Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN DASAR

"PAHAM-PAHAM FILSAFAT PENDIDIKAN YAITU


ESSENSIALISME DAN REKONSTRUKSIONISME"

Dosen Pengampu:
Dr. Yantoro, M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 2


1. Nurmina (P2A622025)
2. Nofa Qomara Ika Saputri (P2A622038)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2022
4

KATA PENGANTAR

Syukur dan pujian ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam mata

kuliah Filsafat Pendidikan Dasar, dengan tema ”Paham-Paham Filsafat

Pendidikan yaitu Essensialisme dan Rekonstruksionisme". Kiranya dalam

pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi

penulisan, isi dan lain sebagainya. Kami sangat mengharapkan kritikkan dan saran

guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga

tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.

Khususnya bagi mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan

Dasar untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan

kependidikan demi terciptanya pendidik profesional.

Atas semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak yang

telah ikut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Jambi, November 2022

Penulis
5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulis ........................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Hakikat Filsafat.......................................................................... 3
2.2 Konsep Dasar Filsafat Pendidikan............................................. 4
2.3 Cabang-cabang Ilmu Filsafat..................................................... 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................ 14
3.2 Saran.......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
6

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu hingga sekarang
terus berkembang. Hasil-hasil pemikiran tersebut disebut pemahaman baru
dalam pendidikan. Dalam perkembangannya, pendidikan menggunakan
paham atau aliran guna mencapai tujuan pendidikan pada masanya. Namun
periodesasi perkembangan pendidikan juga tak lepas dari paham-paham
filsafat pendidikan yang mempengaruhi metode, konsep, dan objek
pendidikan.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang memiliki tujuan.
Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan.
Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat
kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah
dan sosial manusia memungkinkan misalnya: iklim, makanan, kesehatan,
keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia adanya aktifitas dan lembaga-
lembaga pendidikan merupakan jawaban manusia atas problema itu.
Filsafat pendidikan sebagai salah satu acuan untuk memperbaiki
pendidikan di Indonesia. Karena dalam memperlajari Filsafat Pendidikan Kita
lebih tahu dasar-dasar pendidikan. Dengan mempelajarinya maka generasi yang
akan datang akan lebih memahami tentang pendidikan dan paham filsafat
pendidikan, supaya kita dapat mengambil hikmah pembelajaran dari paham-
paham filsafat pendidikan tersebut.
Filsafat essensialisme merupakan filsafat yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia. Sehingga aplikasi
essensialisme dalam pendidikan bercorak pada pendidikan tradisional, karena
paham ini menganggap kebudayaan lama telah berhasil membawa kebaikan bagi
kehidupan manusia. Dalam pembelajaran esensialisme mengacu pada
pengetahuan dasar berupa membaca, menulis dan menghitung, dan pelajaran non
akademik kurang diminati.
7

Paham rekonstruksinisme merupakan paham filsafat yang berpusat pada


perubahan melalui penyusunan kembali tatanan sosial tradisional menjadi tatanan
sosial yang modern. Paham rekonstruksinisme mengharapakan pendidikan dapat
menjadi wahana awal menuju pembangunan tatanan sosial yang lebih modern.
Dalam pendidikan, paham ini mendorong perserta didik untuk mempelajari
pengetahuan sosial, politik, ekonomi dan pengetahuan teraktual, dengan
pengetahuan tersebut diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang mampu
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kedua paham diatas memiliki paham yang berbanding terbalik, dengan
perbedaan tersebut pasti akan memunculkan penerapan pendidikan yang berbeda.
Maka melalui makalah ini penulis akan menjelaskan apa pengertian dari paham
filsafat essensialisme dan paham filsafat rekonstruksinisme. Dalam makalah ini
akan dijelaskan bagaimana pandangan paham esensialisme dan rekonstruksinisme
dalam pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat essensialisme dan
rekonstruksionisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh yang beraliran essensialisme dan
rekonstruksionime?
3. Bagaimana konsep filsafat pendidikan essensialisme dan
rekonstruksionisme?
4. Bagaimana implikasi filsafat essensialisme dan rekonstruksionisme di
dunia pendidikan Indonesia?
5. Apa saja contoh penerapan aliran filsafat essensialisme dan
rekonstruksionisme?
1.3 Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian dari filsafat essensialisme dan
rekonstruksionisme.
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang beraliran pendidikan
essensialisme dan rekonstruksionisme.
3. Dapat mengemukakan konsep pendidikan aliran filsafat essensialisme
dan rekonstruksionisme.
4. Dapat menjabarkan implikasi aliran filsafat esensialisme dan
rekonstruksionisme di dunia pendidikan Indonesia.
5. Mampu menyebutkan contoh penerapan aliran filsafat esensialisme
dan rekonstruksionisme.
8

