Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT KONTEMPORER, PERBEDAAN FILSAFAT


KONTEMPORER DENGAN FILSAFAT MODERN, TOKOH FILSAFAT
KONTEMPORER DAN PEMIKIRANNYA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah pengantar Filsafat

Dosen Pengampu: Burhanatut Dyana M.H.I

Di susun Oleh:

Muhammad Miftakhul Rozzaq (230501005)

Elena Dementiva (230501004)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO

2023

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Alhamdulillah puji Syukur mari
kita panjatkan kepada Allah swt, karena Rahmat dan taufiq-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Filsafat dengan judul “Filsafat Kontemporer,
Perbedaan Filsafat Kontemporer dengan Filsafat Modern, Tokoh Tokoh Filsafat

Kontemporer dan Pemikiranya”. Dengan ini tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada:

1. M. Jauharul Ma’arif, M.Pd.I., selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan


Giri Bojonegoro.
2. Agus Sholahuddin Shiddiq, M.H.I, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Adab
Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro.
3. Burhanatut Dyana S.Sy M.H, selaku Kaprodi Hukum Keluarga Islam Universitas
Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro.
4. Burhanatut Dyana S.Sy M.H, selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar
Filsafat.

Penulis menyadari bahwasanya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dikarenakan keterbatasan sebagai manusia dan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diperlukan harapan penulis
semoga kelak makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis serta bagi para pembaca.

Bojonegoro, 15 November 2023

Penyusun

(Kelompok 09)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

1. Latar Belakang....................................................................................4
2. Rumusan Masalah...............................................................................5
3. Tujuan.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................6

1. Filsafat Kontemporer..........................................................................7
2. Perbedaan Filsafat Kontemporer .......................................................8
3. Perbedaan Filsafat Modern.................................................................8
4. Tokoh Tokoh Kontemporer.................................................................8
5. Pemikirannya....................................................................................11

BAB III PENUTUP......................................................................................12

1. Kesimpulan & Saran.........................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu.
Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring
dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap perkembangan itu kita
menyebut dalam konteks ini sebagai periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari
zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer. Begitu pula
dengan filsafat, dalam perkmbangannya filsafat dibagi menjadi 4 babakan yakni Filsafat
klasik meliputi filsafat Yunani dan Romawi pada abad ke-6 SM dan berakhir pada 529 M
dominasi oleh rasionalisme. Filsafat abad pertengahan meliputi pemikiran Boethius sampai
Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M didominasi dengan doktrin-
doktrin agama Kristen. Filsafat modern dan filsafat kontemporer yang didominasi kritik
terhadap filsafat modern.

Pada tahun 1880-an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di pinggir
jurang kehancuran karena terlalu mendewakan rasio. Hingga pada tahun 1990- an Capra
menyatakan bahwa budaya Barat telah hancur juga karena terlalu mendewakan rasio.
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi karena ia Filsafat yang keliru dan juga
keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi hancur (Tafsir, 2009 : 257).
Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia. Mencerminkan kelemahan
manusia modern. Akibatnya timbulah kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan
norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga manusia
modern yang mewarisi sikap positivistik cenderung menolak keterkaitan antara substansi
jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya manusia
terasing tanpa batas.

Pada zaman kita hidup saat ini dikenal dengan zaman postmodern dimana
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat pesat. Seluruh pengembangan tersebut
bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kelancaran manusia dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari. Pemikiran pada periode ini memfokuskan diri pada teori kritis yang
berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan 2 emansipasi adalah dua hal yang
saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi

4
ditunjang oleh sains dan teknologi. Dalam makalah ini penulis akan kemukakan sejarah
munculnya filsafat kontemporer dan filsafat postmodern sebagai ‗isme‘ yang mengritik
modernitas, juga akan dipaparkan beberapa tokoh pada periode ini, ajarana-ajaran pokok dan
sumbangih pemikirannya terhadap ilmu pengetahuan masa kini..

A. Rumusan Masalah

1. Apa itu Filsafat Kontemporer?


2. Apa Perbedaan Filsafat Kontemporer?
3. Apa Perbedaan Filsafat Modern?
4. Siapa Saja Tokoh Tokoh Filsafat Kontemporer?
5. Apa Pemikiranya Filsafat Kontemporer?

B. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Filsafat Kontemporer.


