Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammad Abduh (w. 1905) adalah seorang pemikir muslim yang
hasil-hasil pemikirannya selalu dibicarakan dan dirujuk oleh banyak kalangan.
Karenanya, masih banyak pemikiran Muhammad Abduh yang hidup sampai
sekarang, termasuk dalam bidang pendidikan. Selain sebagai ahli tafsir,
Muhammad Abduh dikenal luas sebagai pembaharu, dan salah satu aspek
pembaharuannya adalah dalam bidang pendidikan. 1
Menurut Nurcholish Madjid, Abduh memiliki pemikiran modern yang
dipengaruhi oleh Ibn Taimiyah dalam berijtihad, dan dipengaruhi oleh paham
Wahabi dalam hal pemurnian akidah. Ia juga dipengaruhi oleh pemikiran
Mu’tazilah, dipengaruhi oleh filosof rasionalisme islam dan juga sosiolog
Muslim Ibn Khaldûn dalam kajian empirik. Karena wawasan modernnya,
membuat Abduh menjadi tokoh yang berpengaruh. Ia juga, lanjut Nurcholish
Madjid, mampu menangkap kembali ajaran Islam yang dinamis dan otentik.2
Fazlur Rahman mengatakan bahwa Muhammad Abduh adalah seorang
pembaharu dalam bidang pendidikan di Universitas Al-Azhar. Setelah ia
mengajar di Universitas Al-Azhar, pelajaran filsafat diajarkan kembali.
Pengajaran filsafat ini. Merupakan modernisasi yang dilakukan oleh Afghani
dan Abduh. Al-Afghani adalah pembaharu yang menyatakan bahwa islam tidak
bertentangan dengan akal dan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut Fazlur Rahman
mengatakan, “la adalah seorang teolog berpengalaman pada garis-garis
tradisional, yang merasa yakin bahwa sains dan islam tidak mungkin
bertentangan, dan ia menyatakan bahwa agama dan pekerjaan ilmiah bekerja
pada level yang berbeda. Karena itu, ia menyuguhkan ajaran dasar islam dalam
batasan-batasan yang bisa diterima oleh pikiran modern.” 3

1
Sehat Sulthoni Dhalimunthe, Landasan Filsafat Pendidikan Islam Muhammad Abduh , hlm 242
2
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm 173-174.
3 Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhamma, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm 319.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Siapakah Muhammad Abduh?
2. Apa saja Karya-karya Muhammad Abduh?
3. Bagaimana Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Muhammad Abduh?
C. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk melatih penulis
agar mampu menyusun tulisan ilmiah yang benar, memperluas wawasan dan
pengetahuan bagi penulis dan pembacanya, memberi sumbangan pemikiran,
atau mendukung perkembangan konsep keilmuan maupun pemecahan masalah.
Tujuan utamanya yaitu:
1. Menjelaskan tentang Biografi Muhammad Abduh,
2. Memaparkan Karya-karya Muhammad Abduh, dan
3. Memaparkan Pemikiran-pemikiran Filsafat Pendidikan Islam
Muhammad Abduh.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini bagi penulis adalah melatih
kemampuan menulis dan menjadi referensi untuk menulis dikemudian hari.
Sedangkan bagi pembaca manfaatnya adalah:
1. Mengetahui Biografi Muhammad Abduh
2. Mengetahui Karya-karya dari Muhammad Abduh, dan
3. Mengetahui tentang Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam
Muhammad Abduh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Abduh


