Dosen Pengampu:
Dra. Luh Dewi Pusparini, M.ag
Disusun Oleh :
11. I KETUT DEDI SETIA EDI 16. NI LUH EKA DIAN ANGGRENI
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang maha mendengar lagi
maha melihat,berkat rahmat serta karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,kami para
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Analisis Filsafat Pendidikan
Perenialisme yang di tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan filsafat.
Pada era dewasa ini, pemikiran filsafat pendidikan di Indonesia perlu digalakkan agar
berbagai kebijakan dan praktik pendidikan selalu berada pada tujuan mulia
pendidikan itu sendiri, yaitu menjadikan peserta didik sebagai orang yang pintar
sekaligus baik; orang yang mencapai aktualisasi potensi secara optimal.
Dalam penyusunan makalah ini di dukung dan dibantu oleh berbagai pihak,
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Dengan melalui makalah ini
di harapkan semoga dapat memahami tentang pendidikan kritis.semoga dengan
makalah ini dapat menambah wawasan serta keilmuan dalam pendidikan filsafat dan
semoga segala kebaikan yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini kita dapat
belajar bersama dan ikut berpartisipasi untuk mewujudkan masyarakat pembelajar.
Demikian yang dapat saya sampaikan,kami sangat mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca makalah ini.agar kami dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan
yang terdapat di dalam makalah serta menyempurnakan makalah.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat pendidikan erat hubungan dengan perubahan. Menurut Jenilan (2018)
filsafat pendidikan adalah ilmu yang memandang sebagaimana proses guru mendidik
peserta didik sampai bisa berkembang dari yang tidak tahu bisa menjadi tahu
sehingga membentuk anak didik yang berkualitas dengan segenap potensi yang ada di
dalam dirinya. Manusia dalam kehidupannya tidak bisa sendiri. Manusia tetap
memerlukan orang lain untuk dapat membangun suatu interaksi yang membentuk
pola pemikiran yang terus mengalami perubahan baik dalam sikap, tindakan, maupun
pengetahuanSemua itu merupakan bentuk upaya manusia yang secara khusus
mempersiapkan dirinya untuk sebuah kenyataan, kebenaran dalam berinteraksi,
berkomunikasi dengan satu dengan yang lain, membangun sebuah percakapan dalam
sebuah kelompok, sehingga membentuk sebuah ide-ide atau pendapat.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Filsafat Pendidikan Perenialisme ?
2. Tujuan Perenialisme dalam Pendidikan ?
3. Bagaimana Konsep Pemikiran Perenialisme ?
4. Bagaimana Sejarah Perkembangan Perenialisme ?
5. Siapa saja Tokoh Perenialisme ?
6. Apa Pandangan Perenialisme Terhadap Pendidikan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Filsafat Pendidikan Perenialisme
2. Untuk mengetahui Tujuan Perenialisme dalam Pendidikan
3. Untuk mengetahui Konsep Pemikiran Perenialisme
4. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Perenialisme
5. Untuk mengetahui pengertian Belajar sambil Bermain
6. Untuk mengetahui Tokoh Perenialisme
7. Untuk mengetahui Pandangan Perenialisme Terhadap Pendidikan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
oleh berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat dari terjadinya
suatu perubahan Sehingga dinilai sebagai zaman yang perlu adanya solusi yakni
melalui jalan regresif yaitu kembali pada prinsip umum yang telah menjadi dasar
pada masa duluUntuk mengatasi krisis tersebut menurut filsafat perenialisme dapat
dilakukan dengan cara kembali pada kebudayaan masa lampau yang telah dianggap
ideal dan telah teruji ketangguhannya. Pemikiran filsafat perenialisme ini bisa di lihat
dari Ontologis, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi perenialisme disini terdiri dari
pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan juga substansi.
Adapun maksud dari keempat pengertian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Benda Individual yaitu benda yang yang dapat terlihat dan ditangkap oleh panca
indra manusia.
b. Esensi yaitu suatu kualitas tertentu yang menjadikan suatu benda menjadi lebih
baik intrinsik, seperti halnya manusia apabila ditinjau dari segi esensinya adalah
makhluk berfikir.
c. Aksiden yaitu suatu keadaan khusus yang bisa berubah-ubah dan sifatnya sendiri
kurang penting apabila dibandingkan dengan esensinya, seperti orang yang suka pada
barang-barang tertentu.
d. Substansi yaitu suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang sifatnya khas
dan universal, dari yang material dan yang spiritual.
