Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


(PERENIALISME, ESENSIALISME, PROGRESSIVISME,
REKONTRUKSIANISME)
Diajukan untuk memenuhi nilai
Mata Kuliah : Pengantar Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Alvian Agung Nurhaqy, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Febriananta 20010053
Renita Angelita 20010103
Yandi Frinsha Yanuari 20010198

B3 KELAS MALAM
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP SILIWANGI
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2

1.3 Tujuan Pembahasan.................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................3

2.1 Aliran Filsafat Peranialisme.....................................................................3

2.1.1 Tokoh – tokoh aliran perenialisme....................................................4

2.1.2 Prinsip Aliran Peranialisme...............................................................5

2.1.3 Kelebihan FIlsafat Peranialisme.......................................................6

2.1.4 Kekurangan Filsafat Perenialisme.....................................................6

2.2 Aliran Filsafat Esensialisme.....................................................................7

2.2.1 Tokoh – Tokoh Aliran Esensialisme.................................................7

2.2.2 Kelebihan Aliran Esensialisme.........................................................8

2.2.3 Kekurangan Aliran Esensialisme......................................................9

2.2.4 Konsep Pendidikan esensialisme......................................................9

2.2.5 Tujuan umum aliran filsafat Esensialisme......................................11

2.2.6 Pandangan umum aliran filsafat esensialisme.................................11

2.3 Aliran Filsafat Progresivisme.................................................................13

2.3.1 Konsep aliran filsafat progresivisme...............................................13

2.3.2 Ciri – Ciri Filsafat Progresivisme...................................................13

i
2.3.3 Kelebihan Filsafat Progresivisme...................................................13

2.3.4 Kekurangan Filsafat Progresivisme................................................14

2.4 Aliran Filsafat Rekontruksionalisme......................................................14

2.4.1 Tokoh aliran filsafat rekontruksionalisme......................................15

2.4.2 Kelebihan Filsafat Rekontruksionalisme........................................15

2.4.3 Kekurangan Filsafat Rekontruksionalime.......................................16

2.4.4 Teori Pendidikan Rekonstruksionalisme.........................................17

2.4.5 Tujuan Umum Aliran filsafat Rekontruksionalisme.......................18

2.4.6 Pandangan Umum Aliran Rekontruksionnalisme...........................18

BAB 3 PENUTUP............................................................................................10

3.1 Kesimpulan............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah


memberikan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah berjudul
Aliran Filsafat Pendidikan (Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme,
Rekontruksianisme) dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas Pengantar Filsafat Pendidikan denngan dosen pengampu
Alvian Agung Nurhaqy, M.Pd di IKIP Siliwangi. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “
Apa saja aliran- aliran filsafat Pendidikan yang digunakan dalam dunia
Pendidikan ? ”
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Oktober 2020


Kelompok 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philo yang berarti cinta dan
Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan sebagai “cinta kepada kebijaksanaan”.
Berfilsafat dengan demikian juga bertujuan hanya untuk mencari,
mempertahankan dan melaksanakan kebenaran/kebijaksanaan atau ditujukan
untuk kebenaran itu sendiri, berfilsafat tidak bertujuan untuk ketenaran,
pujian, kekayaan, atau yang lainnya. Inilah yang kemudian dikenal dengan
tradisi pemikiran filosofis Yunani yaitu suatu pemahaman atas “kebenaran-
kebenaran pertama” (first truth), seperti baik, adil dan kebenaran itu sendiri,
serta penerapan dari kebenaran-kebenaran pertama ini dalam problema-
problema kehidupan.
Tugas filsafat yang paling mendasar yaitu untuk menemukan konsep-
konsep yang digunakan dalam ilmu pengetahuan, lalu menganalisisnya dan
menentukan makna-makna yang tepat dan saling berhubungan. Selain itu,
filsafat juga bertugas untuk mengkaji secara kritis segala bentuk keyakinan-
keyakinan yang kita miliki secara radikal, universal, konseptual, sistematik,
bebas dan bertanggung jawab.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa penjelasan tentang aliran filsafat Peranialisme
b. Apa penjelasan tentang aliran filsafat Esensialisme
c. Apa penjelasan tentang aliran filsafat Progresivisme
d. Apa penjelasan tentang aliran filsafat Rekontruksionisme