Nama lengkap beliau adalah Muhammad Abduh Ibn Hasan
Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr
daerah kawasan Sibrakhait Provinsi Al-Bukhairoh Mesir.4 Ayahnya
Hasan Khairullah berasal dari Turki. Ibunya bernama Junainah
berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa
yang sama dengan Umar bin Khattab. 5 Muhammad Abduh atau
‘Abduh (1849 11 Juli 1905) adalah seorang teologi muslim, mufti
mesir, pembaharu liberal, pendiri modernisme islam dan seorang
tokoh penting dalam teologi dan filsafat yang menghasilkan
Islamisme modern.
Kelahiran Muhammad Abduh diiringi dengan kekacauan
yang terjadi di Mesir. Pada waktu itu, penguasa Muhammad Ali
mengumpulkan pajak dari penduduk desa dengan jumlah yang
sangat memberatkan. Akibatnya penduduk yang kebanyakan petani
itu kemudian selalu berpindah-pindah tempat untuk menghindari
beban-beban berat yang dipikulkan atas diri mereka itu. Orang tua
Muhammad Abduh juga demikian, selalu pindah dari satu tempat
ketempat lainnya. Itu dilakukannya selama setahun lebih. Setelah itu
barulah ia menetap di Desa Mahallat al-Nasr. Di desa ini ia membeli
sebidang tanah.

4
Abdullah Mahmud Syatahat, Manhaj al-bnam Muhammad Abduh Fi al-Tafsir al-
Qur’an. Nasyt al-Rasail, kairos, t.th, hal.3
5
Muhammad Abduh, Risala al-Tauhid (Risalah Tauhid), op. Cit., hal, 7

3
Syeikh Muhammad Abduh dibesarkan dalam lingkungan
keluarga petani dikampung halamannya. Ketika saudara-saudaranya
ikut turut membantu ayahnya dalam mengelola lahan pertanian
maka Abduh ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan diluar
kampung halamannya setelah belajar membaca dan menulis
dirumahnya. Ayahnya mengirimkan Abduh kesuatu tempat
pendidikan pengafalan al-qur’an untuk menimba ilmu pengetahuan
dan ia mampu menyelesaikan hafalalannya sampai 30 juz setelah
dua tahun berlalu ketika usianya baru berumur 12 tahun6.
Muhammad Abduh dibesarkan dalam asuhan keluarga yang
tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan sekolah, tetapi
mempunyai jiwa keagamaan yang teguh. Proses pendidikannya
dimulai dengan belajar al-qur’an kepada seorang guru agama di
masjid Thantha untuk belajar bahasa arab dan ilmu-ilmu agama dari
Syekh Ahmad tahun 1862 7 . Dalam pendidikannya, ia mampu
mengenal dan mengusai ilmu yang diajarkan tentang al-qur’an
sampai pasih. Semua segi ilmu al-qur’an ia lahap, sehingga sewaktu
melanjutkan pendidikannya ia mengkritik cara pengajaraan. Disaat
belajar ia merasa bahwa metode yang dipakai kurang menarik dan
ia berguru kepada guru yang lainnya.
Riwayat Pendidikan Muhammad Abduh, ketika berusia tiga
belas tahun, Muhammad Abduh belajar di masjid Ahmadi di Tanta.
Masjid ini kedudukannya dianggap nomor dua setelah universitas

6
Abdullah Mahmud Syatahat.,Manhaj al-Imam Muhammad Abduh Fi al-Tafsir
al- Qur’an, Nasyr al-Rasail, Kairo, t.th. hal 5
7
Abdul Sani, Perkembangan Modern dalam Islam, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,1998, hal. 49.

4
Al-Azhar dari segi tempat belajar al-qur’an dan menghafalnya.
Sistem pembelajaran dengan menghafal nash (teks) dan ulasan serta
hukum di luar kepala, yang tidak memberi kesempatan untuk
memahami, membuat Muhammad Abduh merasa tidak puas. Dia
meninggalkan Masjid dan bertekad untuk tidak kembali lagi ke
kehidupan akademis. Kemudian ia menikah pada usia enam belas
tahun (Rahnema, 1998:37).8
Tak lama kemudian Muhammad Abduh berjumpa dengan
pamannya, Syaikh Darwisy Khadr, seorang guru dari tarekat
Syadzily. Dari guru ini Muhammad Abduh mendapat pengajaran
tentang disiplin ilmu etika, moral serta praktek kezuhudan
tarekatnya. Pada mulanya ia enggan belajar, namun perjumpaannya
dengan Syaikh Darwisy sangat mempengaruhi kehidupannya secara
mendalam sehingga dengan. Bimbingannya semangat belajarnya
kembali berkobar (Majid, 1987:462). Pada tahun 1866, Muhammad
Abduh masuk ke Al-Azhar, sebuah pusat ilmu pengetahuan yang
yang besar pada masa itu. Dia bertahan selama empat tahun, tetapi
kemudian dia merasa kecewa dengan kurikulum-kurikulum dan
metode-metode pembelajaran yang dianggapnya kolot yang
dipergunakan di sana (Majid, 1987:462). Metode pembelajaran di
sini sangat menonjolkan penghafalan di luar kepala tanpa
memahami, seperti yang ditemuinya di Tanta. Pada masa ini
Jamaluddin Al-Afghani datang ke Mesir dalam perjalanan ke
Istanbul. Di sinilah Muhammad Abduh bertemu dengan Al-Afghani

