Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP ALIRAN TRADISIONALISME


DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Wahyudi, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Mohammad Choiron Afif (2101012336)


2. Muhammad Bihar Isyqi (2101012289)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH

JOMBANG

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat, inayah ,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Semoga makalah ini
dapat digunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan kritik yang
membangun dari berbagai pihak, Agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Kami juga berharap semoga
makalah ini dapat memberi manfaat.

Jombang, 22 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PEMBAHASAN .............................................................................................. 2

A. Latar Belakang ................................................................................................. 2

B. Rumusan Masalah............................................................................................ 3

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4

A. Pengertian Perenialisme .................................................................................. 4

B. Tokoh-tokoh aliran Perenialisme ................................................................... 5

C. Sejarah Aliran Perenialisme ........................................................................... 5

D. Pengertian Esensialisme .................................................................................. 7

E. Tokoh-tokoh Aliran Essensialisme ................................................................. 8

F. Sejarah Aliran Essensialisme ........................................................................ 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 14

iii
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Filsafat dapat diartikan sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni
kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal, dan spekulatif. Pendidikan
merupakan sistem yang saling berkaitan. Pendidikan mempunyai berbagai macam
aspek dalam penerapannya, diantaranya adalah ada aspek tujuan, aspek metode,
apek guru, aspek kurikulum, kawasan, serta fasilitas. Berbagai macam aspek
pendidikan tersebut diformulasikan bersumber pada pemikiran filosofis tertentu.

Pendidikan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan


sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran aliran pendidikan
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran
terdahulu yang selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir berikutnya,
karena dialog tersebut akan melahirkan pemikiran- pemikiran baru dimana proses
ini merupakan verifikasi ilmu pengetahuan. Ada tiga disiplin ilmu yang membantu
filsafat pendidikan, yaitu: etika atau teori tentang nilai, teori ilmu pengetahuan atau
epistimologi dan teori tentang realitas atau kenyataan dan yang ada dibalik
kenyataan, yang disebut metafisika. Dalam perjalanan sejarahnya, filsafat
khususnya filsafat pendidikan lahir berbagai aliran pemikiran yang mewarnai dunia
pendidikan, diantaranya: Progressivisme, Perenifalisme, Rekonstruksi- onalisme,
dan essensialisme. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang aliran
Perennialisme dan Essennsialisme dalam filsafat pendidikan serta hubungannya
dengan filsafat pendidikan Islam.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Aliran Perenialisme?
2. Bagaimana sejarah aliran Perennialisme dan siapa saja tokoh-tokohnya?
3. Apa pengertian dari Aliran Essensialisme
4. Bagaimana sejarah aliran Essensialisme dan siapa saja tokoh-tokohnya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari aliran perenialisme.
2. Untuk mengetahui sejarah aliran perenialisme dan tokoh-tokohnya.
3. Untuk mengetahui pengertian dari aliran Esensialisme.
4. Untuk mengetahui sejarah aliran Esensialisme dan tokoh-tokohnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perenialisme
Dalam menyikapi krisis kehidupan manusia terutama pada bidang pendidikan
maka perenialisme memberikan solusi dengan kembali kepada peradaban masa
lampau yang dianggap ideal dan telah teruji keberhasilnya. Konsep pendidikan
melalui pendekatan perenialisme dapat diterima pada lembaga pendidikan untuk
mengatasi krisis moral, dengan meneladani generasi masa lampau. Sebagai bagian
dari aliran filsafat maka perenialisme memiliki susunan dan mempunyai kesatuan
yang merupakan hasil pemikiran agar manusia memiliki bersikap yang baik, tegas
dan lurus.