2. Memahami Perbedaa Filsafat Kontemporer.
3. Memahami Perbedaan Filsafat Modern.
4. Mengetahui Tokoh Tokoh Filsafat Kontemporer.
5. Mengetahui Pemikirannya Filsafat Kontemporer.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. FILSAFAT KONTEMPORER
“There is No Perfectness in the World”, ungkapan ini adalah yang paling tepat dan
perlu untuk mengawali pembahasan dalam makalah ini. Sebab, bila kita menelusuri jejak
pemikiran filsafat mulai abad klasik, pertengahan, dan modern, ternyata ada kelemahan dan
kekurangan di satu sisi serta kelebihan dan kesempurnaan di sisi yang lain. Filsafat modern
yang konon katanya, sudah lebih sempurna ternyata masih ada sisi kurangnya sehingga
muncul pemikiran baru dalam asas pemikiran yang disebut Fisafat Kontemporer.1
Segi kekurangan tersebut bisa diperlihatkan dengan banyaknya filosof dan
pemikirannya yang gagal mencapai kebijaksanaan sebagai inti diskursus filsafat. Kegagalan
tersebut disebabkan atas dua alasan. Yang pertama, merasa bahwa penilaian terhadap apa
yang digolongkan sebagai kebijaksanaan lebih didasari perasaan (feelings) dan keinginan
atau gairah (desires) ketimbang pengetahuan (knowledge). Kedua, penilaian itu didasari oleh
intuisi yang sulit dipertahankan dengan argumentasi logis.
Disebabkan karena tuntutan logis atau rasionalitas, filsafat mengalami beberapa
penggeseran yang khas. Penggeseran pertama, adalah dari paradigma yang kosmosentris
lewat paradigma teosentris ke paradigma antroposentris. Wawasan kosmosentris adalah
paradigma filsafat Yunani yang berarti kosmos atau alam raya, berada di pusat perhatian para
filosof. Lewat paradigma teosentris dalam filsafat Islam dan Kristiani abad pertengahan,
Allah ada di pusat perhatian, segala-galanya mau dilihat seakan-akan dari sudut pandang
Allah. Dalam paradigma antroposentris manusia menempati center court. Paradigma
antroposentris itu muncul dengan terang benderang di panggung filsafat dalam abad ke-17.
Penggeseran yang lain, adalah dari filsafat substansial-dengan pertanyaan dasar “Ada
apa? Dan apa yang ada itu apa?”, filsafat ini membahas tentang masalah-masalah seperti
hakikat alam, Allah, dan manusia-ke filsafat epistemologis dan metodis yang bertanya
tentang: “Apa yang dapat diketahui dan apa yang dikatakan?”, ke filsafat kritis yang mau
membebaskan.
Namum dalam faktanya, pedoman para filosof kepada rasio dan menghindari intuisi
mengalami pengalaman buruk sebagaimana yang telah dijelaskan pada beberapa buku
sejarah filsafat Barat. Gejala postmodernisme yang menginterupsi keabsolutan rasio
merupakan bukti mengenai ketidakberdayaan rasio dalam menghadapi kebenaran. Karena
dunia yang luas dan mozaik ini hampir tak mungkin bisa ditangkap dengan wadah rasio dan
indra saja. Selanjutnya akan disimpulkan secara singkat urutan beberapa perkembangan
filsafat pada abad setelahnya.2