8
Khomaruzaman, studi pemikiran Muhammad Abduh (Tangerang: Tarbawi,
2017), hlm 92-94

5
untuk yang pertama kalinya, ketika ia dan mahasiswa lainnya
berkunjung ke tempat penginapan Al-Afghani di dekat Al-Azhar.
Dalam pertemuan itu Al-Afghani mengajukan pertanyaan kepada
mereka mengenai arti beberapa ayat al- qur’an, kemudian beliau
berikan tafsirannya sendiri. Perjumpaan ini memberikan kesan yang
baik dalam diri Muhammad Abduh (Nasution, 1975:60-61).
Ketika Al-Afghani datang untuk menetap di mesir pada tahun
1871, Muhammad Abduh segera menjadi muridnya yang paling
setia. Al-Afghani memberikan tekanan pada mata kuliah teologi dan
filsafat, yang pada waktu itu di Al- Azhar dianggap dan disamakan
dengan bid’ah. Sebelum berguru kepada Al-Afgani dan menekuni
ilmu yang dianggap berbahaya itu, Muhammad Abduh minta nasihat
kepada Syaikh Darwisy. Bukan saja guru sufy itu menghapus
kecemasannya, bahkan menjamin bahwa filsafat (al-Hikmah) dan
ilmu pengetahuan merupakan jalan yang paling selamat untuk
mengenal dan menyembah Tuhan. Hanya orang-orang bodoh dan
sembrono yang pada hakikatnya merupakan musuh-musuh Tuhan
yang paling jahat, yang memandang mata kuliah ini sebagai bid’ah
(Fachri, 1987:462).
Tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan
pendidikannya di Al-Azhar dan mendapat gelar sebagai Alim. Ia
mulai mengajar pertama di Al-Azhar kemudian di Dar Al-Ulum dan
juga di rumahnya sendiri. Diantara buku-buku yang diajarkannya
adalah buku Akhlak karangan Ibnu Miskawaih, Muqaddimah Ibnu
Khaldun dan sejarah. Kebudayaan Eropa karangan Guizot yang
diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab pada tahun 1857

6
(Nasution, 1975:61). Kesempatan ini juga dimanfaatkan
Muhammad Abduh untuk berbicara dan menulis masalah politik,
sosial dan khususnya masalah pendidikan nasional, yang pada waktu
itu kesadaran nasional di Mesir semakin meningkat tahun berikutnya
(1879) Al-Afghani dan Muhammad Abduh diusir dari Mesir karena
sikap politiknya yang dianggap terlalu keras. Pada saat yang sama
Muhammad Abduh diberhentikan dari jabatan mengajarnya di Dar
Al- Ulum. Namun tahun 1880 ia segera diaktifkan kembali oleh
perdana menteri serta diangkat menjadi salah satu editor, kemudian
editor kepala surat kabar resmi pemerintah Mesir Al-Waqui’u Al-
Mishriyyah. Dalam posisi ini ia menjadi sangat berpengaruh dalam
membentuk pendapat umum (Rahnema, 1998:38).
Muhammad Abduh turut serta memainkan peran dalam
revolusi Urabi Pasya, yaitu gerakan yang bermula dari usaha
perwira-perwira militer Mesir yang berhasil mendobrak kontrol
perwira-perwira Turki dan Sarkas yang menguasai Mesir.
Selanjutnya gerakan di bawah pimpinan Urabi Pasya ini dapat
menguasai pemerintahan, namun kekuasaan golongan nasionalis ini
dianggap berbahaya dan mengancam kepentingan Inggris di Mesir.
Akibatnya, untuk menjatuhkan Urabi Pasya, pada tahun 1882
Inggris membom Alexandaria dari laut. Dalam pertempuran ini
kaum nasionalis dapat dikalahkan dan Mesir jatuh ke bawah
kekuasaan Inggris. Sebagaimana pemimpin-pemimpin lainnya,
Muhammad Abduh ditangkap dan dipenjarakan. Pada akhir tahun
1882 ia dibuang ke Beirut kemudian ke Paris pada tahun 1884. Di
Paris Muhammad Abduh bertemu kembali dengan Al-Afghani,

