Anda di halaman 1dari 17

Nama : Lola Dillania

NPM : 200110164007

ILMU PEMULIAAN TERNAK


KULIAH 1
SEJARAH PEMULIAAN TERNAK

Pemuliaan ternak merupakan aplikasi dari genetika dalam upaya meningkatkan


produktivitas ternak. Produktivitas ternak dipengaruhi oleh Breeding, Feeding, dan
Manajemen. Pengetahuan ini tentunya berdasarkan atas penelitian-penelitian yang intensif
dan komprehensif, yang melibatkan berbagai ilmu yang menunjang seperti Biologi,
Reproduksi, Nutrisi dan Statistika. Pada saat ini, untuk mencapai produktivitas dan efesiensi
produksi, para ahli menambahkan kriteria lain: pengendalian penyakit, pemasaran produk dan
pengolahan pasca panen.

Sebelum tahun 1800, perbaikan mutu genetik ternak masih mengutamakan seleksi alam
dengan kekuatan daya adaptasi. Para ahli pemuliaan telah mengetahui sebagian karakteristik
bangsa-bangsa ternak yang berada di dunia.

Sekitar tahun 1800, Robert Bakewell (Bapak Pemuliaan Ternak) merintis metoda
seleksi yang sistematik pada ternak. Mengembangkan populasi ternak superior pada sapi
dengan cara menyeleksi sifat-sifat spesifik yang diinginkan. Robert Bakewell juga
mengembangkan populasi tertutup melalui inbreeding dan linebreeding untuk memperoleh
populasi yang seragam.

Pada tahun 1850an, Gregor Mendel (Bapak Genetika) merintis teori dasar penurunan
sifat yang sangat memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu pemuliaan. Robert
Bakewell lebih mengarah ke pengembangan praktis performa ternak dengan tidak
mempelajari alasan penurunan sifatnya, Gregor Mendel berusaha menggali alasan penurunan
sifat walau sifat yang digunakan sangat sederhana, yaitu warna pada bunga ercis. Tetapi teori
yang dirintis Mendel memberi dampak yang sangat luas pada ilmu pemuliaan sampai
sekarang.

Pada tahun 1925, dibangun pusat penelitian di Amerika yang mempelajari performa-
performa ternak. Station ini mulai membandingkan secara ilmiah bangsa-bangsa ternak dari
berbagai pelosok dunia. Penelitian-penelitian yang dilakukan lebih mengarah ke uji performa
dan seleksi keunggulan genetik dibandingkan dengan manajemen. Hasil-hasil penelitian juga
mendemontrasikan keunggulan ‘Hybrid Vigor’ dan hasil ‘Cross Breeding’ dari bangsa
ternak murninya.

Pada tahun 1925, berkembang ilmu genetika quantitatif yang merupakan akar dari teori
seleksi, persilangan dan evaluasi genetik pada ternak. Pada tahun 1960, Falconer
mendeklarasikan bahwa ilmu genetika kuantitatif sebagai ilmu dasar tersendiri. Ilmu genetika
kuantitatif sampai sekarang banyak dipakai sebagai alat dalam perbaikan mutu genetik ternak
di berbagai industri perbibitan.

Setelah tahun 1960, ilmu pemuliaan ternak mengalami perkembangan yang pesat
dengan ditemukannya Struktur DNA oleh Watson dan Crick. DNA merupakan dasar
material pembawa keturunan penting dan bisa digunakan sebagai penciri karakteristik
spesifik pada mahluk hidup. Penemuan DNA telah banyak membawa perkembangan mutu
genetik yang spesifik, terutama untuk sifat-sifat yang sulit diukur. Dalam perkembangan
selanjutnya, teknologi DNA menjanjikan bisa membawa perbaikan mutu genetik ternak
melalu teknologi manipulasi DNA dan Penciri pembantu dalam program seleksi.

Akhir tahun 1970, Handerson mengembangkan teori pendugaan nilai pemuliaan


dengan nama Best Linear Unbiased Prediction (BLUP). Metoda ini sampai sekarang
merupakan metoda standar untuk evaluasi genetik di dunia dan banyak dipakai baik di
program evaluasi genetik nasional di banyak negara dan indutri-industri perbibitan.

Pada tahun 1990, para peneliti berusaha menggabungkan teknik perbaikan mutu genetik
dengan cara genetika kuantitatif dan teknologi DNA. Teori-teori telah terbentuk sampai saat
ini penggabungan kedua teknik ini masih sangat mahal dan belum efektif dan efisien dipakai
di industri perbibitan ternak. Sampai saat ini di banyak industri masih memakai ilmu genetika
kuantitatif sebagai alat utama, sedangkan teknologi DNA lebih banyak dipakai sebagai
Marka untuk mengetahui karakteristik dan diversity populasi.

