
perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dan peranan unsur apesteriori yang berasal dari pengalaman yang
berupa materi.

B. Biografi Pelopor Kritisisme

Pelopor filsafat kritisisme ialah Immanuel Kant. Ia adalah seorang filosof besar
yang muncul dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang
akhir abad ke 18. Ia lahir di Konigsberg, sebuah kota kecil di Prusia Timur pada tanggal
22 April 1724. Immanuel Kant lahir sebagai anak ke empat dari suatu keluarga miskin.
Ia seorang anak yang cerdas. Karena bantuan sanak saudaranyalah ia berhasil
menyelesaikan studinya di Universitas Konigsberg. Selama studi di sana ia
mempelajari hampir semua mata kuliah yang ada. Kant memulai pendidikan formalnya
di Collegium Fridericianum, sekolah yang berlandaskan semangat peitisme. Pada
tahun 1740, Kant belajar di Universitas di kotanya dan karena alasan keuangan ia
kuliah sambil bekerja sebagai guru privat dari beberapa keluarga kaya di Konigsberg.
Perjalanan hidup Immanuel Kant dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
pra-kritis dan tahap kritis. Pembatas dari ke dua tahap ini ialah ketika Kant menjadi
2
guru besar di Universitas Konigsbergen kira-kira tahun 1770. Sebelumnya Kant
dipengaruhi oleh filsafat Rasionalisme, kemudian ia dipengaruhi oleh Empirisme.
Immanuel Kant (1724-1804) memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual.
Pengaruh pemikirannya merambah dari wacana metafisika hingga etika politik dan
dari estetika hingga teologi. Lebih dari itu, dalam wacana etika ia juga
mengembangkan model filsafat moral baru yang secara mendalam mempengaruhi
epistemologi selanjutnya. Telaah atas pemikiran Kant merupakan kajian yang cukup
rumit, sedikitnya karena dua alasan.
Pertama, Kant membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan membangunnya
secara baru. Filsafatnya itu oleh Kant sendiri disebut Kritisisme untuk melawankannya
dengan Dogmatisme. Dalam karyanya berjudul Kritik der reinen Vernunft (Kritik Akal
Budi Murni, 1781/1787) Kant menanggapi, mengatasi, dan membuat sintesa antara
dua arus besar pemikiran modern, yakni Empirisme dan Rasionalisme. Revolusi
filsafat Kant ini seringkali diperbandingkan dengan revolusi pandangan dunia
Kopernikus, yang mematahkan pandangan bahwa bumi adalah datar. Kedua,
sumbangan Kant bagi Etika. Dalam Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan,
1797), Kant membuat distingsi antara legalitas dan moralitas, serta membedakan
antara sikap moral yang berdasar pada suara hati (disebutnya otonomi) dan sikap moral
yang asal taat pada peraturan atau pada sesuatu yang berasal dan luar pribadi
(disebutnya heteronomi).
Pada 1775 Kant memperoleh gelar doktor dengan disertasi berjudul
“Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum
quarunsdum de igne succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas
Konigsberg untuk banyak mata kuliah, di antaranya metafisika, geografi, fisika dan
matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak dan mineralogi. Kant dijuluki sebagai
“der schone magister” (sang guru yang cakap) karena cara mengajarnya yang hidup
bak seorang orator.
Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan
disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De mundi
sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis). Kant meninggal 12 Februari 1804 di
Konigsberg pada usianya yang kedelapan puluh tahun. Karyanya tentang Etika
mencakup sebagai berikut: Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pendasaran
Metafisika Kesusilaan, 1775), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik Akal Budi
Praktis, 1778), dan Die Metaphysik der Sitten.
3
C. Pemikiran Immanuel Kant

