Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Konsep pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Filsafat”

Dosen Pengampu:
Wahyudi, M.Pd.I.

Disusun oleh:
1. Mely Shofaul Husna (2101012183)
2. Khodijatul Qodriyah (2101012182)
3. Dwi Rohmah Alfinadziroh (2101012156)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLOH

TAMBAKBERAS JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Konsep
pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun” dengan baik walaupun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Serta kami juga berterima kasih kepada Bapak Wahyudi,
M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Filsafat yang sudah memberikan kepercayaan
menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam menambah wawasan
tentang pemikiran Ibnu Kholdun terhadap pendidikan. Kami pun menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang sudah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikian tugas yang kami buat, semoga makalah sederhana ini bisa dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Dan juga dapat bermanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya para mahasiswa lain di UNWAHA.

Jombang, 19 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................................................ 1
BAB II Pembahasan .............................................................................................................2
A. Riwayat hidup Ibnu Kholdun 3
B. Pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun 6
BAB III Penutup 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah ingatan yang dimiliki oleh manusia untuk
mengenali dirinya sendiri bahwa dirinya adalah manusia. Manusia dapat dikatakan
manusia yang sesungguhnya ketika mampu menggunakan akal pikirannya dengan
benarbdalam setiapbkehidupannya, maka pendidikan dalamb kehidupan
diperlukanuntuk penyadaran manusia dalam hal tersebut. Pada hakikatnya, manusia
tidak jauh beda dengan binatang sebagai makhluk ciptaaan allah swt. Jika
manusia mampu menggunakan akal pikirannya secara sempurna yang telah
diberikan oleh allah swt, maka dapat dikatakan sebagai manusia. Hal tersebut,
ketika manusia mampuuntuk memakai akal pikirannya dengan baik pada
kehidupannya. Hal inilah yang membuat manusia tidak sama dengan manusia
makluk ciptaan allah swt yang lainnya. Akan tetapi, pendidikan terkadang tidak
berhasil dalam membentuk manusia. Manusia merasa bebas melakukan
kemaksiatan dimanapun. Dengan hal tersebut, pendidikan diharapkan agar mampu
melahirkan tingkah laku manusia secara benar, yang paling utama yang
berhubungan dengan ajaran islam. Para ahli filsafat muslim sudah menganalisis
mengenai aspek pendidikan dalam kehidupan. Sebab pendidikan diperlukan dalam
membentuk manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Berbicara tentang
pendidikan Islam, maka mau tidak mau harus berbenturan dengan tokoh-tokoh
yang berkecimpung di dalamnya. Diantara tokoh-tokoh filsuf islam yang
mengkaji tentang pendidikan diantaranya yaitu Ibn Maskawaih, Ibn Thufail, Ibn
Bajah, Ibn Sina, Al Farabi, Al Kindi, Al Ghazali, Ibn Khaldun dan lain sebagainya.
Diantara tokoh filsuf islam yang mengkaji pendidikan yang tidak kecil
kontribusinya adalah Ibn Khaldun. Tokoh yang satu ini memilki tempat tersendiri
dalam dunia pendidikan Islam. Pemikiran-pemikirannya selalu menjadi bahan
perbincangan di kalangan praktisi pendidikan. Baik pada masanya maupun pada
masa-masa sesudahnya. Sedemikian besar kontribusi dalam dunia pendidikan,
pemikiranya tidak hanya di konsumsi oleh para praktisi pendidikan Islam tetapi
juga sarjana-sarjana barat yang menjadikannya sebagai rujukan dalam
penelitian-penelitian yang dikembangkannya.