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Filsafat Pendidikan Essensialisme


Esensialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang
mendirikan suatu bangunan filsafat tersendiri, melainkan sutu gerakan dalam
pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme. Penganut faham ini
berpendapat bahwa betul-betul ada yang esensial dari pengalaman peserta didik
yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan. Esensi (essence) ialah
hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai
satuan yang konseptual dan akali. Esensi adalah apa yang membuat sesuatu
menjadi apa adanya. Esensi mengacu pada aspek-aspek yang lebih permanen dan
mantap dari sesuatu yang berlawanan dengan yang berubah-ubah, parsial, atau
fenomenal (Edward dan Yusnadi, 2015: 30-31).
Filsafat pendidikan esensial bertitik tolak dari kebenaran yang telah
terbukti berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain
adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah
kebudayaan klasik yang muncul pada zaman Romawi yang menggunakan buku-
buku klasik yang ditulis dengan bahasa Latin yang dikenal dengan nama Great
Book. Buku ini sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia-
manusia berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan
suatu kebenaran yang esensial.
Adapun tokoh-tokoh yang beraliran essensialisme, antara lain:
1. Menurut Mudyaharjo, tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler
Bagley. Bagley lahir di Detroit pada 15 maret 1874 dan meninggal di New
York pada 1 juli 1946. Bagley menempuh pendidikan tinggi di Universitas
Negeri Michigan, Universitas Wisconsin, dan menerima gelar doktor dari
Universitas Cornell pada tahun 1900. Sementara itu Bagley berpendapat bahwa
pendidikan adalah sarana untuk membentuk tingkah laku anak didik dan ia
berpendapat bahwa “pendidikan bisa membantu merubah tingkah laku anak.
jika guru bisa menerapkan dengan tepat pada anak didik maka akan
menciptakan efisiensi sosial sebagai tujuan umum” (Saidah, 2016:81).
9

2. Johann Amos Comenius (1592-1670), tokoh Renaissance yang pertama yang


berusaha mensistematiskan proses pengajaran. Menurut johan Amos comenius
tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak
Tuhan.
3. John Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan populer sebagai “pemikir
dunia”. John locke mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat
dengan situasi dan kondisi. Ia juga mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak
yang tidak mempunyai biaya.
4. Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid dari Immanuel kant
yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah
menyesuaikan jiwa seseorang dengan kesusilaan, dan ini disebut juga
“pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.
5. William T. Harris (1835-1909) menurut tokoh ini tugas pendidikan adalah
mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti. Maksudnya
Keberhasilan sekolah bisa tercapai dikarenakan sebuah lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun
penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat (Indar, 1994:135-136).
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai
tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan
kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh
fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin
tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran
Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya
pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak
menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai
yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi. Nilai-nilai yang dapat
memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif,
Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan
belas (Imam Barnadib, 1987:29).
10

Jika dilihat dari etimologinya, essensialisme memiliki dua asal kata dalam
bahasa inggris yaitu essensial dan isme. Essensial yang memiliki arti inti atau
pokok dari sesuatu. Sedangkan isme memiliki arti aliran, paham atau mahzab.
Sedangkan menurut istilah aliran filsafat Essenssialisme merupakan sebuah aliran
dalam filsafat yang ingin manusia kembali pada kebudayaannya yang lama.
Kebudayaan manusia yang lama telah memberikan banyak kebaikan untuk umat
manusia adalah anggapan aliran esensialisme. Dalam hal pendidikan, Aliran
esensialisme memiliki pendapat jika perspektif yang sering berubah, belum
terarah dan tidak pasti, gampang goyah timbul karena pendidikan bertumpu pada
dasar pandangan yang fleksibilitas dalam segala bentuk. Maka dari itu, pendidikan
itu harus berdiri diatas pijakan value yang stabil dan sudah teruji oleh waktu yang
cukup lama serta memiliki nilai yang jelas dan sudah lolos seleksi.
Menurut Diane (2000:465-467) “tujuan esensialis dari pendidikan adalah
untuk mentransmisikan dan memelihara dasar-dasar budaya manusia yang
diperlukan.” Sekolah memiliki misi spesifik dan jelas dari mentransmisikan
keterampilan dan subjek manusia yang penting kepada kaum muda untuk
dilestarikan dan dilewati ke generasi mendatang. Sebagai pendidik profesional
yang efektif, guru harus:
1. mematuhi kurikulum keterampilan dan mata pelajaran dasar yang
didefinisikan dengan baik;
2. menanamkan inti berdasarkan nilai-nilai tradisional Barat dan Amerika
patriotisme, kerja keras, usaha, ketepatan waktu, penghormatan
terhadap otoritas, dan kesopanan;
3. mengelola ruang kelas secara efisien dan efektif sebagai bidang disiplin
dan ketertiban;
4. mempromosikan siswa berdasarkan prestasi akademik dan bukan
promosi sosial.
Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C.
Bagley adalah sebagai berikut :
1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya
belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena
dorongan dari dalam diri siswa.
11

2. Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah


melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan
yang khusus pada spsies manusia.
3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan
pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang
pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme)
memberikan sebuah teori yang lemah.
Penerapan filsafat pendidikan perenialisme terhadap praktik pelaksanaan
pendidikan, sebagai berikut ini:
a. Pendidikan
Bagi penganut Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk
memelihara kebudayaan, “Education as Cultural Conservation”. Mereka percaya
bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teruji dalam
segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mempu
mengemban hari kini dan masa depan umat manusia.
1. Tujuan pendidikan
Pendidikan bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin
solidaritas sosial dan kesejahteraan umum.
2. Sekolah
Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-
temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang (individu) kepada masyarakat.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat, “society
centered school”, yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat
masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi oleh seorang
dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat, society centered. Hal ini sesuai
dengan dasar filsafat idealisme dan realisme yang menyatakan bahwa masyarakat
12

dan alam (relisme) atau masyarakat dan yang absolut (idealisme) mempunyai
peranan menentukan bagaimana seharusnya individu (peserta didik) hidup.
4. Metode
Dalam hal metode pendidikan Esensialisme menyarankan agar sekolah-
sekolah mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan
disiplin mental. Metode problem solving memang ada manfaatnya, tetapi bukan
prosedur yang dapat diterapkan dalam seluruh kegiatan belajar.
5. Peranan guru dan peserta didik
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau “jembatan” antara
dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak. Guru harus disiapkan
sedemikian rupa agar secara teknis mampu melaksanakan perannya sebagai
pengarah proses belajar. Adapun secara moral guru haruslah orang terdidik yang
dapat dipercaya. Dengan denikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada
guru, bukan pada peserta didik.
Peran peserta didik adalah belajar, bukuan untuk mengatur pelajaran.
Menurut idealisme belajar, yaitu menyesuaikan diri pada kebaikan dan kebenaran
seperti yang telah ditetapkan oleh yang absolut. Sedangkan menurut realisme
belajar berarti penyesuaian diri terhadap masyarakat dan alam. Belajar berarti
menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan
baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan
berikutnya (Dinn Wahyudin, 2010:4.20-4.22).

2.2. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme


Filsafat pendidikan Rekonstruksionisme merupakan variasi dari
progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umunya harus
diperbaiki. Mereka bercita-cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia
secara total. Semua bidang kehidupan harus diubah dan dibuat baru aliran yang
ekstrim ini berupaya merombak tata susunan masyarakat lama dan membangun
tata susunan hidup yang baru sama sekali, melalui lembaga dan protes pendidikan.
Proses belajar dan segala sesuatu bertalian dengan pendidikan tidak banyak
berbeda dengan aliran progresivisme (Pidarta, 2007:93).
13

Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct  yang berarti menyusun


kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang  bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 ( Teguh, 2013:189).
1. George Count dan Harold Rugg
Keduanyanya merupakan tokoh penggerak aliran rekonstruksinisme yang
dipelopori oleh pemikiran John Dewey berupa membangun masyarakat baru yang
pantas dan adil dalam tatanan kehidupan. Selain itu George juga berkeinginan
pendidikan dapat menjadi tempat perubahan melalui pahan rekonstruksinesme.
Dengan demikian mereka bermaksud membangun masyarakat baru yang pantas
dan adil.
2. John Hendrik
Menurut John Hendrik rekonstruksinieme merupakan perubahan sosial
yang menghendaki budaya modern dalam dunia pendidikan. John
mengungkapkan sekolah harus mampu membangun tatanan sosial yang baru,
meski berlawanan oleh kurikulum yang terdahulu. Sehingga tujuan tertinggi dan
utama hanya bisa diraih melalui antara antar bangsa tanpa membeda-bedakan,
agar penigkatkan sejahteraan dan kemakmuran dalam masyarakat akan terwujud.
Pada dasarnya aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran
perenialisme dalam hendak mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja jalan
yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh perenialisme, tetapi
sesuai dengan istilah yang dikandungnya, yaitu berusaha membina konsensus
yang paling luas dan  paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam
kehidupan manusia  restore to the original form. Untuk mencapai tujuan itu,
rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan
utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru
seluruh lingkungannya. Maka melalui lembaga dan proses pendidikan,
rekonstruksionisme ingin “merombak tata susunan lama, dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru” (Zuhairini, 1995:29).
14

