Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KALAM

“Pemikiran ulama modern: Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dan


Sayyid Ahmad Khan”

DISUSUN OLEH:

Fiaz Fauzi (23041070256)

Alpanes (23041070274)
M.maydiansyah (23041070273)

DOSEN PENGAMPU
Ahmad Mustami M.Pd,M.H

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2023/2024


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembaharuan dalam islam mengandung adanya tranformasi nilai yang mesti
berubah bahkan adakalahnya di perlukan perombakan - perombakan terhadap struktur
atau tatanan yang sudah adadianggap baku, sedangkan nilai tersebut tidak mempunyai
akar yang kuat berdasarkan suber-sumber pokoknya alquran dan hadist.tanda-tanda
perubahan itu terlihat secara trasparan . Titik tekan pembaharuan dalam istilah
gerakan dan reformasi terhadap ajaran-ajaran islam yang tidaksesuai dengan orisinalitas
alquran dan hadist baik dalm interpretasi tekstual maupun konstektual.
Menegaskan kembali proporsional ijtihat secara riil dengan pemberantasan
terhadap taklid dan mengadakan perombakan sosial umat islam yang terbelakang
kemudian mengiringnya mengadakan pencapaian kemajuan sesuai dengan tuntutan
zaman. Pembaharuan muncul dalamstudi-studi modernisme di negara-negara islam
penghujung abad ke 18 abad ke 19 banyak memunculkan tematama sentral tentang
perlunya iptek sebagai pengikat perluasan upaya penaikan citra peradaban umat islam
menapaki abad – abad berikutnya. Sehingga adakecendrungan lebih bersemangat
untuk proses islamisasi sains, yang di barat saat ini sains seakan bebas nilai dari keikut
sertaan agama memberikan masukan positif di dalamnya.
Muhamad Iqbal lahir di Sialkot, salah satu kota tua bersejarah di Punjab tahun
1876.11 Sialkot terletak di perbatasan Punjab Barat dan Kasymir, dari keluarga yang
tidak begitu kaya. Nenek moyangnya berasal dari Lembah Kasymir.12 Ia meninggal
dunia di Lahore 21 April 1938.
Ahmad Khan adalah putra Sayyid Muhammad Muttaqi Khan, ia lahir di Delhi pada
tanggal 17 Oktober 1817. Nenek moyangnya berasal dari semenanjung Arabia dan
kemudian hijrah ke Herat dan dari sana ia ke India selama pemerintahan rezim Akbar
Shah. 1 Nama lengkapnya Sir Sayyid Ahmad Khan Ibnu al-Muttaqi Ibnu al-Hadi al-
Hasani as-Dahlawi.
Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaru agama dan sosial di Mesir pada
abad ke-20 yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam.Dialah penganjur dalam
membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern. Di
dunia Islam Ia terkenal dengan pembaruannya di bidang keagamaan, dialah yang
menyerukan umat Islam untuk kembali kepada al-Qur’an dan al- sunnah al-shahîhah. Ia

2
juga terkenal dengan pembaruannyadibidang pergerakan (politik), di mana ia bersama
Jamaludin al-Afgani menerbitkan majalah al-’Urwah al-Wutsqâdi Paris yang makalah-
makalahnya menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan dunia Islam
pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pemikiran modern menurut Muhammad Abduh?

b. Pengertian Pemikiran modern menurut Muhammad Iqbal?

c. Pemikiran modern menurut sayyid muhammad khan ?

C. TUJUAN

Dilihat dari rumusan masalah, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui pemikiran modern menurut Muhammad Abduh?

b. Mengetahui Pemikiran modern menurut Muhammad Iqbal?

c. Mengetahui modern menurut sayyid muhammad khan ?