1
Dengan demikian, mengkaji pemikiran tokoh pendidikan yang satu ini selalu
menarik perhatian para akademisi. Konsep pemikirannya tidak hanya menarik pada
zamannya saja tetapi juga sangat urgen untuk dijadikan sebagai rujukan dalam
dunia pendidikan modern. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan memaparkan
mengenai biografi dan konsep pendidikan Ibn Khaldun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat hidup Ibnu Kholdun?
2. Bagaimana pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Ibnu Kholdun.
2. Untuk mengetahui pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat hidup Ibnu Kholdun


a. Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia, tepatnya pada salah satu jalan utama
di kota tua, yaitu jalan tarbat al-Bay, pada 1 Ramadhan tahun 732 H, atau pada
27 Mei tahun 1332 M. Nama lengkap tokoh ini adalah Abd al-Rahman Abu
Zayd Waly al-Din Ibnu Khaldun. Nama kecilnya Abd al-Rahman, nama
panggilan keluarganya Abu Zayd, gelarya Wali al-Din, dan nama populernya
Ibnu Khaldun.1 Gelar Waly al-Din ini merupakan gelar yang diberikan orang
sewaktu dia memangku jabatan hakim (qadli) di Mesir. Dia dikenal dengan
Ibnu Khaldun dihubungkan dengan garis kepada kakeknya yang kesembilan
yaitu Khalid Ibnu „Utsman.
Ibnu Khaldun adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri
Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Sebutan Khaldun juga
sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi.
Mereka menambahkan huruf waw dan huruf nun di belakang nama-nama orang
terkemuka sebagai tanda penghormatan dan ta‟zhim seperti Khalid menjadi
Khaldun, Hamid menjadi Hamdun, Zayd menjadi Zaydun. 2 Keturunannya
kemudian dikenal dengan nama Banu Khaldun di Andalusia dan Maghribi,
sehingga orang-orang terkemuka yang lahir dari keturunan keluarga ini disebut
dengan Ibnu Khaldun. Namun pada akhimya, nama ini lebih dikhususkan
untuk sebutan orang yang sedang dibicarakan, „Abd al-Rahman Abu Zayd Ibnu
Khaldun.
Pada permulaan abad 13 kerajaan Muwahhidin di Spanyol hancur.
Kemajuan pasukan Kristen semakin bertambah dekat dengan tiga segi
Kordoba, Sevilla dan Granada. Ketika keadaan sudah tidak tertahankan dan
Sevilla jatuh ditangan pasukan Kristen, keluarga Khaldun mengungsi ke Afrika

1
Zaenab Al-Khudhoiri, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun (Terj.Ahmad Rofi' Usmani), (Bandung: Pustaka,
1987), hal 8
2
Ali Abd al-Wahid Wafi, Kejeniusan Ibnu Khaldun (Terj. Sari Narulita), (Jakarta: Nuansa Press, 2004),
hal 12

3
Utara, di mana mereka sudah mempunyai hubungan dengan pihak yang
berkuasa di sana. Setibanya di Afrika, keluarga Khaldûn disambut dengan baik
dan mendapatkan kedudukan yang tinggi. Akhirnya mereka menetap di Ceuta.3
Pendidikan yang dialami Ibnu Khaldun seperti biasa yg berlaku di negara
Islam. Sewaktu kecil Ibnu Khaldun menghafal al-Quran dan mempelajari
tajwidnya. Masjid ketika itu adalah tempat belajar yang efektif. Di sana Ibnu
Khaldun belajar dan menghafal al-Quran serta memperoleh ilmu pengetahuan
lainnya dari gurunya. Orang-orang Tunisia masih ingat benar tempat Ibnu
Khaldûn belajar mengaji, yaitu Masjid al-Qubha.4
Ayahnya adalah guru yang pertama. Tunisia ketika itu merupakan pusat
berkumpulnya para ulama dan para sastrawan di negara-negara Maghrib, serta
menjadi pusat Hijrah ulama-ulama Andalusia yang menjadi korban
kekacaubalauan situasi negeri yang tidak tenang. Di antara mereka adalah
guru-guru Ibnu Khaldûn, di samping ayahnya sendiri. Ibnu Khaldun belajar
al-Quran dan mendalami ketujuh macam cara membaca serta Qira‟at Ya‟qub
(118-205) dari ayahnya. Dia juga mempelajari ilmu-ilmu syariat, antara lain
tafsir, hadis, ushul, tauhid dan fiqh yang bermadhabkan Imam Maliki (madhab
yang masih dan tetap diikuti sebagian besar kaum muslimin di Maghrib). Di
samping itu dia juga mempelajari ilmu bahasa, seperti nahwu, sharaf dan
kesusasteraan. Kemudian juga mempclajari mantiq (logika), filsafat, serta ilmu
fisika dan matematika. Dalam semua bidang studinya Ibnu Khaldun membuat
takjub seluruh gurunya, terutama dari Ibrahim al -Abili.5
Ibnu Khaldun dengan keluarganya pernah tinggal di Biskarah, Maghrib.
Selama di sana, waktunya dimanfaatkan untuk berkunjung ke berbagai desa
dan kota. Akibat adanya kontak yang terus menerus itu, juga bergaul dengan
kaum pedesaan (Baduwi), akhirnya ia menjadi seorang ahli tentang kaum ini
dan mempunyai pengaruh yang besar kepada mereka serta mengetahui secara
mendalam tentang watak dan pribadi mcreka, yakni masyarakat baduwi.