Sejak tahun 1925, perusahaan-perusahaan perbibitan mulai terbentuk dan membawa


kearah kemajuan performa ternak yang nyata. Sebagai contoh performa-peforma ternak saat
ini dibandingkan dengan 70 tahun yang lalu: Produksi susu naik 300% dengan jumlah ternak
sapi perah turun hampir 50%, waktu pelihara pada babi lebih pendek 50% dan FCR turun
300%, berat sapih sapi potong naik 35% dan FCR turun 35%, dan bobot satu tahun sapi
potong naik 25% sedang FCR turun 50%.

Perbaikan produktivitas ternak masa yang akan datang akan tergantung pada perbaikan
mutu genetik ternak. Perbaikan akan masih melalui ilmu genetika kuantitatif, sedangkan
penggunaan material genetik melalui kloning, transfer inti, manipulasi gena, dan teknik gena
penciri digunakan untuk membantu keakuratan dalam program seleksi. Perbaikan mutu
genetik ternak akan dipercepat dengan bantuan teknologi reproduksi seperti, Inseminasi
Buatan, Super Ovulasi, Embrio Transfer, Invitro Maturation/Fertilitation, dan Semen Sexing.

Perbaikan mutu genetik melalui rekayasa genetika akan menghadapi banyak tantangan,
terutama yang berhubungan dengan kode etik dan persepsi konsumen terhadap kealamiahan
produk. Konsumen produk peternakan saat ini cenderung memilih produk-produk yang
alami, bahkan manajemen ternak pun sudah banyak yang beralih ke kembali natural dan atau
organic farming. Keadaan ini akan merubah teknik-teknik perbaikan mutu genetik yang
selama ini banyak diterapkan untuk ternak-ternak yang dipelihara secara intensif.
KULIAH II
DASAR GENETIKA DALAM PEMULIAAN TERNAK

Pada tahun 1908, G.H. Hardy dan W. Weinberg secara terpisah telah menemukan
prinsip-prinsip frekuensi gena didalam suatu populasi. Teori mereka terkenal dengan Hukum
Keseimbangan Hardy-Weinberg. Hukum ini menyatakan bahwa frekuensi genotip akan
konstan dari generasi ke generasi jika:

1. Perkawinan terjadi secara acak (random)


2. Tidak ada mutasi
3. Tidak ada migrasi,
4. Tidak terjadi seleksi
5. Drift

Dalam suatu populasi, gena atau genotip biasanya diungkapkan dalam frekuensi.
Frekuensi genotip adalah proporsi dari genotip tertentu terhadap jumlah seluruh genotip
didalam populasi, sedangkan frekuensi gena adalah proporsi suatu alel tertentu terhadap
seluruh alel yang diamati dalam populasi.

Catatan : (1) Frekuensi gena, (2) Frekuensi genotip, dan (3) Frekuensi fenotip

Contoh 1 (Legates dan Warwick, 1990)

Dalam suatu populasi terdapat 100 ekor sapi Shorthorn, yang terdiri dari 47 ekor warna
merah, 44 ekor warna roan dan 9 ekor warna putih. Merah (M) dominan tidak sempurna
terhadap putih (mm).
1. Berapa frekuensi gena M dan m?
2. Berapa frekuensi genotip MM, Mm, dan mm?

Jawab:
Seekor individu mempunyai 1 pasang alel, jadi 100 ekor = 2 x 100 = 200 alel. Genotip
merah (MM), roan (Mm), dan putih (mm).

1. Frekuensi gena M atau p :

Frekuensi gena m atau q :

2. Frekuensi genotip Merah : Roan : Putih = (M+m)2 = M2 + 2Mm + m2


a. Merah : (0,69)2 = 0,4761
2
b. Roan : 2 (0,69) (0,31) = 0.4278
2
c. Putih : (0,31) = 0.0961

p+q =1
(p +q) 2 =1
p2 +2pq + q2 =1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Gena
1. Seleksi

Frekuensi gena atau genotip bisa berubah baik dengan seleksi alam maupun seleksi
buatan. Disini hanya akan dibahas seleksi buatan, yang merupakan salah satu cara yang
banyak dipakai untuk memperbaiki mutu genetik ternak. Pada dasarnya seleksi tidak
menciptakan gena-gena baru tapi hanya memberi peluang munculnya gena-gena yang
disukai.

Kembali ke contoh terdahulu. Apabila kita menginginkan ternak merah dan roan saja
dengan menyingkirkan ternak-ternak putih, frekuensi gena dan frekuensi genotip akan
berubah menjadi:

Jumlah ternak menjadi 91 ekor atau banyaknya alel = 2 x 91 = 182.

