Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN

(MOHAMMAD ABDUH, AHMAD KHAN, DAN MUHAMMAD IQBAL)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

TEOLOGI ISLAM

Dosen Pengampu:

H. Mohammad Bakir,S,Ag.,M.Fil.I

Disusun oleh:

Difaddia Putri Na’ilah R. (23402014)

Jovanka Fadia Kuswardani (23402028)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk,
rahmat,dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"Pemikiran Kalam Ulama Modern" dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh H.
Mohammad Bakir,. S.Ag., M.Fil.I sebagai dosen pengampu mata kuliah Teologi
Islam. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penyusun danumumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Kediri, 14 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Syekh Muhammad Abduh...........................................................................3

B. Sayyid Ahmad Khan....................................................................................5

C. Muhammad Iqbal.........................................................................................6

BAB III PENUTUP.........................................................................................10

A. Kesimpulan..................................................................................................10

B. Saran.............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Kalam merupakan salah satu ilmu yang mesti kita pelajari dari sekian
banyak ilmu-ilmu di dunia ini. Berbagai definisi telah banyak dikemukakan
tokoh-tokoh Islam mengenai ilmu ini. Begitu pula sebab-sebab penamaan
serta berbagainama lain dari ilmu kalam. Namun dari sekian keterangan dapat
disimpulkan bahwa ilmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari masalah
ketuhanan dansegala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya yang dapat
memeperkuat akankeyakinan terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah
dan argumentasi.
Karena berbagai faktor, terlahirlah berbagai aliran ilmu kalam dalam
Islamdengan pemikiran dan konsep masing-masing. Diantaranya adalah
Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, al-Qadariyah, Jabariyah, Al-Asyariyah dan
Al-Maturidiyah.
Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individu dan lebih-
lebih sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk
tidakmengatakan tidak siap-ketika harus berhadapan dengan arus dan
gelombang budaya baru ini. Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak
cukup kokohmenyediakan seperangkat teori dan metodologi yang banyak
menjelaskan bagaiamana seorang agamawan yang baik harus berhadapan,
bergaul, bersentuhan, berhubungan dengan penganut agama-agama yang lain
dalam alam praksis sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang melatar belakangi pemikiran kalam modern?


2. Siapa saja tokoh-tokoh kalam modern?
3. Bagaimana pemikiran dari tokoh-tokoh kalam moden?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi pemikiran kalam modern.


2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh kalam modern.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran dari tokoh-tokoh kalam modern.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SYEKH MUHAMMAD ABDUH


Nama lengkapnya adalah Muhammad Abduh bin Hasan Khairullah, lahir
tahun 1266 H / 1849 M di Mahallat Nasr, Shubra Khit, Buhairah, Mesir.
Ayahnya adalah keturunan Turmenistan dan ibunya adalah Bani Adi Arab
Mesir.1 Semasa kecil, Abdullah belajar membaca dan menulis dari kepala
desa atas desakan ayahnya. Ia masuk agama Ahmadiyah pada usia 13 tahun.
Ia menyempurnakan hafalan Al-Qur’an yang telah ia hafal di sekolah Tanta
(Masjid Sayed Al-Badawi) dan mempelajari ilmu Fiqh dan Bahasa Arab.
Pada usia 15 tahun, Abduh dirundung keraguan batin, tidak mampu
mengikuti metode pengajaran yang menonton hanya berdasarkan Matun dan
Shaar tanpa kodifikasi sederhana agar pembelajaran lebih mudah dipahami.
Oleh karena itu, Abduh putus sekolah dan lebih memilih bertani. Melihat
ayahnya sangat ngotot untuk melanjutkan sekolah, Abduh pun mengungsi ke
desa terdekat tempat tinggal pamannya. Disana, Abduh bertemu dengan
paman ayahnya Syekh Darwis Khidr yang mempunyai pengaruh besar dalam
mengubah hidupnya. Syekh Darwis sangat dipengaruhi oleh ideologi al-
Sanusiya yang sejalan dengan ideologi reformisme Wahhabi, yaitu seruan
para khatib untuk Kembali ke Islam yang murni bebas dari bid’ah dan
takhayul.2 Oleh karena itu, Abduh semakin percaya diri, ia kembali ke
sekolah Ahmadi dan kembali belajar.
Ketika Jamaluddin al-Afghani tiba di Mesir pada tahun 1871 M, Abduh
belajar bersamanya. Ia didorong oleh al-Afghani untuk aktif menulis tentang
isu-isu social dan politik di surat kabar Kairo al-Ahram. Namun al-Afghani
diusir dari Mesir pada tahun 1870 M karena berkampanye melawan
pemerintah dan Abduh juga diusir saat itu. Dengan kata lain, Abduh terus
mengikuti al-Afghani hingga tiba di Paris. Di Paris mereka menyatakan
1
Malcolm H. Kerr, Muhammad Abduh (Chicago: Encyclopedia Britannica, 2010), hal. 20-21.
2
Ahmad Amin, Zu’ama al-Ishlah fi al-‘Ashr al-Hadis (Kairo: Maktabah al-Nahdah alMishriyah,
1948), hal. 8

