Anda di halaman 1dari 18

FILSAFAT PENDIDIKAN

Tentang:

Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan

Dosen Pembimbing : Drs. Zelhendri Zen, M.Pd

Disusun Oleh:

18 BKT 08

ALDA RISMA (18129221)


DEVINA DETRYOZA(18129105)
PREDILLA SUCI THIRTA (18129199)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan
berkah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul “Airan-Aliran Filsafat Pendidikan”. Adapun tujuan dari penyusunan
dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Filsafat
Pendidikan”.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa, makalah ini tidak
akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan
bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah “Filsafat Pendidikan” Drs. Zelhendri
Zen, M.Pd.” Pada makalah yang saya susun ini masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki maka saya meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua didalam
dunia pendidikan. Dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh
anak didik.

Bukittinggi, 26 Oktober 2019

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3

A. Pengertian Filsafat Esensialisme.......................................................................


B. Latar Belakang Munculnya Esensialisme .........................................................
C. Peranan dan Fungsi Esensialisme .....................................................................
D. Pengaruh Filsafat Esensialisme dalam pendidikan ...........................................
E. Tokoh-Tokoh Filsafat Esensialisme ..................................................................

BAB III PENUTUP17

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 17

B. Saran .......................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Filsafat adalah berfikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu
sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari
dua kata, yaitu Fhilos dan Sophia. Filos berarti senang, gemar atau cinta,
sedangkan Sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu filsafat dapat
diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Filsafat menela’ah hal-hal yang menjadi objeknya. Dari sudut intinya yang
mutlak, terdalam tetapi tidak berubah, atau perenungan yang sedalam-
dalamnyatentang sebab ada dan perbuat, kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai
kepada mengapa yang penghabisan, menjawab pertanyaan terakhir, tidak dangkaldan
dogma, melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan
pengertian sehari-hari.
Karena itu filsafat juga diartikan dengan berfikir dan merasa sedalam-
dalamnya, maka perlu dijelaskan bahwa penulis mendialektikakan berfikir dengan
merasa karena berfikir adalah kegiatan logika, sedangkan merasa adalah kegiatan
estetika dan etika. Oleh karena itu uraian selanjutnya adalah menjelaskan filsafat
pengetahuan, hal mana dalam pengetahuan tersebut terkandung ilmu (logika), moral
(etika) dan seni (estetika).
Pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang
mempunyai tata yang jelas dan yang telah truji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat
memenuhi adalah berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama 4 abad
belakangan ini, dengan perhitungan Zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya
pandangan-pandangan esensialistis awal. Essensialisme percaya bahwa pendidikan

1
2

harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia.
Dalam dunia pendidikan, manusia memiliki rasionalitas berpikir untuk
memecahkan masalahnya, baik berupa reaksi, aksi maupun keinginan (cita-cita).
Pengertian masing-masing suatu kesimpulan sebagai belum final, valid, tidak mutlak
dan lain sebagainya, memberi kebebasan untuk menganut atau menolak suatu aliran.
Sikap demikian pra kondisi bagi perkembangan aliran-aliran filsafat, salah satunya
adalah esensialisme
Filsafat Esensial merupakan filsafat pendidikan konservatif yang dirumuskan
sebagai suatu kritik terhadap praktek pendidikan progresif di sekolah-sekolah, para
esensialis berpendapat bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan
budaya dan sejarah kepada generasi muda dimana pendidikan harus nilai-nilai luhur
yang tertata jelas.
Esensialisme bukan merupakan bangunan filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan terhadap pendidikan progresivisme. Pada umumnya pemikiran
aliran pendidikan esensialisme dilandasi dengan filsafat tradisional idealisme klasik
dan realisme. Dua aliran tersebut adalah pendukung esensialisme, namun tidak
melebur menjadi satu dan tidak melepaskan karakteristiknya masing-masing.
Esensialisme secara umum menekankan pada pilihan kreatif, subjektifitas
pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan hakikat atas setiap skema
rasional untuk hakikat manusia atau realita.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1) Pengertian filsafat pendidikan esensialisme
2) Sejarah dan yang melatar belakangi lahirnya ajaran esensialisme
3) Peran dan fungsi esensialisme dalam pendidikan
4) Tokoh-tokoh esensialisme
3