Frekuensi gena M :

Frekuensi gena m :

Frekuensi genotip: MM = merah = (0,76)2 = 0,5776 = 58%


Mm = roan = 2(0,76)(0,24) = 0,3648 = 36%
mm = putih = (0,24)2 = 0,0576 = 16%

Pada dasarnya seleksi tidak menciptakan gena baru tapi


memberi peluang munculnya gena-gena yang disukai

2. Mutasi

Mutasi merupakan perubahan material genetik, misalnya berubahan alel A menjadi a


atau sebaliknya. Mutasi pada umumnya sedikit mendapat perhatikan dalam program
pemuliaan ternak karena sangat jarang terjadi dan bila terjadi biasanya dalam waktu yang
lama. Tingkat mutasi dalam suatu populasi sangat kecil berkisar antara 10-4 sampai 10-8.
Misal A bermutasi menjadi a dengan tingkat u dan sebaliknya a bermutasi menjadi A
dengan tingkat v, maka keseimbangan Hardy-Weinberg menjadi:
up = qv
p = frekuensi gen dominan
q = frekuensi gen resesif

3. Migrasi

Migrasi adalah suatu perpindahan suatu individu/kelompok dari suatu populasi ke


populasi lain. Perubahan frekuensi gena yang disebabkan oleh migrasi lebih cepat
dibandingkan dengan mutasi, dan tingkatnya tergantung pada banyaknya migran dan
perbedaan frekuensi gena migran dengan frekuensi gena pada populasi awal. Migrasi
banyak dilakukan dalam pemuliaan ternak, misalnya memasukan ternak-ternak unggul
dari luar negeri dan mengawinkan dengan ternak-ternak lokal setempat.
4. Genetik Drift

Telah dibahas bahwa dalam populasi besar yang tanpa mutasi, migrasi, seleksi dan
perkawinan terjadi secara acak, sehingga frekuensi gena akan tetap dari generasi ke
generasi mengikuti keseimbangan hukum Hardy-Weinberg. Tetapi dalam populasi yang
kecil mungkin terjadi fluktuasi frekuensi yang disebabkan oleh pemilihan alel. Proses ini
disebut Genetik Drift.

Genetik drift adalah suatu fluktuasi perubahan frekuensi gena dalam populasi
kecil, yang disebabkan oleh pemilihan alel. Genetik drift tidak bisa ditentukan
arahnya tapi bisa dihitung perubahannya.

Misal dalam suatu populasi yang terdiri hanya 10 individu, frekuensi gena awal p = q
= 0.5. Gamet yang terbentuk adalah 2x10 = 20 yang terdiri 10 A dan 10 a. Pada generasi
berikutnya mungkin berubah menjadi 12 A dan 8 a, atau sebaliknya. Fluktuasi semacam
ini disebut Drift.
KULIAH III
DASAR STATISTIKA DALAM PEMULIAAN TERNAK

1. Probabilitas dan Distribusi Binomial

Apabila kita mempunyai sejumlah percobaan, katakan n percobaan, dan tiap


percobaan mempunyai k kemungkingan hasil, contohnya jika k=2, untuk kemungkinan
sukses dan gagal, kemudian kita ingin mengetahui berapa kemungkinan munculnya sukses
dan berapa kemungkinan munculnya gagal? Percobaan ini disebut percobaan Bernaolli.

Jenis kelamin pada ternak adalah suatu keterjadian yang independent (tidak saling
terikat), kita mengharapkan kelahiran jantan pada 2 kelahiran, berapa peluangnya?

Ada 4 kemungkinan hasil, yaitu kelahiran: jatan-jantan, jantan dan betina, betina dan
jantan, betina dan betina. Apabila peluang kemungkinan lahirnya jantan = betina = 0.5,
maka:
kemungkinan lahirnya 2 jantan = 0,5 x 0.5 = 0.25
kemungkinan lahirnya satu jantan = 2 x 0.5 x 0.5 = 0.5
kemungkinan lahirnya 2 betina = 0.5 x 0.5 = 0.25.