1.3 Tujuan Pembahasan


a. Untuk mengetahui dan memahami aliran filsafat Peranialisme
b. Untuk mengetahui dan memahami aliran filsafat Esensialisme
c. Untuk mengetahui dan memahami aliran filsafat Progresivisme
d. Untuk mengetahui dan memahami aliran filsafat Rekontruksionisme.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Aliran Filsafat Peranialisme


Perennialisme berasal dari kata perennial yang dapat diartikan abadi,
kekal atau fana (tiada akhir). Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada
sepanjang sejarah. Aliran filsafat Perennial berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi, dengan demikian perenialisme dianggap
suatu aliran yang ingin kembali atau mundur kepada nilai-nilai masa lampau
dengan maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa
silam untuk menghadapi problem kehidupan manusia saat sekarang dan
bahkan sampai kapanpun dan dimanapun
Mohammad Noor syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme,
bahwa pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada
kebudayaan yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali tau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan
yang meyakinkan selain , kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian
rupa yang membentuk suatu sikap kebiasaan , bahwa kepribadian manusia
yaitu kebudayaan dahulu (yunani kuno).
Pendukung filsafat perenialisme adalah Robert Maynard Hutchins dan
Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan sutu kurikulum
berdasarkan penelitian terhadap Great Books (buku besar bersejarah)  dan
pembahasaan buku-buku klasik . Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang
dikemukakan plato , Aristoteles , dan Thomas Aquino. Pandangan -pandangan
plato  dan Aristoteles mewakili peradaban yunani kuno serta ajaran Thomas
Aquino dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philoshopia perenis.

3
Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian
didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan
reformer utama dalam abad ke-13.
2.1.1 Tokoh – tokoh aliran perenialisme
1. Plato
Plato (427-347SM), hidup p[ada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidaskpastian, yaitu filsafat sofisme . Ukuran kebenaran dan ukuran
moral merupakan sofisme adalah , manusia secara pribadi, sehingga
pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian
dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato
berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah.
Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia dari
asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut plato, “dunia
ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu tuhan. Kebenaran,
pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang
semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak
mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran , pengetahuan, dan
nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.
Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan
kembali oleh manusia.
2. Aritoteles
Aritoteles (348-322SM), adalah murid plato, namun dalam
pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya. Yaitu idealisme.
Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme (realism klasik). Cara
berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya , Plato, yang menekankan
rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berpikir rasional
emepiris realitas. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realitas ,
yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles hidup pada abad ke empat sebelum masehi, namun ia
dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles

4
merupakan dasar berpikiran di pertengahan yang melahirkan
reanissence. Sikap positifnya terhadap inkury menyebabkan ia
mendapat sebutan sebagai bapak sains modern. Kebajikan akan
menghasilkan kebahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan atau
perenungan pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari
manusia.
3. Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang
muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran kristen dengan
filsafat(sebetulnya dengan filsafat Arithoteles,  sebab pada waktu itu
yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah neoplationalisme dan
plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut aquina ,
tidak dapat pertentangan antara filsafat(khususnya filsafat Aristhoteles)
dengan ajaran agama (kristen). Keduanya dapat berjalan dalam
jalannya masing-masing. Thomas aquina secara terus menerus dan
tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Arithoteles.
Dalam masalah pengetahuan, Yhomas Aquina mengemukakan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan akal
budi, menjadi pengetahuan, selain pengetahuan manusia yang
bersumber dari wahyu , manusia dapat memperoleh pengetahuan
dengan melalui pengalaman dan rasionya,( disini ia mengemukakan
pandangan filsfat idiealisme,realisme, dan ajaran grejanya). Filsafat
aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak membedakan
antara neotonisme dengan perenialisme.
2.1.2 Prinsip Aliran Peranialisme  
Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur
regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dal;am masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan abadi yang terdapat dalam

5
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal
tersebut.sejalan dengan hal diatas, penganut perenialisme percaya bahwa
prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.
Filsafat pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsip dalam
pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran yang bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat,
waktu ,dan orang.
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar beberapa
pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan.
2.1.3 Kelebihan FIlsafat Peranialisme
a. Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip
umum yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno
dan abad pertengahan dan pendidikan lebih banyak mengarahkan
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
b. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar dan menjadi kultural, para
siswa harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan sains yang
merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh
manusia.
2.1.4 Kekurangan Filsafat Perenialisme
a. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada
kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terkait pada tempat
dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Perenialisme kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena
menurut mereka perubahan-perubahan banyak menimbulkan kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosiokultural.

