Anda di halaman 1dari 9

TEORI SASTRA

TEORI POSTMODERNISME DAN PENCETUSNYA


Dosen Pengampu : Suriadi Bara, S.Pd., M.Pd.

KELOMPOK 7

RIZQUM KARIMAH (230501501097)


DYAH AMELIA RAHMA DANTI (230501501100
ANDI ASRIAGUNG ISKANDAR (230501501096)
CICI LESTARI (230501500048)

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat, segala puji hanya
layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teori
Postmodernisme dan Pemcetusnya”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen, teman-teman dan semua
pihak yang telah banyak memberi dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga makalah ini
dapat diselesaikan. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Postmodernisme ........................................................................... 2
B. Konsep Dasar................................................................................................... 2
C. Tokoh Pencetus ...…….…...………………………………………………….3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Postmodernisme adalah paham yang lahir dari sebuah kegagalan para filsuf Modernisme
untuk memajukan sosial manusia. Karna kegagalan tersebut dalam menjalani misinya untuk
menjadikan generasi manusia mendatang lebih maju dalam perkembangan pengetahuan dan sosial
juga. Menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan haruslah konkrit serta objektif, tidak
adanya nilai dari manusia, maka beberapa filsuf melahirkan sebuah paham yang lebih baik dari
sebelumnya dan lebih memantapkan tujuan yang akan dicapai yaitu paham Postmodernisme.
Dalam hal ini postmodernisme memiliki sebuah pengetahuan yang bersifat subjektif dan
interpretasi yang merupakan kebalikan dari Modernisme.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian postmodernisme?


2. Siapa tokoh pencetus teori postmodernisme?

C. Tujuan

1. Ingin mengetahui tentang pengertian postmodernisme.


2. Ingin mengetahui tentang siapa pencetus teori postmodernisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN POSTMODERNISME
Postmodernisme merupakan cabang dari aliran ilmu filsafat yang mana berisi tentang
pemikiran baru yang mengabaikan pemahaman-pemahaman dari aliran filsafat sebelumnya yang
masih berupa imajiner dan realistis sekaligus berisikan tentang permasalahan dari Modernisme
sebelum paham postmodernisme ini lahir yang mana telah mengalami kegagalan dalam
mengembangkan kemajuan pengetahuan dan sosial manusia. Postmodernisme memiliki
kandungan yang lebih daripada pengetahuan dan ide-ide yang bersifat maju atau modern tetapi
paham tersebut muncul dari postmodernisme itu sendiri.
Paham ini telah memengaruhi banyak bidang pendidikan kontemporer, terutama filsafat,
pendidikan, studi wanita, dan sastra. Sangat meresap sehingga istilah postmodern adalah umum
dalam bahasa biasa. Postmodernisme berpendapat bahwa periode sejarah modern telah berakhir
dan bahwa kita sekarang hidup di era postmodern. Memulai sebuah filosofi yang disebut
fenomenologi, Heidegger memerhatikan kebenaran subjektif dari diri manusia sendiri tentang
kenyataan atau realitas dari intuisi mereka, persepsi, dan refleksi ketika mereka berinteraksi
dengan fenomena.
Postmodernisme memiliki beberapa hasil studi dalam pembangunan psikologi dan metode
pendidikan. Postmodernis dan para filsuf menyetujui perihal ide membuat atau membentuk
keyakinan kita tentang pengetahuan dari pengalaman kita. Oleh karena itu peserta didik membuat
pandangan mereka tentang pengetahuan dengan berinteraksi dengan lingkungan mereka.
Pengetahuan merupakan sebuah konstruksi manusia, tidak pernah lengkap tetapi bersifat
sementara, bersifat dugaan, dan dapat direvisi terus-menerus karena pembelajar memperoleh lebih
banyak pengalaman. Pembelajaran kolaboratif, berbagi pengalaman dan ide melalui bahasa,
menjadikan pengetahuan sebagai konstruksi pribadi dan sosial.
B. KONSEP DASAR
Postmodernisme bekerja untuk meningkatkan persepektif pengetahuan manusa. Sementara
eksistensialis fokus pada kesadaran tentang pendapat individu, postmodernis fokus pada kesadaran
tentang kesenjangan sosial dengan mendekonstruksi asumsi tradisional tentang pengetahuan,
pendidikan, sekolah, dan pengajaran. Mereka tidak menganggap kurikulum sekolah sebagai
gudang kebenaran obyektif dan temuan ilmiah untuk ditransmisikan kepada pelajar. Ini adalah
permasalahan pandangan yang saling bertentangan beberapa di antaranya mendominasi dan
mensubordinasi orang lain. Postmodernisme merujuk pada instruksi sebagai "representasi," yang
mereka definisikan sebagai ekspresi budaya atau diskusi yang menggunakan narasi tentang realitas
dan nilai-nilai, cerita, gambar, musik, dan konstruksi budaya lainnya. Misalnya, seorang guru
dalam kelas studi sosial yang mempresentasikan sebuah unit tentang sejarah dan kontroversi yang
berkaitan dengan imigrasi harus sadar akan buku pelajaran dan biasnya sendiri.
Postmodernis mendesak guru untuk menjadi sadar akan peran kuat mereka dan secara kritis
memeriksa representasi mereka kepada siswa. Daripada hanya mengirimkan pengetahuan yang
disetujui secara resmi, guru harus secara kritis mewakili pengalaman manusia yang lebih luas
tetapi lebih inklusif. Pelajar berhak mendengar banyak suara dan banyak cerita, termasuk
otobiografi dan biografi mereka sendiri. Sementara postmodernis dan pragmatis setuju bahwa
kurikulum harus mencakup diskusi tentang masalah-masalah kontroversial, postmodernis tidak
menekankan metode ilmiah seperti halnya pragmatis. Metode ilmiah, untuk postmodernis,
mewakili metanarasi lain yang digunakan untuk memberi kekuatan kelompok elit atas yang lain.
C. PENCETUS TEORI POSTMODERNISME