Banyak cara untuk mencari koefisien binomial, salah satu cara untuk mendapatkannya
adalah dengan menggunakan rumus aljabar:
(p+ q)n
2 2
n  2  p  2 pq  q
Apabila dimana p+q=1
3 2 2 3
n  3  p  3 p q  3 pq  q

2. Chi Kuadrat

Bertujuan untuk mengetahui apakah hasil yang kita peroleh sesuai dengan yang kita
harapkan. Uji ini disebut juga uji kecocokan dengan rumus:

2

(O
 E)2
E
Dimana : O = data hasil observasi (pengamatan)
E = nilai harapan

Uji 2 adalah uji kecocokan, untuk mengetahui apakah hasil yang kita amati
sesuai dengan yang diharapkan
3. Kurva Normal dan Rata-rata

Sifat-sifat produksi susu, produksi telur, bobot lahir dan lainnya. Sebaran sifat ini
menyebar dari nilai yang terendah sampai yang tertinggi membentuk kurva normal. Tetapi
hanyalah mempelajari efek dari gena-gena tersebut secara kumulatif, bukan mempelajari
posisi dari gena-gena didalam kromosom. Dari sekelompok gena yang mempengaruhi satu
sifat, tidak semua gena-gena tersebut mempunyai pengaruh yang sama, misalnya
sekelompok gena mungkin mempunyai pengaruh kecil, sedangkan yang lainnya
berpengaruh besar. Gena yang mempunyai pengaruh yang besar disebut Major gene,
misalnya pada liter size (jumlah anak yang dilahirkan dalam satu kelahiran). Major gene
jelas mempengaruhi kenormalan kurva. Para ilmuwan sering mengungkapkan liter size ini
dengan sepasang gena, padahal sifat ini dipengaruhi oleh banyak gena, tapi mereka hanya
menuliskan notasi untuk major gene nya saja karena gena-gena lain pengaruhnya kecil.

Rata-rata merupakan ukuran pusat yang penting dalam pemuliaan ternak, karena
sampel yang kita ambil dalam suatu populasi yang berdistribusi normal mungkin akan
menyimpang. Rata-rata suatu sifat yang kita amati adalah rata-rata aritmetik dari seluruh
nilai didalam populasi atau sampel. Rata-rata populasi biasanya ditulis dengan notasi x
sedangkan rata-rata sampel ditulis dengan notasi x. Rumus dari rata-rata sampel adalah:

x=

Dimana: x = pengukuran dari individu yang diamati


n = jumlah sampel

4. Ragam (Varian)

Ragam merupakan ukuran yang terpenting dalam pemuliaan ternak karena merupakan
suatu ukuran untuk menentukan nilai genotip dan penotip dari suatu populasi/individu.
Ragam menggambarkan suatu dispersi/variasi dari suatu populasi.

Apabila kita akan memilih beberapa ekor ternak yang akan digunakan sebagai tetua
untuk generasi selanjutnya, misalnya berdasarkan bobot badan, seleksi tersebut akan
efektif bila dalam populasi tersebut mempunyai keragaman yang tinggi. Tetapi kalau
dalam populasi tidak mempunyai keragaman, misalnya semua ternak yang akan kita pilih
mempunyai bobot yang sama (secara genetik), maka kita tidak perlu melakukan seleksi.

Ragam merupakan simpangan kuadrat dari rata-rata populasi atau sampel, dan
biasanya ditulis dengan notasi σ2 untuk populasi dan s2 untuk sampel. Ragam suatu
sampel ditulis dengan persamaan:
2 2 2
s2  (x1  x) (x2  x) ...(xn  x)
n 1

Untuk populasi dibagi dengan n.


5. Standar Deviasi
Standar deviasi adalah merupakan akar dari ragam, dan diberi simbol untuk
populasi dan s untuk sampel. Rumusnya adalah:

   populasi
2

s  s  sampel
2

6. Koefisien Variasi

Kadang-kadang kita perlu untuk membandingkan keragaman antara 2 sifat atau lebih;
apakah sifat yang satu lebih beragam dari sifat yang lainnya atau kurang beragam. Alat
yang digunakan adalah koefisien variasi (C). Koefisien variasi ditulis dengan persamaan:

C  x100  populasi
s
C  x x100  sampel

7. Korelasi
Jika kita tertarik untuk mengetahui derajat hubungan antara dua variabel atau sifat,
misal hubungan antara lingkar dada dengan bobot badan atau bobot badan dengan
produksi susu, kita bisa menggunakan korelasi. Koefisien korelasi (r) berkisar antara -1.0
sampai +1.0. r =+1.0 menunjukan bahwa penambahan 1 unit suatu variabel, akan
menambah 1 unit variable lain.

8. Regresi

Jika koefisien variasi mengukur derajat hubungan antara dua variabel, koefisien
regresi atau sering ditulis dengan notasi b, mengukur jumlah perubahan suatu variabel atau
sifat dengan variabel lain yang berhubungan. Misalnya perubahan penambahan bobot
badan untuk setiap penambahan lingkar dada.

