Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Muhammad Abduh
(Riwayat hidup,Karya,Teologi Mu'tazilah)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Ilmu Kalam
Dosen Pengampu
Dr.H. Faisol Nasar Bin Madi, MA

DisusunOleh:

Achmad Taufiq (214104010010)


Hasbiyallah (212104010059)
Oscar Ilham Ba'adillah (212104010049)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Kami
mengucapkan terimakasih kepada bapak Faisol Nasar Bin Madi, MA selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat dalam
proses penyelesaian makalah ini, terimakasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan
mahasiswa yang ikut mendukung makalah ini sehingga bisa selesai pada waktu yang
telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam dan
berharap agar makalah ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan rekan-rekan
mahasiswa dan para pembaca yang lain. Karena keterbatasan pengetahuan ataupun
pengalaman penyusunan, kami selaku penyusun yakin masih terdapat kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran rekan-
rekan mahasiswa yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Jember,09 November 2021

Penyusun

ii
DAFTARISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii

DAFTARISI...................................................................................................................iii

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Kepenulisan Makalah..............................................................................2
BAB II

Pembahasan

A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh.......................................................................3


B. Karya-Karya Muhammad Abduh..........................................................................4
C. Teologi Mu'tazilah Muhammad Abduh.................................................................5
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan.............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................7

BAB I
PENDAHULUAN

iii
A. Latar Belakang
Muhammad Abduh (bahasa Arab: ‫ ;محمد عبده‬lahir di Delta Nil (kini wilayah
Mesir), 1849 – meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada
umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu
penggagas gerakan modernisme Islam.Ia belajar tentang filsafat dan logika di
Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamaluddin al-Afghani, seorang
filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang
penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.
Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882,
karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Abduh
sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884,
ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The
Firmest Bond.Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul
Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada tahun 1897.
Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah, dan pemikirannya banyak
menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah, karena ia
berpendapat, Islam akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu
agama, tetapi juga ilmu sains.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perjalanan hidup Muhammad Abduh?
2. Apa saja Karya-karya Muhammad Abduh?
3. Teologi Mu'tazilah seperti apa yang digunakan Muhammad Abduh?
C. Tujuan Kepenulisan Makalah

1. Menjelaskan sekaligus menceritakan riwayat hidup Muhammad Abduh


2. Mengetahui karya karya Muhammad Abduh
3. Mejelaskan Teologi Mu'tazilah Muhammad Abduh

iv
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH
A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh, nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah. Beliau lahir di desa Mahallat Nashr kabupaten Al-Buhairah (Mesir) pada tahun
1849 M. Beliau bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan
bangsawan. Namun demikian, ayah beliau di kenal sebagai orang terhormat yang suka
member pertolongan.[1] Kekerasan yang di terapkan oleh penguasa-penguasa Muhammad
Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untuk
menghindari nya, Abduh lahir pada kondisi yang penuh deanga kecemasan ini.[2]
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tantabelakangan tempat ini
menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sistem pengajaran disana sangat
menjengkelkannya sehingga setelah 2 tahun disana, beliau memutuskan untuk kembali ke
desanya dan bertani seperti saudara-saudara serta kerabatnya. Ketika kembali ke desa, beliau
dikawinkan. Pada saat itu beliau berumur 16 tahun, semula beliau bersikeras untuk tidak
melanjutkan studinya, tetapi beliau kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish,
yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-
Afghani. Atas jasanya itu, Abduh berkata “ Ia telah membebaskan ku dari penjara kebodohan
(the prison of ignorance) dan membimbing ku menuju ilmu pengetahuan …”)[3] Setelah
menyelesaikan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh melanjutkan studi di Al-
Azhar pada bulan Februari 1866. Tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani tiba di Mesir. Ketika
itu Abduh masih menjadi mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Beliau selalu
menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiahnya dan beliau pun menjadi murid kesayangan Al-
Afghani. Al-Afghani pulalah yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang social dan
politik. Artikel-artikel pembaharuanya banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di Kairo.
[4]
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar Alim,
Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan di rumahnya sendiri. Ketika Al-
Afghani di usir dari Mesir pada tahun 1879 karena di tuduh mengadakan gerakan perlawanan
terhadap Khedewi Taufiq, Abduh juga di tuduh ikut campur didalamnya. Ia di buang ke luar
dari kota Kairo. Namun, pada tahun 1880, ia diperbolehkan kembali ke ibukota, kemudian
diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir Al-Waqa’I Al-Mishriyyah.
5
Pada waktu itu kesadaran nasional Mesir mulai tampak dan di bawah pimpinan Abduh,
surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas nasional Mesir, di samping
berita-berita resmi.[5]Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh,
ketika itu masih memimpin surat kabar Al-waqa’i, dituduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun
dengan memberikan hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan Abduh
memilih Suriah. Di Negeri ini, beliau menetap selama setahun. Kemudian beliau menyusul
gurunya Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris. Di sana mereka menerbitkan majalah al-
Urwah al-Wusqa [6] pada tahun 1884.
Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki kebebasan berfikir
dan modern. Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih
memperselihkan masalah furuiyyah.[7] Yang bertujuan mendirikan Pan-Islam menentang
penjajahan Barat, khususnya Inggris. Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke
Inggris untuk menemui tokoh-tokoh Negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun
1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai
beliau menginggal dunia pada tahun 1905.

