Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Erica A 22129269

Fatma Pertiwi Setiawati 22129033

Mutiara Adesa Madani 22129062

Salimatul Hayati 22129219

Selvi 22129226

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Abna Hidayati, S. Pd, M. Pd

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur kita ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun sebuah makalah yang membahas tentang “Aliran
Filsafat Pendidikan Perenialisme”. Selanjutnya shalawat dan salam kita kirimkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang. Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak kelompok yang telah berkontribusi dan
membantu, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Dan tak lupa juga kami
ucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Abna Hidayati, S.Pd., M.Pd. selaku dosen Filsafat
Pendidikan yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
yang terdapat di dalam penulisan makalah ini Sebagai manusia biasa tentu kami tidak dapat
langsung menyempurnakan makalah ini dengan baik, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari dosen pembimbing maupun
pembaca. kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Semoga Allah SWT meridhoi segala usaha kita semua. Aamiin ya rabbal ‘alamin. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Padang, 20 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... iii

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Perenialisme ......................................................... 3


B. Sejarah Munculnya Filsafat Pendidikan Perenialisme .......................................... 4
C. Peran dan Fungsi Filsafat Pendidikan Perenialisme .............................................. 6
D. Tokoh dan Pengaruh Filsafat Perenialisme dalam Pendidikan............................. 7
E. Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Pendidikan Perenialisme........................... 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................................17

A. Kesimpulan ..............................................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah perkembangan filsafat pada umumnya dimulai dari mitologi yang
berkembang di masyarakat Yunani Kuno. Sebelum filsafat berdiri dengan jati dirinya
yang asli sebagai filsafat, mitos merupakan filsafat itu sendiri yang menurut
penciptanya sama sekali bukan mitos, melainkan cara berpikir empiris, logis, dan
realistis. Perkembangan filsafat mulai Yunani Kuno hingga zaman modern dan pasca-
modernisme mengantarkan kita pada zaman kegemilangan pengetahuan bagi
kehidupan manusia di dunia. Perkembangan tersebut sesungguhnya merupakan bagian
dari terbentuknya filsafat pendidikan. Latar belakang setiap perkembangan
mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat penting untuk kehidupan umat manusia
(Salahudin, Filsafat Pendidikan, 2011).
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan
pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil hasil dari
filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan dan nilai
(Sadulloh, 2012). Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua
kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan "progresif", dan filsafat pragmatisme dari
John Dewey, dan romatik naturalism dari Rooesseau. Yang kedua, didasari oleh filsafat
Idealism, realisme humanism (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau
realisme religius. Filsafat filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,
perenialisme, dan sebagainya.
Perenialisme sebenarnya ialah sebuah wacanafilsafat tua yang ada didalam
masa pramodern, namun diklaim sebagai yang tetapaktual disepanjang masa. Konsep-
konsep perenialisme terkait dengan realita kehidupan manusia, sangatlah berbeda
dengan konsep-konsep modernisme yang mempunyai karakteristik yang berbeda
diantara keduanya. Modernisme berkarakter materialisdan mekanis, sedangkan
perenialisme berkarakter holistik dan siklis. Yaitu bahwasanya perenialisme menerima
eksistensi segala aspek yang ada di dunia ini, baik itu hal yang kesat mata maupun yang
tidak kesat mata. Dengan menempatkan perenialisme sebagai jawaban dari
permasalaha terhadap realita kehidupan ini, maka untuk lebih jelas terkait pengertian
perenialisme, maka kami mencobamenyusun makalah terkait dengan pengertian, asensi
dan lain halnya yang masihtermasuk dalam cakupan filsafat perenialisme.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat Perenialisme?
2. Bagaimana sejarah munculnya aliran filsafat pendidikan Perenialisme?
3. Apa peran dan fungsi filsafat pendidikan Perenialisme?
4. Siapa saja tokoh dalam filsafat Perenialisme dan bagaimana pengaruhnya
terhadap pendidikan?
5. Apa kelebihan dan kekurangan filsafat Perenialisme?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini sesuai dengan rumusan masalah di atas
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian filsafat pendidikan Perenialisme.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah munculnya filsafat pendidikan
Perenialisme.
3. Untuk mengetahui dan memahami peran dan fungsi filsafat pendidikan
Perenialisme.
4. Untuk mengetahui dan memahami tokoh dan pengaruh filsafat pendidikan
Perenialisme.
5. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan filsafat
pendidikan Perenialisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Perenialisme


Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh
karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan
jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Perenialisme berasal dari kata perennial
yang artinya abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Dengan demikian,
esensi kepercayaan filsafat perenial ialah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma
yang bersifat abadi. Perenialisme sebagai aliran yang menempatkan nilai pada
kebenaran tertinggi yang bersumber dari Tuhan, sehingga dalam membicarakan
pendidikan sasaran utamanya adalah tentang kebenaran, kenyataan, nilai yang abadi,
tidak terikat dengan waktu dan ruang (Saragihet al. 2021, 92). Aliran ini mengambil
analogi realita sosial budaya Perenialisme berarti everlasting, tahan lama atau abadi.
Dalam sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar yang tetap menjadi
rujukan sampai kapan pun juga. Aliran ini mengikuti paham realisme yang sejalan
dengan aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang didisain
untuk menumbuhkan kecerdasan. Siswa seyogianya diajari gagasan besar agar
mencintainya, sehingga mereka menjadi intelektual sejati. Akar filsafat ini datang dari
gagasan besar plato dan aristoteles dan kemudian dari Thomas Aquinas.
Aliran perenialisme ini menganggap bahwa sebuah pendidikan itu harus didasari
oleh suatu nilai kultural, dimana nilai kultural dalam kehidupan yang modern ini banyak
mengakibatkan krisis diberbagai bidang. Aliran perenialisme ini juga mudah dikenal
karena aliran ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Perenialisme ini bersifat regresif, dimana perenialisme ini kembali kepada nilai
dan prinsip dasar yang berjiwa pendidikan diwaktu abad pertengahan atau pada
masa Yunani.
• Perenialisme berpendapat bahwa setiap realitas itu memiliki sebuah tujuan.
• Perenialisme berpendapat bahwa belajar bertujuan untuk melatih kedisiplinan
suatu mental.

3
• Perenialisme berpendapat bahwa sebuah kenyataan yang tinggi itu berada
dibalik suatu alam yang penuh dengan kedamaian serta presendental.

Aliran perenialisme ini menginginkan suatu zaman dahulu itu harus tetap
dipertahankan karena di zaman modern ini banyak mengakibatkan kerusakan-
kerusakan pada manusia. Dimana setiap manusia itu menganggap zaman modern
ini sebagai sebuah zaman yang sakit atau rusak, karena pada zaman modern ini.
Banyak bidang-bidang yang mengalami masalah krisis dalam kehidupan, baik itu
dari segi tingkah laku maupun kebiasaan manusia, dimana kebiasaan ini tidak sama
dengan kebudayaan pada zaman dahulu, sehingga aliran perenialisme ini ingin
mengembalikan suatu kebudayaan lama itu kemasa modern atau yang akan datang.
Sebab kebudayaan lama itu seiring dengan adanya prinsip-prinsip kehidupan
manusia.

B. Sejarah Munculnya Aliran Perenialisme


Secara etimologis, istilah "perenialisme" berasal dari kata "perenial" yang berarti
kekal, abadi, atau berlangsung sepanjang tahun. Istilah ini kemudian mendapat
imbuhan "-isme" yang menunjukkan suatu aliran atau paham. Jadi, perenialisme dapat
didefinisikan sebagai aliran atau paham tentang keabadian. Istilah "philosophia
perennis" (filsafat keabadian) mungkin pertama kali digunakan di dunia Barat oleh
Augustinus Steuchus dalam karyanya "De Perenni Philosophia" yang diterbitkan pada
tahun 1540. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Leibniz dalam suratnya pada tahun
1715, yang menegaskan pencarian jejak-jejak kebenaran di kalangan filsuf kuno.
Menurut Leibniz, filsafat perenial merupakan metafisika yang mengakui realitas Ilahi
sebagai dasar dari dunia fisik, kehidupan, dan pikiran. Unsur-unsur filsafat perenial
dapat ditemukan dalam tradisi agama-agama dunia, terutama pada bentuk-bentuk yang
berkembang secara penuh.
Istilah "perenial" biasanya muncul dalam wacana filsafat agama, yang membahas
tentang Tuhan, pluralisme agama, dan penelusuran akar-akar religiusitas melalui
simbol-simbol dan pengalaman keberagamaan. Terdapat perbedaan pandangan
mengenai awal kemunculan istilah "filsafat perenial". Satu pendapat menyatakan
bahwa istilah ini berasal dari Leibniz, sementara pendapat lain menunjukkan bahwa
Augustino Steucho telah menerbitkan buku berjudul "De Perenni Philosophia" pada
tahun 1540, jauh sebelum Leibniz. Namun, jauh sebelum Steuco atau Leibniz, agama
Hindu telah membicarakan konsep serupa dalam istilah "Sanatana Dharma", dan di