9. Analisis Ragam (Analisis Varian)

Analisis ragam dipakai dalam pemuliaan ternak untuk menduga ragam genetik dan
fenotip. Sejak tahun 1985 analisis ini tidak dipakai lagi dengan mulai dikembangkanya
analisis Restricted Maximum Likelihood (REML). Sampai sekarang REML bisa dikatakan
sebagai analisis standar dunia untuk menduga ragam peragam dalam pemuliaan ternak.
KULIAH IV

FENOTIP, GENOTIP DAN LINGKUNGAN

Sifat pada ternak dapat dibedakan menjadi sifat kuantitatif dan sifat kualitatif.
 Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, misalnya produksi susu, bobot
badan dan produksi telur. Sifat ini dikontrol banyak gena dan sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, seperti pakan dan tatalaksana. Gena-gena tersebut ada yang
berpengaruh besar dan ada juga yang kecil. Pengaruh gena-gena yang
menyumbangkan suatu expresi pada fenotip disebut genotip.
 Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur, tapi bisa dikelompokan.
Misalnya warna bulu, bentuk tanduk. Sifat ini sedikit/tidak dipengaruhi lingkungan
dan biasanya dikontrol oleh satu atau dua pasang gena saja.

Pada bab ini mempelajari pengaruh gena secara kumulatif yang diekspresikan pada
fenotip. Secara matematis hubungan antara fenotip, genotip dan lingkungan dapat
diungkapkan dengan persamaan sebagai berikut:

P = G + E + GE

Dimana: P = Fenotip
G = Genotip
E = Environment (Lingkungan)
GE = Interaksi antara genotip dan lingkungan

Efek dari gena dalam genotip dapat dibedakan menjadi :


1. Pengaruh yang bersifat aditif.
2. Pengaruh yang bersifat dominan.
3. Pengaruh epistatis.

Dengan demikian Genotip (G) ternak tersusun oleh gena-gena yang bersifat aditif,
dominan dan efistatis, yang secara matematis dapat diungkapkan sebagai berikut:

G=A+D+E

Dimana: G = Genotip
A = Efek gena aditif
D = Efek gena dominan
E = Efek gena epistatis

Pengaruh dominasi pada suatu sifat dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1. Tidak ada dominasi (aditif).
2. Dominasi tidak lengkap.
3. Dominasi lengkap.
4. Over dominasi.
Ragam (Variasi)

Keragaman (Variasi) individu (terutama variasi genotip) memegang peranan penting


dalam pemuliaan ternak. Jika dalam suatu populasi ternak tidak ada variasi genotip, maka
penyeleksi ternak bibit tidak perlu dilakukan. Untuk ternak pengganti tinggal diambil ternak
yang ada tanpa harus melakukan pertimbangan seleksi. Semakin tinggi variasi genotip
didalam populasi, semakin besar perbaikan mutu bibit yang diharapkan. Dalam ilmu
pemuliaan ternak, fenotip, genotip dan lingkungan diungkapkan dalam bentuk variasi. Dalam
ilmu statistika variasi (ragam) adalah simpangan rata-rata kuadrat dari nilai ratarata populasi.
Secara matematis variasi (ragam) dapat diungkapkan dengan rumus:

2
Vx = x =
2
Dimana : Vx = x = ragam atau variasi sifat x
= sifat x
= rata-rata
n = jumlah ternak
Ragam genetik:
VG = VA + VD + VI
Dimana : VA = ragam yang disebabkan oleh gena-gena yang bersifat aditif
VD = ragam yang disebabkan oleh gena-gena yang bersifat dominan
VI = ragam yang disebabkan oleh interaksi antar gena (epistasis)
1. Ragam aditif
Ragam aditif genetik (VA/additive genes) merupakan ragam yang terpenting
dalam pemulian ternak karena sering digunakan untuk menentukan kebijakan dalam
seleksi dan juga dalam persilangan.

2. Ragam dominan
Rataan bobot badan anak hasil persilangan bisa menyimpang bila gena-gena
yang bukan aditif (non-additive genes) ikut berpengaruh. Gena bukan aditif terdiri
dari pengaruh gena-gena yang bersifat dominan, terjadi pada gena yang selokus, dan
epistasis atau interaksi antar gena yang bukan se lokus.

3. Ragam epistasis
Ragam yang disebabkan oleh epistasis dapat lebih jauh di bedakan menjadi
interaksi antara gena-gena yang bersifat aditif, interaksi antara gena-gena yang
bersifat aditif dan dominan, dan antara gena-gena dominan, atau dapat ditulis dengan
persamaan:
VI = VAA + VAD + VDD
Dimana : VI = ragam epistasis
VAA = ragam yang disebabkan oleh interaksi antar gena-gena aditif
VAD = ragam yang disebabkan oleh interaksi antar gena-gena aditif dan
gena-gena dominan
VDD = ragam yang disebabkan oleh interaksi antar gena-gena dominan
Dimana : VED = ragam lingkungan didalam grup (famili)
VEA = ragam lingkungan diantara grup (famili) lingkungan bersama