Perenialisme diambil dari kata perenial diartikan sebagai “continuing


throughout the whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal terus
menerus tanpa akhir) adalah makna lugas dari aliran perenialisme”. kata
perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai dan
norma yang bersifat kekal abadi. Esensi kepercayaan filsafat perenial adalah ajaran
yang berpegang pada nilai atau norma yang bersifat abadi, perenialisme memiliki
arti everlasting atau abadi. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan perenialisme
adalah suatu metode penanaman nilai kebaikan manusia yang kokoh, kuat dan
abadi kepada peserta didik sehingga dapat memahami dan meyakini kehidupan
mulia serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.1

1
Moch Yasyakur, dkk, “Perenialisme Dalam Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.10 No.1
(2021), Hal. 328

4
B. Tokoh-tokoh aliran Perenialisme
Tokoh filsafat perenial sebenarnya banyak sekali namun mereka tidak
sepopuler para filsuf-filsuf yang mempunyai aliran filsafat yang terkenal.
Walaupun pada saat yang sama, sebenarnya pemikiran mereka banyak dirujuk dan
menjadi pijakan filosof lain. Diantara tokoh perenialisme yaitu :

Frithjof Schuon, yang dilahirkan di Basel, Swiss pada tahun 1907. Pernah
belajar di Prancis dan menjadi penulis tetap pada jurnal “Etades Traditionelles,
Connaissance des Religion, Comparative Religion”. Banyak karyanya berkaitan
dengan filsafat, diantaranya: The Transenden Unity of Religion, Islam and The
Perennial Philosophy, Language of the Self . Kemudian Sayyed Hossein Nasr, yang
dilahirkan di Tahera pada tahun 1933. Seorang filosof muslim yang kaya akan
wawasan keislaman dan karyanya yang sangat terkenal adalah buku yang ditulis
berdasarkan penelitian disertasinya yang berjudul “Science and Civilization in
islam”, dan masih banyak lagi karya lainnya. Puncak ketokohannya diakui dunia
ketika Sayyed Nasr memperoleh pengakuan sebagai profesor dari Universitas
Geogre Washington dan masuk dalam kategori The Library of Living Philosopher.

Kedua tokoh di atas merupakan tokoh yang telah diketahui secara luas. Teori
perenialisme sebenarnya sudah ada sejak zaman filsuf kuno pada abad pertengahan.
Dalam pendidikan misalnya, perenialisme dalam pendidikan sebenarnya
dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafatnya Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas pada
zamannya. Perkembangan konsep-konsep perennealis juga banyak dipengaruhi
oleh tokoh-tokoh berpengaruh seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquino.2

C. Sejarah Aliran Perenialisme


Hampir di setiap letelatur mengatakan “mulai lahirnya perenialisme pada abad
ke 20, namun Emanuel Wora dalam bukunya berjudul Perenialisme Kritik Atas
Modernisme Dan Postmodernism, mengatakan bahwa“Perenialisme lahir pada
tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif” (Emanuel

2
Eko Nursalim, “Aliran Perenialisme dan Implementasinya Dalam Pendidikan Islam”, Vol.4 No. 2,
(2021), Hal. 677

5
Wora:2006:17) perenialisme muncul sebagai konter terhadap pandangan
progresivisme yang memiliki misi penekanan perubahan untuk sesuatu yang baru.

Filsafat perenial termasuk filsafat yang masuk dalam kategori filsafat tua yang
disebut juga filsafat masa pra modern. Berkaitan dengan awal kemunculan filsafat
perenial ada pula beberapa pendapat lain yang mengatakan bahwa sejarah
kemunculannya adalah berawal dari Remundo yang mendapatkan surat dari
sahabatnya yang bernama Leibniz pada tanggal 26 Agustus 1714. Pandangan
tersebut kemudian dipopulerkan oleh Huxley.

Perenialisme muncul karena situasi dunia penuh dengan kekacauan, buruknya


prilaku manusia, dan ketidakteraturan, terutama merosotnya moral, intelektual dan
sosio-kultural. Pada realitanya banyak problem yang masih mendatangkan
kebingungan, kekacauan, kecemasan yang nantinya akan berpengaruh buruk akan
hilangnya jati diri pada individu. Dengan demikian, perlunya usaha maksimal
untuk menyelamatkan kondisi yang sedang mengancam seorang individu agar tidak
terjerumus oleh arus perkembangan zaman. Bagaimana cara kita menghadapi agar
tidak terbawa arus, yaitu dengan mengembalikan arah dan prinsip awal yang
menganut pada masa lampau. Akan lebih baiknya jika mengikuti perkembangan
teknologi dengan tidak menghilangkan warisan budaya.3