C. Tujuan Penulisan
Penyususnan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengerti dan memahami
apa saja masalah-masalah yang ada di dalam aliran filsafat pendidikan esensialisme
ini, baik dari segi pengertian, sejarah munculnya, peran, pengaruh, dan tokoh-tokoh
aliran ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Esensialisme


Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggiris yakni essential (inti
atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut
Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam
filsafat yakni idealisme dan realisme. Aliran ini menginginkan munculnya kembali
kejaaan yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle
age” (zaman ini akal terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengetahuan, kehidupan
diwarnai oleh dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin
menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan
agar manusia kembali kepada kebudayaan lama.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan
yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman
Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.
Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan
yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan
yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai -nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu
menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan.

4
B. Latar Belakang Munculnya Esensialisme
Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang
pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L
Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The
esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor
esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia University,
ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan
sejarah kepada generasi muda.
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda
dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Nilai-nilai yang
di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif
selama empat abad belakang. Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut
essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala
penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu.
Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di
atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan yang
telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap masa depan kita
dan masa depan kebudayaan umat manusia.
Essensialisme mengadakan protes terhadap progressvisme, namun dalam
proses tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan
proregssvisme seperti halnya yang dilakukan perenialisme. Ada beberapa aspek dari
progresivisme yang secara prinsipil tidak dapat diterimanya. Mereka berpendapat
bahwa betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai
esensial tersebut apabila manusia berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin
idealisme, mungkin realisme, namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemologi
Dewey.
Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan
yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung

5
oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan
bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya
tergantung pola pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi
kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan
berusaha untuk mengetahui/ menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan
nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa
pemahaman dan peragaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Menurut
Realisme pengetahuan tersebut terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan
tertentu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut Idealisme, pengetahuan timbul
kerena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar.
Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-
nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa.
Essemnsialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas. essensislisme suatu aliran filsafat yang lebih
merupakan perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif
di sisi lainnya. Oleh karena itu wajar jika ada yang mengatakan Platolah sebagai
peletak asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democratos sebagai
peletak dasar-dasarnya. Kendatipun aliran ini kemunculan aliran ini di dasari oleh
pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles, namun bukan berarti
kedua aliran ini lebur kedalam paham esensialisme. Aliran filsafat essensialisme
pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad
pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan
lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Essensislisme
adalah :
1. Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif
yang moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia
memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.

6
2. Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan
budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil.
3. Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan
fakta secara objekjtif.
4. Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme
klasik yang berkembang pada zaman renaissance.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia
didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan
segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi
esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya,
kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme,
realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang
ada dimasyarakat.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh
William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar
awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri
siswa.
2. Pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat
dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada
spsies manusia.
3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan,
maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan,
sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori
yang lemah.

7
C. Peranan dan Fungsi Esensialisme
a. Peranan aliran esensialisme
1. Sebagai acuan guru dalam menghadapi kebudayaan modern.
2. Sebagai pemeliharaan kebudayaan (warisan kebudayaan)
b. Fungi aliran Esensialisme
Membina sikap jiwa untuk menjunjung tinggi dan menyesuaikan diri
terhadap hukum-hukum dan kebenaran yang di temukan manusia . Hukum harus di
pahami dalam konteks dan kebudayaan

D. Pengaruh Filsafat Esensialisme dalam pendidikan


1. Ontologi Esensialisme
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan
kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual.
Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah
pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat
teleologis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik
menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal
yang serba baik dan bertaraf tinggi.
2. Epistemologi Esensialisme
Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah
pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan
manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-
mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat
spiritual. Sedangkan aspek aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat
tetap dan idealistik. Artinya, pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik
terombang-ambing oleh hal-hal yang bersifat relative atau temporer (Imam Barnadib,
2002). Ontologi dari filsafat pendidikan realisme bahwa pendidikan itu seyogyanya
mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya, artinya utuh tanpa
reduksi.