7
kemudian mereka mendirikan organisasi yang sangat berpengaruh
walaupun usianya sangat pendek yaitu Al-‘Urwat Al-Wutsqa (Mata
Rantai Terkuat). Tujuan Organisasi ini adalah menyatukan ummat
islam dan sekaligus melepaskannya dari sebab-sebab perpecahan
mereka. Organisasi ini juga menerbitkan koran yang diberi nama
sama dengan organisasinya (Al-‘Urwat Al-Wutsqa) dan berhasil
terbit sebanyak delapan edisi, didedikasikan untuk tujuan umum
memberi peringatan kepada masyarakat non Barat tentang bahaya
intervensi Eropa, dan tujuan khusus membebaskan Mesir dari
pendudukan Inggris. Yang menjadi fokusnya adalah kaum
muslimin, karena faktanya, mayoritas bangsa yang dikhianati dan
dihinakan, serta sumber dayanya dijarah oleh pihak asing, adalah
ummat Islam (Rahnema, 1998:38-39).
Organisasi ini akhirnya bubar dan pada tahun 1885
Muhammad Abduh kembali ke Beirut melalui Tunisia. Di Beirut ia
kembali mengajar (menjadi guru). Pada tahun 1888, atas usaha
teman-temannya, di antaranya ada seorang Inggris, ia dibolehkan
kembali pulang ke Mesir, tetapi tidak diizinkan mengajar karena
pemerintah Mesir takut akan pengaruhnya terhadap Mahasiswa. Ia
bekerja sebagai hakim di salah satu mahkamah dan pada tahun 1894
ia diangkat menjadi anggota Majelis A’la dari Al-Azhar. Sebagai
anggota majelis ini, ia membawa perubhan- perubahan dan
perbaikan-perbaikan ke dalam tubuh Al-Azhar sebagai universitas.
Pada tahun 1889 ia diangkat sebagai mufti besar. Jabatan tinggi ini
didudukinya sampai ia meninggal dunia pada tahun 1905 (Nasution,
1975:62).

8
B. Karya-karya Muhammad Abduh
Pembaharuan dalam sejarah Islam tidak bisa dipisahkan dari
sosok "Abduh”, beliau tidak hanya dikenal di Mesir atau Timur
Tengah, tetapi juga di negara-negar islam. Hal ini tidak bisa
pisahkan dari penyebaran beberapa pemikiran dalam bentuk buku9.
Adapun karya-karya Muhammad Abduh antara lain:

1. Al-Waridah, sebuah karya dalam ilmu kalam atau ilmu tauhid


dengan. metode dan pendekatan tasauf. Inilah karya pertama
Muhammad Abduh.
2. Risalah fi Wahdat al-Wujüd. Karya ini memang tidak terbit
tetapi ini karya Muhammad Abduh yang kedua sebagaimana
yang di- informasikannya kepada Rasyid Ridha.
3. Falsafatu al-Ijtima Wa al-Tarikh. Buku ini adalah karya
Muhammad Abduh yang ia karang ketika ia mengajar
Mukaddimah Ibn khaldun di madrasah al-Ulum. Buku ini
hilang ketika ketika ia diusir bersama gurunya Sayid
Jamaluddin oleh pemerintah.
4. Häsyiyat Aqaidi al-Jalali al-Dawani li al-Aqaidi al-Adudiyah.
Sebuah karya Muhammad Abduh ini mengandung komentar-
komentar dia terhadap pemikiran teologi Asy'ariyah.
5. Syarh Nabji Al-Balagbah. Berisi komentar menyangkut
kumpulan pidato dan ucapan Imam Ali ibn Abi Thalib.