4
kalangan Muslim, Ibnu Miskawaih telah membahas "al-Hikmah al-Khalidah" yang
membahas pemikiran-pemikiran filsafat perenial.Dengan demikian, filsafat perenial
dapat dipahami sebagai suatu tradisi yang bukan hanya mitologi kuno, melainkan
pengetahuan yang benar-benar nyata dan abadi, yang dapat ditemukan dalam berbagai
tradisi agama dan filsafat di dunia.
Perenialisme menjadi populer di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-20,
terutama dalam konteks pendidikan tinggi. Perguruan tinggi seperti University of
Chicago dan St. John's College mengadopsi pendekatan perenialisme dalam kurikulum
mereka. Aliran filsafat pendidikan perenialisme terus mempengaruhi pemikiran dan
praktik pendidikan hingga saat ini. Meskipun ada kritik terhadap pendekatan ini yang
dianggap terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang
beragam, perenialisme tetap menjadi salah satu pendekatan yang relevan dalam
pendidikan. Munculnya aliran filsafat pendidikan perenialisme dapat dilihat dari
beberapa faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya aliran perenialisme:
1. Kekecewaan terhadap Relativisme dan Pragmatisme
Pada awal abad ke-20, pemikiran Barat cenderung dipengaruhi oleh relativisme
dan pragmatisme. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kehilangan nilai-nilai
universal dan kebenaran yang abadi. Sebagai respons terhadap hal ini, perenialisme
muncul sebagai aliran yang menekankan pentingnya nilai-nilai universal dan
kebenaran yang tetap.
2. Perubahan Sosial dan Politik yang Cepat
Pada masa itu, terjadi perubahan sosial dan politik yang cepat, terutama sebagai
akibat dari industrialisasi dan modernisasi. Perenialisme muncul sebagai respons
terhadap kekhawatiran akan dampak negatif dari perubahan ini terhadap nilai-nilai
moral dan spiritual dalam masyarakat. Aliran ini menawarkan pendekatan yang
stabil dan teruji waktu dalam pendidikan.
3. Keharusan Kembali ke Nilai-Nilai Tradisional
Perenialisme juga muncul sebagai respons terhadap keinginan untuk kembali ke
nilai-nilai tradisional dalam masyarakat yang terus berubah. Aliran ini menekankan
pentingnya mempertahankan dan mempelajari pengetahuan yang telah teruji selama
berabad-abad, seperti dalam karya-karya klasik dan tradisi intelektual yang mapan.
4. Kritik terhadap Pendidikan yang Berorientasi pada Perubahan dan Pengalaman
Individual
5
Perenialisme muncul sebagai kritik terhadap pendekatan pendidikan yang
terlalu fokus pada perubahan dan pengalaman individual. Aliran ini menekankan
pentingnya pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai universal dan kebenaran yang
abadi, yang melampaui perubahan dan tren yang selalu berganti.
5. Pengaruh Pemikiran Filsafat Klasik
Aliran perenialisme juga dipengaruhi oleh pemikiran filsafat klasik, terutama
Plato dan Aristoteles. Pemikiran mereka tentang pentingnya pengetahuan yang
abadi dan kebenaran universal menjadi dasar bagi aliran perenialisme. Faktor-faktor
ini bersama-sama membentuk latar belakang munculnya aliran filsafat pendidikan
perenialisme. Aliran ini menawarkan pendekatan yang menekankan nilai-nilai
universal, pemahaman mendalam terhadap pengetahuan, dan pengembangan
karakter moral dalam pendidikan.

C. Peran dan Fungsi aliran filsafat pendidikan perenialisme


1. Peran aliran filsafat pendidikan perenialisme
Peserta didik dipandang oleh aliran perenialisme sebagai makhluk rasional yang
mempunyai posisi dominan dalam proses pembelajaran (Mu’ammar 2014). Setiap
peserta didik memiliki fitrah yang harus dibimbing dan diarahkan untuk dapat
menggapai kebenaran (Syafe’i 2015). Dan kebenaran yang dimaksud pada
pembahasan ini adalah pengetahuan. Hal tersebutlah kemudian yang
melatarbelakangi munculnya rasa ingin tahu pada diri manusia terutama para
peserta didik. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa manusia
memang selalu haus akan kebenaran, selalu berusaha mencari dan mencari
kebenaran, hal tersebut bisa jadi karena fitrah dalam diri manusia mempunyai rasa
ingin tahu karena diberikan akal untuk berpikir.
Dengan demikian maka peran pendidik disini adalah untuk dapat mengarahkan
peserta didik dan dapat mencapai kebenaran (Raharjo 2010). Mengarahkan peserta
didik untuk melakukan hal-hal positif yang dapat membantunya untuk sampai pada
menemukan kebenaran maka dibutuhkan pendidik yang profesional dan sesuai
dengan bidang keahliannya (Hamid 2017). Pada hakikatnya, seorang pendidik
dalam pendidikan Islam adalah orang yaitu ahli di bidangnya dan mampu
bertanggung jawab terkait proses transfer ilmu berikut dengan pengembangan
potensi peserta didik. Penting untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotoriknya. Berkaitan dengan hal tersebut maka terdapat syarat khusus bagi
6
pendidik untuk menjadi pendidik profesional pada bidang pendidikan Islam,
diantaranya: Pendidik harus amanah, memiliki akhlak yang terpuji, mempunyai
kompetensi. Jika merujuk kepada Undang-Undang Guru dan Dosen maka
kompetensi yang menjadi syarat seorang pendidik adalah memiliki kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesionalisme (Presiden RI 2005). Hal lain
yang menjadi faktor pendukung peran pendidik adalah lingkungan dan iklim
sekolah.
2. Fungsi aliran filsafat pendidikan perenialisme
Fungsi utama aliran filsafat pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
1. Mendidik Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab
Perenialisme menekankan pentingnya mendidik siswa agar memiliki
pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai moral dan etika yang bersifat
universal. Dengan memahami nilai-nilai ini, siswa diharapkan dapat menjadi
warga negara yang bertanggung jawab dan mampu berkontribusi positif bagi
masyarakat.
2. Membangun Fondasi Pengetahuan yang Kokoh
Aliran perenialisme menekankan pentingnya membangun fondasi
pengetahuan yang kokoh melalui pembelajaran mata pelajaran inti seperti
matematika, sains, bahasa, dan sejarah. Pengetahuan dalam bidang ini dianggap
sebagai dasar yang penting untuk memahami dunia dan mengembangkan
keterampilan berpikir yang kritis dan analitis.
3. Mendorong Pemikiran Kritis dan Analitis
Filsafat perenialisme menekankan pentingnya mengajarkan siswa untuk
berpikir kritis dan analitis terhadap informasi yang mereka terima. Melalui
pendekatan pembelajaran yang menekankan pemecahan masalah dan penalaran
logis, siswa diajak untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang kritis dan
mandiri.