7
dan benda- benda yang bersendi pada prinsip keabadian. Kepercayaan pada
kebenaran itu akan terjaga apabila suatu hal tersebut jelas nyatanya jadi epistemologi
dari perenialisme harus memiliki pengetahuan tentang pengertian kebenaran itu
sendiri yang sesuai dengan realita hakiki yang bisa dibuktikan dengan kebenaran
yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan menggunakan tenaga pada logika
melalui hukum berpikir metode deduksi, dimana metode ini merupakan metode
filsafat yang menghasilkan kebenaran yang hakiki.
Aksiologi perenialisme memandang teerkait masalah nilai itu didasarkan pada asas-
asas supranatural, maksudnya adalah menerima semuanya yang sifatnya abadi,
khusunya adalah tingkah laku manusia itu sendiri sehingga hakikat utama manusia itu
terletak pada jiwanya. Hal ini membuktikan bahwa asas tersebut bukan hanya
ontologi dan epistemologi saja akan tetapi juga aksiologi.
2. Filsafat perenialisme menjelaskan bahwa sumber dari segala sumber adalah segala
sesuatu yang bersifat relatif, tidak lebih sebagai jejak, kreasi dan cerminan esensi dan
substansinya diluar jangkauan nalar manusia
8
B. Tujuan Perenialisme dalam Pendidikan
Tujuan Perenialisme dalam Pendidikan adalah untuk mengembangkan kekuatan
pemikiran, menginternalisasi kebenaran yang universal dan konstan, dan untuk
memastikan bahwa siswa memperoleh pemahaman tentang ide-ide hebat peradaban
Barat. Ini adalah filosofi yang paling konservatif, tradisional, dan fleksibel.
Perennailisme merangsang siswa untuk berpikir kritis dan penuh pertimbangan;
menumbuhkan pikiran rasional. Peran Guru – perenialisme adalah filosofi yang
berpusat pada guru, di mana guru kurang mementingkan minat siswa dan lebih
mementingkan transfer pengetahuan dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih
muda. Guru akan fokus pada pentingnya membaca dan akan sering menggunakan
pelajaran membaca yang mendasarinya untuk membuat poin moral. Guru
menggunakan sejarah, agama, sastra, dan hukum sains untuk memperkuat gagasan
universal yang berpotensi memecahkan masalah apa pun di era apa pun.
9
C. Konsep Pemikiran Perenialisme
Filsafat perenial dikatakan juga sebagai filsafat keabadian, sebagaimana
dikatakan oleh Frithjof Schuon "philosophi perennis is the universal gnosis wich
always has existed and always be exist" (filsafat perenial adalah suatu pengetahuan
mistis universal yang telah ada dan akan selalu ada selamanya). Filsafat Perenial
sebagai suatu wacana intelektual, yang secara populer muncul beberapa dekade ini,
sepenuhnya bukanlah istilah yang baru." Filsafat Perennial cenderung dipengaruhi
oleh nuansa spiritual yang kental. Hal ini disebabkan oleh tema yang diusungnya,
yaitu "hikmah keabadian" yang hanya bermakna dan mempunyai kekuatan ketika ia
dibicarakan oleh agama. Makanya tidak mengherankan baik di barat maupun Islam,
bahwa lahirnya filsafat perennial adalah hasil telaah kritis para filosof yang sufi
(mistis) dan sufi (mistis) yang filosof pada zamannya
10
utama hikmah abadi adalah 'hakikat esoterik' yang abadi yang merupakan asas dan
esensi segala sesuatu yang wujud dan yang terekspresikan dalam bentuk 'hakikat-
hakikat eksoterik' dengan bahasa yang berbeda-beda. Kaum perenialis amat
menekankan tradisi kesejarahan. Secara historis perenialisme lahir sebagai suatu
reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme
yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
dunia dewasa ini penuh kekacauanketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual Oleh karena itu perlu ada usaha
untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup
yang kukuh, kuat dan teruji.