3
PEMBAHASAN

1. Muhammad Abduh

Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 M (1265 H) di Mahallah Nasr,


sebuah perkampungan subur di propinsi Gharbiyyah. Ayahnya bemama Abduh bin Hasan
Chairullah seorang berdarah Turki, sedangkan ibunya Fatimah binti Utsman alKabir yang
mempunyai silsilah keluarga besar keturunan Umar Ibn al Khata1
Pada 1865 M, Abduh memasuki hidup berumah tangga. Empat puluh hari setelah
ia menikah, ia diminta oleh ayahnya untuk kembali ke Tantha. Dalam perjalanannya ke
Tantha, ia mengubah haluan menuju kanisah untuk menemui pamannya, Syaikh Darwisiy
Khadar. Pamannya adalah orang yang memiliki pengetahuan yang sangat luas karena
sering melakukan pelawatan keluar Mesir. Kepada pamannya ia selanjutnya belajar dan
mulai menekuni ilmu tasawuf. Kemudian Abduh kembali melanjutkan studinya ke
Masjid Al-Mahdi, Tantha. beberapa bulan setelahnya, ia pergi ke Kairo dan memasuk
Universitas al-Azhar.2
Setelah selesai belajar di Tanta,ia meneruskan studinya di al- Azhar pada tahun
1866. Sewaktu belajar di Universitas al-Azhar.inilah Muhammad Abduh bertemu dengan
Jamaludin al-Afghani, ketika ia datang ke Mesir dalam perjalanan ke Istambul. Dalam
perjumpaan ini Al-Afghani memberikan beberapa pertanyaan kepada Muhammad Abduh
dan kawan-kawan mengenai arti dan maksud beberapa ayat alQur’an, kemudian ia
memberikan tafsirannya sendiri. Perjumpaan ini memberikan kesan yang baik didalam
diri Muhammad Abduh. 3
Pada dekade 1877, Abduh berhasil menamatkan studinya di Universitas al-Azhar
dengan predikat gelar kesarjanaan 'âlim.Gelar kesarjanaan ini memberikan hak bagi
dirinya untuk mengajar di Universitas tersebut.Konon, kelulusan Abduh sangatlah
kontroversial. Bahkan sampai melibatkan rektor pada waktu untuk dalam proses
kelulusannya. Hal ini dipicu oleh adanya jurang perbedaan pendapat yang begitu dalam
dengan para pengujinya. Selain mengajar mata kuliah ilmu kalam dan logika di
Universitas al- Azhar, Muhammad Abduh juga diangkat sebagai dosen tetap di
1
SyamsulKurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: ArRuzz
Media, 2011), hlm. 115-116
2
1Ramayulis dan SyamsulNizar, Filsafat Pendidikan Islam; Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm 116
3
5HarunNasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang,1996),hlm 61
4
Universitas Dar-al- Ulum dan Perguruan Bahasa Khedevi pada tahun 1879. Di sini ia
mengajar Ilmu Kalam, Sejarah Ilmu Politik dan Kesusasteraan Arab. Muhammad Abduh
mengajar menggunakan metode diskusi untuk mempercepat proses transformasi
intelektual para anak didiknya. Selain penguasaan ilmu pengetahuan, Abduh juga
menekankan para mahasiswanya agar tanggap terhadap situasi sosial-politik yang sedang
berkembang dan kalau perlu mengoreksinya. 4