Perenialisme sebagai aliran yang menempatkan nilai pada kebenaran tertinggi


yang bersumber dari Tuhan, sehingga dalam membicarakan pendidikan sasaran
utamanya adalah tentang kebenaran, kenyataan, nilai yang abadi, tidak terikat
dengan waktu dan ruang. Dalam pendidikan harus merujuk pada kebaikan dan
kebenaran yang bersumber dari wahyu yang dapat dilakukan dengan cara
melakukan aktivitas penanaman nilai kepada peserta didik. Sedangkan untuk
mengembangakan kemampuan spiritual dapat dilakukan dengan cara melatih
karakter, melatih kemampuan berpikir, melatih intelektual secara cermat. Jika
merujuk ke dalam ajaran Islam maka terdapat suatu pandangan umum tentang

3
Moch Yasyakur, Dkk, Opcit., Hal., 329

6
manusia sebagai ciptaan terbaik, diciptakan dalam keadaan fitrah sebagaimana
dijelaskan dalam surat Al-Rum ayat 30. Karena pada dasarnya manusia memiliki
fitrah untuk melakukan hal yang benar maka Allah SWT memerintahkan manusia
menyelesaiakan persoalan dengan kebenaran tersebut. Sebagaimana diterangkan
dalam surat Shad ayat 26. Dengan demikian maka ayat-ayat tersebut menjelaskan
sesungguhnya manusia mampu mencari dan mengimplementasikan kebenaran.
Sehingga pelabelan manusia sebagai pencari kebenaran sudah sangat tepat. Ayat-
ayat di atas juga sangat sesuai dengan pandangan perenialisme dalam hal mencari
kebenaran. Dalam lingkungan pendidikan salah satu tujuan pendidikan adalah
untuk membantu peserta didik dalam mencari dan mengimplementasikan
kebenaran dalam diri peserta didik masing-masing. Pendidikan Islam bertujuan
untuk dapat meningkatkan keimanan melalui pengetahuan dan penghayatan peserta
didik. Sehingga dengan pendidikan Islam, maka peserta didik semakin baik dari
segi kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam hal keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT. Pada dasarnya hal terpenting dalam ajaran Islam adalah dapat
menumbuhkan keimanan melalui proses transfer ilmu pengetahuan. Etika dan
moralitas merupakan pengalaman peserta didik dalam pendidikan untuk dapat
menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga pengetahuan akan nilai-nilai yang
telah diinternalisasikan akan menjadi sebuah kebenaran yang harus dipraktikkan
dalam kehidupan nyata. Pada akhirnya Perenialisme dalam Islam bersumber dari
dua sumber rujukan utama yaitu esensial falsafi dan esensial madzhabi dan
keduanya dapat dirasionalisasikan dalam budaya tradisional beragama. Inilah
model perenialisme yang cenderung sejalan dengan pengembangan pendidikan
Islam hari ini. Dengan kedua model sumber tersebut, Islam tidak lagi kaku dan
terus berkembang mengikuti perkembangan zaman.4

D. Pengertian Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni essential yang
berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.

4
Eko Nursalim, Opcit., Hal. 678-679

7
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar
manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka beranggapan bahwa
kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat
manusia. Yang mereka maksud dengan kebudayaan lama itu adalah yang telah ada
semenjak peradaban manusia yang pertama-tama dahulu. Akan tetapi yang paling
mereka pedomani adalah peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang
tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam
zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk
menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan
purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi Purbakala Menurut Brameld
bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perpaduan dua aliran dalam filsafat
yakni idealisme dan realisme.