Immanuel Kant adalah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan


“Pencerahan”, yaitu suatu masa dimana corak pemikiran yang menekankan kedalaman
unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Pada masa itu lahir berbagai temuan
dan paradigma baru dibidang ilmu, dan terutama paradigma ilmu fisika alam.
Heliosentris temuan Nicolaus Copernicus (1473 – 1543) di bidang ilmu astronomi
yang membutuhkan paradigma geosentris, mengharuskan manusia
mereinterpretasikan pandangan duniannya, tidak hanya pandangan dunia ilmu tetapi
juga keagamaan.
Selanjutnya ciri kedua adalah apa yang dikenal dengan deisme, yaitu suatu
paham yang kemudian melahirkan apa yang disebut Natural Religion (agama alam)
atau agama akal. Deisme adalah suatu ajaran yang mengakui adanya yang menciptakan
alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Tuhan menyerahkan dunia
kepada nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke
dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat
menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Tuhan dengan hidup sesuai dengan
hukum-hukum akalnya. Maksud paham ini adalah menaklukkan wahyu ilahi beserta
dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, mukjizat, dan lain-lain
kepada kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari
pada segala ajaran Gereja. Singkatnya, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber
dan patokan kebenaran adalah akal. Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada
dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi
kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-
benar berbeda sama sekali dengan metafisika pra kant.

D. Tujuan Filsafat Immanuel Kant.

Setiap pemikiran yang dicetuskan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan,


tidak beda dengan Immanuel kant, yang dari filsafatnya ia bermaksud memugar sifat
objektifitas dunia ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, maka orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak dengan rasionalis dan sifat sepihak dengan
empirisme. Rasionalis mengira bahwa telah menemukan kunci bagi pembukaan
realitas pada diri subyeknya, lepas atau tanpa pengalaman (empirisme). Sementara
4
empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja, dan tanpa
akal (rasio).ternyata bahwa empirisme, sekalipun juga dimulai dengan ajaran yang
murni tentang pengalaman, tetapi melalui idealisme subyektif bermuara pada suatu
skeptisme yang radikal. Melalui pemikiranya kant bermaksud mengadakan penelitian
yang kritis terhadap rasio murni. Menurut Hume, ada jurang lebar antara kebenaran-
kebenaran rasio murni dengan realitas dalam dirinya sendiri. Akan tetapi menurut kant,
syarat dasar ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak, serta memberi
pengetahuan yang baru.

E. Pengertian Positivisme
Positivisme merupakan pradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul
dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi
yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai
dengan hukum alam (natural laws). Positivisme muncul abad ke-19 dimotori oleh
sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari enam jilid dengan
judul The course of positive philosophy (1830-1842).
Positivisme merupakan peruncingan tren pemikiran sejarah barat modern yang
telah mulai menyingsing sejak ambruknya tatanan dunia Abad pertengahan, melalui
rasionalisme dan empirisme. Positivisme adalah sorotan yang khususnya terhadap
metodologi dalam refleksi filsafatnya. Dalam positivisme kedudukan pengetahuan
diganti metodologi, dan satu-satunya metodologi yang berkambang secara
menyakinkan sejak renaissance, dan sumber pada masa Aufklarung adalah metodologi
ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu, positivisme menempatkan metodologi ilmu alam
pada ruang yang dulunya menjadi wilayah refleksi epistemology, yaitu pengetahuan
manusia tentang kenyataan (Budi Hardiman, 2003 : 54). Filsafat positivistik Comte
tampil dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam fikiran manusia.
Matematika bukan ilmu, melainkan alat berfikir logik. Aguste Comte terkenal dengan
penjenjangan sejarah perkembangan alam fikir manusia, yaitu: teologik, metaphisik,
dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup
dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya. Jenjang teologik ini dibedakanmenjadi
tiga tahap, yaitu (Muhadjir, 2001 : 70).
a. Animism atau fetishisme. Memandang bahwa setiap benda itu memiliki
kemauannya sendiri.