3
Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), hal 360
4
Ali Abd al-Wahid Wafi, Op. Cit, hal 25
5
Heris Hermawan, Op. Cit, hal 361

4
Pengaruh ini sangat bermanfaat bagi Ibnu Khaldun ketika menyusun teorinya
yang inovatif tentang „ashabiyyah dan pembentukan negara.6
Ibnu Khaldun juga pernah hidup di Mesir. Masyarakat Mesir memberikan
sambutan yang hangat kepada Ibnu Khaldun. Hal itu disebabkan Ibnu Khaldun
terkenal sebagai seorang cendikiawan, peneliti dan penulis, mempunyai
kepribadian yang kuat, lancar dalam berbicara, berpikir mendalam, dan pandai
dalam mengungkapkan kata-kata. Ibnu Khaldun berusaha mengadakan
pendekatan kepada raja Mesir ketika itu, yaitu sultan az-Zharhir Barquq yang
berkuasa pada tahun 78H. Raja memperlakukannya dengan baik, lalu
mengangkatnya sebagai guru untuk mengajarkan fiqh Maliki di Madrasah
al-Qamhiyyah. Segera Ibnu Khaldun menjalankan tugas mengajar dengan
sebaik-baiknya, sehingga orang-orang menghormatinya dan menghargai ilmu
serta potensinya. Suatu ketika, raja azh-Zhahir murka kepada Hakim Tertinggi
mazhab Maliki pada waktu itu, sehingga raja mencopotnya dari jabatannya dan
menggantikannya dengan Ibnu Khaldun pada tahun 876H. Ibnu Khaldun
segera menegakkan keadilan syar‟i dengan tegas dan keras, padahal sebelum
kedatangannya keadilan ini selalu menjadi bulan-bulanan kaum opportunis.7
Pada 17 Maret 1406 (25 Ramadhan 808) Ibnu Khaldun wafat dalam
berkedudukan sebagai Qadli.8
b. Karya Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun selama hidup selain menjadi politikus dan pemikir juga
menulis beberapa karya. Di antara karyanya yang utama adalah al-’Ibar. Di
antara karyanya yang lain adalah kitab al-‘Ibar wa Daiwan al-Mubtada wa
al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-Ayyam al-Barbar wa Man ‘Asharahum min
Dzawi al-Sulthan al-Akbar , kitab Muqaddimah, dan kitab at Ta'riif bi Ibn
Khaldun.9

6
Zaenab Al-Khudhoiri, Op. Cit, hal 14
7
Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan (Terj. Hery Noer Aly), (Bandung:
Diponegoro, 1987), hal 21
8
Heris Hermawan, Op. Cit, hal 363
9
Ibid, hal 363