Dalam berbicara pendidikan, aliran Esensialisme ini memandang bahwa


pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk
dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan
kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan
haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji
oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
Nilai-nilai yang dapat memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang memiliki hubungan empat abad sebelumnya. Sejak zaman
renaissance, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialisme awal.
Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke-19.5

E. Tokoh-tokoh Aliran Essensialisme


Tokoh utama esensialisme pada permulaan awal munculnya adalah Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831). Georg Wilhelm Friedrich Hegel
mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu
pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Hegel mengemukakan pula

5
Muhammad Ichsan Thaib, “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, Jurnal
Mudarrisuna Vol.4 No.2, (2015), Hal. 734-735

8
bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Pada perkembangan
selanjutnya, banyak tokoh-tokoh yang muncul dan menyebarluaskan esensialisme,
diantaranya adalah6:
1. Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan
permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan
hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah
bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan
menengah dan kaum aristokrat.
2. Johan Amos Comenius (1592-1670), adalah seorang yang memiliki pandangan
realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai
peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3. John Locke (1632-1704), sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan
hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Locke mempunyai sekolah
kerja untuk anak-anak miskin.
4. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), sebagai seorang tokoh yang
berpandangan naturalis Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat
alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa
manusia juga mempunyai transendental langsung dengan Tuhan.
5. Johann Friederich Frobel (1782-1852), sebagai tokoh yang berpandangan
kosmis-sintesis dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan
mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan, Frobel
memandang anak sebagai makhluk yang berprestasi kreatif, yang dalam
tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas
pendidikan adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang
murni, selaras dengan fitrah kejadiannya.

6
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP IKIP, 1982), Hal. 38-40.

9
6. Johann Friederich Herbert (1776-1841), sebagai salah seorang murid
Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang
mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah
yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai
pengajaran yang mendidik.
7. William T. Harris (1835-1909), tokoh dari Amerika yang pandangannya
dipengaruhi oleh Hegel dengan berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya
realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan yang memelihara
nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri
kepada masyarakat.7
F. Sejarah Aliran Essensialisme
Aliran filsafat yang secara tidak langsung membentuk corak esensialisme aliran
idealisme dan realisme. Plato dianggap sebagai bapak obyektive idealisme dan juga
sebagai peletak dasar teori modern dalam esensialisme. Sedangkan Aristoteles dan
Demokritos, keduanya dianggap sebagai bapak obyektive realisme. Kedua ide
tersebut (idealisme dan realisme) itulah yang menjadi latar belakang thesis
essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi
tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya
masing-masing. Munculnya aliran Esensialisme merupakan reaksi terhadap
simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan.8

Pada hakikatnya, dasar dan tujuan dari pendidikan Islam identik dengan tujuan
dari ajaran Islam itu sendiri, berasal dari sumber utamanya yakni Alquran dan
Hadis. Terdapat beberapa pandangan yang perlu diperhatikan mengenai konsep
pendidikan esensialisme dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, diantaranya
adalah pandangan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pandangan ini dapat

7
Ibid.
8
Ahmad Riyadi, “Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, Jurnal Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Vol.2 No.3, (2021), Hal. 134

10
dijadikan sebagai alat ukur dalam pengembangan pendidikan Islam. Pertama,
pandangan ontologi esensialisme. Ontologi esensialisme merupakan sebuah konsep
pendidikan yang menjelaskan bahwa dunia dikuasai dan diatur oleh tata yang tiada
dicela. Maka bentuk, sifat, kehendak, dan cita-cita manusia harus disesuaikan
dengan tata alam yang ada. Dalam hal ini, filsafat pendidikan Islam berpandangan
pada konsep the creature of God, dimana Allah SWT sebagai sang pencipta alam
semesta telah mengatur seluruh alam beserta seluruh ciptaan-Nya. Maka, secara
luas dapat kita pahami bahwa filsafat pendidikan Islam telah menguasai seluruh
aspek dalam pendidikan dengan Tuhan (Allah SWT) sebagai sang pencipta,
manusia sebagai ciptaannya, dan Rasul sebagai penghubung anatara khalik dengan
makhluk-Nya.17 Kedua, pandangan epistemologi esensialisme. Epistemologi
esensialisme merupakan teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan.
Berdasarkan hal inilah, manusia dapat memproduksi pengetahuannya secara tepat
mengenai benda-benda, ilmu alam, social, biologi dan agama. Filsafat pendidikan
Islam, memberikan pandangan yang lebih luas mengenai hal ini Ketiga, pandangan
aksiologi. Filsafat pendidikan Islam, memandang aksiologi sebagai sebuah prinsip
penting yang mengandung nilai praktis dalam bidang pendidikan, yakni mengenai
keyakinannya yang memaknai akhlak sebagai sebuah aspek terpenting dalam
hidup. Karena akhlak tidak hanya terbatas antar manusia saja, melainkan juga
antara manusia dengan sang pencipta (Tuhan). Maka, inti dari konsep ini adalah
membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat.9