4. Ragam lingkungan (VE)


Variasi yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang jumlahnya sangat banyak
dan sulit dibedakan. Dalam konsep pemuliaan ternak, secara garis besar, ragam
lingkungan dapat dibedakan lingkungan temporer dan lingkungan permanen. Kedua
ragam tersebut dapat diungkapkan dengan persamaan:
VE = VET + VEP
Dimana : VET = ragam lingkungan (dalam grup)
VEP = ragam lingkungan permanen (antar grup)

Lingkungan temporer adalah faktor yang berpengaruh terhadap satu pengukuran


tetapi tidak berpengaruh terhadap pengukuran yang lain atau dengan kata lain
pengaruh ini hanya mempengaruhi produksi sesaat saja atau sementara, misalnya
karena adanya perubahan susunan ransum yang mengakibatkan perubahan pada
produksi.
Lingkungan permanen adalah faktor tetap yang bukan bersifat genetik yang
mempengaruhi individu sepanjang hidupnya, seperti misalnya sapi yang terserang
penyakit mastitis, sapi tersebut produksinya rendah walau potensi genetik untuk
produksi susu tinggi.
KULIAH V
PARAMETER GENETIK DAN FENOTIPIK
Parameter genetik dan fenotipik meliputi heritabilitas, korelasi genetik, korelasi fenotip,
ripitabilitas, dan nilai pemuliaan (breeding value) sangat penting dalam pemuliaan ternak,
parameter ini berguna dalam beberapa hal:
1. Menunjukan suatu kesimpulan mengenai penurunan suatu sifat.
2. Mengukur variasi genetik yang berguna untuk melakukan seleksi
3. Merupakan tolok ukur yang perlu dipertimbangkan dalam program seleksi
4. Menentukan arahan terhadap hasil seleksi. Karena begitu pentingnya parameter
parameter ini, maka parameter genetik harus diduga secermat mungkin. Ketidak
cermatan dalam pendugaan dapat menyebabkan pengukuran kemajuan genetik suatu
program pemuliaan bias.

1. Heritabilitas
Heritabilitas berasal dari kata bahasa Inggris “Heritability”. Heritability tersusun oleh
kata heredity yang berarti keturunan dan ability yang berarti kemampuan. Berdasarkan kata
asalnya heritabilitas berarti kekuatan suatu sifat dari tetua yang dapat diturunkan kepada
anaknya. Dalam konteks statistika heritabilitas merupakan suatu perbandingan antara ragam
yang disebabkan oleh faktor genetik dengan ragam fenotip. Kembali ke komponen-
komponen ragam pada kuliah terdahulu. Diasumsikan bahwa tidak ada korelasi dan
interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut:
VP = VG + VE

Apabila semua dibagi dengan VP, maka:

1= +

Heritabilitas adalah atau proporsi ragam yang disebabkan oleh faktor genetik dibagi

dengan ragam fenotip.

Heritabilitas disebut heritabilitas dalam arti luas yang biasanya diberi simbol H2,

karena heritabilitas ini mengandung semua unsur genetik seperti VA, VD, dan VI. Apabila
kita uraikan lebih lanjut:

disebut heritabilitas dalam arti sempit dan diberi simbol h2.


Heritabilitas arti sempit ini lebih banyak digunakan dalam pemuliaan ternak, karena
lebih mudah diduga dan dapat langsung menduga nilai pemuliaan.

2. Ripitabilitas
Ripitabilitas berasal dari kata bahasa Inggris Repeat yang berarti pengulangan dan
ability yang berarti kemampuan. Beranjak dari kata asalnya ripitabilitas berarti suatu
kemampuan seekor individu/kelompok ternak untuk mengulang produksi selama hidupnya.
Secara statistik ripitabilitas merupakan korelasi/kemiripan antara catatan, misalnya antar
catatan laktasi pada sapi perah.
Kegunaan Ripitabilitas adalah:
1. Untuk mengetahui penambahan respon dengan catatan berulang
2. Untuk mengetahui batas atas nilai heritabilitas
3. Untuk menduga performa yang akan datang berdasarkan catatan masa lalu.

Ripitabilitas biasanya diberi simbol r, dan dapat ditulis dengan persamaan:


Dimana:

VEP = lingkungan permanen


Perbedaan heritabilitas dengan ripitabilitas adalah: heritabilitas menduga suatu
kemiripan antara tetua dengan anaknya, sedangkan ripitabilitas menduga kemiripan
antara catatan produksi selama hidupnya (pada individu yang sama).