11
D. Sejarah Perkembangan Perenialisme
Perenialisme merupakan sebuah aliran filosofi pendidikan yang berasal dari
konsep "philosophia perennis," yang berarti "filsafat keabadian." Aliran ini bermula
pada abad kedua puluh sebagai reaksi terhadap pendidikan progresifisme, yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang bahwa
kebenaran itu bersifat universal dan konstan, dan jalan untuk mencapai kenyataan
tersebut adalah melatih intelek dan disiplin mental. Perenialisme berasal dari tradisi
filosofis klasik yang dikembangkan oleh Plato, Aristoteles, dan Santo Thomas
Aquinas. Sasaran pendidikan perenialisme adalah kemampuan menguasai prinsip
kenyataan, kebenaran, dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan
waktu. Nilai yang dianggap bersifat tak berubah dan universal.
Aliran ini menilai bahwa kebenaran yang diterima dari zaman kuno dan abad
pertengahan masih relevan dan memiliki nilai yang ideal untuk menjawab masalah
kehidupan manusia saat ini. Perenialisme tidak hanya melihat bahwa kembali kepada
masa lampau dengan kembali ke nilai-nilai zaman pertengahan, tetapi juga untuk
membina kembali keyakinan akan nilai-nilai asasi masa silam untuk menghadapi
masalah kehidupan manusia saat sekarang dan bahkan sampai kapan pun dan di mana
pun. Aliran perenialisme lebih menekankan pada kebenaran, keabadian, keindahan
pada warisan budaya. Pendidikan yang menganut aliran ini menekankan pada
kebenaran absolut, universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini
bersifat masa lampau, dimana aliran ini kembali pada nilai-nilai budaya.
12
perkembangan zamanBagaimana cara kita menghadapi agar tidak terbawa arusyaitu
dengan mengembalikan arah dan prinsip awal yang menganut pada masa lampau
Akan lebih baiknya jika mengikuti perkembangan teknologi dengan tidak
menghilangkan warisan.
E. Tokoh Perenialisme
Perenialisme berpendapat bahwa tokoh-tokoh yang mampu membawa
perbaikan terhadap keadaan - sekarang yang dianggap mempunyai kebudayaan yang
terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran adalah Plato, -
Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Ketiga tokoh tersebut dianggap - memiliki
pendirian dan pandangan- pandangan yang masih mempunyai arti bagi abad ini. Di
samping itu, pendirian dan pandangan-pandangan itu masih dapat dipertimbangkan
sebagai dasar pedoman kebudayaan abad ini.
Plato adalah seorang filsuf idealis yang memandang dunia ide sebagai dunia
kenyataan. Ide adalah realitas. Oleh karena itu, filsafat Plato dipandang beraliran
realistis. Dalam tulisannya "Republik" Plato menyata- kan keyakinannya bahwa jalan
untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang
pasti bagi setiap orang atau setiap kelas menurut kapasitasnya masing-masing dalam
masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan
yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, dan seterusnya ke bawah bagi
mereka yang mempunyai kualitas yang lebih rendah. Dari atas ke bawah mengambil
urut-urutan para raja, filsuf, perwira dan prajurit, pekerja tangan dan budak. Yang
paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pen- didikan dan
latihan, dan telah menunjukkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai
godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
13
Mengenai standar kebenaran tertinggi, dinyatakan oleh Plato dengan
doktrinnya yang disebut Ide. Dunia ini tetap dan satu jenisnya, sedangkan ide
tertinggi adalah kebaikanTugas ide adalah me- mimpin budi manusia dan menjadi
contoh dunia pengalaman. Dunia ide berbeda dengan dunia pengalaman, yang
penangkapannya dilakukan oleh indera. Dunia ide adalah tetap sedangkan dunia
pengalaman adalah berubah-ubah. Dunia pengalaman disebut juga dunia bayang-
bayang. Sekali manusia mengenal dan menguasai dunia ide, ia dapat mengetahui
jalan yang pasti. Dengan demikian dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengadakan klasifikasi dan penilaian terhadap segala sesuatu yang dialami sehari-
hari.
Puncak ini bebas dari sifat-sifat kotor dan pengalaman yang fana, dan disebut
penggerak yang tiada gerak, yang mempunyai sifat-sifat ke- tuhanan. Secara terus
menerus puncak ini menarik dan meningkatkan hal-hal atau benda- benda yang lebih
14
rendah ke arahnya.