5
b. Polytheisme. Memandang sejumlah dewa memiliki menampilkan
kemauannya pada sejumlah obyek.
c. Monotheisme. Memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan
kemauannya pada beragam obyek
Meski Comte sendiri seorang ahli matematika, tetapi Comte memandang
bahwa matematika bukan ilmu, hanya alat berfikir logik, dan matematika memang
dapat digunakan untuk menjelaskan phenomena, tetapi dalam praktik, phenomena
memang lebih kompleks(Wryani Fajar Riyanto, 2011 : 413)

F. Kelebihan dan Kelemahan Positivisme


Positivisme mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, yaitu antara lain :
(http://almakmun.blogspot.com /2008/07/positivisme.html Monday, July 7, 2008
halaman : 10).
a. Kelebihan Positivisme
1) Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari
faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
2) Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan
menghasilkan suatu pengetahuan yang mana manusia akan mempu
menjelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif, arbitrary,
melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid.
3) Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong
untuk bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas
menghimpun fakta, tetapi juga meramalkan masa depannya.
4) Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan
teknologi.
5) Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada
epistemology ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai
dasar pemikirannya.
b. Kelemahan Positivisme
1) Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai
sebagai akar terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai
kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian
fisikbiologik.

6
2) Akibat dari ketidak percayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji
kebenarannya, maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia
yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan
neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran agama adalah benar
kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham
positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya
kepada agama semakin meningkat.
3) Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia
tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam
positivistic semua hal itu dinafikan.
4) Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak
dapat menemukan pengetahuan yang valid.
5) Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang
nampak yang dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut
adalah bergantung kepada panca indera. Padahal perlu diketahui bahwa
panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga
kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang
tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.
6) Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai
teorisi yang optimis, tetapi juga terkesan lincah-seakan setiap tahapan
sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk mencapai tahapan
berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan
sebagai masyarakat positivistic. Bias teoritik seperti itu tidak memberikan
ruang bagi realitas yang berkembang atas dasar siklus-yakni realitas
sejarah berlangsung berulang-ulang tanpa titik akhir sebuah tujuan sejarah
yang final.

G. Metode Dalam Positivisme Aguste Comte


Dalam penggolongan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas gejala-gelaja
yang paling sederhana, umum, atau abstrak menuju ketingkat gejala-gelaja yang
semakin jelas, khusus dan kongret yang dihadapi oleh masing-masing ilmu. Comte
menggunakan metode pengamatan, percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam
menghadapi fisika sosial, yang tahap perkembangannya belum mencapai filsafat