6
c. Dalam proses belajar mengajar, guru menjadi dominan sehingga seakan
tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk turut aktif.

2.2 Aliran Filsafat Esensialisme


Esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan kepada
nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme.Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana
serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan
doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan
nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Esensialisme memandang
bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas. merupakan perpaduan ide filsafat idealisme
objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi lainnya. Perbedaan utama
ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu
Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan
lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk
manusia, termasuk dalam pendidikan yang harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
2.2.1 Tokoh – Tokoh Aliran Esensialisme
1. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841). Ia berpendapat bahwa
tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebijaksanaan Tuhan. Yang artinya, adanya penyesuaian hukum

7
kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh
Herbart disebut dengan pengajaran.
2. Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad
15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang
menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus
berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat
internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum
Aristokrat.
3. Johann Amos Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670,
adalah seorang yang memiliki pandangan realitas dan dogmatis.
Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan
membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
4. Johann Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang
berpandangan naturalistis yang hidup pada tahun 1746-1827.
Pestalozzi memiliki kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu
tercermin pada manusia, sehingga pada manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya.
2.2.2 Kelebihan Aliran Esensialisme
1. Essensialisme membantu untuk mengembalikan subjek matter
kedalamm proses pendidikan namun tidak mendukung parenialisme
bahwa subjek matter yang benar adalah realitas abadi yang disajikan
dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great book tersebut
dapat digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk
dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
2. Essensialisme berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan social, mereka
mengakui evolusi manusia dalam sejaran, namun evolusi itu harus
terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus.
Perubahan terjadi sebagai kemampuan intelegensi manusia yang

8
mampun mengenal kebutuhan untuk kebutuhan untuk mengadakan
amandemen cara-cara bertindak, dengan organisasi, dan fungsi social.
2.2.3 Kekurangan Aliran Esensialisme
1. Menurut essensialis, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau
menetapkan kebijakan-kebijakan social. Hal ini mengakibatkan
adanya orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang
mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan
perubahan.
2. Para pemikir essensialis pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis
karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda. Beberapa
pemikir essensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai
embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan tekhnik serta
kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar penting yang
diperlukan siswa agar dapat memberi konstribusi pada masyarakat
3. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasi lapangan
dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru
merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah
pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan
ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
2.2.4 Konsep Pendidikan esensialisme
1. Gerakan Back to Basic
Para kaum essensialisme mengungkapkan pendidikan disekolah harus
bersifat praktis dan logis atau sesuai kenyataan dan mudah dipahami
oleh peserta didik yang mempersiapkan untuk kehidupan peserta didik
kedepannya. Menurut filsafat essensialisme sekolah harus melatih dan
mendidik peserta didik untuk menerapkan budaya-budaya warisan
yang lama yang telah membuktikan kebaikkan-kebaikan pada
kehidupan manusia.
2. Kurikulum

9
Kurikulum pada aliran essensialisme yaitu kurikulum yang berpusat
pada mata pelajaran. Pengusaan materi kurikulum tersebut merupakan
dasar yang esensialisme general education (filsafat, matematika, IPA,
sejarah, bahasa, seni dan sastra) yang diperlukan dalam hidup belajar
dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu
mengembangkan pikiran (kemampuan nalar) siswa.
3. Tujuan Pendidikan
Tujuannya adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan
sejarah yang baik agar tidak hilang dan dapat diterapkan secara terus
menerus untuk peserta didik agar terbentuk peserta didik yang unggul.
Selain itu tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan
manusia untuk hidup, yaitu sekolah member kontribusi yaitu dengan
membuat sasaran pada mata pelajaran yang memadai untuk
mempersiapkan manusia terutama peserta didik kedepannya.
4. Peranan Guru dan Sekolah
Guru merupakan orang yang mengusai ilmu pengetahuan, dan kelas
berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru. Guru merupakan
model untuk para peserta didik, sebagai model contoh yang baik untuk
ditiru oleh para peserta didik. Peranan guru di sekolah bagi peserta
didik adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan
sejarah pada generasi mellenial atau peserta didik. Seperti mewariskan
budaya disiplin yaitu guru harus jadi panutan misalnya guru datang
tidak terlambat, berpakaian yang rapi dan sopan.
5. Prinsip-prinsip Pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme dapat dikemukakan sebagai
berikut :
a. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha yang keras tidak begitu
saja timbul dari dalam diri siswa