D. Tokoh Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme


Tokoh filsafat perenial sebenarnya banyak sekali namun mereka tidak sepopuler
para filsuf-filsuf yang mempunyai aliran filsafat yang terkenal. Walaupun pada saat
yang sama, sebenarnya pemikiran mereka banyak dirujuk dan menjadi pijakan filosof
lain. Diantara tokoh perenialisme yaitu: Frithjof Schuon, yang dilahirkan di Basel,
Swiss pada tahun 1907. Pernah belajar di Prancis dan menjadi penulis tetap pada jurnal
7
“Etades Traditionelles, Connaissance des Religion, Comparative Religion”. Banyak
karyanya berkaitan dengan filsafat, diantaranya: The Transenden Unity of Religion,
Islam and The Perennial Philosophy, Language of the Self (Kuswanjono 2006, 19).
Sayyed Hossein Nasr, yang dilahirkan di Tahera pada tahun 1933. Seorang filosof
muslim yang kaya akan wawasan keislaman dan karyanya yang sangat terkenal adalah
buku yang ditulis berdasarkan penelitian disertasinya yang berjudul “Science and
Civilization in islam”, dan masih banyak lagi karya lainnya. Puncak ketokohannya
diakui dunia ketika Sayyed Nasr memperoleh pengakuan sebagai profesor dari
Universitas Geogre Washington dan masuk dalam kategori The Library of Living
Philosopher (Widiyanto 2016).
Kedua tokoh di atas merupakan tokoh yang telah diketahui secara luas. Teori
perenialisme sebenarnya sudah ada sejak zaman filsuf kuno pada abad pertengahan.
Dalam pendidikan misalnya, perenialisme dalam pendidikan sebenarnya
dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafatnya Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas pada
zamannya
• Tokoh Perenialisme lainnya ;
1. Plato
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM. dan meninggal pada tahun
347 SM. dalam usia 80 tahun. Ia dibesarkan dalam keluarga bangsawan Athena
yang kaya raya, sebuah keluarga Aristokrasi yang turun temurun memegang
peranan penting dalam politik Athena (Hata, 1986: 80). Ayahnya Ariston
mengaku keturunan raja Athena, ibu Plato, Periction, adalah keturunan keluarga
Solon. seorang pembuat undang-undang, penyair, pemimpin militer dari kaum
ningrat dan pendiri demokrasi Athena yang terkemuka. Plato adalah filsuf
idealis, ia memandang dunia ide sebagai dunia kenyataan. Pokok pikiran plato
tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum
universal yang abadi dan sempurna. Yakni idea, sehingga ketertiban sosial
hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata
pemerintahan. Maka tujuan pendidikan adalah” membina pemimpin yang
sadar” dan mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek
kehidupan.
Prinsip-prinsip Plato dalam Pendidikan nampak pada pemikirannya tentang
tujuan hidup adalah untuk mencari kebenaran universal. Sehingga tujuan
pendidikan adalah mengembangkan daya pikiran individu yang bermuara pada
8
penemuan kebenaran bukan ketrampilan praktis. Pemikiran ini muncul karena
Plato tidak sejalan dengan mayoritas kaum sophis pada waktu yang –
menganggap - pengajaran pada mahasiswa kurang tepat (Smith, 1986: 29).
Menurut Plato, manusia secara kodrati memilki tiga potensi, yaitu nafsu,
kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada tiga potensi itu
dan juga kepada masyarakat. Agar supaya kebutuhan yang ada pada masyarakat
dapat terpenuhi. Ketiga potensi ini merupakan dasar kepribadian manusia.
Karena itu struktur sosial didasarkan atas dasar pandangan kepribadian ini.
Dengan pertimbangan ketiga potensi itu tidak sama pada setiap individu, berikut
penjelasannya: (a) Manusia yang besar potensi rasionya, inilah manusia kelas
pemimpin kelas sosial tertinggi; (b) Manusia yang dominan potensi
kemauannya, ialah manusia prajurit, kelas menengah; dan (c) Manusia yang
dominan potensi nafsunya, ialah rakyat jelata, kaum Pekerja (Syam, 1998: 321)
2. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira, suatu kota kecil di semenanjung Kalkidike di
Trasia (Balka) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM.
Bapaknya bernama Nichomachus, seorang dokter istana yang merawat
Amyintas II raja Macedonia (Smith, 1986: 35). Sejak kecil ia mendapat asuhan
dan keilmuan langsung dari ayahnya sendiri sampai berumur 18 tahun. Setelah
ayahnya meninggal ia pergi ke Athena dan belajar pada Plato di Akademia
selama 20 tahun. Ide-ide Plato dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih
mendekatkan pada dunia kenyataan. Aristoteles terutama menitikberatkan
pembinaan berfikir melaluyi media sciences. Pandangan Aristoteles lebih realis
dari pandangan Plato, hal ini dikarenakan cara belajar kepada ayahnya yang
lebih menekankan pada metode pengamatan. Aristoteles menganggap
pembinaan kebiasaan sebagai dasar. Terutama dalam pembinaan kesadaran
disiplin atau moral, harus melalui proses permulaan dengan kebiasaan di waktu
muda. Secara ontologis, ia menyatakan bahwa sifat atau watak anak lebih
banyak potensialitas sedang guru lebih banyak mempunyai aktualitas. Bagi
aristoteles tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan
pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan
secara seimbang (Hadiwijono, 1986: 104).
3. Augustino Steuco