3
pelawanannya terhadap kolonialisme barat. Kemudian oada tahun 1899 M,
Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Selama menjabat, beliau mengusulkan
beberapa perubahan pada sistem peradilan agama dan melanjutkan
perjuangan reformasi Pendidikan di Mesir, khususnya di Al-Azhar. Sebagai
Mufti, Abduh menghidupkan Kembali praktik penerbitan fatwa hukum.
Abduh menjabat sebagai Mufti hingga kematiannya pada tahun 1905 M.3
Pemikiran kalam Muhammad Abduh Pertama, kedudukan akal dan
wahyu. Menurut Abduh, akal lebih unggul dari wahyu artinya akal lebih
diutamakan daripada wahyu. Akal dapat mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa
di akhirat bergantung pada ilmu tentang Tuhan dan amal shaleh dan bahwa
ketidakbahagiaan bergantung pada ketiadaan Tuhan dan amal buruk. Menurut
Abduh, kedudukan kiat adalah membantu manusia mengetahui tentang
akhirat mengatur kehidupan sosialnya berdasarkan prinsip-prinsip umum
yang dibawanya dan mampu memperoleh pengetahuan intelektual
tentangnya. Yaitu mengenal Tuha dan sifat-sifat-Nya serta mengetahui cara
beribadah dan bersyukur kepada-Nya.4
Kedua, keistimewaan berupa akal manusia juga diberi hak untuk memilih
yang merupakan sifat alami dalam diri manusia, jika sifat dasar itu
dihilangkan. Manusia dengan tetap saja manusia tidak mempunyai kebebasan
absolut. Oleh karena itu, konsep Jabriyah yang berpandangan bahwa semua
perbuatan manusia itu.
Ketiga, sifat-sifat Tuhan. Sifat Tuhan mencakup hakikat Tuhan meskipun
Abduh tidak mengatakannya secara eksplisit. Keempat, kehendak Tuhan yang
mutlak. Segala sesuatu yang Tuhan ciptakan pada tahun tidaklah sia-sia.
Kesempurnaan alam semesta adalah karena kesempurnaan Tuhan yang
menciptakannya. Tuhan membatasi kehendak-Nya dengan memberikan
manusia kebebasan dan kemampan untuk menggunakan dalan melakukan
Tindakan. Kelima, kebenaran Allah. Alam ini diciptakan untuk kepentingan
manusia. Jika Tuhan tidak adil, maka alam semesta ini tidak sempurna.
3
Moh. Khozin, “Muhammad Abduh dan Pemikiran-Pemikirannya”, Sastranesia, Vol. 3, No. 3,
(2015): hal. 16.
4
Muhammad Abduh, Risalat al-Tauhid (Kairo: Dar al-Syuruq, 1994), hal. 19-20.

4
Namun kenyataanya alam itu sempurna. Keenam, personifikasi. Memaksakan
ciri-ciri manusia pada hewan, tumbuhan, atau benda mati. Oleh karena itu,
Tuhan tidak dapat digambarkan dengan sifat fisik (Asy’ariyah dan
Maturidiyah). Ketujuh, pandanglah Tuhan, orang yang ditetapkan menjadi
anggota surgawi. Melihat Tuhan tidak terjadi melalui penglihatan seperti
yang kita kenal, melainkkan melalui penglihatan tanpa kaif (metode) seperti
yang lazim dipahami Masyarakat. Kedelapan, Tindakan Tuhan adalah karena
alam dirancang khusus untuk manusia maka Tuhan harus melakukan yang
terbaik bagi manusia. Keharusan ini didasarkan pada hikmah yang diberikan
Tuhan kepada manusia. Pengabdian pada hikmah muncul dari pengamdian
untuk menyempurnakan hakikat ketuhanan yaitu ilmu dan irada (kehendak).
Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 16-17: “ Kami tidak
menciptakan langit, bumi, dan isinya untuk kesenangan. Jika kita membuat
sebuah permainan, pasti kita akan mengelolanya.”