10
b. Inisiatif dalam pendidikan yaitu pada guru bukan pada murid,
karena murid hanya mengikuti perintah dari guru dan guru
merupakan pemimpin atau orang yang berpengaruh di dalam kelas.
c. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang
bertautan dengan disiplin mental.
2.2.5 Tujuan umum aliran filsafat Esensialisme
Tujuan umum aliran filsafat Esensialisme adalah membentuk pribadi
bahagia dunia dan akhirat, dan isi penndidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mengarah pada kehendak
manusia.
2.2.6 Pandangan umum aliran filsafat esensialisme
1. Pandangan Ontologi
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan
dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang
berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau
pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual dan
mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik.
Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi
makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala
hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.
2. Pandangan Epistomologi
Aspek aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap
dan idealistik. Artinya, pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta
didik terombang-ambing oleh hal-hal yang bersifat relative atau
temporer. Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil
yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan
pendekatan. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan
realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat
mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya.

11
a. Epistemologi Idealisme. Pandangan mengenai pengetahuan
bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang
adanya merupakan refleksi dari Tuhan. Karena itu, dalam diri
manusia tercermin suatu harmoni dari alam semesta, khususnya
pikiran manusia (human mind). Manusia memperoleh pengetahuan
melalui berpikir, intuisi, atau introspeksi.
b. Epistemologi Realisme. Sumber pengetahuan menurut Realisme
adalah dunia luar subyek, pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman, atau pengamatan. Kriteria kebenaran menurut
epistemologi realisme adalah suatu pengetahuan diakui benar jika
pengetahuan itu sesuai dengan realitas eksternal (yang objektif) dan
independen. Sebab itu, uji kebenaran pengetahuan dilakukan
melalui uji korespondensi pengetahuan dengan realitas.
3. Pandangan Aksiologi
Sedangkan dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu
dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai.
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan
reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan
materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari
paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum aliran
esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat.
a. Aksiologi Idealisme. Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai
hakikatnya diturunkan dari realitan absolut. Realitan absolut
merupakan hal nyata yang benar-benar ada yang bersifat mutlak.
Karena itu nilai-nilai adalah abadi atau tidak berubah. Dalam
kehidupan sosial, kualitas spiritual seperti kesadaran cinta bangsa
dan patriotism merupakan nilai-nilai sosial yang perlu dijunjung
tinggi, dan Hegel menyimpulkan bahwa karena Negara adalah
manifestasi Tuhan, maka wajib bagi warga negara untuk setia dan
menjunjung negara. 

12
b. Aksiologi Realisme. Para filsuf realisme percaya bahwa standar
nilai tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf
yang lebih rendah diatur melalui konvensi atau kebiasaan, adat
istiadat di dalam masyarakat ( Edward J. Power, 1982). Sejalan
dengan konsep di atas, bahwa moral berasal dari adat istiadat,
kebiasaan, atau dari kebudayaan masyarakat.
2.3 Aliran Filsafat Progresivisme
Aliran Progresivisme dapat diartikan secara umum sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Progresivisme disebut juga
instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelejensi
manusia sebagai alat untuk hidup, untuk mengembangkan kepribadian
manusia.
Filsafat progrevisme dalam pendidikan adalah suatu aliran yang
menekankan, bahwa pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan
pengetahuan kepada subjek didik tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas
yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka. Dengan demikian
mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah seperti
memberikan analisis, pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju
pemilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah
yang dihadapi.
2.3.1 Tokoh aliran filsafat Progresivisme
1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
William James seorang psychologist yang lahir di New York pada
tanggal 11 januari 1842 dan meninggal pada tanggal 26 Agustus
1910 di Choruroa, New Hemshire. Selain sebagai seorang psikolog,
ia juga sebagai filosof Amerika yang sangat terkenal. Paham, ajaran,
dan kepribadiannya sangat berpengaruh di berbagai negara Eropa
dan Amerika, selain sebagai penulis yang sangat brilian, dosen, dan
penceramah dibidang filsafat, ia juga dikenal sebagai pendiri aliran
pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti

13
juga aspek dari eksitensi organik, harus mempunyai fungsi biologis
dan nilai kelanjutan hidup.Dia menegaskan agar fungsi otak atau
pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari
ilmu pengetahuan alam. Jadi, James menolong untuk membebaskan
ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul, prinsiples of
psycology yang terbit tahun 1890 yang membahas dan
mengembangkan ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi ilmu klasik
dalam bidang itu, hal inlah yangmengantarkan William James
terkenal sebagai ahli filsafat pragmatisme dan empirisme radikal.
2. John Dewey (1859 – 1952)
John Dewey lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington,
Vermon, dan meninggal pada tanggal 1 Januari 1952 di New York.
Ia juga tercatat sebagai salah seorang pendiri filsafat pragmatisme.
Ide filsafatnya yang utama berkisar pada problema pendidikan yang
konkret, baik teori maupun praktik.Reputasi internasionalnya terletak
pada sumbangan pemikirannya dalam bidang filsafat pendidikan
progesifisme di Amerika.Dewey juga tidak hanya berpengrauh di
kalangan ahli filsafat profesional, tetapi juga karena perkembangan
idenya yang fundamental dalam bidang ekonomi, hukum,
antropologi, teori politik, dan ilmu jiwa. Selain itu, ia juga tercatat
sebagai juru bicara tentang cara-cara kehidupan demokratis yang
sangat terkenal di Amerika Serikat. Aliran progresivisme yang
didukung juga oleh filsafat pragmatisme John Dewey yang
menyatakan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaaan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis. Teori Dewey tentang sekolah adalah
“Progressivism” yang lebih menekakan pada anak didik dan
minatnya daripada mata pelajarannya sendiri.Maka muncullah “Child
Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”. Progresivisme

14
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum
jelas. Menurut Dewey pendidikan adalah proses dari kehidupam dan
bukan persiapan masa yang akan datang. Selain itu, ia juga
memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi.
Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari
itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu
dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup disekolah
saja.Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi
pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar.Sekolah harus
dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah dimana sekolah itu berada.
Untuk itu filsafat progresivisme menghendaki sistem pendidikan
dengan bentuk belajar “ sekolah sambil berbuat” atau learning by
doing.
3. Hans Vaihinger (1852 – 1933)
Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti
praktis.Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan;
satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa
Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di
dunia.Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika
pengertian itu berguna.untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap
benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali
kekeliruan yang berguna saja.
2.3.2 Tujuan Pendidikan Aliran progresivisme
Tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan
keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan
lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus.Yang
dimakssud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem
solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis,

15
dan memecahkan masalah.Pendidikan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
yang berada dalam proses perubahan. Menurut Barnadib, sebagaimana dikutip
Jalaluddin dan Abdullah Idi (2011:89) progresivisme menghendaki pendidikan
yang progres. Dalam hal ini, tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai
rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus. Pendidikan bukan hanya
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, melainkan yang terpenting
melatih kemampuan berpikir secara ilmiah. Dalam konteks pendidikan di
Indonesia, maka tujuan pendidikan menurut progresivisme ini sangat senada
dengan tujuan pendidikan nasional yang ada di Indonesia. Menurut Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Jadi berdasarkan pengertian
ini, maka aliran progresivisme sangat sejalan dengan tujuan pendidikan yang
ada di Indonesia.
2.3.3 Ciri – Ciri Filsafat Progresivisme
1. Pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti membina
kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi masa
depan.
2. Percaya bahwa manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan
untuk menghadapi dunia dengan skill dan kekuatan mandiri.
3. Progress yang menjadi inti perhatiannya, maka ilmu pengetahuan
yang dapat menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian-
bagian utama dari kebudayaan, yaitu ilmu hayat, antropologi,
psikologi dan ilmu alam.
4. Progresivisme adalah satu filsafat transisi antara dua konfigurasi
kebudayaan yang besar. Progresivisme adalah rasionalisasi mayor