1
Munir, Misnal. "Pengaruh filsafat Nietzsche terhadap perkembangan filsafat Barat kontemporer." Jurnal
Filsafat 21.2 (2011): 134-146.
2
Bustam, Betty Mauli Rosa. "Filosofi Pendidikan KH Ahmad Dahlan dan Implikasinya pada Epistemologi
Pendidikan Islam Kontemporer." Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 6.2 (2021): 262-281.
6
Pada abad ke-20 kita dapat menyaksikan empat aliran besar dalam filsafat. Pertama,
filsafat fenomenologis dan eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya: Husserl, Heidegger, dan
Sartre, filsafat ini merupakan aliran yang paling subur di Eropa kontinental terutama di
Jerman dan Prancis. Aliran kedua, meskipun bermula dari “Lingkaran Wiena”, Austria,
menjadi filsafat yang dominan untuk waktu yang lama di wilayah Anglo-Saxon, jadi di
Inggris dan Amerika Utara, itulah filsafat analitis dan bahasa, dengan tokohnya Ludwig
Wittgenstein, di mana aliran yang paling terkenal adalah Positivisme Logis. Aliran ketiga
bertitik berat di Jerman dan Prancis, yaitu filsafat kritis yang memahami pemikiran filosofis
sebagai praksis pembebasan.
Di sini termasuk Teori Kritis Horkhei3mer dan Adorno kemudian Habermas, serta
segala filsafat yang mendapat inspirasi dasar dari pemikiran Karl Marx dan Foucalt, misalnya
teori keadilan John Rawls. Aliran keempat yang sangat tidak homogen adalah medan
pemikiran postmodernistik yang terutama dikembangkan di Prancis, dengan tokoh-tokohnya,
seperti: Derrida dan Lyotard. Dan di Amerika Serikat dengan Komunitarisme (yang dengan
sendirinya menolak dimasukkan ke dalam postmodernisme). “Postmodernisme” itu menolak
segala usaha untuk memahami seluruh kekayaan gejala kehidupan manusia melalui satu pola
teoretis. Pemahaman satu pola itu memaksa dan menjadi sarana penindasan dalam realitas.
Di samping empat aliran besar tersebut, tentu masih ada sekian banyak aliran lain, teutama
Neo-Thomisme dan banyak filosof yang tidak mudah dapat ditempatkan ke dalam salah satu
dari aliran itu.
Mengenai beberapa aliran filsafat yang berkembang di Barat, menurut sumber yang
lain, dinyatakan bahwa pada abad ke-17 dan ke-18 sejarah filsafat Barat memperlihatkan
aliran-aliran yang besar, yang bertahan lama dalam wilayah-wilayah luas, rasionalisme,
empirisme, dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, filsafat Barat dalam abad ke-19 dan 20
kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru bermunculan, dan yang menarik aliran-
aliran ini sering terikat hanya pada satu negara atau satu lingkungan bahasa. Aliran-aliran
yang paling berpengaruh pada abad kini diantaranya adalah positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme dan lainnya.

B. PERBEDAAN FILSAFAT MODERN


Filsafat zaman modern ditandai dengan perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran
atau pola-pola berpikir. Sebagai bentuk kesadaran, modernitas dicirikan dengan tiga hal
yaitu; subjektivitas, kritik dan kemajuan. Dengan subjektivitas dimaksudkan bahwa manusia
menyadari dirinya sebagai subjectum, yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran
segala sesuatu.4

Lewat modernisasi manusia lebih menyadari dirinya sebagai individu. Di dalam


filsafat kita mendengar pernyataan Decartes yang sangat terkenal yaitu Cogito Ergo Sum
3
Sholahudin, Umar. "Membedah Teori Kritis Mazhab Frankfurt: Sejarah, Asumsi, Dan Kontribusinya Terhadap
Perkembangan Teori Ilmu Sosial." Journal of Urban Sociology 3.2 (2020): 71-89.
4
Adib, H. Mohammad. "Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemol ogi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan."
(2011).
7
(Saya berpikir maka saya ada). Pernyataan itu adalah formulasi padat kesadaran zaman
modern yang terus dipertahankan. Manusia sebagai individu bisa mengetahui kenyataan
dengan rasionya sendiri. Elemen selanjutnya adalah kritik. Dengan kritik dimaksudkan
bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber pengetahuan, melainkan juga menjadi kemampuan
praktik untuk membebaskan individu dari wewenang tradisi atau untuk menghancurkan
parsangka-prasangka yang menyesatkan. Kant merumuskan kritik sebagai keberanian untuk
berpikir sendiri di luar tuntunan tradisi atau otoritas. Subjektivitas dan kritik pada gilirannya
mengandaikan keyakinan akan kemajuan. Dengan kemajuan dimaksudkan bahwa manusia
menyadari waktu sebagai sumber langka yang tak terulangi. Waktu dialami sebagai
rangkaian peristiwa yang mengarah pada satu tujuan yang dituju oleh subjektivitas dan kritik
tersebut. Selain itu ada dua hal yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas
gereja dan mengual otoritas Sains. Dua hal itu yang pada dasarnya menjelaskan lain-lainnya.