B. Sayyid Ahmad Khan


Nama lengkapnya Sayyid Ahmad Khan bin Muttaqi bin Hadi al-Hasan al-
Darawi. Ia lahir di Delhi pada tahun 1817 M dan kakeknya Syed Hadi adalah
seorang pejabat istana pada masa pemerintahan Alamgir II, termasuk
keluarga bangsawan Nabila. Khan di didik dalam pengetahuan agama
tradisional dan fasih berbahasa Arab dan Persia. Pada usia 18 tahun, ia
bekerja sebagai hakim di persatuan India Timur dan kemudian Kembali ke
Delhi. Kemudian ia mulai mengarang buku-buku tentang keislaman seperti
Atsar al-Sanadid kekerasan yang dialami oleh penduduk India. Dia ingin
membela India dari penjajahan Inggris. Pada tahun 1857 M terjadi
pemberontakan dan kekacauan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya
kekerasan terhadap orang India dan ia berusaha mencegah terjadinya
kekerasan itu. Ia endirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College di

5
Aligarh dan wafat tahun 1898 M. ia sangat memperhatikan Pendidikan,
coraknya bukan tradisionalis tapi modern.5
Pemikiran-pemikiran kalamnya adalah Pertama, segala sesuatu dievaluasi
dengan kritik rasional. Khan percaya pada kekuatan kehendak bebas.
Menurutnya, manusia mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam
menentukan kemauannya sendiri dan dalam menjalankan perbuatannya.
Dalam hal ini, Khan memiliki konsep Qadariyah. Manusia diberi kekuasaan
dari Tuhan. Daya berpikir adalah kekuatan jiwa dan raga yang diperlukan
untuk mewujudkan kemauan. Kedua, berkenaan dengan hukum alam,
konsisten dengan pemahaman Qadariyah vahwa Tuhanlah yang menentukan
watak. Alam disini adalah Sunnatullah.6 Ketiga, akibat penolakannya
terhadap hukum Taqlid, Khan menyadari perlunya melestarikan Ijtihad yang
baru guna menyesuaikan ajaran Islam dengan kondisi dan kondisi Masyarakat
yang selalu berubah. Sesuai dengan keyakinan terhadap kekuatan akal dan
hukum alam, pemikiran Khan tidak mau dihalangi oleh otoritas atau hukum.
Segala sesuatu dinilai melalui kritik rasional dan segala sesuatu yang
melanggar logika dan hukum alam ditolak. Khan hanya ingin menerima Al-
Qur’an sebagai satu-satunya sumber Islam dan sumber lain hanya berguna
atau tidak penting.7

C. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari keluarga
kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal
shaleh. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri kemudian beliau dimasukkan ke
sebuah maktab untuk mempelajari al-Qur’an. Setelah itu, ia dimasukkan Scottish
Mission School. Di bawah bimbingan Mir Hasan, ia diberi pelajaran agama,
bahasa Arab, dan bahasa Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, ia

5
Akmal, “Sayyid Ahmad Khan Reformis Pendidikan Islam di India”, Jurnal Potensia, Vol. 14, No. 1,
(2015): hal. 5-7.
6
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang, 1991), hal. 167-168.
7
Endrika Widdia Putri, “Pemikiran Teologi Islam Modern Perspektif Sayyid Ahmad Khan”, Jurnal
Al-Aqidah, Vol. 11, No. 2, (2019): hal. 161.

6
pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di
Government College. Di sana ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang
orientalis yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.
Iqbal dididik di Sialkot dan Lahore, dan kemudian di Cambridge. Setelah
menerima gelar doktor dari Ludwig-Maximillian University di Munich pada tahun
1907 M untuk tesisnya yang berjudul “The Development of Metaphysic in
Persia” dan pengacara hukum dari Lincoln’s Inn pada tahun 1908 M, dia
berpraktik hukum bertahun-tahun di Lahore. Iqbal mendukung gagasan negara
Muslim terpisah di Barat Laut Asia Selatan dalam pidato kepresidenan pada sesi
tahunan Liga Muslim India di Allahabad 1930 M. Pada tahun-tahun berikutnya, ia
memberikan dukungan aktif untuk perjuangan negara ini meskipun dia tidak
hidup pendiriannya sebagai negara Pakistan pada tahun 1947 M, secara resmi
Iqbal diakui sebagai bapak pendiri. Kemudian Iqbal meninggal di Lahore pada 21
April 1938 M.
Adapun pemikiran kalam menurut Muhammad Iqbal:
a. Hakekat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan,
mendasarkan pada esensi tauhid. Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa
“persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan.” Pandangan tentang
ontologi teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpangan) yang
melekat pada literatur ilmu kalam kalsik.
b. Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksitensi Tuhan, Iqbal menolak argumen kosmologis
maupun ontologis. Ia juga menolak argumen teleogis yang berusaha membuktikan
eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun
demikian, ia menerima landasan teologis yang imanen (tetap ada). Untuk
menopang hal itu, Iqbal menolak pandangan yang statis tentang matter serta
menerima pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam
aliran dinamis yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Iqbal
dalam jangka waktu murninya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu.
Dalam jangka waktu murni, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian).