9
Augustino Steuco lahir di kota pegunungan Umbrian di daerah Gubbio
antara tahun 1497 atau awal kelahirannya tahun 1512 atau 1513 dan menetap
hingga tahun 1517. Selanjutnya pada tahun 1518-1552 sebagian waktunya
digunakan untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Bologna. Di situlah ia
mulai tertarik pada bidang bahasa dengan banyak belajar bahasa Aram, Syiria,
Arab dan Etiopia disamping bahasa Yunani. Steuco adalah sarjana al Kitab dan
seorang teolog. Dalam banyak hal ia mewakili sayap liberal teolog Katolik dan
studi skriptual abad XVI. Karyakarya seperti Cosmopedia (1545) dan De
Perenni Philosophia jelas menunjukkan pandangan yang liberal, yang mencoba
untuk mensejajarkan antara berbagai tradisi filsafat pagan dengan tradisi
ortodoks, akan tetapi disisi lain pandangan konservatifnya juga tetap tampak
dengan ketegarannya menolak ajaran Calvin, terutama Martin Luther. Steuco
menganggap ajaran tradisi agamaagama pagan dan non Kristen lebih dapat
diterima daripada ajaran pada pembaharu, Lutherianisme. Karya paling
termasyhur dari Steuco adalah De Perenni Philosophia, karya yang mendapat
sambutan hangat dikalangan pemikir hingga dua abad kemudian.
Pada abad XVI buku tersebut mendapat penghargaan yang sedemikian
tinggi sehingga Kaspevon Barth (1587-1658) menyebutnya sebagai “A Golden
Book” dan Daniel George Marhof (1639-1691) merujuknya sebagai “Opus
Admirable” namun kemasyhuran itu berangsurangsur mulai dilupakan hingga
kemudian Willman menemukannya kembali pada akhir abad XIX. Kunci
pemikiran filsafat Steuco terlihat pada pandangannya bahwa terdapat “prinsip
tunggal dari segala sesuatu” yang satu dan selalu sama dalam pengetahuan
manusia. Menurut Steuco agama merupakan kemampuan alamiah manusia
untuk mencapai kesejatian. Agama merupakan syarat mutlak bagi manusia
untuk menjadi manusia, dan merupakan vera philosophia (fisafat sejati), yaitu
filasafat yang mengarah kepada kesalehan dan kontemplasi pada Tuhan. Filsafat
dan agama yang sejati selalu mendorong untuk menjadi subyek Tuhan
melakukan apa yang Tuhan inginkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya,
hingga menjadi “seperti” Tuhan.
4. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas atau Tomas dari Aquino (1224-1274 M) lahir di Rocca
Sicca dekat Napels, Italia. Lahir dari sebuah keluarga bangsawan. Ia
mempelajari karya-karya besar Aritoteles dan ikut serta dalam berbagai
10
perbedaan. Thomas merupakan seorang tokoh yang sebagian ajarannya menjadi
penuntun perenialisme (Barnadib, 1997: 63). aryanya yang utama adalah Suma
Contra Gentiles dan Summa Theologiae (Tafsir, 2005: 98). Seperti halnya Plato
dan Aristoteles tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah
sebagai “usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi
aktualitas” aktif dan nyata. Tingkat aktif dan nyata yang timbul ini bergantung
dari kesadaran-kesadaran yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Dalam hal ini
peranan guru mengajar dan member bantuan pada anak didik untuk
mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya. Aquinas juga mengakui
potensi martabat manusia sebagai makhluk intelek sekaligus sebagai makhlik
susila. Manusia dapar melakukan reflektif thinking tetapi juga manusia tak
mungkin menolak dogma sebagai divine truth yang tidak rasional, melainkan
supernasional.
5. Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr adalah seorang filsuf dan mistikus yang dilahirkan
pada tahun 1933 di Teheran, ia dikenal sebagai salah satu cendekiawan muslim
yang mempunyai wawasan sangat kaya tantang khasanah islam. Karyanya yang
sangat terkenal adalah “Science and Civilization in islam”, sebuah buku yang
diangkat dari disertasinya tentang sejarah sains. Nasr mengatakan bahwa filsafat
perenial adalah pengetahuan yang selalu ada dan akan ada yang bersifat
universal. “Ada” yang dimaksud adalah berada pada setiap jaman dan setiap
jaman dan setiap tempat karena prinsipnya yang universal. Pengetahuan yang
diperoleh melalui intelektualitas ini terdapat dalam inti semua agama dan
tradisi. Realisasi dan pencapaiannya hanya mungkin dilakukan melalui
metodemetode, ritus-ritus, simbol-simbol, gambar-gambar dan sarana-sarana
lain yang disucikan oleh asal ilahiah atau (divine original) yang menciptakan
setiap tradisi.