16
daripada suatu kebudayaan yakni (1) perubahan yang cepat dari pola-
pola kebudayaan Barat yang diwarisi dan dicapai dari masa ke masa,
(2) perubahan yang cepat menuju pola-pola kebudayaan baru yang
sedang dalam proses pembinaan untuk masa depan.
5. Progresivisme sebagai ajaran filsafat merupakan watak yang dapat
digolongkan ke (1) negative and diagnostic yakni bersikap anti
terhadap otoritarialisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti
agama, moral, sosial, politik dan ilmu pengetahuan, (2) positive and
remedial yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan
manusia sebagai subyek yang memiliki potensi alamiah, terutama
kekuatan-kekuatan self-regenarative (diperbaharui sendiri) untuk
menghadapi dan mengatasi semua problem hidup.
2.3.4 Konsep – konsep aliran progresivisme
1. Asosiasi Pendidikan Progresif menentang
2. guru otoriter,
3. pengajaran berbasis buku secara eksklusif
4. menghafal secara pasif informasi faktual,
5. isolasi sekolah dari masyarakat, dan
6. menggunakan kekerasan fisik atau psikologis untuk mengelola ruang
kelas.
2.3.5 Kelebihan Filsafat Progresivisme
a. Nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan
b. Toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak
secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif serta dinamis.
c. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna
mengembangkan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam
dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain
d. Menjadikan anak didik memiliki kulalitas dan terus maju sebagai generasi
yang akan menjawab tantangan zaman peradaba baru.

17
2.3.6 Kekurangan Filsafat Progresivisme
a. Progresivisme tterlampau menekankan pada pendidikan individu
b. Kelas sekolah progresif artifisial atau dibuat-buat dan tidak wajar
c. Progersivusme bergantung pada minat dan spontan

2.4 Aliran Filsafat Rekontruksionalisme


Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme
adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perennialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan terhadap modernisasi. Walaupun
demikian, prinsip yang dimiliki aliran rekonstruksionisme tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang perennialisme. Keduanya mempunyai visi dan
cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran
perennialisme memilih cara sendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama atau dikenal dengan “regressive road to culture” yang
mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionisme
menempuh dengan jalan berupaya membina suatu kesepakatan yang paling
luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari
kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka
melalui lembagai dan proses pendidikan.
Aliran rekonstruksionisme dianggap cocok untuk dunia pendidikan
yang lebih baik karena aliran ini bepikir bagaimana kita mampu menciptakan
Sumber Daya Manusia yang sanggup berasaing di era modernisasi yang tidak
hanya cerdas dalam bidang pengetahuan tetapi memiliki keterampilan dan
sikap yang baik. Selain itu aliran ini menekankan bahwa peserta didik sebagai

18
sasaran utama dalam pendidikan. Peserta didik dituntut untuk lebih aktif
dalam mengemukakan pendapatnya dan pemikirannya dalam pemecahan suatu
masalah. Jadi peran guru disini hanya sebagai fasilitator bukan yang banyak
memberiakan pemecahan solusi suatu masalah. Maka melalui lembaga dan
proses pendidikan rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Tanpa menghilangkan
esensi budaya yang terdahulu. Jadi kebudayaan terdahulu dijadikan sebagai
tolak ukur pembentukkan tatanan kebudayaan yang baru.
2.4.1 Tokoh aliran filsafat rekontruksionalisme
Rekonstrusionisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan
pertama kali diprakarsai oleh John Dewey pada tahun 1920 melalui karyanya
yang berjudul “Reconstruction in Philosophy”. Kemudian aliran ini berlanjut
dengan munculnya tokoh-tokoh lain seperti Caroline Pratt, George Counts,
Harold Rugg, John Hendrik dan Muhammad Iqbal sebagai wakil dari tokoh
intelektual muslim.
George Counts dan Harold Rugg sebagai tokoh penggerak aliran
rekonstrusionisme yang dipelopori John Dewey bermaksud ingin membangun
masyarakat baru yang dipandang pantas dan adil. Dalam karya klasik milik
George Counts yang berjudul “Dare the Schools Build a New Social Order”
yang terbit pada tahun 1932 sebagaimana yang dikutip Arthur K. Ellis, ia
berkeinginan menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi
masyarakat (Muhmydaieli, 2011:172).
2.4.2 Kelebihan Filsafat Rekontruksionalisme
a. Membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial,
ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan
mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-
kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum disusun untuk menyoroti
kebutuhan akan beragam reformasi social