5
B. Pemikiran pendidikan menurut Ibnu Kholdun
a. Pandangan tentang tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Khaldun, ada enam tujuan pendidikan, yaitu:
a. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat
potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain;
b. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak;
c. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial;
d. Menyiapkan seseorang dari segi pekerjaan;
e. Menyiapkan seseorang darisegi pemikiran, sebab dengan pemikiran
seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan
tertentu;
f. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian.10
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya
bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk
mendapatkan keahlian.
Ditinjau dari tujuan pendidikan menurut Undang-Undang RI. Nomor 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”11
Melihat tujuan pendidikan negara Indinesia mirip dengan tujuan
pendidikan dari konsep Ibnu Khaldun, dalam hal beriman dan bertaqwa
kepada Allah, cakap kreatif dan mandiri. Ini menunjukkan bahwa konsep
Ibnu Khaldun atas tujuan pendidikan juga digunakan oleh Negara Indonesia.
Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan
dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan

10
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (terj.) Ahmadi Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1986), hal 522-525
11
Undang-Undang RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

6
adalah jalan untuk memperoleh rizki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun
beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan
kepada pikiran untuk aktif dan bekerja dengan tetap sadar atas nilai-nilai
kegamaan, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi
terbukanya pikiran dan kematangan individu. Dan kematangan berfikir adalah
alat bagi kemajuan ilmu industri dan sistem sosial serta peradaban.12

b. Pandangan tentang kurikulum pendidikan


Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum pada pendidikan
tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur.Ia
mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di
Maghrib sebatas mempelajari al-Qur‟an dari berbagai segi kandungannya.
Lain halnya di Andalusia, tidak membatasi pengajaran anak-anak pada
mempelajari al-Qur‟an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran
lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan
hafalan-hafalan.
Dalam Muqaddimah, sebagaimana diuraikan di atas, Ibnu Khaldun
membagi ilmu menjadi dua macam, yaitu:
1. Ilmu aqliyah (bersumber pada akal).
Yakni ilmu-ilmu filsafat. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di
dunia, dan sudah ada sejak awal kehidupan peradaban umat manusia di
dunia. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi
menjadi empat macam ilmu yaitu: Ilmu logika, Ilmu fisika, Ilmu
metafisika dan Ilmu matematika13
2. Ilmu-ilmu tradisional yang bersumber al-Qur‟an dan Hadits (ilmu
naqliyah).
Peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan
cabang utama. Termasuk dalam ilmu ini antara lain: ilmu tafsir, ilmu
qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa
Arab, ilmu tasawuf.

12
Moh. Nahrowi, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Khaldun, Jurnal Falasifa Vol. 9 Nomor
2, September 2018, hal. 6
13
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (terj.) Ahmadi Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1986),543

7
Ibnu Khadun mencoba menghubungkan antara ilmu naqliyah dengan
aqliyah atau ilmu agama dengan filsafat. Ilmu-ilmu tersebut sangat erat
dengan proses belajar mengajar yang banyak bergantung pada para pendidik,
bagaimana dan sejauhmana mereka dapat menggunakan berbagai metode
yang tepat dan baik.
Ibnu Khaldun mengingatkan, dengan banyaknya muatan materi ajar pada
masing-masing mata pelajaran, jangan sampai terjadi salah dalam
pembelajaran yang pada gilirannya dapat berdampak buruk bagi anak didik
berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.

c. Hakikat peserta didik


Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah
potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta
didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupunrohani
yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya.
Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran
yang dinamis dan perlu dikembangkan. Pada dasarnya peserta didik adalah:
3. Manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan
pertumbuhan sesuai dengan faktor dan usia perkembangannya,
4. Manusia yang memilikikebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani
maupun kebutuhan rohaniyang harus dipenuhi, serta logika sebagai
pembeda benar dan salah. (Tanya jawab)
5. Manusia yang akan terlatih dengan pembiasaan
6. Manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.
Peserta didik menurut Undang-Undang RI. Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