Ketertarikannya kepada tradisi mulai muncul, ketika ia bertemu sejarawan
sains Giogio de Santillana, yang kemudian memperkenalkannya kepada
literatur tentang Hinduisme karya Rene Guenon. Dari Guenon, jalan ke para
tradisionalis lain terbuka: Coomaraswamy, Schuon, dan sebagainya. Di Taheran
ia menjumpai fukaha yang menganggap filsafat sebagai ilmu kafir. Di saat inilah
ia memutuskan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional Islam di madrasah. Ia
menjalani pendidikan ini selama 10 tahun, di bawah bimbingan beberapa ulama
11
terkenal, di antaranya Allamah Thabathaba’i. Hingga tahun 1978, belasan buku
ditulisnya. Di antaranya yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah
Sains dan Peradaban dalam Islam, Tiga Pemikir Islam, dan Tasawuf Dulu dan
Sekarang. Dalam masa 20 tahun, karirnya pun menanjak cepat. Buku-buku
monumental seperti 2 jilid Islamic Spirituality dan History of Islamic
Philosophy, serta ratusan artikel lain telah ditulisnya. Tak ketinggalan adalah
kaset dan CD pembacaan puisi-puisi Rumi. Hingga akhirnya, puncak
pengakuan akan capaian filsafat Profesor Kajian Islam di Universitas
GeorgeWashington ini diperolehnya sebagai tokoh dalam The Library of Living
Philosophers.
• Pengaruh aliran perenialisme dalam pendidikan
1. Peserta Didik dan Peran Pendidik dalam Aliran Perenialisme
Siswa dianggap oleh perenialisme sebagai makhluk bijaksana yang
memiliki situasi yang berlaku dalam pengalaman pendidikan Setiap siswa
memiliki sifat yang harus diarahkan dan dikoordinasikan untuk memiliki
pilihan untuk sampai pada kenyataan Dan kenyataan yang disinggung dalam
percakapan ini adalah informasi. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi
berkembangnya minat masyarakat, khususnya mahasiswa (Destriani 2021).
Seperti yang sudah menjadi kewajaran, bahwa manusia selalu haus akan
realitas, terus-menerus berusaha mencari dan mencari realitas, hal ini bisa jadi
karena naluri manusia memiliki ketertarikan karena diberi motivasi untuk
berpikir. Dengan cara ini, tugas guru di sini adalah memiliki opsi untuk
mengoordinasikan siswa. siswa dan dapat mencapai realitas Mengarahkan
siswa untuk melakukan hal-hal positif yang dapat membantu mereka tampil di
dunia nyata, dibutuhkan guru yang ahli dan sesuai dengan bidang studi
utamanya pada dasarnya, seorang guru di madrasah adalah individu yang ahli
di bidangnya. dan dapat memikul tanggung jawab terkait dengan jalannya
informasi bergerak mengikuti peningkatan kemampuan siswa. Sangat penting
untuk menciptakan sudut mental, penuh perasaan, dan psikomotorik (Afiyah
2020). Dengan cara seperti itu, ada keadaan luar biasa untuk guru untuk menjadi
instruktur yang cakap di bidang persekolahan Islam, antara lain: Pendidik harus
dapat diandalkan, memiliki etika yang luhur mengagumkan, terampil. Dengan
asumsi Anda menyinggung Hukum Instruktur dan Dosen, kemampuan yang
merupakan kebutuhan seorang guru harus memiliki akademik, karakter, sosial,
12
Terlebih lagi, keterampilan luar biasa Variabel lain yang mendukung pekerjaan
guru adalah iklim dan lingkungan sekolah.
2. Kurikulum Pendidikan Islam dalam Aliran Perenialisme.
Program pendidikan sebagian besar terletak pada subjek. Dalam
perenialisme, itu juga diatur oleh subjek. Ini adalah jenis rencana pendidikan
yang paling mapan dan paling terkenal di alam semesta persekolahan.
Kemudian terfokus studi pembelajaran, maka pada saat itu lebih terbatas pada
substansi dan materi pembelajaran (A. H 2020). Secara keseluruhan
persekolahan, perenialisme melihat materi ajar sebagai perkembangan dari
beberapa disiplin ilmu yang mengandung berbagai macam topic (Destriani et
al. 2022). Ini menggabungkan aritmatika, humaniora, dan sejarah. Kemudian
pada diklat Islam, jenis materi dan strategi pembelajarannya sesuai dengan
perkembangan perenialisme, khususnya di ranah sekolah pengalaman hidup
Islami. Dilatih dengan kuat sebagai teknik belajar gaya lama atau sorogan.
Dalam pelatihan pesantren, Anda biasanya akan melihat jumlah yang cukup
besar pembelajaran kitab-kitab salaf karena renungan tokoh Islam. Diantaranya
adalah cara berpikir Imam Ghazali, dan dalang Islam lainnya. Hal ini tentunya
sejalan dengan perkembangan perenialisme mengingat pada hakikatnya
perenialisme berfokus pada adat. Faktanya adalah bahwa perenialisme