[1] Quraish shihab, Study Kritis Tafsir Al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hal. 12
[2] Ibid
[3] Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 212
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, (Jawara: Surabaya, 2004), hal. 259
B. Karya-karya Muhammad Abduh
Suatu hal yang penting dalam membicarakan riwayat hidup Muhammad Abduh, ialah
tentang buah karyanya semasa hidupnya, bahkan ada juga usahanya yang masih terbengkalai
dan dilanjutkan oleh salah seorang murid dan pengikut setianya, Sayid Muhammad asyid
Ridha. Adapun karya-karya Muhammad Abduh, baik berupa bahan ceramah, bahan kuliah
6
yaitu:
1. Al-Waridat, yang menerangkan ilmu tauhid menurut pola tasawuf yang dijiwai oleh pokok
pikiran Jamaluddin al-Afghani.
2. Wahdat al-Wujud, menerangkan faham segolongan ahli tasawuf tentang kesatuan antara
Tuhan dan makhluk, yakni bahwa alam ini adalah pengejawantahan Tuhan.
3. Syarh Nahj al-Balaghah, menurut kesusasteraan bahasa Arab yang berisi tauhid dan
kebesaran agama Islam.
4. Falsafat al-Ijtima’l wa al-Tarikh, yang menguraikan filsafat sejarah dan perkembangan
masyarakat.
5. Syarh Basair al-Nazariyah, uraian ringkas tentang ilmu mantiq (logika) yang telah
dikuliahkan di al-Azhar dan diakui sebagai kitab terbaik dalam ilmu ini.
6. Risalat al-Tauhid, uraian tentang tauhid yang mendapat sambutan terbaik dari kalangan
ulama muslim dan dari kalangan agama lain.
7. Al-Islam wa al-Nasaraniyah ma’a al-Ilm wa al-Madaniyah.
8. Tafsir Surat al-‘Asr, tafsir yang mulamula dikuliahkan di al-Azhar kemudian diceramahkan
kepada kaum muslimin dan mahasiswa di al-Jazair.
9. Tafsir Juz ‘Amma, tafsir Alquran juz 30 ini diajarkan oleh ‘Abduh di Madrasah al-
Khairiyah, isinya antara lain menghilangkan segala macam tahayul dan syirik yang mungkin
menghinggapi kaum muslimin.
10. Tafsir Muhammad Abduh, tafsir ini disusun oleh Muhammad Rasyid Ridha dari kuliah
yang diberikan ‘Abduh di alAzhar dan baru sampai juz ke 10. Setelah ‘Abduh wafat, Rasyid
Ridhalahyang meneruskan penafsiran tersebut hingga juz ke-12, yang dimuat dalam majalah
al-Manar.
11. Al-Takrir fi al-Islah al-Muhakkimin alSyar’iyah, buku ini ditulis sewaktu iamenjabat
Ketua Mahkamah Tinggi di Kairo, ia memberikan sugesti terhadap perubahan-perubahan
penting dalam undang-undang syariat.
(dorokabuju.blogspot.com/2012/02/muhammad-abduh-anti-jumud-rasionaldan.html, diakses
11 Desember 2017)

C. Teologi Mu'tazilah Muhammad Abduh


Memahami bagaimana sistem teologi dan pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh,
nampak dengan jelas bahwa banyak pemikiran Abduh yang memiliki persamaan dan
7
relevansi dengan corak teologi Mu'tazilah. Seperti halnya juga Mu'tazilah, Abduh
memberikan kedudukan tinggi bagi akal, bahkan lebih tinggi dari kedudukan akal menurut
Mu'tazilah. Akal, bagi Abduh mempunyai kemampuan, bukan hanya mengetahui keempat
pokok yang disebut Mu'tazilah, tapi lebih dari itu akal mempunyai dua kemampuan lain.
Menurut Mu'tazilah, akal dapat mengetahui: (1) Tuhan dan Sifat-sifatnya; (2) Adanya hidup
di akhirat; (3) Perbuatan baik dan buruk; (4) Kewajiban terhadap Tuhan. Sedangkan menurut
Abduh, selain keempat kemampuan tersebut, akal manusia dapat juga mengetahui: (5)
kewajiban berbuat baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat; dan (6) membuat hukum-
hukum.Harun Nasution berpendapat bahwa kekuatan akal seperti yang diyakini Muhammad
Abduh ini, sama dengan kekuatan akal seperti yang terdapat dalam faham Mu’tazilah; bahkan
kelihatannya lebih tinggi lagi, karena menurut Abduh akal dapat membuat hukum untuk
dipatuhi manusia. Pendapat serupa ini tidak dijumpai dalam pemikiran Mu’tazilah.[8]. Dalam
masalah kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat, Abduh dan pengikut Mu'tazilah
sama-sama menganut paham qadariah. Bahkan konsep sunnah Allah; hukum alam ciptaan
Tuhan lebih banyak ditonjolkan Abduh. Oleh karenanya, tampak bahwa pemikiran Abduh
dalam masalah daya manusia ini lebih modern ketimbang pemikiran Mu'tazilah sendiri.
Seperti halnya kaum filosof yang berpandangan bahwa sifat merupakan esensi, Abduh juga
sepakat dengan pandangan Mu'tazilah yang menganut paham: peniadaan sifat Tuhan,
keadilan Tuhan, antropomorfisme, kalam Allah yang jadid, dan lain sebagainya, yang secara
umum menegaskan banyak sekali pemikiran Abduh yang sepaham dan mirip dengan
Mu'tazilah, dan berbeda jauh sekali dengan teologi al-Asy’ari atau yang lainnya.