19
c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya dan sosial.
d. Rekonstruksionisme menekankan pada pengalaman yang dimiliki para
siswa dengan interaksi ekstensif antara guru dan siswa dan diantara para
siswa itu sendiri.
e. Melalui suatu pendekatan rekonstruksionis sosial pada pendidikan, para
siswa belajar metode-metode yang tepat untuk berhadapan dengan krisis-
krisis signifikan yang melanda dunia.
2.4.3 Kekurangan Filsafat Rekontruksionalime
a. Karena tujuan sekolah adalah mengembangkan rekayasa sosial, beban
dan tanggung jawab sekolah sangatlah berat.
b. Tawaran pemikiran yang direkomendasikan oleh rekonstruksionisme
seperti keterlibatan aktif dunia pendidikan pada dunia politik akan
berdampak buruk pada aktivitas pendidikan yang secara akdemik
terlalu sakral yang kemudian untuk dicemari oleh intrik-intrik poloitik
yang kotor dan menghalalkan segala cara untuk memuaskan nafsu
kekuasaan sebuah kelompok politik tertentu.
c. Rekonstruksionisme bersifat makro, dan kurang menitikberatkan pada
individu, padahal pendidikan seharusnya bertujuan untuk membangun
kepribadian yang didalamnya terdapat kebagusan akal budi dan
moralitas individu (ahlak). Pendidikan tidak hanya ingin melahirkan
para aktivis sosial, akan tetapi juga manusia yang
bermoral, berkarakter, dan memiliki spiritualitas cukup.
d. Gagasan-gagasan yang ada di dalam rekonstruksionisme sangat teoritik
dan cenderung tidak realistik. Karena gagasan seperti pembentukan
tatanan sosial baru yang sangat ideal sebagai solusi atas bencana
kemanusiaan yang terjadi, ibarat “mimpi disiang bolong”, sebab upaya
tersebut seolah mengabaikan kondisi rill umat manusia saat ini.

20
2.4.4 Teori Pendidikan Rekonstruksionalisme
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh brameld terdiri
dari Enam tesis,yaitu;
1. Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka
menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai- nilai dasar budaya
kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan–kekuatan ekonomi, dan
sosial masyarakat modern. sekarang peradaban menghadapi kemungkinan
penghancuran diri.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana
sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya
sendiri.semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti,
sandang, pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya dan sosial. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradap adalah
hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang
penting disekolah.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan
tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan
krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial.
6. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode
yang dipakai,struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.semua
itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang
sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.
2.4.5 Tujuan Umum Aliran filsafat Rekontruksionalisme
tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran
para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi
umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka

21
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tugas
sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur”
sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal
wajah masyarakat masa kini
2.4.6 Pandangan Umum Aliran Rekontruksionnalisme
Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap
pendidikan adalah kita harus mengetahui pengertian filsafat. Yang mana
filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi
bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi
warga Negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang diinginkan dan
diwariskan. Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran
perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan
dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Kemudian aliran ini
memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia
yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang
dikuasai oleg golongan tertentu.
1. Pandangan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Epistomologis
Aliran ini berpijak pada pola pemikiran bahwa untuk memahami realita
alam nyata memerlukan suatu azaz tahu, dalam arti bahwa tidak mungkin
memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan
dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu pintu gerbang
ilmu pengetahuan. Karenanya baik indra maupun rasio sama-sama
berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal di bawa oleh panca indra
menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya.
2. Pandangan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Teologis

22
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-
azas super natural yakni menerima nilai natural yang universal, yang
abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah pancaran
yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar
inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahui.
3. Pandangan Tentang Aliran Rekonstruksionisme Secara Ontologis
Dengan ontologis,dapat diterangkan tentang bagaimana hakikat dari
segala sesuatu. Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu
bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap
tempat.

23
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan
segalasesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal
sehingga mencapai hakikatsegala situasi tersebut. Dalam rangka perwujudan
pendidikan yang baik maka filsafat berperan penting dalam penciptaan-
penciptaan kondisi – kondisi yang benar- benar mendukung bagi pelaksanaan
suatu kegiatan kependidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara&ahirnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan pun selalu didasarkan
atas keinginanmenciptakan manusia-manusia ideal melalui jalur pendidikan.
"liran-aliran di dalam filsafat pendidikan di antaranya adalah progresi#isme,
perenialisme, essensialisme,rekonstruksionisme dan eksistensialisme

10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/16679610/
Makalah_Filsafat_Pendidikan_Aliran_Rekonstruksionisme
https://www.kompasiana.com/
ulvadilahhasanah6229/5eb5854dd541df3a07670c64/a
https://www.kompasiana.com/cinderaindah/5db5e9b4d541df1efe72ee42/
penerapan-aliran-filsafat-pendidikan-essensialisme-dalam-dunia-pendidikan
https://www.padamu.net/aliran-filsafat-pendidikan
: http://liemkocak.blogspot.com/2016/02/aliran-filsafat-pendidikan.html

11

Anda mungkin juga menyukai