menggarisbawahi perlindungan adat dan budaya agar tetap terjaga dan ada
untuk waktu yang lama di masa depan. Melihat sudut pandang perenialisme itu
sederhana berhubungan dengan program pendidikan instruktif, khususnya
dengan mengenali tingkat pelatihan. Tingkat dasar akan mengetahui cara
menulis, membaca, dan menghitung. Tingkat tengah jalan akan mulai
mempersiapkan pemikiran seperti bahasa, cara berbicara, dan pemikiran.
Tingkat yang lebih tinggi atau perguruan tinggi mengarah pada pendekatan
ilmiah. Akhirnya, sekolah dewasa adalah perluasan informasi yang baru saja
diperoleh.
Demikian pula, salah satu hasil berbeda yang dapat ditarik dari aliran
perenialisme ini adalah terwujudnya pemikiran-pemikiran atau contoh-contoh
pertimbangan perenialisme ke dalam proyekproyek pembelajaran di satuan-
satuan pendidikan. Jelas, ini adalah sesuatu yang menarik, dengan
mempertimbangkan bahwa perenialisme bergantung pada area solid yang serius
untuk atau normanorma yang akhir-akhir ini dipandang sempurna. Ini tidak
13
menutup kemungkinan bahwa model yang hampir identik dapat diterapkan pada
sistem pendidikan berkelanjutan yang terkandung dalam rencana sekolah untuk
persiapan pemuda untuk pelatihan tambahan. Cara berpikir perenialisme dalam
program pendidikan pembelajaran merupakan upaya untuk membentuk
karakter anak yang beretika, menjaga nilai-nilai agama yang terhormat, namun
tetap menjaga kebaikan Dibutuhkan apa yang disebut menyadari. Seperti yang
dididik oleh pemeriksaannya, sepenuhnya masuk akal bahwa gagasan yang
konsisten dari aliran perenialisme ini adalah bahwa ia melekat pada standar atau
nilai. Sesuai dengan Afiyah yang memberikan tekad bahwa adanya titik tipikal
pada perbaikan rencana pendidikan.
3. Evaluasi serta Metode Pembelajaran Pendidikan Islam pada Aliran
Perenialisme
Strategi yang dianjurkan dalam pendidikan adalah teknik percakapa. Teknik
percakapan, siswa dikoordinasikan untuk membaca banyak, membedah,
melanjutkan, meneliti, dan meneliti tulisan yang mendorong peneliti dan
peneliti. Strategi ini terus diciptakan berdasarkan keyakinan akan kemampuan
otak dan motivasi untuk menumbuhkan informasi informasi. Adapun aliran
perenialisme, Islam menjadikan waktu Nabi Muhammad sebagai kerangka
waktu terbaik dalam pemanfaatan strategi pembelajaran di atas. Dengan
demikian sistem pembelajaran pada aliran perenialisme ini dan yang diterapkan
pada masa Nabi Muhammad SAW adalah teknik percakapan, berpikir kritis,
ceramah, tanya jawab, prima, strategi cerita, nasihat dan pertukaran. Selain
mempengaruhi pengalaman dan strategi pendidikan, Perenialisme ini juga dapat
ditemukan dalam proses penilaian pembelajaran. Ada kecenderungan individu
tertentu di Indonesia untuk terus menerus jadikan hasil belajar sebagai nilai
konklusif untuk diukur prestasi instruktif, dalam hal apapun, menjadi ukuran
utama yang dapat digunakan untuk mengukur kecakapan mental seorang siswa.
Sampai saat ini, kadang-kadang seorang anak dianggap sebagai anak kecil
yang mendapat peringkat paling tinggi. Untuk sementara, anak-anak yang
memiliki nilai rendah dianggap tidak berguna dan lalai untuk belajar. Untuk
keadaan sekarang ini, sebagian masyarakat kita tidak fokus pada sebagian cara
berperilaku anak muda seperti disiplin, kerja keras, dapat diandalkan, imajinatif,
peluang, kemampuan berpikir dan komitmen, dan lain-lain. Bagaimanapun
kekuatan psikologis seorang anak muda berubah seperti yang ditunjukkan oleh
14
kemungkinan hasil yang ada di dalam dirinya, yang jelas setiap anak mengambil
bagian dalam keuntungan mereka sendiri. Oleh karena itu, dengan berpegang
pada perenialisme, kualitas atau standar yang ditunjukkan oleh siswa setelah
menyelesaikan evaluasi pembelajaran mereka, orang-orang sama sekali tidak
pernah mengakui bahwa nilai atau peringkat adalah pencapaian penting siswa.
Norma atau perilaku yang ditunjukkan siswa dengan baik juga merupakan
prestasi yang patut dihargai, sehingga anak-anak dapat berkreasi dan inovatif
seperti yang ditunjukkan oleh model. Dengan demikian, perkembangan
perenialisme berbagi sesuatu untuk semua maksud dan tujuan menuju akhir
yang akan memberikan pemahaman yang mencakup semua ke daerah setempat
tentang nilai atau standar menjadi salah satu prestasi yang harus juga senang,
selain dari angka-angka yang berhubungan dengan rapor sekolah.

E. Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme


Kelebihan aliran filsafat pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
1. Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang
menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pandangan perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
2. Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan sains.
Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan pada bidang-
bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang
diciptakan oleh manusia.
3. Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan
pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan
landasan dasar.
4. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik
bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Kelemahan aliran filsafat pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-
hari. Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada kebenaran absolut,

15
kebenaran universal yang tidak terkait pada tempat dan waktu aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
2. Perenialisme kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut
mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural.
3. Focus perenialisme mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan
abadi hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta didik
dan minat- minat siswa.
4. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah.
Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru.
5. Dalam pendidikan perenialisme, siswa menjadi orang yang mementingkan diri
sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau
berkorban demi kepentingan umum.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad
kedua puluh. Aliran ini berasal dari kata "perennial" yang berarti abadi atau kekal,
menunjukkan keyakinan pada nilai-nilai yang bersifat abadi. Aliran ini mengikuti
paham realisme, menganggap bahwa manusia itu rasional, dan bahwa sekolah adalah
lembaga untuk menumbuhkan kecerdasan, serta siswa sebaiknya diajari gagasan besar
agar mencintainya dan menjadi intelektual sejati. Perenialisme dianggap sebagai aliran
yang regresif karena kembali kepada nilai dan prinsip dasar di abad pertengahan atau
pada masa Yunani. Aliran ini menginginkan zaman dahulu harus dipertahankan karena
di zaman modern ini banyak mengakibatkan kerusakan pada manusia, dan ingin
mengembalikan kebudayaan lama ke masa modern atau yang akan datang karena
seiring dengan adanya prinsip-prinsip kehidupan manusia.
Tokoh-tokoh perenialisme seperti Plato, Aristoteles, Augustino Steuco, Thomas
Aquinas, Frithjof Schuon, dan Sayyed Hossein Nasr, memberikan kontribusi penting
dalam pemikiran ini. Mereka meyakini bahwa pendidikan harus mengarah pada
penemuan kebenaran dan pembinaan karakter yang beretika. Dalam pengajaran, aliran
perenialisme menekankan pada pengembangan kemampuan siswa untuk berpikir kritis,
melakukan dialog, dan memahami nilai-nilai kehidupan
Secara keseluruhan, aliran perenialisme memberikan pandangan yang holistik
dalam pendidikan, yang tidak hanya melihat pada aspek intelektual, tetapi juga pada
aspek moral, spiritual, dan sosial siswa. Dengan demikian, pendidikan perenialisme
berupaya menciptakan individu yang beretika, berpikir kritis, dan mampu
mengaplikasikan nilai-nilai universal dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran
tentunya menyadari jika makalah di atas masih jauh dari kata sempurna dan
terdapat banyak kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar dapat memperbaiki makalah tersebut dan pada makalah-
makalah berikutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

A. H, Saidah. 2020. “Pemikiran Essensialisme, Perenialisme, Dan Pragmatisme Dalam


Perspektif Pendidikan Islam.” Jurnal Al-Asas 5 (2): 16–28.

Abidin, Z. (2011). Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali Pers.

Afiyah, Istidamah Nailal. 2020. “Filsafat Perenialisme Dalam Kurikulum Pendidikan


Anak Usia Dini.” (JAPRA) Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal
(JAPRA) 3 (2): 52–70. https://doi.org/10.15575/japra.v3i2.8885

Anas Salahudin, 2011. Filsafat Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Barnadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi
Offset.

Destiriani. 2022. “Inovasi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di


SMKN Negeri 1 Rejang Lebong.” International Journal Of Educational
Resources 2 (6): 614–30.

Hadiwijono, Harun. 1989. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius.

Hamid, Abdul. 2017. “Guru Profesional.” Al-Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan
Kemasyarakatan 17(2): 274–85.

Khoiriyah, N. (2018). Filsafat Pendidikan Perenialisme dalam Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam. Jurnal Tadarus, 10(2), 141-154.

Mu’ammar, M Arfan. 2014. “Perenialisme Pendidikan (Analisis Konsep Filsafat


Perenial Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam).” Nur ElIslam 1(2):
15–28.

Nursalim, E., & Khojir, K. (2021). Aliran Perenialisme Dan Implementasinya Dalam
Pendidikan Islam. Cross-border, 4(2), 673-684.

Rahmadania, A., Suradi, A., & Gustari, N. (2022). Aliran Progresivisme, Aliran
Esensialisme, dan Aliran Perenealisme Dalam Pendidikan. Jurnal
Pendidikan" EDUKASIA MULTIKULTURA", 4(1), 29-46.

Saragih, Hisarma et al. 2021. Filsafat Pendidikan. Medan: Yayasan Kita menulis

18
Siregar, R. L. (2016). Teori belajar perenialisme. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu
Pengetahuan, 13(2), 172-183.

Tafsir, Ahmad. 2005. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung: Remaja Rosdakarya

Widiyanto, Asfa. 2016. “The Reception of Seyyed Hossein Nasr’s Ideas within the
Indonesian Intellectual Landscape.” Studia Islamika 23(2): 193–236.

Winarno, W., & Suryani, S. (2019). Konsep Pendidikan Agama dalam Perspektif
Filsafat Perenialisme dan Implikasinya terhadap Pendidikan Anak Usia
Dini. EDUKATIF: Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(1), 41-55.

19

Anda mungkin juga menyukai