8
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu.14
Ada kesamaan hakikat peserta didik menurut unadang-undang tersebut
dengan konsep Ibnu Khaldun yaitu pada aspek “pengembangan potensi”
sebagaimana telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, bahwa
peserta didik sudah memiliki potensi, yang kemudian potensi ini akan
berkembang perdasarkan penggunaan akal dan panca inderanya terhadap
lingkungan.15

d. Hakikat pendidik
Hakikat pendidikan gambaran umum dalam proses pendidikan menurut
Ibnu Khaldun dituangkan dalam “Muqaddimah”. Dalam bukunya beliau
mengatakan bahwa: “Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka
akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata
krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua
mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari
hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan
mengajarkannya” 16 . Kalimat tersebut menegaskan bahwa pendidik adalah
fasilitator atas peserta didik. Dalam hal ini pendidik membantu dan
mengarahkan pemahaman peserta didik terhadap displin ilmu tertentu sampai
dengan akhirnya faham, mahir serta. ahli dan dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.Seseorang bisa belajar ilmu dengan lingkungan, adat
istiadat, peristiwa, informasi masyarakat yang lain, kebiasaan dan
pengalaman. Personal guru merupakan sebagian saja perannya terhadap
pengetahuan peserta didik., namun dengan keadaan tertentu guru menjadi
sangat dibutuhkan dalam mengantarkan ilmu pengetahuan. Dalam
memandang pendidik, Ibnu Khaldûn bependapat bahwa tugas guru adalah
pekerja dalam pekerjaan mendidik, atau menurut istilahnya ”industri

14
Undang-Undang RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
15
Moh. Nahrowi, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Khaldun, Jurnal Falasifa Vol. 9 Nomor
2, September 2018, hal. 9
16
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (terj.) Ahmadi Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1986) h.527.

9
pendidikan”. Ia memandang bahwa tuntutan mereka (baca: guru-guru) akan
upah mengajar merupakan suatu keniscayaan dan pekerjaan wajar yang tidak
akan menjadi aib bagi mereka. Karena industri merupakan satu sarana untuk
mencari dan memperoleh rizki17.
Dari penyataan di atas Ibnu Khaldûn menghendaki kepada para guru untuk
bersikap lemah lembut terhadap peserta didiknya. Tetapi sekali-kali dalam
keadaan yang sangat terpaksa, perlu juga seorang guru bersikap keras. Namun
jika akan dilakukan harus dipertimbangkan bebebepa hal, diantaranya:
7. Jika perlu menghukum dengan pukulan, maka boleh memukul anak
dengan pukulan ringan yang menimbulkan rasa sakit, itu pun setelah
diberikan peringatan keras terhadapnya.
8. Tidak memukul anak lebih dari seratus kali, dan sebaiknya hanya tiga
kali pukulan.
9. Jangan memukul kepala atau muka anak, karena membahayakan
kesehatan otak dan merusak mata atau berbekas buruk pada muka
(wajah), maka sebaiknya pukulan hukuman itu diberikan pada kedua
kakinya.

10. Jangan diberikan di depan orang lain.

Tapi walaupun sudah banyak alternatif di atas, selagi masih bisa dihindari
dari hukuman pukulan tersebut, maka hindarilah. Karena sikap keras
memberikan hukuman dengan pukulan belum tentu merupakan alternatif
yang tepat untuk diberikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, dalam
mendidik dan mengajar anak-anak di sekolah hendaknya menggunakan cara
yang bijak, halus dan berdasarkan kasih sayang. Demikianlah kita
mendapatkan peringatan dari Ibnu Khaldûn kepada guru untuk selalu
mengetahui bagaimana cara mempelajari dan memperlakukan
murid-muridnya di sekolah.

17
Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan, (Diponegoro, Bandung, 1987) h. 72.