[8] Harun Nasution, Akal, Op. Cit., Untuk mengetahui perbedaan pendapat mengenai faham
teologi yang dianut oleh Abduh dapat dilihat dalam Albert Hourani, Arabic Thought in The
Liberal Age 1798-1939, Cambridge; Cambridge University Press,1993, hlm. 142.

Apabila dipahami dari latar belakang kehidupan Muhammad Abduh, kecenderungan


pada teologi Mu'tazilah ini sendiri sebenarnya tidak mengherankan. Semenjak di al-Azhar,
ketekunannya pada dunia filsafat, kalam dan mantiq menjadikan Muhammad Abduh terbiasa
dengan tradisi rasionalisme. Wawasan kefilsafatan Muhammad Abduh, diperolehnya dari
gurunya, terutama Jamaluddin Al-Afghani. Al-Afghani sendiri mengembangkan wawasannya
yang positif terhadap filsafat, diduga karena ia tumbuh dari kalangan kaum Syi’ah. Kaum ini
diketahui memiliki kebebasan berpikir yang lebih besar daripada kaum Sunni, dan
berpandangan lebih positif kepada filsafat serta pemikiran rasional.

8
Mengingat kembali masa mudanya Muhammad Abduh berkenaan dengan
kecenderungannya pada Mu'tazilah, Harun Nasution mengemukakan sebagai
berikut:“.. Atas tuduhan sebagai penganut Mu'tazilah, Abduh suatu waktu dipanggil
menghadap Syeikh ‘Alaisy, salah seorang ulama al-Azhar yang menentang paham
Mu'tazilah. Ketika ditanya apakah benar ia memilih aliran Mu'tazilah dan meninggalkan
aliran Asy’ariyah, ia menjawab, “Jika aku meninggalkan taklid kepada Asy’ari, mengapa aku
mesti taklid kepada Mu'tazilah. Aku tidak mau taklid kepada siapapun. Yang kuutamakan
adalah argumen yang kuat.”[9]
Pada saat itu, kecenderungan Muhammad Abduh pada paham Mu'tazilah semakin
diperkuat setelah ia menulis Hasyiah ‘Ala Syarh al-‘Aqaid al-‘Adudiah yang mengandung
komentar dan kritikan terhadap paham Asy’ariyah. Kendati banyak persamaan pandangan
pemikiran Abduh dengan Mu'tazilah, namun tampak sulit untuk menentukan apakah Abduh
seorang penganut Mu'tazilah atau bukan. Paling tidak kesulitan tersebut didasarkan pada
batasan tentang Mu'tazilah mana yang dipergunakan.

[9] Harun Nasution, Muhamad Abduh, Op. Cit., hlm 14

BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan
Muhammad Abduh menyadarkan kaum muslimin akan kondisi mereka, ia mengajak
mereka untuk bangkit membuat perubahan, membuat mereka percaya bahwa kemunduran
ini tidak selamanya disebabkan ketidakmampuan mereka membuat perubahan atau
ketidakmampuan Islam menghadapi tantanan dunia modern. Bagi Muhammad Abduh,
persoalannya bukanlah apakah mungkin dan bisa menjadi muslim sambil tetap menerima
dunia modern. Tapi, apakah Islam relevan dengan modernitas atau tidak. Karena itu, dia
membuktikan bahwa Islam memang merupakan agama rasional, yang dapat menjadi basis
kehidupan di dunia modern. Menurutnya, tak ada konflik antara Islam dan prinsip
peradaban modern.
9
Banyak pokok pikiran Muhammad Abduh yang dapat terus ditransformasikan dalam
kehidupan kekinian, terutama karena pandangannya yang bercorak dinamis. Jargon
kembali ke al-Qur’an dan Hadits, tidak boleh taklid dan tidak wajib berpegang pada
madzhab tertentu, dan lain sebagainya adalah butiran pemikiran yang masih tetap segar
sampai sekarang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, S.M. (1992). Risalah Tauhid, Cet. IX, Terj. Jakarta: Bulan Bintang.
Ali, M. (1995). Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, Jakarta: Djambatan.
Amin, H. A. (2003). Al-Mi’ah al-A’zham fi Tarikh al-Islam, cet. VIII, Terj. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazillah. Jakarta: UI Press.
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Sedgwick, Mark. 2010. Muhammad Abduh. London: Oneworld Publications.

11

Anda mungkin juga menyukai