7
c. Jati Diri Manusia
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.
Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari
konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu
diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya
serta menguatkan dan mengembangkan bakatnya, bukan sebaliknya, yakni
melemahkan pribadinya, seperti yang di lakukan oleh para sufi yang
menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah. Pada hakikatnya menafikkan diri
bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah
perubahan. Filsafat khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat
Islam yang ketika itu telah di bawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan
maksud Islam yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan
pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
d. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Qur’an
menampilkan tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam
hubungan ini ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam sebagai kisah
yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitif yang
dikuasai hawa nafsu naluriyah kepada pemilikan kepribadian bebas yang
diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan
kecenderungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang memiliki
kemampuan untuk memilih.” Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang
penuh resiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia.
Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun
pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap
semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.8
e. Surga dan Neraka

8
H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, Rajawali Press, Jakarta,
1995, hlm. 131-132

8
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran
tentang keduanya dalam al-Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan
batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka menurut rumusan al-Qur’an adalah “api
Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati,” pernyataan yang
menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena
mendapat kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada
perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka, sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang di
sediakan Tuhan. Ia adalah pengalaman kolektif yang dapat memperkeras ego
sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan
Allah. Surga juga bukan tempat berlibur. Kehidupan ini hanya satu dan
berkesinambungan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, banyak pendapat


mengenai ilmu kalam modern. Diantaranya pendapat Muhammad Abduh yaitu
mendasarkan ilmu kalam modern kepada akal seperti kaum mu’tazilah. Sehingga
pemuka-pemuka kalam modern lainnya setuju dan sependapat dengannya. Ia
banyak mengemukakan tentang tuhan. Sama halnya dengan Muhammad Abduh,
Sayyid Ahmad khan juga sependapat dengannya,tapi tidak dengan Muhammad
Iqbal,ia berbeda pendapat dengan keduanya karena ia menolak pemikiran tersebut.
Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia,
dan Tuhan. Baginya, Iqbal sangat berpengaruh di India, bahkan pemikiran
Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya
secara mendalam.
Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para
ulama tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di
dunia Islam yang mana umat Islam pada masa hidup para ulama ini sampai
sekarang sudah lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab itu ketiga tokoh ulama
ini mengajak umat Islam untuk kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya.

B. Saran

Penulis berharap agar makalah ini bermamfaat guna menunjang


pemahaman terhadap mata kuliah Teologi Islam. Semoga makalah ini bermamfaat
bagi pembaca serta penulis sendiri. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
guna perkembangan kedepan dalam menyusun makalah kembali.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1948. Zu’ama al-Ishlah fi al-‘Ashr al-Hadis. (Kairo: Maktabah al-
Nahdah al-Mishriyah)
Kerr, Malcolm H. 2010. Muhammad Abduh. (Chicago: Encyclopedia Britannica)
Khozin, Moh. 2015. Muhammad Abduh dan Pemikiran-Pemikirannya.
Sastranesia. Vol. 3. No. 3
Abduh, Muhammad. 1994. Risalat al-Tauhid. (Kairo: Dar al-Syuruq)
Akmal. 2015. Sayyid Ahmad Khan Reformis Pendidikan Islam di India. Jurnal
Potensia. Vol. 14. No. 1
Nasution, Harun. 1991. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. (Jakarta: Bulan Bintang)

Putri, Endrika Widdia. 2019. Pemikiran Teologi Islam Modern Perspektif Sayyid
Ahmad Khan. Jurnal Al-Aqidah. Vol. 11. No. 2
H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terj. Machnun Husein, Rajawali
Press, Jakarta, 1995.

11

Anda mungkin juga menyukai