Nilai ripitabilitas berkisar antara 0 dan 1. Karena pada ripitabilitas memasukan ragam
lingkungan permanen, maka nilai ripitabilitas selalu lebih besar atau sama dengan nilai
heritabilitas, atau: r  h2

3. Korelasi Genetik dan Fenotip


Sifat dari seekor/sekelompok ternak mungkin bebas atau berkorelasi dengan sifat lain.
Suatu perubahan sifat yang tidak diseleksi akibat sifat lain yang diseleksi disebut Respon
Berkorelasi. Besarnya respon berkorelasi tergantung pada korelasi genetik antara dua sifat
tersebut. Korelasi genetik kebanyakan disebabkan karena gena-gena Pleiotropi yang bekerja
saling berlawanan, sedangkan korelasi fenotip adalah total korelasi genetik dan korelasi
lingkungan.
Korelasi genetik dan fenotip berguna dalam beberapa hal:
1. Merupakan pengertian dasar suatu kekuatan respon berkorelasi, misalnya bila
korelasi genetik negatif, berarti penambahan suatu unit sifat yang diseleksi akan
menurunkan sifat lain yang berkorelasi.
2. Mereka berguna untuk meningkatkan suatu sifat yang sulit diseleksi, misal
pengingkatan feed intake dapat dilakukan dengan menyeleksi berdasarkan
pertumbuhan.

Parameter-parameter ini sangat penting dalam menduga nilai pemuliaan, jika sifat yang
diseleksi lebih dari satu maka digunakan Indeks Seleksi.
KULIAH VI

HERITABILITAS

Heritabilitas pada umumnya diduga berdasarkan kemiripan, baik kemiripan diantara


kerabat sebapak dan atau seibu atau kemiripan antara tetua dan anak. Kita mungkin secara
tidak sadar sering menilai kemiripan anak atau antara anak dan orang tuanya didalam suatu
keluarga; apakah anak-anak tersebut mirip diantara sesamanya atau membandingkan
kemiripan antara anak-anak tersebut dengan orang tuanya. Kemiripan ini adalah kemiripan
pada sifat kualitatif. Pada sifat kuantitatif besarnya derajat kemiripan ini bisa diduga besarnya
dengan menggunakan analisis statistika.

Derajat kemiripan bisa dibedakan menjadi :


 Kemiripan antara orang tua (bisa keduanya atau salah satu) dengan anak.
 Kemiripan antara kerabat (anak) dengan salah satu orang tua, ini disebut Paternal
Half-Sib dan kemiripan antar kerabat dengan kedua orang tuanya, ini disebut
FullSib.

Kemiripan antara tetua dan anak bisa diduga dengan analisis Regresi, sedangkan
kemiripan antara kerabat/sib bisa diduga dengan Analisis Varian (Anova). Pada tahun 1976
Patterson dan Thomson menulis metoda baru untuk menduga parameter genetik dan fenotip,
yang disebut Analisis Restricted Maximum Likelihood (REML). Metoda ini sampai sekarang
banyak digunakan untuk menduga parameter karena mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan analisis Anova.

Kelebihannya yaitu:
1. Bisa menduga data dan blok yang hilang.
2. Cocok untuk data yang tidak seimbang (unbalance) yang banyak dijumpai di
lapangan.
3. Bisa memasukan informasi dari tetua.
Derajat kemiripan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1. Gena bersama.
2. Genotip bersama.
3. Lingkungan bersama.

Hubungan antara kemiripan ke tiga faktor di atas dapat diungkapkan dalam suatu
persamaan:

Dimana:
a = hubungan gena-gena aditif
d = hubungan gena-gena dominan
Kemiripan yang disebabkan oleh gena bersama adalah hubungan yang disebabkan hanya
oleh gena-gena aditif. Kemiripan yang disebabkan genotip bersama termasuk gena-gena yang
bukan aditif baik dominan maupun epistatis, tetapi epistatis biasanya diabaikan karena
pengaruhnya kecil. Kemiripan yang disebabkan lingkungan bersama biasanya muncul apabila
ternak-ternak tersebut mendapat suatu lingkungan bersama.

1. Regresi antar Tetua dan Anak


Analisis regresi antar tetua dan anak dibedakan menjadi 2 analisis :
1. Regresi antara salah satu tetua (dengan bapak atau induk) dengan anak, dan
2. Regresi antara rata-rata tetua dengan anak

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada analisis ini adalah:


1. Lingkungan antara anak dan tetua harus diasumsikan sama, dan pada kondisi
yang sama (misal umur yang sama).
2. Hubungan antara tetua dan anak di asumsikan dengan regresi linear. Kesulitan
sering timbul apabila anak-anaknya berbeda dalam tingkat produksinya dan
harus dirata-ratakan. Misal dalam menduga pertumbuhan, anak jantan dan
betina mempunyai tingkat pertumbuhan yang berbeda.