C. PERBEDAAN FILSAFAT KONTEMPORER

Ciri filsafat Kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern yang
semakin melenceng, pemikiran Kontemporer ini berusaha mengkritik Logosentrisme,
rasionalisme filsafat modern yang berusaha menjadika rasio sebagai instrumen utama,
perkembangan Filsafat kontemporer berada dalam dua jalur yakni filsafat Holistic dan filsafat
dekonstruksi.5

D. TOKOH FILSAFAT KONTEMPORER DAN PEMIKIRANNYA

Tokoh tokoh filsafat kontemporer

Hannah Arendt, Robert Nozick. Thomas Kuhn, Chantal Mouffe, Martha Nussbaum, Alasdair
Maclntyre. Peter Singer, Nicolai Berdyaev. Peter-Paul Verbeek. dan Paulo Freire. 6 Adapun
pemikiranya :

A.Pengertian Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna.Pragma berasal dari kata
Yunani.Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
apa saja yang membuktikan dirinya sendiri yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat
secara praktis.Misalnya,berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik,asalkan dapat
membawa kepraktisan dan bermanfaat bagi kehidupan.7

Tokohnya William James(1842-1910)lahir di New York,memperkenalkan ide-idenya


tentang pragmatisme kepada dunia.Ia ahli dalam bidang seni,psikologi,anatomi,fisiologi,dan
filsafat.

5
Jalil, Mat. "Sinergitas Filsafat Dan Agama Bagi Masyarakat Di Era Kontemporer." Ath Thariq Jurnal Dakwah
dan Komunikasi 3.2 (2020): 215-234.
6
Munir, Misnal. "Pengaruh filsafat Nietzsche terhadap perkembangan filsafat Barat kontemporer." Jurnal
Filsafat 21.2 (2011): 134-146.
7
Saidah, Ahmad Hafid. "Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, dan Pragmatisme dalam
Perspektif Pendidikan Islam." AL ASAS 5.2 (2020): 16-28.
8
Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya mengalami konflik
antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama.Ia beranggapan,bahwa
masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoretis.Ia

menginginkan hasil-hasil yang konkret.Dengan demikian,untuk mengetahui kebenaran dari


ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi praktisnya.

Kaitannya dengan agama,apabila ise-ide agama dapat memperkaya kehidupan,ide-ide


tersebut benar.

B.Pengertian Eksistensialisme

Kata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar,dan sistensi atau sisto
=Berdiri,menempatkan.secara umum berarti,manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa
dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya.Karena manusia selalu
terlihat di sekelilingnya,sekaligus sebagai miliknya.Upaya untuk menjadi miliknya itu
manusia harus berbuat menjadikan-merencanakan,yang berdasar pada pengalaman yang
konkret.8

Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan


berdasarkan pada eksistensinya.Artinya bagaimana manusia berada(bereksistensi)dalam
dunia.

Pelopornya adalah Soren Kierkegaard(1813-1855),Martin Heidegger,J.P. Sartre,Karl


Jaspers,Gebriel Marcel.

Pemikiran Soren kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada


pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu,yang
konkret.Karena,eksistensi manusia penuh dengan dosa,hanya iman kepada Kristus sajalah
yang dapat mengatasi perasan bersalah karena dosa.

C.Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala,yaitu suatu hal yang
tidak nyata dan semua.Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan
kejadian yang dapat diamati lewat indra.Misalnya,penyakit flu gejalanya batuk,pilek.Dalam
filsafat fenomenologi,arti di atas berbeda dengan yang dimaksud,yaitu bahwa suatu gejala
tidak perlu harus diamati oleh indra,karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah,dan tidak
harus berupa kejadian-kejadian.9 Jadi,apa yang kelihatan dalam dirinya sendiri apa adanya.

Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomoenologi sebagai sumber berpikir yang
kritis.Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920
hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan pengetahuan positif.Tokohnya:Edmund
Husseri(1839-1939),dan pengikutnya Max scherel(1874-1928).
8
Ekawati, Dian. "Eksistensialisme." Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan 12.01 (2017): 137-153.
9
Nuryana, Arief, Pawito Pawito, and Prahastiwi Utari. "Pengantar Metode Penelitian Kepada Suatu Pengertian
Yang Mendalam Mengenai Konsep Fenomenologi." Ensains Journal 2.1 (2019): 19-24.
9
Edmund Husserl(1839-1939) lahir di Wina.Ia belajar ilmu alam,ilmu
falak,metematika,kemudian filsafat.Akhirnya menjadi guru besar di Halle,Gottingen,Freibug.

Pemikirannya,bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara,yaitu


dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif.Tujuannya adalah

untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif.Sedangkan metode deduktif artinya


mengkhayalkan gajala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda.Sehingga akan terlihat
batas invariable dalam situasi yang berbeda-beda.Sehingga akan muncul unsur yang tidak
berubah-ubah yaitu hakikat.Inilah yang dicarinya dalam metode variasi eidetis. 5

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Satu hal yang harus
digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat bertindak. Dalam menghadapi
berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis, metafisik, religius dan
sebagainya, pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Filosuf
yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
Mereka berdualah yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang,
karena di Amerika Serikat pragmatisme mendapat tempat tersendiri dengan melekatnya
nama William James sebagai tokohnya, disamping John Dewey. Diakui atau tidak, paham
pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat.
Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia
pendidikan.