Dengan demikian, tendensi dari kenyataan itu adalah menuju arah aktualitas,
sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Apabila dihubungkan dengan
manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah
menjadi aktualitas. Sebagai contoh, meskipun manusia dalam hidupnya tidak jarang
pula berkat dimilikinya akal, perasaan, dan kemauannya, semua ini dapat dikurangi.
Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi kehidupan dapat diatasi. Melalui
peningkatan suasana hidup spiritual ini manusia dapat semakin mendekatkan diri
kepada Gerak yang Tanpa Gerak sebagai tujuan dan bentuk terakhir dari segalanya.
15
jasmaniah belaka. Budi adalah kemampuan manusia yang tinggi, yang mempunyai
cita-cita untuk menuju ke kebenaran sejati yang bersumber pada Tuhan.
Selain budi, manusia juga mempunyai kehendak. Baik budi maupun kehendak
selalu menuju kepada Tuhan. Dengan demikian, semakin besar arah budi dan
kehendak manusia kepada semuanya, berarti semakin besar pula partisipasi manusia
di dunia menurut kehendak Tuhan. Dari penjelasan di atas, maka manusia perlu
mempunyai dua jenis kepercayaan, yaitu yang berdasarkan wahyu dari Tuhan dan
yang bersifat rasional. Keduanya diperlukan bagi pembinaan individu dan siviliasi,
karena saling menyempurnakan. Sebagai contoh, dalam ranah kesusilaan, manusia
dapat menyusun hukum-hukum kesusilaan, tetapi hukum itu baru dapat dianggap
sempurna bila dilingkungi oleh hukum-hukum supernatural.
17
Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara
filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
Plato hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu
fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia
secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan
kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa
realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak
dari asalnya. Menurut Plato, dunia ideal, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu
Tuhan. Manusia menemukan ke- benaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan
menggunakan akal atau ratio. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin
yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah
manusia yang hidup atas dasar prinsip idea mutlak, yaitu suatu prinsip mutlak yang
menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental
yang membimbing manusia untuk menemukan kriteria moral, politik, dan sosial serta
keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan.
Aristoteles (384-322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikiran- nya
mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut
filsafat realisme. la mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat
pada alam kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah
makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia men- yadari bahwa manusia
dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk
rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju
18
kepada manusia ideal. Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian
pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Aristoteles menganggap
penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam
menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Ia juga menganggap kebahagiaan
sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengem- bangkan individu secara bulat,
totalitas. Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembang- kan, walaupun
ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah ke- hidupan berpikir.
19
dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada
umumnya dipusatkan kepada pembinaan ke- mampuan berpikir.
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup
(dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju
kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju ke- hidupan syurgawi.
20
dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut
perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan
potensi- potensi self discovery; dan ia melakukan moral authority atas murid-
muridnya, karena ia adalah seorang professional yang ber- kualifikasi dan superior
dibandingkan murid.
21
dijadikan dasar pembaharuan sosial dalam arti sesungguhnya sehingga belum disebut
sebagai badan untuk mengadakan pembaharuan sosial. Prinsip-prinsip kuriklum
untuk sekolah dasar yang telah diuraikan di atas, berlaku pula untuk sekolah
menengah dengan suatu prinsip peningkatan pematangan akal anak didik.
Peningkatan ini adalah dalam bentuk pendidikan umum, yang menuntun
perkembangan umum, psikis dan fisik anak didik yang berumur 12 sampai 20 tahun.
Bagi yang berumur 12 sampai 16 tahun, kurikulum yang diperlukan terdiri dari
bahasa-bahasa asing kuno, seperti Latin dan Yunani dan bahasa- bahasa modern.
Penguasaan bahasa merupakan dasar untuk pengenalan dunia luas bagi anak didik.
Anak didik yang berumur 16 tahun sampai 20 tahun perlu mendapatkan pengetahuan
tentang:
Mengenai hakikat perguruan tinggi, Robert Hutchkins mengatakan bahwa jika abad
pertengahan bersifat teologis, maka masa sekarang seharusnya bersifat filsafat
metafisika yang pada dasarnya adalah cinta intelektual Tuhan sehingga perguruan
tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis. Perguruan tinggi sekarang perlu
menyelenggarakan penelitian sesuai dengan fungsinya masing- masing. Namun hasil
penelitian yang bermutu tinggi adalah yang bersendikan filsafat.