Persamaan umum regresi linear adalah :


Y = bx
Dimana:
Y = dugaan performa anak pada tetua tertentu
x = performa anak
B = koefisien regresi

2. Half-Sib
Dalam half-sib individu-individu yang diamati berasal dari salah satu tetuanya,
baik yang jantan maupun yang betina, yang dikawinkan secara random/acak dalam
suatu populasi.
3. Full-Sib
Pendugaan nilai heritabilitas dengan analisis full-sib sedikit lebih rumit
dibandingkan dengan dengan analisis half-sib karena ragam dominan dan
lingkungan bersama ikut terlibat. Full-Sib mempunyai dua tetua bersama baik
bapaknya atau induknya.
4. Pendugaan bukan Berdasar Analisis Statistika
Nilai heritabilitas bisa diduga dengan tidak berdasarkan analisis statistik, yaitu
dengan berdasarkan hasil seleksi. Hasilnya disebut Realised Heritability. Pendugaan
ini akan dibahas pada materi seleksi.
5. Animal Model
Sekarang pendugaan nilai heritabilitas dilakukan dengan Animal Model. Semua
ternak baik penjantan, induk, tetua turut diperhitungkan dalam analisis. Dengan
demikian nilai heritabilitas adalah langsung perbandingan ragam genetik dengan
ragam fenotip, atau dapat ditulis sebagai berikut:
KULIAH VII

NILAI PEMULIAAN

Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan


genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya. Nilai Pemuliaan (NP)
merupakan suatu ungkapan dari gena-gena yang dimiliki tetua yang akan diturunkan kepada
anak-anaknya. Sampai sekarang belum ada metoda yang bisa pasti mengetahui nilai
pemuliaan, tapi hanya menduga saja.

NP dapat diduga berdasarkan informasi (catatan performa) dari:


1. Performa ternak itu sendiri.
2. Performa saudara-saudaranya.
3. Performa tetuanya.

Diasumsikan hubungan antara Fenotip dan NP adalah linier. Persamaannya dapat


diungkapkan sebagai berikut:
NP = bP
Dimana:
NP = nilai pemuliaan
b = koefisien regresi
P = fenotip Gabungan ke tiganya

Apabila pendugaan hanya berdasarkan catatan dari ternak-ternak bersangkutan, maka


2
b=h , sehingga persamaannya dapat diungkapkan :

NP = h2P

1. Catatan Berulang
Dalam banyak kasus, suatu sifat mungkin diukur beberapa kali, misalnya berat
badan pada sapi potong, produksi susu pada sapi perah, dan banyak lagi sifat yang
lain. Kemiripan diantara catatan ini diungkapkan dengan ripitabilitas. Penentuan
beberapa parameter genetikpun bisa menggunakan catatan berulang, misalnya
heritabilitas catatan berulang dan nilai pemuliaan catatan berulang. Pendugaan
parameter dengan catatan berulang biasanya lebih cermat dibandingkan dengan
catatat tunggal, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan ini tidak
menguntungan bila diterapkan dalam program seleksi.
2. Heritabilitas Catatan Berulang
Untuk catatan berulang fenotipnya diukur lebih dari satu kali, misalnya n kali
sehingga nilai heritabilitas catatan berulangnya adalah:

Dimana:
n = jumlah catatan
r = nilai ripitabilitas
3. Nilai Pemuliaan Catatan Berulang
Pendugaan nilai pemuliaan catatan berulang pada dasarnya sama dengan
pendugaan heritabilitas melalui catatan tunggal, yang berbeda hanya koefisien
regresinya saja. Kalau dengan catatan tunggal b = h2, maka untuk catatan berulang

Dengan demikian, rumus Nilai Pemuliaan catatan berulang adalah:

4. Most Probable Producing Ability (MPPA)


MPPA adalah suatu nilai pendugaan kemampuan produksi dari seekor ternak
yang diungkapkan dalam suatu deviasi didalam suatu populasi. Metoda ini sering
digunakan pada sapi perah. Rumusnya adalah:

Dimana:
n = jumlah catatan
r = nilai ripitabilitas

merupakan koefisien regresi untuk menduga keunggulan


seekor/sekelompok ternak dalam suatu populasi berdasarkan n catatan. Rumus ini
mirip dengan rumus pendugaan Nilai Pemuliaan Catatan Berulang, perbedaanya
adalah pada pembilang. Pada MPPA menggunakan ripitabilitas(r), sedangkan
pada NP catatan berulang menggunakan heritabilitas (h2). Dengan demikian NP
catatan berulang berguna untuk menduga keunggulan genetik yang mungkin
diturunkan pada anaknya, tetapi MPPA berguna untuk menduga keunggulan
seekor/kelompok individu untuk mengulang produksinya.

Anda mungkin juga menyukai