10
Inti pemikiran aliran eksistensialisme adalah keberadaan manusia diantara keberadaan
yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu
sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan
dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia
pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Søren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre
dianggap filosof yang dapat mewakili aliran ini. Søren menggambarkan tentang
eksistensialisme manusia dalam perkembangan religius. Sartre sendiri mengatakan manusia
itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan tindakannya
sendiri.

Posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui nilai-nilai


dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada modernisme yang
dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme.
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, ketika Jean
Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era posmodern, dimana
narasi-narasi besar dunia modem. Aliran posmodernisme berkembang pesat pada 1970an
dengan beberapa tokoh yang gigih menolak aliran modernism, tokoh-tokoh tersebut antara
lain Jeans Francois Lyotard, Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, Jacques Derrida, Michel
Foucalt dan lain sebagainya.

11
B. Saran

Fenomenologi adalah suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan, dan juga
sebagai suatu pendirian atau aliran filafat. Akan tetapi dalam mazgab filsafat fenomenologi
memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.

Edmund Husserl (1859–1939) membawa fenomenologi berubah menjadi sebuah disiplin


ilmu filsafat dan metodologi berfikir yang mengusung tema Epoche-Eiditic Vision
danLebenswelt sebagai sarana untuk mengungkap fenomena dan menangkap hakikat yang
berada dibaliknya. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan
fenomenologi.

Dalam pemahaman Edmund Husserl, fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta
introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman
yang didapat secara langsung seperti religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Ia
juga menyarakan fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada penyelidikan susunan
kesadaran itu sendiri, sehingga akan nampaklah objek kesadaran (fenomenon) tentang
Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah).
Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan
praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.

Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, fenomenologi merupakan salah satu bentuk inovasi
karena mampu meninggalkan syarat dalam sebuah penelitian yang termanifestasi dengan
menggunakan sebuah hipotesa dalam kerangka penyusunan.

Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita) adalah


relative, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal
tersebut jelas mempunyai implikasi bagaimana kita memandang diri dan mengkonstruk
identitas diri. Hal ini senada dengan devisi dari Friedrich Wiliam Nietzsche (1844-1900)
yang dikenal sebagai nabi dari postmodernisme. Dia mengatakan bahwa ‖Ada banyak macam
mata. Bahkan sphink juga mamiliki mata, dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran,
dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarata: Prenada Meda Grup.
Cahyani, Rina. 2011. Derrida; Biografi Dan Pemikiran.
Http://profil.merdeka.com/mancanegara/j/jacques-derrida/. Diakses tanggal 27
Februari 2013 pukul 15:51 WIB
Hadiwijoyo, Harun, 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Percetakan Kanisius,
Yogyakarta. Hadiwijono, H.1995. Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.
Hamersma, Herry. 1983. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern.Jakarta: Gramedia
Kattsoft, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. (terjemah). Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.

Magnis Suseno, Franz., 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta:


Kanisius. Magnis Suseno, Franz., 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta:
Kanisius.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras.

Rodliyah, Ummi. 2011. Postmodernisme Dalam Pandangan Jean Francois Lyotard.


http://www.tokohposmodernisme.com/html/.(diakses tanggal 27 Februari 2013
pukul 15:51 WIB)
Septin. 2007. Metanarative. http://septian.wordpress.com/2007/10/06/apa-itu-meta-
narrative/
Solihin. 2007. Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern.
Bandung: Pusta Setia
Sudarsono, Drs. 1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Surya.2010. Mengenal
Postmodern.http://suyadian.wordpress.com/2010/17/06/mengenal- postmodern/).
Syadali, Ahmad dkk. 1997. Filsafat Umum. Cet 1. Bandung: Cv .Pustaka
Setia Tafsir, A.2001. Filsafat Umum. Bandung: Rosda.
Thevenaz, Pierre.1962. What is Phenomenology? Chicago: Quadrangle BooksYanur,
Fadli. 2008. Hakekat Pragmatisme. Tersedia pada
(http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-pragmatisme.html. diakses pada tanggal
14-02-2013
Yanur, Fadli. 2008. Pandangan Pragmatisme dan Penerapannya di Bidang
Pendidikan.
Tersedia pada (http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-pragmatisme.html)

13
14

Anda mungkin juga menyukai