1. Pandangan Mengenai Realita
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah
jaminan bahwa "reality is universal that is every where and at every moment the
22
same". Realita itu bersifat universal yang ada di mana saja dan sama di setiap waktu.
Dengan keputusan yang bersifat ontologisme, kita akan sampai pada pengertian-
pengertian yang hakiki. Ontologi perenialisme berisikan pengertian: benda individual,
esensi, aksiden dan substansi.
1. Benda individual adalah benda yang sebagaimana Nampak di hadapan manusia
yang dapat ditangkap oleh indera kita, seperti kayu, batu, orang dan lain sebagainya.
2. Esensi dari sesuatu adalah kualitas yang menjadikan atau menyebabkan benda itu
lebih intrinsik daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah
makhluk berpikir. Esensi adalah lebih penting daripada halnya.
3. Aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya
kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang-barang
antik, suka berpakaian bagus.
4. Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap yang berpasangan pada setiap
individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual. Akallah
yang harus mengadakan pembedaan mengenai sifat-sifat tersebut.
Ada empat macam sebab (kausa) yang menjadi pendukung atau pendorong terjadi
atau berlangsung- nya sesuatu, yaitu sebagai berikut.
a) Kausa materialis, yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda, misalnya telor,
tepung, dan gula untuk roti.
b) Kausa formalis, yaitu bentuk atau model sesuatu benda, misalnya bulat, panjang,
dan lain sebagainya.
c) Kausa efisien, yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu, misalnya
cepat, lambat, tergesa-gesa dan lain sebagainya.
23
d) Kausa finalis, yaitu tujuan atau akhir dari sesuatu benda, misalnya tujuan
pembuatan patung.
Ajaran lain dari Aristoteles yang dapat dijadikan pegangan adalah logika. Logika
Aristoteles terdiri dari dua hal, yaitu jalan pikiran (rationorum) dan bukti. Jalan
pikiran adalah silogisme. Silogisme me- nunjukkan adanya hubungan logis antara
premis mayor, premis minor dan konklusio (kesimpulan). Masing- masing terdiri dari
putusan. Setiap putusan terdiri dari pengertian yang berhubungan satu sama lain.
Misalnya, kalau kita menerima premis bahwa manusia itu adalah animal rasionale
24
dan kita akui bahwa si Fulan adalah manusia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
si Fulan adalah animal rasionale. Selain dengan cara deduktif seperti di atas, manusia
perlu mengenal dunia dengan cara kebalikannya, yaitu induktif. Cara ini memulai
pengenalan dengan hal-hal partikular. Intinya, jika belum mengandung hal- hal yang
universal adalah mustahil data partikular itu dapat membangun kesimpulan-
kesimpulan universal. Yang
Perenialisme juga mengemukakan adanya hubungan antara pengetahuan dengan
filsafat. ilmu
a) Science sebagai ilmu penge- tahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah
pengetahuan yang disebut sebagai empiriological analysis, yakni analisa atas
individual things dan peristiwa- peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat
alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya
mempergunakan metode induktif. Selain itu juga menggunakan metode deduktif,
tetapi pusat kajiannya adalah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat
khusus.
b) Filsafat sebagai pengetahuan
Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah ilmu metafisika. Sebab,
science dengan metode induktif bersifat analisa empiris; kebenarannya terbatas,
relatif atau kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat
ontological analysis, ke- benaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan
dengan hukum-hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa
kesimpulannya bersifat mutlak, asasi.
Hubungan filsafat dan penge- tahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris
dan analisa ontologi keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi
filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum hukum dalam filsafat
sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
27
kurikulum pendidikan sejarah sendiri berlandaskan perenialisme yaitu the glorius.
B. SARAN
Adapun saran yang bisa kami berikan supaya prinsip – prinsip perenialisme tentap
di pergunakan dikarenakan membantu siswa dalam memperoleh dan merealisasikan
kebenaran abadi.
28
DAFTAR PUSTAKA
29