9
Supriadi Am, Konsep Pembaruan Sistem Pendidikan Islam Muhammad Abduh (
Tangerang ,2016), hlm 41-42.

9
6. Syarah Magalati badii Al-Zaman Al-Hamzani. Sebuah karya
yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Arab. Buku ini terbit
di Beirut.
7. Syarh al-Bashäiri al-Nashiriah, Ini adalah buku Mantiq
dengan pendekatan logika yang tinggi.
8. Nizhamu al-Tarbiyah bi Mashr, Buku ini berisikan tentang
pendidikan dengan metode praktis yang dilaksanakan di
Mesir.
9. Risalah al-Tauhid, suatu karya di bidang ilmu kalam. Risalah
ini mampu menyihir akidah kebanyakan manusia Mesir yang
semula salafi menuju perkembangannya yang khalafi.
10. Taqriru al-Mahakim al-Syar’iyab.
11. Al-Islam wa al-Nashrăniyati maa al-‘ilmi wa al-Madaniyah,
Sebuah karya yang berusaha menampilkan Islam sebagai
agama yang mampu menaiki tangga peradaban modern dan
maju. Buku ini kumpulan makalah-makalah dari majalah al-
Mannar yang diedit dan diterbikan oleh Rasyid Ridha.
12. Tafsir Surat al-Ashr. Tafsir ini disampaikan dalam beberapa
kuliahnya.
13. Tafsir Juz Amma, yang dikarangnya sebagai pegangan para
guru ngaji di Maroko pada tahun 1321 H.
C. Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh
Pemikiran Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal
kehangkitan umat Islam di awal abad ke-19. Pemikiran Muhammad
Abduh yang disebarluas kan melalui tulisannya di majalah al-Manar
dan al-‘Urwat al-Wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu

10
dalam dunia Islam, sehingga di berbagai dunia Islam muncul
gagasan mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan kuri-
kulum yang dirintis oleh Abduh. (Jalaluddin & Said, 1994, 157)10
Pendapat Muhammad Abduh tersebut di Mesir sendiri
mendapat sambutan dari sejumlah tokoh pembaharu. Murid-
muridnya seperti Rasyid Ridha menerus- kan gagasan tersebut
melalui majalah al-Manar dan Tafsir al-Manar. Kemudian Kasim
Ami dengan bukunya Tahrir al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan
bukunya. Dairat al-Ma’arif, Syekh Thanthawi Jauhari melalui
karangannya al-Taj al- Marshub bi al-Jawahir Alquran wa al-hum.
Demikian pula pelanjutnya seperti Muhammad Husein Haykal,
Abbas Mahmud al-Akkad, Ibrahim A Kadir al- Mazın, Mustafa Abd
al-Raziq, dan Sa’ad Zaglul (Bapak kemerdekaan Mesir (Jalaluddin
& Said, 1994: 157).
Menurut Abduh, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk
kepribadian, moral agama, yang dengannya diharapkan mampu
menumbuhkan sikap politik, sikap sosial, jiwa gotong royong dan
semangat ekonomis. (Asyur, 1964: 42-43) Kesalahan sistem
pendidikan dan orientasi serta tujuannya mengakibatkan kelemahan
umat Islam yang sekaligus memperlengah dan merendahkan agama
Islam. Oleh karena itu, Abduh menyatakan: “Islam itu diperlemah
(ter-halang) oleh umat Islam sendiri.
Menurut al-Bahiy (1986: 64), pemikiran Abduh meliputi, segi
politik dan kebangsaan, sosial kemasyarakatan, pendidikan, serta
aqidah dan keyakinan. Walaupun pemikirannya mencakup berbagai