1. Jean-Francois Lyotard

Jean-Francois Lyotard merupakan salah satu filsuf postmodernisme yang paling


terkenal sekaligus paling penting di antara filsuf-filsuf postmodernisme yang
lainnya. Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan modernisme
yang sebagai narasi besar seperti kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini
menurutnya mengalami permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang
memunculkan istilah religi, nasional kebangsaan, dan kepercayaan terhadap
keunggulan negara eropa untuk saat ini tidak dapat dipercaya atau kurang tepat
kebenarannya. Maka, postmodernisme menganggap sesuatu ilmu tidak harus
langsung diterima kebenarannya harus diselidiki dan dibuktikan terlebih dahulu.
Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi
alat penguasa, ilmu pengetahuan postmodern memperluas kepekaan kita terhadap
pandangan yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi atas
pendirian yang tak mau dibandingkan (Maksum, 2014: 319-321).

2. Michel Foucault

Michel Foucault adalah seorang tokoh postmodernisme yang menolak


keuniversalan pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang
ditolak oleh Foucault yaitu:

1) Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi khas
untuk setiap waktu dan tempat
2) Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif dunia, tetapi
pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
3) Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni, tetapi
selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa(Maksum, 2014: 322).

Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti, dan
final antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan
pasca-modern. Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur
membentuk rasionalotonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat
subjektif.

3. Jacques Derrida
Membahas filsuf yang satu ini tidak akan lepas dari buah pikirannya tentang
dekonstruksi. Istilah ini merupakan salah satu konsep kunci postmodernisme. Apa itu
dekonstruksi? secara etimologis, dekonstruksi adalah berarti mengurai, melepaskan,
dan membuka (Maksum, 2014: 331). Derrida menciptakan sebuah pemikiran
dekonstruksi, yang merupakan salah satu kunci pemikiran postmodernisme, yang
mencoba memberikan sumbangan mengenai teori-teori pengetahuan yang dinilai
sangat kaku dan kebenarannya tidak bisa dibantah, yang dalam hal ini pemikiran
modernisme. Derrida mencoba untuk meneliti kebenaran terhadap suatu teori
pengetahuan yang baginya bisa dibantah kebenarannya yang dalam arti bisa membuat
teori baru asalkan hal tersebut dapat terbukti kebenarannya dan
dipertanggungjawabkan.

4. Jean Baudrillard
Pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami
revolusi besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu
menyebabkan massa menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti yang
diperkirakan pemikir marxis. Dengan demikian, massa dilihat sebagai lubang hitam
yang menyerap semua makna, informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya, menjadi
tidak bermakna. Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak mengindahkan upaya yang
bertujuan memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini merupakan
istilah yang tepat untuk melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi,
dan hiperealitas (Maksum, 2014: 338).

5. Fedrick Jameson
Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis paling terkemuka. Menurut
Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan schizofrenia.
Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan pada gaya
yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan subjek
masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya mistifikasi,
kata Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya yang
telah mati. Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis.
Postmodernisme memiliki konsep waktu yang khas. Jameson, menjelaskan apa yang ia
maksudkan dengan menggunakan teori schizofrena lacan. Schizofrenik adalah
pengalaman penanda material yang terpisah, terisolir, dan gagal membentuk rangkaian
yang koheren (Hidayat, 2008: 227).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Postmodernisme merupakan suatu ide baru yang menolak atau pun yang termasuk dari
pengembangan suatu ide yang telah ada tentang teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham
modernisme. Bagi postmodernisme, paham modernisme selama ini telah gagal dalam menepati
janjinya untuk membawa kehidupan manusia menjadi lebih baik dan tidak adanya kekerasan.
Pandangan modernisme menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus mutlak serta
objektif, tidak adanya nilai dari manusia.
Bagi pemikiran postmodernisme, mereka tidak memandang ilmu pengetahuan modern
sebagai universalisme. Karena postmodernisme menolak penjelasan yang berifat universal,
harmonis, atau bahkan konsisten. Kaum postmodernisme menggantikan hal tersebut kepada yang
partikular dan lokal, lalu menyingkirkan hal yang bersifat universal.
DAFTAR PUSTAKA

Ornstein, A.C. and Levine, D.U. Foundations of Educations, 10th Edition. Boston & NY;
Houghton Mifflin Company, 2008. (Chapter 6: Philosophical Roots of Education, pp.159-198)
Jurnal Filsafat, ISSN: 0853-1870 (p); 2528-6811(e) Vol. 28, No. 1 (2018), p. 25-46,
doi:10.22146/jf.33296

Anda mungkin juga menyukai