10
e. Metode pendidikan
Metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan. Sebab metode menjadi sarana yang memberikan makna
terhadap materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum, sehingga dapat
dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan sehari-hari di masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Tanpa
metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan
efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju ketercapaiannya tujuan
pendidikan. Apalagi metode yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang
bagi kelancaran dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga banyak
tenaga dan waktu yang terbuang secara sia-sia. Ibnu Khaldûn juga sebagai
seorang pendidikan memberikan porsi yang sama terhadap metode yang akan
digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Ia berpendapat bahwa
banyak metode yang digunakan dan dalam penggunaannya pun tidak tepat
guna (baca: salah sasaran) akan merintangi dan menghalangi serta
membahayakan peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuannya
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah dalam
membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkandan
perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Dalam mereformasi
pendidikan, Ibnu Khaldun berusaha memadukan keduailmu tersebut dan
mengembangkan metode pendidikan Islam yang konservatif menuju
pragmatis, misalnya metode indoktrinasi dirubah menjadi diskusi. Dalam hal
pola pembelajaran, Ibnu Khaldun tidak sepakat dengan modelpembalajaran
yang bertele-tele (semisal menghafal/ hal-hal yang tidak berguna)melainkan
memfokuskan kepada hal-hal yang pokok saja. Namun demikian iapun
mengkritik pola pembelajaran yang terlalu ringkas-cepat
sehinggamengaburkan materi yang diajarkan18.
Metode pendidikan menurut Ibnu Khaldun antara lain: 1. Metode ceramah
secara menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal dan kesiapan
siswa 30 . Menggunakan hirarki pembelajaran yang dilaksanakan secara
berangsur-angsur dan bertahap, sedikit demi sedikit, 2. Metode Problem

18
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (terj.) Ahmadi Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1986) h.750

11
solving, kali ini guru harus memberikan pengetahuan yang bertentangan
dengan konsep awal dalam rangka untuk menambah wawasan. pertama-tama
guru mengajarkan kepada murid-muridnya sebuah problem yang prinsipil
mengenai setiap cabang ilmu yang diajarkan dengan memberikan keterangan
yang bersifat umum. 3. Metode diskusi,dari rangkaian berikutnya yaitu
diskusi untuk menyelesaikan problem tersebut, hal ini diupayakan akan setiap
siswa turut juga aktif dan berfikir atas problem tersebut. 4. Metode
pembiasaan dan pengulangan materi,perilaku yang dilakukan secara
berulang-ulang akan mengalami kesempurnaan dengan pengalmannya.
Semakin lama di pelajari semakin lebih mahir dan lebih menguasai ilmu
pengetahuan.
Varian mata pelajaran yang dimunculkan oleh Ibnu Khaldun adalah mata
pelajaran yang memang telah ada sebelumnya, namun Ibnu Khaldun
memerikan penekanan dalam hal metode pembelajaran, dalam hal ini adalah
aktifitas pembiasaan yang akan mengarah pada kemahiran. Karena
menurutnya kemahiran akan menambah luas wawasan akal manusia. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa, masyarakat berbudaya pada peradaban yang maju
memiliki banyak keahlian dan kemahiran pada bidang masing-masing,
mempunyai metode-metode pengajaran ilmunya dengan baik, sehingga
mampu menghasilkan karya-karya yang inovatif dan kompetetif yang mampu
membawa negeri tersebut kepada peradaban yang lebih baik. Metode
pendidikan sangat memiliki pengaruh yang besar terhadap pencapaian hasil
dalam pendidikan. Di Indonesia sendiri sudah banyak berkembang pesat
metode-metode pendidikan Islam dalam mengantarkan sebuah ilmu
pengetahuan kepada peserta didik, misalanya: metode ceramah, metode
perintah/ larangan, metode cerita, metode demontrasi, instuksional,
acquisition dan metode diskusi kelompok31,dan masih banyak lagi metode
pendidikan yang lain.

f. Evaluasi pendidikan
Evaluasi pendidikan Islam ditujukan untuk menjelaskan tingkat
keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan Islam