10
Fatkhur Rohman, Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh, hlm 89-90.

11
segi, namun bila diteliti dalam menggagas ide-ide pembaharuannya,
Abduh lebih menitik beratkan (concern) pada bidang pendidikan.
Untuk mengatasi permasalah diatas, maka Muhammad Abduh
melakukan pembaruan sistem pendidikan Islam dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:11
1. Reformasi tujuan pendidikan Islam
Mundurnya pendidikan umat Islam kala itu
dilatarbelakangi dengan tujuan pendidikan yang menurut
Muhammad Abduh harus diperbarui. Lembaga-lembaga
pendidikan yang berbasis pendidikan Barat yang didirikan
pemerintah hanya bertujuan mengedepankan aspek kognitif yang
mengejar duniawi saja. Sedangkan sekolah-sekolah agama yang
didirikan kala itu hanya mengedepankan aspek spiritual yang
terfokus pada masalah akhirat. Untuk itu Muhammad Abduh
berusaha mereformasi kedua tujuan pendidikan tersebut ke arah
yang dinamis. Menurut Muhammad Abduh tujuan pendidikan
Islam adalah mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya
kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dari rumusan tujuan
pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang ingin dicapai
oleh Muhammad Abduh adalah tujuan yang mencakup aspek
akal (kognitif) dan aspek spiritual (afektif). Ia menginginkan
terbentuknya pribadi yang memiliki struktur jiwa yang seimbang
antara aspek akal dan spiritual. Sehingga lahirlah manusia yang

11
Desri Arwen dan E Kurniyati, Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh,
(2019), hlm 22-25

12
mampu berfikir serta memiliki akhlak yang mulia dan jiwa yang
bersih. Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk
menanamkan kebiasaan berfikir dan tidak taklid. Dengan
menanamkan kebiasan berfikir, Muhammad Abduh berharap
kebekuan intelektual yang melanda kaum muslim kala itu dapat
dicairkan. Dan dengan pendidikan spiritual, diharapkan akan
dapat melahirkan generasi baru yang tidak hanya mampu berfikir
kritis, tetapi juga memiliki akhlak mulia serta jiwa yang bersih.
Dalam kitabnya Risalah at Tauhid, Muhammad Abduh
enyelaraskan antara akal dan agama. Ia berpandangan bahwa al
Qur’an yang diturunkan dengan perantaraan lisan Nabi yang
diutus Allah, telah mempertemukan akal dan agama. Oleh karena
itu sudah merupakan ketetapan kebahagiaan dari ketentuan-
ketentuan agama itu tidak dapat untuk meyakininya kecuali
melalui akal. Dengan adanya ketentuan melalui hukum akal, dan
terdapatnya ayat-ayat Mutasyabihat di dalam al Qur’an, maka hal
tersebut merupakan peluang besar bagi mereka yang suka
berfikir terutama karena panggilan agama untuk senantiasa
memikirkan semua makhluk Tuhan, dan tidak terbatas oleh suatu
pembatasan, dengan berkeyakinan bahwa segala pemikiran yang
benar tentang ciptaan Tuhan akan membawa bertambahnya
keimanan kepada Allah SWT. Dengan demikian jika kedua aspek
tersebut dididik dan dikembangkan, dalam arti akal dicerdaskan
dan jiwa dididik dengan akhlak agama, maka umat Islam akan
dapat terus maju serta mengimbangi bangsa-bangsa yang telah
maju peradabannya.

13
2. Reformasi Kurikulum Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam yang telah dirumuskan
Muhammad Abduh kemudian diaplikasikan dalam kurikulum
dengan tingkatan pendidikan yang berbeda. Diantaranya
kurikulum di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Kejuruan,
serta Universitas al Azhar.
a. Pengembangan kurikulum Sekolah Dasar
Menurut Muhammad Abduh bahwa dalam kurikulum
sekolah dasar hendaknya dimasukan pelajaran agama disetiap
kelas. Karena untuk membentuk jiwa agama hendaknya
dilakukan pada masa kanak-kanak. Dengan demikian maka
lahirlah pribadi muslim yang memilki jiwa kebersamaan dan
nasionalisme yang selanjutnya dapat menjadi dasar bagi
pengembangan sikap hidup yang lebih baik, dan sekaligus
dapat meraih kemajuan.
b. Pengembangan kurikulum Sekolah Menengah dan Kejuruan
Pengembangan kurikulum Sekolah Menengah dan
Kejuruan dilakukan dengan memasukan mata pelajaran
mantiq dan filsafat yang sebelumnya tidak boleh diajarkan.
Selain itu dimasukan pula pelajaran sejarah peradaban Islam
dengan tujuan agar umat Islam mengetahui berbagai
kemajuan dan keunggulan yang pernah diraih umat Islam¹”
Juga diberikan pelajaran syari’at, kemiliteran, ilmu
pemerintahan tergantung dengan tujuan dan profesi yang
pelajar inginkan.
c. Pengembangan kurikulum Universitas al Azhar

14
Di Universitas al Azhar sebelum diadakannya pembaruan
kurikulum, mata kuliahnya hanya sebatas ilmu- ilmu agama
saja. Kemudian secara perlahan Muhammad Abduh
melakukan pembaruan kurikulum, dengan cara memasukan
ilmu filsafat, sosiologi, sejarah, dan lain- lain. Kemudian
dibentuk Dewan Admistrasi al Azhar (Idarah al Azhar) yang
mengurusi masalah administrasi pendidikan dan Rauq al
Azhar yang berfungsi sebagai asrama bagi dosen dan
mahasiswa.
3. Reformasi Metode Pengajaran
Dalam aspek metode pengajaran, Muhammad Abduh
berusaha membawa cara baru dalam dunia pendidikan saat itu. Ia
mengkritik tajam penerapan metode hafalan tanpa pengertian
yang umumnya dipraktekkan disekolah- sekolah agama.
Menurutnya metode menghafal tanpa pengertian akan merusak
daya nalar, seperti yang pernah dialaminya ketika sekolah di
Thanta. Menurutnya metode pengajaran yang selama ini hanya
mengandalkan hafalan perlu dilengkapi dengan metode yang
rasional dan pemahaman (insight). Dengan demikian, maka
siswa nantinya bukan hanya saja hafal materi, akan tetapi juga
memahami materi yang dihafal tersebut secara kompherensif.
Upaya pembaruan yang dilakukan Muhammad Abduh
dalam metode pengajaran adalah dengan memasukan metode
munadzarah (diskusi) dalam proses pengajaran. Tujuan
dimasukkannya metode munadzarah adalah untuk memberikan
peluang kepada pelajar didalam bertanya perihal pelajaran-

15
pelajaran yang sukar dimengerti serta menumbuhkan sikap
ilmiah.
Muhammad membuat sebuah sistematis dalam Abduh
metode juga yang menafsirkan al Qur’an dengan berpedoman
pada lima prinsip, yaitu: Pertama, menyesuaikan berbagai
peristiwa yang ada dalam masyarakat dengan nash-nash al
Qur’an. Kedua, menjadikan al Qur’an sebagai sebuah kesatuan.
Ketiga, menjadikan surat sebagai dasar untuk memahami ayat.
Keempat, menyederhanakan bahasa penafsiran. Kelima, tidak
mengabaikan berbagai peristiwa sejarah yang menyertai
turunnya ayat-ayat al Qur’an.
4. Konsep Pendidikan Wanita
Menurut Muhammad Abduh, wanita harus mendapatkan
pendidikan yang sama dengan laki-laki. Lelaki dan wanita
mendapat hak yang sama dari Allah, sesuai dengan firmanNya
dalam al Qur’an surat al Baqarah: 228, serta dalam al Qur’an
surat al Ahzab: 35. Dalam pandangan Muhammad Abduh ayat
tersebut mensejajarkan lelaki dan wanita dalam hal mendapatkan
keampunan, dan apabila yang diberikan Allah atas perbuatan
yang sama, baik yang bersifat keduniaan maupun agama. Dari
sini Muhammad Abduh bertolak bahwa perempuan pun punya
hak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki.
Menurutnya, wanita harus dilepaskan dari rantai kebodohan,
maka dari itu wanita perlu diberikan pendidikan