Brameld mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari


lima tesis, yakni:
a. Pendidikan berlangsung saat ini untuk menciptakan tata sosial baru
yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan
yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat
modern.
b. Demokrasi sejati merupakan dasar dari kehidupan masyarakat baru.
Lembaga utama di masyarakat ditentukan dan dikontrol oleh
masyarakat itu sendiri. Segala harapan dan kepentingan/kebutuhan
masyarakat menjadi tanggung jawab rakyat melalui wakil-wakil yang
dipilih.
c. Anak, sekolah dan pendidikan diatur oleh kekuatan dan budaya sosial.
Rekonstruksionisme memandang kehidupan beradab adalah hidup
berkelompok, sehingga sekolah harus berlangsung dalam kelompok
yang berarti bahwa kelompok memegang peran yang sangat penting di
sekolah. Sekolah adalah realisasi dari sosial (social self realization);
melalui sekolah akan dikembangkan bukan hanya sifat sosialnya akan
tetapi kemampuan untuk melibatkan diri dalam perencanaan sosial.
d. Guru memegang peran penting dalam pendidikan di sekolah akan tetapi
dalam pelaksanaan tugasnya harus selalu memperhatikan prosedur
demokratis.
e. Tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang berhubungan dengan krisis budaya, dan untuk menyesuaikan
kebutuhan dengan sains sosial yaitu nilai-nilai yang universal.
f. Penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau
kembali dan disesuaikan dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar
manusia secara rasional dan ilmiah (Edward dan Yusnadi, 2015:32-33).
15

Berikut ini Power mengemukakan implikasi pendidikan aliran


rekonstruksionisme, seperti berikut ini :
1. Tema
Misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial dan
pendidikan merupakan suatu usaha sosial.
2. Tujuan Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk menciptkan aturan sosial yang ideal.
Transmisi budaya dalam kegiatan pendidikan merupakan hal yang
esensial terutama dalam masyarakat yang majemuk, oleh sebab itu
dalam kegiatan tersebut fakta budaya yang majemuk itu harus
dipahami.
3. Kurikulum
Kurikulum sekolah harus diwarnai oleh semua budaya dan nilai-nilai
yang berhubungan dengan sekolah, tidak boleh didominasi oleh
budaya mayoritas atau budaya yang ditentukan atau disukai.
4. Kedudukan Siswa
Nilai-nilai budaya peserta didik yang dibawa ke sekolah sangat
dihargai, dan keluhuran pribadi dan tanggung jawab sosial
ditingkatkan.
5. Metode
Belajar sambil bekerja (learning by doing) adalah salah satu metode
yang diakui dapat digunakan disamping metode-metode yang
digunakan dalam pendidikan progresif.
6. Peranan Guru
Guru menghargai dengan tulus dan ikhlas semua budaya dalam setiap
interaksinya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas (Tim Pengajar,
2009: 98-99).
Contoh penerapan aliran rekonstruksionisme yaitu pemberian tugas
mandiri kepada peserta didik secara berkelompok maupun individu. Seperti
pembuatan karya ilmiah yang dapat memberikan kesempatan untuk membangun
pengetahuan dan pengalaman masing-masing peserta didik. Dari tugas ini peserta
16

didik dapat bersosialisasi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat di luar