2 .Pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dan pengetahuan

Zaman keemasan Islam pada zaman klasik ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Kini ilmu pengetahuan sedang berkembang di negeri Barat, karenanya
zaman kemajuan sekarang sedang dialami bangsa Barat. Jika ingin meraih kembali Istilah
kalam kejayaannya, umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini
muncul akibat pemikiran yang diproses oleh akal.
Ilmu-ilmu pengetahuan modern banyak berasal dari hukum alam (Natural Laws),
dan ilmu pengetahuan modern ini tidak bertentangan dengan Islam, yang sebenarnya.
Hukum alam adalah ciptaan Allah dan wahyu juga berasal dari Allah. Karena keduanya
berasal dari Allah, maka ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada hukum alam, dan
Islam sebenarnya, yang berdasarkan pada wahyu, tidak bisa dan tidak mungkin
bertentangan. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan ilmu pengetahuan
modern mesti sesuai dengan Islam. Dalam zaman keemasan Islam, ilmu pengetahuan
berkembang di bawah naungan pemerintah- pemerintah Islam yang ada pada waktu itu.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan agama, sehingga sebagai
umat Islam kita harus mempergunakan akal kita dengan sebaikbaiknya. Dalam Islam,
menuntut ilmu itu merupakan fardhu (kewajiban) bagi setiap muslim. Dalam hadist
disebutkan “Mencari ilmu itu fardhu (wajib) atas setiap orang muslim” (H.R. Ahmad dan
Ibn Majah).
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu dari sebab-sebab kemajuan umat Islam
di zaman klasik dan juga merupakan salah satu dari sebab-sebab kemajuan Barat
sekarang ini. Muhammad Abduh mengatakan, untuk mencapai kemajuannya yang hilang,
umat Islam sekarang haruslah kembali mempelajari dan mementingkan soal ilmu
pengetahuan. Maka dari itu, umat Islam harusterlebih dahulu dibebaskan dari faham
jumud, taklid, kembali lagi berijtihad dan kembali kepada Islam yang murni.
4
DidinSaefudin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam. (Jakarta: PT Grasindo, 2003), hlm. 20
5
Oleh karena itu, sebagai konsekuensi dari pendapatnya, Muhammad Abduh
menganjurkan umat Islam untuk mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan, serta
umat Islam juga harus mementingkan soal pendidikan. Ia selalu mendorong umat Islam di
Mesir agar mementingkan soal pendidikan sebagai jalan memperoleh kemajuan.
Muhammad Abduh ingin sekali memperbaiki metode pendidikan di Mesir, sebab semasa
kecilnya Muhammad Abduh kurang puas dengan cara belajar yang diterapkan oleh
gurunya. Ketika itu metode yang dipakai yaitu metode menghafal luar kepala. Sebabnya
ketika itu para pengajar hanya menyuruh muridnya untuk membaca dan menghafal
nash(teks) di luar kepala, ditambah lagi para pengajar tidak memberikan penjelasan dan
maksud dari nash (teks) tersebut. Sehingga banyak murid yang sudah belajar lama namun
tidak mengetahui apa yang ia pelajari, termasuk Muhammad Abduh. Metode ini bisa
dikatakan metode tradisional, dan ilmu pengetahuan yang dipelajari pada saat itu masih
ilmu-ilmu seperti Fiqh, Tasawuf, Kalam, Tafsir dan ilmuilmu Islam lainnya.Ilmu
pengetahuan modern pada saat itu juga sudah mulai berkembang terutama di sekolah-
sekolah pemerintah, namun tidak diajarkan ada sekolah-sekolah keagamaan.
Secara garis besarnya perubahan sistem pendidikan dimulai dari sekolah dasar
yang selama ini kurang mendapat perhatian, hal ini juga tidak lepas dari sorotan
Muhammad Abduh. Menurutnya sekolah tingkat dasar ini hendaknya menjadikan mata
pelajaran agama sebagai inti bagi semua mata pelajaran di samping pelajaran umum.
Karena pendidikan agama dianggap sebagai dasar pembentukan jiwa dan pribadi seorang
muslim. Dengan memiliki jiwa seperti itu, umat Islam terutama rakyat Mesir akan
memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk mengembangkan sikap hidup.5
Memang dalam banyak hal Muhammad Abduh tertarik dengan pengetahuan dan
kultur Barat. ia bahkan menguasai bahasa Prancis dan banyak membaca literatur serta
filsafat Perancis. Sehingga ia percaya bahwa perubahan bahan bacaan demi kebaikan,
sesungguhnya bisa terjadi berkat interaksi dengan Barat. Namun, Muhammad Abduh

5
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 54.
6
Berikut ini sajian ringkas mengenai gagasan Muhammad Abduh dalam
pendidikan.
a. Menghilangkan dikotomi pendidikan
Menurut Muhammad Abduh Bahwa di antara faktor yang membawa
kemunduran dunia Islam adalah karena adanya pandangan dikotomis yang dianu\t
oleh umat islam, yakni dikotomi atau mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu
umum. Menurut Muhammad Abduh, corak pendidikan yang demikian itu lebih
banyak berdampak negatif terhadap dunia pendidikan. Untuk mengatasi masalah
dikotomi yang demikian itu, Muhammad Abduh mengusulkan agar dilakukan lintas
disiplin ilmu antarkurikulum madrasah dan sekolah, sehingga jurang pemisah antara
kaum ulama dan ilmuan modern akan hilang. Gagasan ini ia terapkan di Universitas
al-Azhar, yaitu dengan melakukan penataan kembali struktur pendidikan di al-Azhar,
yang kemudian dilanjutkan pada sejumlah lembaga pendidikan yang berada di
Thanta, Dassus, Dimyat, Iskandariyah, dan lain-lain.10
b. Pengembangan Kelembagaan Pendidikan
Dalam upaya mengembangkan kelembagaan pendidikan, Muhammad Abduh
mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam
berbagai bidang yang dibutuhkan, yaitu bidang administrasi, militer, kesehatan,
perindustrian, dan sebagainya. Melalui berbagai lembaga pendidikan ini,
Muhammad Abduh berupaya memasukkan pelajaran agama, sejarah dan
kebudayaan Islam..
Selain itu, pada madrasah-madrasah yang berada di bawah naungan al-Azhar,
Muhammad Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah, dan Tauhid. Hal ini
merupakan gagasan baru, karena sebelumnya al-Azhar memandang Ilmu Manthiq
dan Falsafah itu sebagai barang haram.

c. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran


Muhammad Abduh melakukan pengembangan kurikulum sekolah dasar, sekolah
menengah, dan kejuruan, serta Universitas al- Azhar. Pengembangan tersebut
meliputi: 1. Pengembangan kurikulum sekolah dasar Ia beranggapan bahwa dasar
pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak kanak-kanak. Oleh
karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata
pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama (Islam)
7
merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa
kepribadian muslim, rakyat Mesir akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme
untuk dapat mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih
kemajuan.12

2. Muhammad Iqbal

Muhamad Iqbal lahir di Sialkot, salah satu kota tua bersejarah di Punjab tahun
1876.11 Sialkot terletak di perbatasan Punjab Barat dan Kasymir, dari keluarga yang
tidak begitu kaya. Nenek moyangnya berasal dari Lembah Kasymir.12 Ia meninggal
dunia di Lahore 21 April 1938. Ayahnya yang pegawai negeri kemudian menjadi
pedagang merupakan seorang Muslim yang saleh dengan kecenderungan kepada
tasawuf. Iqbal menerima pendidikan awalnya di sebuah madrasah (maktab) dan
kemudian di Scottish Mission School. Dalam waktu kecilnya ia mendapat pengaruh
dari Sayyid Mir Hasan, yang mengerti bakat yang besar dari Iqbal, dan selalu
memberinya semangat dalam setiap kemungkinan. Leluhur Iqbal berasal dari
keturunan Brahmana dari Kasymir yang telah memeluk agama Islam kira-kira tiga
abad sebelum Iqbal dilahirkan.6

Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal


Pemikiran Iqbal tampak dalam hal-hal seperti berikut ini. Pertama, dia
menggabungkan ilmu kalam, tasawuf, falsafah, ilmu sosial dan sastra dalam
pemikirannya sebagai rangka untuk memahami ajaran Islam. Dengan demikian ia
menggunakan perspektif secara luas, yang mem bedakannya dari pemikir Muslim lain
yang kebanyakan parsial dan hanya menekankan pada segi tertentu. Kedua, dalam
memahami kondisi umat Islam dan perkembangan pemikirannya, ia tidak
memisahkan falsafah dan teologi dari persoalan sosial budaya yang dihadapi umat
Islam. Ini membuatnya menjadi se orang filosof dan budayawan berwawasan luas.
Ketiga, pemikiran-pemikirannya yang paling cemerlang sebagian besar diungkapkan
dalam puisi yang indah dan menggugah, sehingga menempatkan dirinya sebagai
penyair filosof Asia yang besar pada abad ke-20. Keempat, dia berpendapat bahwa
penyelamatan spiritual dan pembebasan kaum Muslim secara politik hanya dapat
6
11 W.C. Smith, Modern Islam in India, (New Jersey: Pricenton University Press, 1957), h. 107. 12 Hafeez
Malik dan Linda P. Malik, Filosof dan Penyair dari Sialkot, dalam Ihsan Fauzi dan Nurul Agustina (pent.),
Sisi Manusia Iqbal, (Bandung: Mizan,1992), h. 10
8
terwujud dengan cara memperbaiki nasib umat Islam dalam ke hidupan sosial, politik,
ekonomi dan kebudayaan. Pandangannya senantiasa bertolak dari ayat-ayat Alquran
dan Hadis. Bagi Iqbal, dengan melihat sejarah masyarakat Asia, agama memainkan
peranan penting dalam ke hidupan umat manusia, termasuk perkembangan peradaban
dan kebudayaan. Mengkritik penyimpangan dan pengaburan ajaran agama oleh para
sultan, ulama, cendekiawan dan pemimpin Islam yang men jadikan agama sebagai
kendaraan untuk mencapai keuntungan politik dan ekonomi. Semua itu bagi Iqbal
sumber dari degradasi moral umat. Dia sangat kritis.

Pemikiran Muhammad Iqbal dalam Pembaruan Hukum Islam dan


Pengaruhnya Pembaruan hukum Islam sebagaimana dilakukan Muhammad Iqbal
tidak terlepas dari pandangannya terhadap sumber-sumber hukum Islam. Hal ini dapat
diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a. Pemikirannya Tentang Alquran
Iqbal percaya kalau Alquran itu memang benar diturunkan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril dengan sebenar-benar
percaya. Menurut Iqbal, Alquran adalah sebagai sumber hukum yang utama
dengan pernyataannya, “The Quran is a book which emphazhise ‘deed’ rather
than ‘idea” (Alquran adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-
cita). Namun dia berpendapat bahwa Alquran bukanlah undang-undang. Dia
berpendapat bahwa penafsiran Alquran dapat ber kembang sesuai dengan
perubahan zaman. Alquran dapat ditafsirkan melalui berbagai disiplin ilmu, dan
pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan utama Alquran adalah mem
bangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan
Tuhan dan alam semesta. Alquran tidak memuatnya secara detail maka
manusialah yang dituntut mengembangkannya.
b. Pendapatnya Tentang Hadis
Kajian Iqbal terhadap Hadis didasarkan pada situasi dan kondisi masyarakat yang
berkembang pada waktu itu. Pandangan ini, di tengah tarik ulur kedudukan Hadis
sebagai sumber hukum antara umat Islam di suatu pihak, dan kaum orientalis di
lain pihak yang sampai hari ini masih terus berlangsung. Tentu saja maksud dan
pemahamannya berangkat dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam
didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap ajaran Islam.
Sedangkan orientalis mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah, bahkan
9
terkadang hanya untuk mencari kelemah an ajaran Islam. Kalangan orientalis
yang pertama melakukan studi tentang Hadis adalah Ignaz Goldziher.
Menurutnya, sejak masa awal Islam (masa sahabat) dan masa-masa berikutnya
Hadis mengalami proses evolusi, mulai dari sahabat dan seterusnya sehingga
berkembang menjadi mazhab-mazhab fikih. Iqbal berkesimpulan bahwa tidak
semua koleksi dari para ahli Hadis dapat dibenarkan.21

c. Pandangannya Tentang Ijtihad


Munculnya persoalan-persoalan baru dalam kehidupan sosial akan menimbulkan
problem-problem baru dalam bidang hukum. Dalam menggali pesan teks
keagamaan yang universal, tentu dibutuhkan upaya maksimal yang sering disebut
dengan ijtihad. Ijtihad itu sendiri mengalami pasang surut bahkan ijtihad me
ngalami stagnansi selama lima ratus tahun. Hal ini menjadi sejarah gelap umat
Muslim yang disebabkan kekhawatiran terjadinya di sintegrasi umat pasca
jatuhnya Baghdad ke tangan Mongol.25 Iqbal merasa bahwa ijtihad merupakan
kebutuhan urgen dalam mengembangkan hukum Islam yang mengacu kepada
kepentingan umat dan kemajuan umum. Maka perlu segera mengalihkan
kekuasaan ijtihad individual kepada ijtihad kolektif atau ijma’. Menurutnya
peralihan ijtihad individual yang mewakil mazhab tertentu kepada lembaga
legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk yang paling tepat bagi ijma’. Hanya
cara inilah yang dapat menggerakkan spirit dalam sistem hukum Islam yang
hilang.2

Gagasan Sir Sayyid Ahmad Khan


a. Urgensi Paham Qadariyah
Keyakinan Sayyid Ahmad Khan terhadap akal manusia yang punya
kekuatan, maka dengan sendirinya ada kebebasan manusia dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Menurutnya, manusia dianugerahi
oleh Allah Swt daya berpikir yang disebut akal dan daya pikir untuk
mewujudkan kehendaknya. Hal ini sesuai dengan paham yang dianut paham
qadariyah dan kaum Mu’tazilah di zaman klasik, yang dengan pahamnya,
Islam di masa Abbasiyah mengalami kemajuan, terutama Bagdhad dan
Bashrah.16 Harun Nasution memberikan defenisi bahwa paham Qadariyah
adalah paham yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan
10
dan kebebasan dalam menentukan lika-liku dan perjalanan hidupnya.17
Dalam artian bahwa paham Qadariyah menjadikan manusia mandiri, bebas
dan punya kekuatan dalam mewujudkan tindakan dan perbuatannya. Paham
ini memberikan arti bahwa Qadariyah adalah manusia mempunyai qudrah
atau kekuatan untuk merealisasikan perbuatan-perbuatannya, hal ini
didasarkan dalam QS. Ar-Ra’d/13: 11 yang terjemahannya: “Sesungguhnya
Allah Swt tidak merubah apa yang ada pada sesuatu bangsa, sehingga
mereka merubah apa yang ada pada diri mereka”. Dan juga pada QS. Al-
Fussilat/41: 40 yang terjemahannya yakni: “Buatlah apa yang kamu
kehendaki, sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. Sir Sayyid
Ahmad Khan menyaksikan telah terjadi kemunduran umat Islam India yang
disebabkan oleh “tidak mau mengakui” kekuatan akal dan kebebasan
manusia untuk memeroleh ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi
modern yang membuat negara Eropa, khususnya Inggris sebagai kerajaan
nomor wahid kala itu, sehingga melakukan ekspansi ke tanah India dan
melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alamnya (SDA).

disebabkan lamanya penjajahan yang dilakukan oleh Inggris, sehingga


rakyat India (Hindu dan Islam) mempunyai jiwa mental inlander dalam
dirinya, sehingga tidak mampu lagi menyaingi dan melakukan perlawanan ke
Inggris. Begitu juga umat Islam India yang dalam jiwanya menubuh “rasa
rendah diri” terhadap penjajah, sehingga bangsa Inggris dianggap superior di
mata umat Islam. Dan tragisnya, umat Islam India selalu kalah dalam
perlawanannya melawan penjajah Inggris dan kekalahan itu dianggap
sebagai takdir yang telah ditetapkan oleh sang Khalik. Sayyid Ahmad Khan
tampil untuk mengkontra paham menerima takdir apa adanya dengan cara
menghidupkan kembali paham kebebasan manusia dalam berkehendak.
Sayyid Ahmad Khan percaya bahwa manusia sendirilah yang menentukan
nasibnya di masa depan, jika manusia hanya pasrah dan tidak berbuat apa-
apa, maka Inggris akan terus menjajah. Oleh karena itu, Sayyid Ahmad Khan
menggelorakan paham bahwa umat Islam mesti “bergerak” dalam
memperjuangkan dan mengusir penjajah Inggris dari tanah tercintanya. Akan
tetapi, dalam melakukan perjuangan perlu dilakukan dengan cara diplomasi
dengan penjajah Inggris. Jika melakukan perjuangan dengan cara
11
konfrontasi, maka yang terjadi, umat Islam India kemungkinannya akan
kalah. Oleh karena itu, cara yang ditempuh adalah melakukan diplomasi
dengan Inggris untuk menciptakan win-win solution. Di satu sisi, Sayyid
Ahmad Khan dalam mengcounter paham pasrah terhadap takdir, ia
melakukan kritik terhadap pemahaman Barat yang memberi nilai lebih
kepada kebebasan manusia sehingga meminimalisasi “campur-tangan dan
keberadaan” sang Khalik. Tetapi di sisi lain, ia juga melakukan otokritik
terhadap sebagian umat Islam India yang pasrah pada kehendak takdir.18
Sayyid Ahmad Khan berusaha menghidupkan kembali paham Mu’tazilah
yang percaya tentang kebebasan akal pada manusia dan manusia bebas
berkehendak, sehingga Sayyid Ahmad Khan dikatakan oleh A.H. Al-Biruni
sebagi pemimpin Mu’tazilah
dan menggunakan akal semaksimal mungkin. Ia meyakini bahwa Islam
adalah ciptaan Tuhan, alam juga ciptaan Tuhan, maka Islam tidaklah
mungkin bertentangan dengan ilmu pengetahuan, karena keduanya berasal
dari satu, yakni Allah Swt. Oleh karena itu, umat Islam mestilah
mendayagunakan akalnya untuk menciptakan ilmu pengetahuan, sehingga
melahirkan teknologi-teknologi yang membuat Islam akan maju. Jika Islam
tidak mengambil sikap seperti itu, maka Islam tidak akan punya masa
depan.22 Inilah salah satu gagasan yang dicetuskan oleh Sayyid Ahmad
Khan yakni orang-orang Islam di zaman klasik mengalami kemajuan, karena
menggunakan akal pikirannya sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan
dalam Islam. Sejak abad pertengahan Islam mengalami kemunduran dan
sejak itu pula penggunaan akal di kalangan umat Islam ikut mengalami
kemunduran. Hal ini berlangsung hingga menjelang abad ke l9. 23 Dengan
demikian, apa yang dilakukan Sayyid Ahmad Khan termasuk salah satu
aspek pembaharuan dalam Islam, Ia melihat bahwa peradaban barat maju
karena ilmu pengetahuan dan teknologinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu, menurutnya agar umat
Islam bisa maju, akal harus mendapat penghargaan yang tinggi.24 Umat
Islam, khususnya muslim India harus menggunakan akal untuk berpikir
rasional, melakukan ijtihad dan meninggalkan cara berpikir konservatif yang
tidak sesuai dan relevan dengan perkembangan zaman

12
. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, banyak pendapat


mengenai ilmu kalam modern. Diantaranya pendapat Muhammad Abduh
yaitu mendasarkan ilmu kalam modern kepada akal seperti kaum
mu’tazilah.Sehingga pemuka-pemuka kalam modern lainnya setuju dan
sependapat dengannya.Ia banyak mengemukakan tentang tuhan.

Sama halnya dengan Muahammad Abduh,Sayyid Ahmad khan juga


sependapat dengannya,tapi tidak dengan Muhammad Iqbal,ia berbeda
pendapat dengan keduanya karena ia menolak pemikiran tersebut. Iqbal
memiliki beberapa pemikiran yang fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia, dan
Tuhan. Baginya, Iqbal sangat berpengaruh di India, bahkan pemikiran
Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya
secara mendalam.

Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para
ulama tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-
pemikirannya di dunia Islam yang mana umat Islam pada masa hidup para
ulama ini sampai sekarang sudah lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab
itu ketiga tokoh ulama ini mengajak umat Islam untuk kembali pada ajaran
Islam yang sebenarnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Harry Austryn Wolfson, The Philosophy of the Kalam, (Cambridge:


Harvard University Press, 1976), 1.

2. M. Zurkani lahja, Teologi Al-Ghazali, Pendekatan Metodologi,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 5-6.

3. Kitab Syarh al-Fiqh al-Akbar, al-Matn al-Mansub ila al-Imam al-A'zham


Abu Hlanifah (Heiderabad: Da'irat al-Ma'arif al-Utsmaniyyah, 1980), 2-4.

4. Anonymous, “Studi Kritis Ilmu Kalam”, di Akses 2 Maret 2014


https://yetikhalalah27.blogspot.com/

5. Hasan Hanafi, Dirasat Falsafiyyah (Cairo: Maktabah Abglo al-


Mishriyyah, 1987), 130. Menurut Hasan Hanafi, obyek kajian kalam
tersebut kcmudian dikembangkan oleh Ibnu Sina menjadi kajian filsafat
Islam menjadi: logika (manthiq), fisika (thabi' iyyah), dan metafisika
(ilahiyyah).

6. M. Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali,.52-53.

7. karyanya al-Mughni Ji Abwab at-Tawhid wa al-'Adl (Cairo: al-Mu'assasat


al-Mishriyyat al-'Ammah li at-Ta'lif wa ath-Thiba’ah wa an-Nasyr wa at-
Tawzi', 1960-1969), juz XV,h.332-395.

14

Anda mungkin juga menyukai