8
Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh
proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya
adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan
manusia dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat
pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat
mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan
digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.
3. Aksiologi Esensialisme
Sedangkan dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai
agen yang ikut menentukan hakikat nilai (Imam Barnadib, 2002).
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi
terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain
itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme
dan realisme. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di
dunia dan akhirat (Zuharini, dkk, 1992). Johann Amos Comenius (1592-1670)
sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis
dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan
kehendak Tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan
semesta dan dunia, untuk mencari kesadaran spiritual, menuju Tuhan (Imam
Barnadib, 2002; Mohammad Noor Syam, 19886).
4. Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan kaum progesif mengenai
pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan dari progresibvisme, maka
pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan munculnya komite ini
pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan
dalam dunia pendidikan.
5. Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa
bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri,

9
terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia
membentuk, mengatur, mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip
itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan
jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan
dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta
diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan
dari jiwa yang aktif.
6. Pandangan Kurikulum Essensialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa
pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar,
seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa
yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar
mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca,
menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan
hal yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap
kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari
sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua
komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini
yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa
mempersiapkan diri untuk berpartisipasi ssecara efektif dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang
sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan
pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri
dengan sifat-sifat kosmis.

E. Tokoh-Tokoh Filsafat Esensialisme

10
Esensialisme didasri atas pandanga humanis yang merupakan reaksi tehadap
hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan meterialistik. Selain itu
juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan
realisme. Beberapa tokoh utama dalam penyebaran aliran esensialisme adalah:
1. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang
dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan.
Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
2. William T. Harris (1835-1909)
Tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan
yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga
yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian
orang pada masyarakat.
3. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara
ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan
spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah
pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai
oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah
manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi
mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti
spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga
merupakan gerak.
4. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme
dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan
suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan
adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-
nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan

11
nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan). Dia memadukan antara
aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai
tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan esensialisme merupakan sebuah aliran pendidikan yang tidak
pendidikan yang tidak setuju terhadap praktek-praktek pendidikan progressivisme,
yang mengklaim bahwa pergerakan progressive telah merusak standar-standar
intelektual dan moral diantara kaum muda. Metode yang digunakan adalah metode
tradisional yang menekankan pada inisiatif guru, guru haruslah orang terdidik dan
dapat menguasai pengetahuan dan kelas semua itu harus berada di bawah penguasaan
guru.
Esensialis menginginkan agar sekolah berfungsi sebagai penyampaian warisan
budaya dan sejarah yang mengandung nilai-nilai luhur para filosof sebagai ahli
pengetahuan dimana nilai-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga dan kekal. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Aliran filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar
manusia kembali kepada kebudayaan lama.
2. Aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar
pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya
pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan
kurang stabil.
3. Ciri-ciri filsafat pendidikan Esensialisme oleh William C. Bagley sebagai berikut
:
a. Minat-minat yang kuat dan tahan lama yang sering tumbuh dari upaya-upaya
belajar awal.
b. Pengawasan, pengarahan dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat
dalam masa balita yang panjang.
c. Kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan.

13
d. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh tentang pendidikan
e. Tokoh-tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme
diantarnya adalah Desidarius Erasmus, Johann Amos Comenius, John Locke, Johann
Henrich Pesta Lozzi, Johann Friederich Frobel, Johann Friedrich Herbart dan William
T. Harris.
4. Beberapa pandangan dalam esensialisme diantaranya :
a. Pandangan mengenai pendidikan
b. Pandangan mengenai Ontologi
c. Pandangan mengenai Epistimologi
d. Pandangan mengenai aksiologi

B. Saran
Di dalam makalah ini, mungkin banyak sekali terdapat kesilapan ataupun
kesalahan, baik dari segi penulisan ataupun pengertian. Jadi oleh sebab itu, saya
selaku penulis memohon maaf dan meminta saran dan kritikan yang sifatnya
membangun, agar dapat menjadi perbaikan bagi saya untuk makalah-makalah
selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka


Utama,2006.
DR, Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit
IAIN Press, 2001.
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008.
Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan
Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1988.
Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
Jogjakarta: Usaha Nasional, 1988.
Zuhairini dan Dkk, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994.
Muhmidayeli, filsafat pendidikan Islam,Yogyakarta : Aditya media, 2005.
Hamdani Ali, Filsafat pendiikan, Yogyakarta : kota kembang, 1993. Tim Pengajar
UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2010.
Prof. Imam Barnadib, M. A. D.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset,1990.
Nasional, 1988, hal260.

15

Anda mungkin juga menyukai