lingkungan sekolahnya, dapat mengetahui masalah-masalah dan perkembagan apa
saja yang terjadi di masyarakat saat ini, serta dapat memberikan ide, pendapat,
atau solusi-solusi atas permasalahan sosial yang ada.
Menurut pandangan aliran rekonstruksinisme, menurut Gandhi (2011:190)
“dalam pendidikan perlu adanya perombakan tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan kerjasama antara individu.” Dengan perombakan pendidikan tersebut
diharapkan dapat memunculkan sebuah tatanan baru yang lebih modern, sehingga
subjek pendidikan akan lebih berorientasi pada masa depan dan tidak terkekang
oleh tatanan tradisional. Hal ini menjadikan aliran rekonstruksinisme  cenderung
mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum aliran rekonstruksinisme mengarah pada ilmu pengetahuan
dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan yang actual
seperti media massa, industrialisasi dan lain sebagainya. Aliran rekonstruksinisme
juga mendorong untuk lebih mengembangkan kemampuan melihat dan
memecahkan masalah secara kritis. Hal ini tidak lepas dari keinginan
rekostuksinisme untuk menjadiakan sekolah sebagai wahana perubahan tatanan
sosial.
Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan dari
kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan materi
kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut untuk
menjadi makhluk yang aktif dan kreatif, sehingga akan mengubah konsep
pendidikan dari transfer pengetahuan menjadi transformasi pengetahuan. Selain
itu, pengetahuan yang diberikan kepada siswa tidak hanya pengetahuan dasar
tetapi juga ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah dalam sosial
masyarakat.
“Tujuan dari pendidikan aliran rekonstruksi adalah terciptanya siswa yang
sadar tentang masalah sosial, politik, ekonomi yang terjadi dimasyarakat
(Muhaimin, 2003:65).” Selain itu siswa dapat memliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah yang terjadi dimasyarakat. Dengan demikian akan tercipta
tatanan masyarakat yang baru.
17
24

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang bersifat konstan, tidak bisa
berubah, kekal, dan akan selalu abadi. Sedangkan menurut istilah aliran
esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia terutama sejak zaman
renaissance. Aliran esensialisme merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan
realisme, jadi dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme. Tokoh-
tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley, Johann Amos
Comenius (1592-1670), John Locke (1632-1704), dan Johann Fiedrich Herbart
(1776-1841).
Pandangan pendidikan dalam aliran esensialisme prakteknya cenderung
menekankan pada pelajaran membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga
pelajaran ini dipandang sebagai pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam
esensialisme. Jadi kurikulum yang digunakan dalam aliran esensialisme
menekankan pada pemahaman melalui percobaan sains dan penguasaan ilmu-ilmu
alamiah daripada ilmu spiritual. Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme
berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru
hanya sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada
esensialisme  guru menjadi otoritatif.  Aliran ini menganggap sekolah seharusnya
mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak
menjadi warga Negara teladan.
Rekonstruksinisme berasal dari Bahasa Inggris yaitu reconstruct,  yang
berarti menyusun kembali. rekonstruksinisme merupakan sebuah aliran atau
paham tertentu. Jadi rekonstruksinisme adalah salah satu aliran filsafat yang
berpusat pada sebuah perubahan melalui penyusunan kembali tatanan tradisional
menjadi lebih modern. Tokoh dari aliran rekonstruksinisme adalah George Count,
Harold Rugg dan John Hendrik.
Dalam pendidikan aliran rekonstruksi  Kurikulum mengarah pada ilmu
pengetahuan dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan
yang actual. Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan
25

dari kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan
materi kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut
untuk menjadi makhluk yang aktif dan kreatif. Sedangkan tujuan dari pendidikan
aliran rekonstruksi adalah berupaya membekali siswa dengan pengetahuan sosial,
politik dan sebagainya, sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah yag
terjadi dalam sosial masyarakat.

3.2 SARAN
Berdasarkan aliran-aliran filsafat pendidikan yang telah dipaparkan dalam
makalah ini diharapkan para pembaca terutama bagi calon pendidik untuk dapat
mengkritisi, memahami, mendalami, dan menerapkan aliran filsafat pendidikan
yang dapat membangun pendidikan yang bermutu. Penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami selaku penulis memohon kepada
pembaca supaya berkenan memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Yogyakarta:


Andi Offset
Diane, Ravitch.2000Left Back : A Century of Failed School Reforms (New York :
Simon and Schuster,), pp. 465-467
Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat pendidikan: Madzhab-madzhab Filsafat
pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz media
Indar, Djumberansjah. 1994. Filsafat pendidikan. Surabaya: karya abditama
Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Jogjakarta: Pustaka
pelajar
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Purba, Edward & Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED PRESS
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta, CV
Saidah. 2016. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudarsono. 1993. Ilmu Filsfat suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Tim Pengajar. 2009. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED
Wahyudin, dkk. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka
Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

25
26

Anda mungkin juga menyukai