12
kepadapeserta didik. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dankelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh
komponen yangterlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang
dicita-citakan. Dari rangkaian instumen kurikulum, peserta didik, pendidik
dan metode pendidikan, maka evaluasi pendidikan konsep Ibnu Khaldun
sebagai berikut:
1. Tes Tulis, evaluasi tes tulis dilakukan untuk mengukur pengetahuan
peserta didik dalam bentuk tulisan.
2. Tes lisan atau Tanya Jawab,evaluasi tes lisan atau Tanya Jawab dilakukan
untuk mengukur pengetahuan peserta didik dalam bentuk ucapan
3. Penugasan Individu, evaluasi penugasan individu dilakukan untuk
mencari masalah dan menyelesaikannya
4. Penugasan Kelompok, evaluasi penugasan kelompok dilakukan untuk
mencari masalah dan menyelesaikannya secara tim
5. Hasta karya, manampilkan hasil karya pribadi atas dasar proses
pembelajaran dan pembiasaan yang telah dilakukan pada kurun waktu
tertentu.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam,
yaitu: pertama, dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu seorang
pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan tugasnya. Kedua, dari segi peserta didik, evaluasi berguna
membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah
lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.Ketiga, dari segi ahli fikir
pendidikan Islam, evaluasi berguna untuk membantu para pemikir Islam dan
membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam
yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah. Keempat,
politik pengambil kebijakan pendidikan Islam (pemerintah), evaluasi berguna
untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan
mempertimbangkan kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu pendidikan
nasional (Islam).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Walaupun di dalam menuangkan pandangannya tentang pendidikan Ibnu
Khaldun hanya mengemukakan secara garis besar, namun harus diakui bahwa
sumbangannya terhadap proses pendidikan cukuplah besar. Dia telah
menyajikan pandangan-pandangannya dalam bentuk orientasi umum, sehingga
dia mengatakan bahwa aktifitas pendidikan bukan semata-mata bersifat
pemikiran dan perenungan, akan tetapi merupakan gejala sosial yang menjadi
ciri khas jenis insani, dan karenanya harus dinikmati oleh setiap makhluk sosial
yang bernama manusia. Orientasi pendidikan menurutnya adalah bagaimana bisa
hidup bermasyarakat.Sebagai ilmuan yang juga sejarawan Ibnu Khaldun telah
banyak turut mewarnai pemikiran-pemikiran tentang pendidikan.Dia telah
mencanangkan dasar-dasar dan sistem pendidikan yang patut diteladani baik di
masa lalu maupun masa sekarang.Dari segi kurikulum pendidikan, metode
pendidikan, dan evaluasinya yang ditawarkan secara keseluruhan pantas untuk
dikaji dan dicermati, dan apabila kita cermati satu demi satu pandangannya
tentang kurikulum pendidikan, metode pendidikan, dan evaluasinya, yang telah
dikonsep oleh Ibnu Khaldun hampir dari masing-masing sub sistem pada sistem
pendidikan Indonesia banyak yang terinternalisasikan oleh pemikiran Ibnu
Khaldun, maka dapat kita Tarik kesimpulan bahwa ilmuan yang diakui Barat
dan Timur ini memang memiliki pandangan yang jauh ke depan dalam berbagai
masalah pengetahuan, berfikir universal, dan religious pragmatis-instrumental
sehingga filsafatnya tentang pendidikan selalu dibuat acuan oleh generasi
berikutnya.19

19
Moh. Nahrowi, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Khaldun, Jurnal Falasifa Vol. 9 Nomor
2, September 2018, hal. 12

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khudhoiri, Zaenab. 1987. Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun (Terj.Ahmad Rofi' Usmani).
Bandung: Pustaka.
Hermawan, Heris. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia)
Khaldun, Ibnu. 1986. Muqaddimah (terj.) Ahmadi Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Nahrowi, Moh. Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Khaldun. Jurnal
Falasifa Vol. 9 Nomor 2. September 2018.
Sulaiman. 1987. Pandangan Ibnu Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan (Terj. Hery
Noer Aly). Bandung: Diponegoro.
Undang-Undang RI. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wafi, Ali Abd al-Wahid. 2004. Kejeniusan Ibnu Khaldun (Terj. Sari Narulita). Jakarta:
Nuansa Press.

15

Anda mungkin juga menyukai