Dosen Pengampu:
Anggota Kelompok 5:
Marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Aliran Essensialisme Dalam Filsafat Pendidikan” yang merupakan salah
satu materi pada mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada semua pihak, terutama pada dosen
pengampu Bapak Drs. Zelhendri Zen, M.Pd, Ph.D dan Bapak Dr. Rayendra, M.Pd.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini,
semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita semua dalam menambah wawasan serta
pemahaman terhadap materi mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis dengan senang hati akan menerimasemua kritikan ataupun saran-saran yang
sifatnya membangun pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini nantinya.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Essensialisme berasal dari kata essensial yang berarti sifat-sifat dasar atau dari
kata asesnsi (pokok). Essensialisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan sebagai
pemelihara kebudayaan. Aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan
sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. Aliran ini
berpedoman pada peradaban sejak zaman Renaissance. Pada zaman Renaissance telah
berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu
pengetahuan dan kesenian serta kebudayan purbakala, terutama dizaman Yunani dan
Romawi. Dalam zaman Renaissance muncul tahap-tahap pertama dari pemikiran
essensialis yang berkembang selanjutnya sepanjang perkembangan zaman Renaissance
itu sendiri, yang mempunyai ciri-ciri utama yang berbeda dengan aliran progresifisme.
Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak kepada pendidikan yang
penuh fleksibel, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu.
Pada aliran esensialisme ini menitikberatkan pada tujuan pewarisan nilai-nilai
kultural historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti
mampu bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh seluruh khalayak umum.
Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap dan nilai-nilai yang tepat,
yang merupakan bagian esensi dari unsur-unsur pendidikan. Tujuan umum esensialisme
ini merupakan untuk membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi pendidikannya
mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang dapat menggerakkan
kehendak manusia (Muttaqin, 2016).
Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak kepada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
tertinggi yang tata dan jelas. Paham filsafat idialisme Plato dan faham idialisme
Aristoteles adalah dua aliran pikiran yang membetuk konsep-konsep berpikir golongan
isensialisme. Jadi pandangan filsafat essensialisme meramu dan menampung dua aliran
filsafat itu (tetapi tidak lebur jadi satu dan tidak melepaskan sifat yang utama pada
masing-masing), yang kemudian mereka terapkan pula dalam bidang pendidikan.
Essesnsialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi
terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu
juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut idialisme yang bersifat
spiritual dan realisme yang titik berat tujuannya adalah mengenai alam dan dunia fisik.
Adapun beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran essensialisme, yaitu:
Desiderius Erasmus (akhir abad 15)
Johan Amos Comenius (1592 – 1670)
John Locke (1632 – 1704)
Johan Heinrich Pestalozzi (1746 – 1827)
Johan Friedrich Frobel (1782 – 1852)
2
Johan Friedrich Herbert (1776 – 1841)
William T. Harris (1835-1909)
Berbicara tentang perubahan, esensialisme berependapat bahwa perubahan
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan social. Mereka
mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil
desakan masyarakat secara terus- menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan
intelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan cara-cara
bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.
Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang
pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L.
Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut “The
Esensialist Commite for the Advancement of American Education”. Bagley sebagai
pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada “Theacher College”, Columbia
University. Ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya
dan sejarah kepada generasi muda.
Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya
dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk
mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan,
School and Society.
Bagley dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikirn dalam hal
pendidikan sangat kritis terhadap praktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat
bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral diantara
kaum muda. Setelah Perang Dunia II, kritik terhadap pendidikan progresif telah tersebar
luas dan tampak merujuk pada satu kesimpulan: sekolah-sekolah gagal dalam tugas
mereka mentransmisikan warisan-warisan sosial dan intelektual Negara.
Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme,
berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus
diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara sistematik dan
berdisiplin. Tidak seperti perenialisme, yang menekankan pada sejumlah kebenaran-
kebenaran eksternal, esensilisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan
dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota
masyarakat yang produktif. Beberapa buku telah ditulis yang mengeluhkan penurunan
kualitas pendidikan sekolah secara serius di Amerika Serikat dan menuntut suatu
pendekatan esensialis pada pendidikan sekolah.
Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan merupakan
suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan
merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan
progresivisme. Dalam pemikiran pendidikannya memang pada umumnya didasari atas
filsafat tradisional idealisme klasik dan realisme. Namun, mungkin juga mereka memiliki
latar belakang pemikiran filsafat yang bervariasi.
3
Esensialisme mengadakan protes terhadap progressivisme, namun dalam protes
tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme
seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme. Ada beberapa aspek dari progresivisme
yang secara prinsipal tidak dapat diterimanya. Mereka berpendapat bahwa betul-betul ada
hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial dari pengalaman
anak yang memiliki nilai esensial dan perlu dibimbing. Semua manusia dapat mengenal
yang esensial tersebut apabila menusia berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin
idealism, mungkin realism, namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemology
Dewey.
Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk:
1) Penyajian kembali materi kurikulum secara tegas.
2) Membedakan program-program di sekolah secara esensial.
3) Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilangan wibawanya
oleh progresivisme.
Seperti halnya perenialisme, esensialisme membantu untuk mengembalikan
subject matter ke dalam pusat proses pendidikan, namun tidak mendukung pandangan
perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah “realitas abadi” yang disajikan
dalam buku-buku besar dari peradaban Barat. Buku-buku besar tersebut dapat digunakan,
namun bukan untuk mereka sendiri, melainkan untuk dihubungkan dengan kenyataan-
kenyataan yang ada pada dewasa ini.
Berbicara tentang perubahan, esensialisme berpendapat bahwa perubahan
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka
mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil
desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan
intelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan cara-cara bertindak, organisasi,
dan fungsi sosial.
Karena prinsip utama dan watak dari essensialisme ialah semangat ingin
kembali kepada warisan kebudayaan masa silam yang agung dan ideal. Maka
pendidikan baginya ialah sebagai pemeliharaan kebudayaan yang ada. Essensialisme
sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga
dan praktek-praktek kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk
memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan
kebudayaan, harus diusahakan melalui pendidikan.
Secara sadar essensialisme memelihara kebudayaan warisan secara bijaksana dan
dengan efektif melalui dua cara:
Percaya pada praktek-praktek, kebiasaan-kebiasaan, dan lembaga-lembaga
yang telah terbina dan terpuji.
4
Mengembangkan kesadaran atas dalil-dalil, kebenaran-kebenaran, hukum-
hukum, dan asas yang ada di bawah praktek, kebiasaan dan lembaga-lembaga
yang telah ada dan terbina.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Essensialisme berasal dari kata essensial yang berarti sifat-sifat dasar atau dari
kata asesnsi (pokok). Essesnsialisme didasari atas pandangan humanisme yang
merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba ilmiah dan
materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut
idialisme yang bersifat spiritual dan realisme yang titik berat tujuannya adalah mengenai
alam dan dunia fisik. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat
praktis dam memberi anak-anak pengajaran yang logis yang mempersiapkan mereka
untuk hidup, sekolah tidak boleh mencoba mempengaruhi atau menetapkan kebijakan
kebijakan sosial. Menurut Essensialime pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka
wariskan kepada kita hingga sekarang telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah.
B. Saran
Semoga makalah ini berguna bagi kami sebagai penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun diharapkan agar kami dapat
menyusun makalah yang lebih baik kedepannya.
6
DAFTAR PUSTAKA
Sukatendel. 2015. Filsafat Pendidikan Aliran Essensialisme. Diakses pada 9 November 2022.
http://sukatendellisna.blogspot.com/2015/11/filsafat-pendidikan-aliran-
esensialisme.html?m=1#:~:text=Esensialisme%20muncul%20pada%20zaman%20Renais
sance,ada%20keterkaitan%20dengan%20doktrin%20tertentu.