9
Almi Novita, M. Yunus Abu Bakar, “Konsep Pendidikan Esensialisme dalam Pembentukan Karakter
Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam Vol.7
No.1 (2021), Hal. 17-18

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perenialisme diambil dari kata perenial diartikan sebagai “continuing
throughout the whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal terus
menerus tanpa akhir) adalah makna lugas dari aliran perenialisme”. kata
perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai dan
norma yang bersifat kekal abadi. Adapun tokoh dari aliran ini yaitu Frithjof
Schuon, yang dilahirkan di Basel, Swiss pada tahun 1907, Kemudian Sayyed
Hossein Nasr, yang dilahirkan di Tahera pada tahun 1933. Hampir di setiap letelatur
mengatakan “mulai lahirnya perenialisme pada abad ke 20, namun Emanuel Wora
dalam bukunya berjudul Perenialisme Kritik Atas Modernisme Dan
Postmodernism, mengatakan bahwa“ Perenialisme lahir pada tahun 1930-an
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif”

Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni essential yang
berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar
manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka beranggapan bahwa
kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat
manusia. Tokoh utama esensialisme pada permulaan awal munculnya adalah
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831). Georg Wilhelm Friedrich Hegel
mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu
pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Pada perkembangan
selanjutnya, banyak tokoh-tokoh yang muncul dan menyebarluaskan
esensialisme, diantaranya adalah Desiderius Erasmus, Johan Amos Comenius,

12
John Locke, dan lainnya. Aliran filsafat yang secara tidak langsung membentuk
corak esensialisme aliran idealisme dan realisme. Plato dianggap sebagai bapak
obyektive idealisme dan juga sebagai peletak dasar teori modern dalam
esensialisme. Sedangkan Aristoteles dan Demokritos, keduanya dianggap sebagai
bapak obyektive realisme. Kedua ide tersebut (idealisme dan realisme) itulah
yang menjadi latar belakang thesis essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai
pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Munculnya aliran
Esensialisme merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad
pertengahan. Aliran perenialisme berbeda dengan esensialisme. Perbedaannya
dengan esensialisme adalah sebagai berikut. Aliran perenialisme berpendapat
pendidikan merupakan jalan untuk menuju kebudayaan lampau yang dianggap
final dan ideal, Sementara itu, aliran esensialisme berpendapat bahwa pendidikan
harus didasarkan pada nilai-nilai yang sudah ada di masa lampau. Dengan
demikian, nilai-nilai pijakannya jelas dan tahan lama.

13
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1982. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Penerbit


FIP IKIP.

Nursalim, Eko. 2021. “Aliran Perenialisme dan Implementasinya Dalam


Pendidikan Islam” 4 (2).

Novita, Almi, Abu Bakar, M. Yunus. 2021. “Konsep Pendidikan


Esensialisme dalam Pembentukan Karakter Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam”. Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam 7 (1)

Riyadi, Ahmad. 2021. “Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan


Islam”, Jurnal Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 2 (3).

Thaib, Muhammad Ichsan. 2015. “Essensialisme dalam Perspektif Filsafat


Pendidikan Islam”. Jurnal Mudarrisuna 4 (2)

Yasyakur, Moch, dkk. 2021 “Perenialisme Dalam Pendidikan Islam”. Jurnal


Pendidikan Islam 10 (1)

14

Anda mungkin juga menyukai