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammad Abduh Ibn Hasan Khairullah, dilahirkan pada
tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr daerah kawasan Sibrakhait
Provinsi al-Bukhairoh Mesir. Muhammad Abduh adalah seorang
tokoh reformis Islam yang memainkan peran penting dalam gerakan
pembaruan di dunia Islam. Dia mengadvokasi untuk pembaruan
intelektual, pendidikan, dan sosial dalam Islam, serta mendukung
gagasan bahwa agama harus selaras dengan perkembangan ilmiah
dan sosial. Dia dikenal sebagai seorang cendekiawan Islam, pemikir
reformis, dan hakim. Abduh mendalami ilmu agama di Al-Azhar
University dan kemudian menjadi seorang ulama. Dia memainkan
peran penting dalam gerakan pembaruan Islam, yang bertujuan
untuk menghadirkan Islam dalam konteks modern dan mengatasi
ketertinggalan sosial dan intelektual di dunia Islam.
Muhammad Abduh tidak hanya dikenal di Mesir atau Timur
Tengah, tetapi juga di negara-negar Islam. Hal ini tidak bisa
pisahkan dari penyebaran beberapa pemikiran dalam bentuk buku.
Buku karya Muhammad Abduh diantaranya adalah al- waridah,
Risalah fi Wahdat al-Wujüd, Falsafatu al-Ijtima Wa al-Tarikh, dst
Pemikiran Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal
kehangkitan umat Islam di awal abad ke-19. Pemikiran Muhammad
Abduh yang disebarluas kan melalui tulisannya di majalah al-Manar
dan al-‘Urwat al-Wusqa menjadi rujukan para tokoh pembaharu
dalam dunia Islam, sehingga di berbagai dunia Islam muncul

17
gagasan mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan kuri-
kulum yang dirintis oleh Abduh. Diantara pemikiran tentang
pendidikan dapat dilihat pada Pertama, pembaruan pada tujuan
pendidikan Islam dari statis menuju dinamis dengan menekankan
pada keseimbangan antara dua aspek, yakni aspek kognitif dan
afektif. Kedua, melakukan pembaruan kurikulum dengan model
integrated curriculum dengan cara memasukan pelajaran- pelajaran
filsafat, mantiq, ilmu pengetahuan alam, ditambah dengan ilmu-ilmu
agama. Hal tersebut merupakan proses equalisasi secara proposional
pendidikan keagamaan dan umum disekolah-sekolah modern dan.
tradisional. Ketiga, memasukan metode munadzarah atau metode
diskusi dalam proses pembelajaran. Keempat, pendidikan wajib
diberikan bagi wanita.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah khazanah pengetahuan untuk kita semua.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dhalimunthe. Sehat Sulthoni, Landasan Filsafat Pendidikan


Islam Muhammad Abduh , hlm 242.

Madjid. Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:


Paramadina, 2000), hlm 173-174.

Rahman. Fazlur, Islam terj. Ahsin Muhamma, (Bandung:


Pustaka, 1984), hlm 319.

Syatahat. Abdullah Mahmud, Manhaj al-bnam Muhammad


Abduh Fi al-Tafsir al- Qur’an. Nasyt al-Rasail, kairos, hal 3.

Abduh. Muhammad, Risala al-Tauhi, (Risalah Tauhid), hal 7.

Sani. Abdul, Perkembangan Modern dalam Islam, ( Raja


Grafindo Persada:Jakarta,1998), hal 49.

Khomaruzaman, studi pemikiran Muhammad Abduh,


(Tangerang: Tarbawi, 2017), hlm 92-94.

Am. Supriadi, Konsep Pembaruan Sistem Pendidikan Islam


Muhammad Abduh, ( Tangerang ,2016), hlm 41-42.

Rohman. Fatkhur, Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad


Abduh, hlm 89-90.

Arwen. Desri dan Kurniyati. E, Pemikiran Pendidikan Islam


Muhammad Abduh, (2019), hlm 22-25.

19

Anda mungkin juga menyukai