7
positif Comte menambahkan metode sejarah. Bagaimana metode-motode ini
diterapkan oleh Comte kita bisa lihat di bawah ini:
a. Ilmu Perbintangan (astronomi)
Dengan menggunakan ilmu-ilmu pasti semua ppengamatan astronomi
terdiri atas ukuran-ukuran waktu dan sudut. Agar hasil pengamatan itu tidak
menyesatkan. Maka alat yang harus dipergunakan harus tepat, disamping
pengkajian atas dasar teori-teori tertantu juga harus dilakukan (Aguste Comte
1905).
b. Ilmu alam (fisika)
Di sini dihadapi rangkaian yang lebih komplkes, sehingga disamping
pengamatan, metode percobaan harus dilakukan. Jika dalam ilmu
perbintangan pengamatan hanya menggunakan satu indera saja maka dalam
ilmu ini menggunakan beberapa indera. Dan itu harus mencapai hasil yang
sebaik-baiknya. Metode pengamatan juga harus menggunakan metode
percobaan. Sifat filsafati penggunaan metode percobaan ini terletak pada
pemilihan soal yang jelas menunjuk kepada kita apa yang kita cari (Aguste
Comte 1905).
c. Ilmu Kimia (chemistry)
Dalam tahap ini pengamatan mulai bekerja sesungguhnya, ketika pada
tahap ilmu astronomi dan fisika indera hanya bekerja beberapa saja dalam ilmu
ini semua indera harus bekerja. Comte mengatakan bahwa dua tambahan indera
ini penciuman dan perasaan adalah hal yang paling fundamental karena itu
bukan bersifat kebetulan atau empirik, karena teori fisiologi kedua indera itu
adalah suatu proses kimiawi. Oleh karena itu kedua indera itu bekerja untuk
gejala-gejala yang tersusun dan terurai (Aguste Comte 1905).
d. Ilmu hayat (biologi)
Dalam tahap ilmu hayat pengamatan dipergunakan lebih intens lagi,
sebab dalam ilmu kimia kelima macam indera dipergunakan, maka dalam ilmu
hayat indera kita masih dilengkpai dengan ilmu-ilmu buatan terutama untuk
melengkapi ketepatan hasil pengamatan. Berkat sarana-sarana inilah kita bisa
mengamatai benda yang paling terkecil sekalipun yang merupakan dasar bagi
gejala-gejala kehidupan yang paling penting (Aguste Comte 1905). Dengan
diciptakannya sarana-sarana tadi ilmu hayat paling diuntungkan karena mereka
bisa menggunakan metode kesemuanya itu`
8
e. Fisika sosial (soisologi)
Sosiologi sebagai ilmu pengetahun yang paling tinggi, paling
kompleks, paling maka dalam penyelidikannya juga tidak sembarangan. Maka
Comte dalam melakukan penyeledikikan ini menggunakan metode langsung
yakni; pengamatan, perbandingan, dan percobaan. Serta menggunakan metode
tidak langsung yakni metode hubungan antara ilmu fisika sosial dengan ilmu
yang lain. Comte mensinalir banyak orangorang yang ragu terhadap ilmu fisika
sosial yakni disebabkan karena kesaksian yang tidak pasti yang diperoleh
secara inderawi. Maka itu Aguste Comte mengatakan metode pengamatan
semkain diperlukan sejalan dengan semakin kompleksnya gejala-gejala yang
dihadapi, lebih-lebih apabila sipeneliti tidak tahu ke mana ia harus melihat
selain dari suatu teori yang ia ketahui sebelumnya (Aguste Comte 1905).
f. Ilmu pasti (matematika)
Setelah kita mengetahui bagaimana penerapan keempat macam metode
itu tadi sampailah kita pada ilmu pasti yang berdiri pada urrutan pertama dalam
suatu ilmu pengetahuan karena itu bagi Comte ilmu pasti ini ilmu dasar bagi
ilmu yang lainnya. Justru karena yang dihadapi ini merupakan gejala-gejala
yang paling sederhana, umum, dan abstrak maka ilmu pasti merupakan sarana
yang paling tepa bagi manusia untuk menyelidiki gejalagejala alam (Aguste
Comte 1905). Ilmu pasti ini bukanlah sekedar himpunan bagi unsurunsur
filsafat alam, melainkan jsutru merupakan dasar keseluruhan filsafat alam.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai sebuah hasil pemikiran, tentunya kritisisme memiliki ciri-ciri
khusus yang membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain diantaranya ialah
menganggap bahwa objek pengenalan berpusat pada subjek, Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia dalam mengetahui realita atau hakikat
sesuatu karena sebenarnya rasio hanya mampu menjangkau gejala atau
fenomenanya saja, kemudian menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas segala
sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang
berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur apesteriori yang
berasal dari pengalaman yang berupa materi.
Dalam positivisme kedudukan pengetahuan diganti metodologi, dan satu-
satunya metodologi yang berkambang secara menyakinkan sejak renaissance, dan
sumber pada masa Aufklarung adalah metodologi ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu,
positivisme menempatkan metodologi ilmu alam pada ruang yang dulunya menjadi
wilayah refleksi epistemology, yaitu pengetahuan manusia tentang kenyataan
(Budi Hardiman, 2003 : 54).

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah di atas masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Kami
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang
jelas. Hal ini di karenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu,
pembaca disarankan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan dari
berbagai sumber. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA
Arifin .Lalu M Syamsul. “Filsafat Positivisme Agus Comte dan Relevansinya Dengan Ilmu
Ilmu Keislaman”. Vol 12, no. 2. (2020)
Nugroho, Ilham. “Positivisme Augusme Comte:Analisa epistemologis dan Nilai Etisnya
Terhadap sains” Vol. XI, no. 2, (2016)
https://www.morfobiru.com/2015/06/makalah-kritisisme-immanuel-kant.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai