Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu :
Eka Abdul Hamid S.Pd. I., M. Pd.

Disusun Oleh :
Dzaki Fauzan
Muhammad Shubhi

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SEBELAS APRIL SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa


Ta’ala berkat Ridho-Nya saya mampu merampungkan makalah ini dengan tepat
waktu. Tidak lupa juga shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya,
para sahabatnya dan semua ummatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.

Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas mandiri


Mata Kuliah Ilmu Kalam. Yang mana di dalam makalah ini saya menjelaskan
mengenai Pemikiran Kalam Ulama Modern.

Namun, saya sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh
karena itu, saya sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan
makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu
memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

Sumedang, Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Biografi Muhammad Abduh.........................................................................3

B. Biografi Jamaludin Al-Afghani....................................................................6

BAB III..................................................................................................................11

PENUTUP.............................................................................................................11

A. Kesimpulan.................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemikiran kalam ulama modern merujuk pada pendekatan dan
kontribusi para ulama Islam yang hidup pada era modern, yakni pada abad
ke-19 hingga saat ini, dalam bidang ilmu kalam. Ilmu kalam merupakan
cabang ilmu dalam tradisi intelektual Islam yang berfokus pada
pembahasan dan pembenaran rasional terhadap keyakinan-keyakinan
agama.
Para ulama modern ini, seperti Muhammad Abduh dan Jamaludin
al-Afghani, berusaha untuk memperbarui pemikiran kalam dalam konteks
modern dengan mempertimbangkan tantangan dan perubahan sosial,
politik, dan intelektual yang dihadapi oleh umat Islam pada masa itu.
Mereka berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan Islam yang relevan,
menggunakan bahasa dan metode yang lebih cocok untuk pemahaman
zaman mereka.
Salah satu aspek yang menonjol dalam pemikiran kalam ulama
modern adalah pendekatan rasional dan ilmiah yang diadopsi. Mereka
berusaha menggabungkan akal dan wahyu, mengaitkan keyakinan agama
dengan argumentasi logis dan evidensi rasional. Dalam hal ini, mereka
menganggap bahwa ilmu kalam dapat memberikan kontribusi yang berarti
dalam menghadapi tantangan pemikiran sekulerisme, positivisme, dan
materialisme yang muncul pada masa modern.
Pemikiran kalam ulama modern juga mencakup isu-isu sosial,
politik, dan ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam pada masa itu.
Mereka berusaha untuk memberikan pemahaman dan pandangan Islam
yang relevan dalam konteks modern, termasuk dalam hal demokrasi, hak
asasi manusia, peran perempuan dalam masyarakat, dan hubungan antara
agama dan negara.
1
Namun, penting untuk diingat bahwa pemikiran kalam ulama
modern juga memiliki variasi dan perbedaan di antara para ulama itu
sendiri. Ada berbagai pendekatan dan sudut pandang yang mungkin
berbeda dalam hal metode, interpretasi, dan fokusnya. Oleh karena itu,
tidak ada satu pemikiran kalam ulama modern yang mewakili seluruh
spektrum pemikiran dalam konteks modern, tetapi mereka memberikan
sumbangan penting dalam upaya memahami dan mengartikulasikan ajaran
Islam dalam era modern.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pemikiran Kalam Ulama Modern: Muhammad Abduh
dan Jamaludin Al-Afghani ?

C. Tujuan
Untuk Mengetahui Pemikiran Kalam Ulama Modern: Muhammad
Abduh dan Jamaludin Al-Afghani

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Abduh


1. Latar Belakang Muhammad Abduh
Istilah Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di salah satu
perkampungan Mesir, Mahallat Nashr. Belajar menulis dan membaca
dari kedua orang tuanya tanpa melalui lembaga pendidikan. Umur 10
tahun telah menghafal Al-Qur’an dan kemudian mempelajari tajwid
dan kaidah bahasa Arab di Masjid Al-Jaami’ Al-Ahmadi, Thanta.
Namun metode pembelajaran di sana dirasa berat baginya sehingga
membuatnya ingin berhenti. Hingga kemudian beliau dimotivasi oleh
Syaikh Darwish, seorang guru shufi yang masih kerabat dari ayahnya
sehingga kembali semangat menuntut ilmu.
Metode yang digunakan oleh Shaikh Darwish yaitu meminta
Abduh untuk membaca buku. Pada awalnya Syaikh Darwish
memberinya buku namun buku itu selalu dia lempar. Akan tetapi
setiap buku itu dilempar, Syaikh Darwish memungutnya dan
mengembalikannya ke Abduh. Demikian hingga Abduh mau membaca
buku walaupun hanya sedikit. Setiap habis satu kalimat dan muncul
rasa ingin tahu Abduh, Syaikh Darwish memberi penjelasan yang
memuaskan rasa ingin tahunya. Inilah yang kemudian membuat Abduh
tertarik belajar yang pada akhirnya merubah paradigmanya mengenai
belajar dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1866 Muhammad Abduh melanjutkan
pendidikannya di Al-Azhar, namun sebagaimana sebelumnya beliau
kembali merasa berat dalam belajar dikarenakan metode yang
digunakan di Al-Azhar masih terbilang konvensional dan kurang
sesuai dengan daya nalarnya. Akhirnya Muhammad Abduh menekuni
dunia ke-shufian dengan membenamkan diri pada pelatihan akhlak dan

3
ibadah sampai akhirnya Syaikh Darwisy kembali memotivasinya. Pada
periode setelah itulah beliau bertemu dengan guru yang paling
berpengaruh baginya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani.
Pertemuan antara Muhammad Abduh dengan Jamaluddin Al-
Afghani terjadi pada tahun 1871. Darinya Muhammad Abduh
mempelajari filsafat, ilmu kalam, dan sains. Metode yang digunakan
oleh Jamaluddin Al-Afghani bisa dikatakan merupakan lanjutan dari
metode Syaikh Darwish yang betul-betul mampu memuaskan daya
nalarnya. Selain mempelajari hal yang bersifat teoritis dia juga terlatih
untuk memperoleh pengalaman praktis dengan berdiskusi. Rupanya
hal ini yang kemudian membawanya berhasil lulus dari Al-Azhar pada
tahun 1877 dengan gelar Al-‘Alim.
Selanjutnya pada tahun 1879 M, Muhammad Abduh dan Al-
Afghani dibuang dari Kairo karena dituduh melakukan gerakan yang
menentang pemerintah. Namun setahun kemudian ia diperbolehkan
kembali ke Mesir berkat usaha Perdana Menteri Risyad Pasya. Pada
tahun 1894 ia menjadi anggota dewan administrasi Al-Azhar, selama
masa jabatannya itu beliau mendirikan banyak madrasah dalam rangka
mempersiapkan siswa-siswa berprestasi yang nantinya akan memasuki
perguruan tinggi Al-Azhar.
Pada tahun 1899 ia diangkat menjadi Mufti Mesir. Dalam
posisi ini ia mengupayakan untuk memperbaharui secara perlahan
sistem administrasi waqaf dan hukum. Fatwa-fatwa yang
dikeluarkannya tentang persoalan-persoalan kemasyarakatan
mencerminkan bahwa ia mempertimbangkan perkembangan modern
secara serius. Jabatan ini dipegangnya sampai saat meninggalnya pada
tanggal 11 Juli 1905 di Kairo.
2. Kontribusi Muhammad Abduh Terhadap Islam
Muhammad Abduh telah menelurkan banyak karya yang
memuat pemikirannya, yang pertama yaitu koran Al-Urwah Al-
Wutsqa yang merupakan karya bersama dengan gurunya, Jamaluddin
4
Al-Afghani dan diterbitkan di Paris. Selain itu beliau juga menulis
Risalat At-Tauhid yang membahas perjalanan sejarah ilmu teologi
Islam beserta pembahasan berbagai permasalahannya serta metode
dalam mempelajarinya. Beliau menjelaskan kaitan akal dengan syariat
beserta peran filsafat dalam perkembangan ilmu akidah itu sendiri
dengan batasan-batasan tertentu.
Beliau juga menerangkan mengenai tidak relevannya taklid
dalam Islam karena taklid akan menegasikan dan menihilkan peranan
akal manusia, padahal Allah memerintahkan untuk berpikir dan
menggunakan akal. Bahkan beliau menyebut bahwa Islam sendiri
melarang umatnya untuk bertaklid.
Selain itu Muhammad Abduh bersama muridnya, Rasyid Ridha
juga membuat majalah Al-Manar yang menjadi penyampai ide gerakan
pembaharuan dalam dunia Islam dan menjadi penerus dari surat kabar
Al-Urwah Al-Wutsqa. Dan dari majalah Al-Manar kemudian muncul
Tafsir Al-Manar yang merupakan seri kajian tafsir dalam majalah
tersebut.
Muhammad Abduh juga yang mempelopori pendirian kampus
Mesir yang baru terwujud setelah beliau wafat, dan kemudian dinamai
dengan Universitas Kairo.
3. Pemikiran dan Pengaruh Muhammad Abduh dalam Dunia Islam
Muhammad Abduh sebagaimana gurunya membawa ide
pembaharuan dalam dunia Islam dan kemudian ide pembaharuan
tersebut terus ditularkan ke seluruh dunia Islam dan menginspirasi
banyak tokoh serta organisasi Islam, di antaranya yaitu organisasi
Muhammadiyah.
Pada bidang pendidikan dan pengajaran Muhammad Abduh
berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan ‘tongkat sihir’ yang
mampu mengubah segala sesuatu dan memperbaiki kerusakan yang
ada. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya
dalam belajar dan menuntut ilmu.
5
Pendidikan menurut beliau juga harus berlandaskan pada
agama dan lahir dari ajaran-ajarannya, serta berkaitan erat dengannya.
Karena beliau yakin bahwa agama adalah solusi dari berbagai
permasalahan dalam masyarakat. Bahkan walau beliau mengajarkan
nilai nasionalisme namun dia tidak mampu menempati posisi agama
untuk membawa umat menjadi lebih baik. Bahkan beliau menganggap
menempatkan nasionalisme di atas agama akan menyebabkan
kesesatan dalam masyarakat.
Dalam bidang politik, Muhammad Abduh memandang bahwa
Islam tidak membakukan suatu sistem atau bentuk pemerintahan.
Semuanya disesuaikan dengan ijtihad yang sesuai pada masa itu
dengan catatan bahwa sistem itu harus menjamin pemeliharaan
terhadap dasar-dasar ajaran Islam. Adapun dalam perkara keduniaan
maka terdapat keleluasaan selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
B. Biografi Jamaludin Al-Afghani
1. Latar Belakang Jamaludin Al-Afghani
Kata Terlahir dengan nama Muhammad bin Shafdar di
Asadabad, Afganistan pada tahun 1838, bertepatan dengan 1254 H.
Beliau memiliki garis keturunan dari cucu Rasulullah SAW, Al-
Hussain bin Ali bin Abi Thalib, karena itulah dalam biografi-biografi
yang menuliskan jati dirinya sering diawali dengan gelar As-Sayyid
dan di akhirnya ditambah dengan nisbat Al-Hussaini.
Jamaluddin Al-Afghani besar dan tinggal di Kabul, menuntut
berbagai ilmu baik sains maupun agama serta ahli dalam ilmu
matematika. Di antara ilmu yang beliau pelajari yaitu nahwu, sharaf,
tarikh, tafsir, hadits, fikih dan ushulnya, ilmu kalam, tasawwuf, teknik,
astronomi, kedokteran, dan lain sebagainya. Dia juga menguasai
berbagai bahasa seperti Arab, Afganistan, Persia, Sansekerta, dan
Turki. Juga mempelajari bahasa Inggris, Perancis, dan Rusia.

6
Setelah menuntaskan belajarnya pada umur 18 tahun, dia
melakukan perjalanan menuntut ilmu ke India selama setahun lebih
untuk mempelajari matematika dengan metode barat. Kemudian
kembali melakukan perjalanan menuju Mekkah untuk menunaikan haji
selama hampir satu tahun hingga kemudian sampai di Mekkah pada
tahun 1273 H.
Setelah menunaikan haji Al-Afghani kembali ke negerinya dan
mengabdi pada pemerintahan Afganistan yang dipimpin oleh Amir
Dos Muhammad Khan. Namun ketika Muhammad Khan wafat dan
digantikan oleh Sir Ali Khan terjadilah perselisihan tajam antara Al-
Afghani dengan amir yang membuatnya harus bersembunyi dari
pemerintahan.
Pada akhirnya kondisi politik di Afganistan mendorong Al-
Afghani untuk meninggalkan tanah airnya pada tahun 1285 H.
Pertama-tama Al-Afghani menuju ke India, lalu Mesir, dan kemudian
menuju Istanbul yang merupakan ibukota Khilafah Utsmaniyah kala
itu. Di sana Al-Afghani dihormati dan bahkan diberikan kesitimewaan
dengan diangkat menjadi ‘Dewan Pengetahuan’.
Namun kembali Al-Afghani harus terlibat konflik dengan
tokoh ulama Istanbul yang iri terhadapnya. Ini mendorong Jamaluddin
Al-Afghani untuk kembali bepergian meninggalkan Istanbul menuju
Mesir. Kehadirannya di sana menarik perhatian para pelajar Al-Azhar
sehingga banyak yang berdatangan kepadanya untuk menimba ilmu.
Beliau membuka kelas sastra Islam di tempat tinggalnya dan dengan
usahanya membantu berkembangnya seni menulis di Mesir.
Namun reputasinya kembali memunculkan iri hati dari
segelintir orang yang menuduhnya telah melanggar batas syariat
karena mempelajari buku filsafat. Bahkan ucapan-ucapannya
dimanipulasi di distorsi agar terkesan seolah Al-Afghani berpendapat
sebagaimana para filsuf eropa. Namun berbagai tuduhan dan fitnah itu

7
tidak memudarkan reputasi Al-Afghani di mata murid-muridnya dari
kalangan Azhar ataupun yang selainnya.
Tidak lama di Mesir, kondisi politik di sana mendorong Al-
Afghani keluar darinya dan kembali menuju ke India pada tahun 1296
H. Al-Afghani kemudian menetap di Hyderabad dan menulis risalah
yang membantah madzhab dahriyyin.
Tidak lama berdiam di sana, Al-Afghani kembali melakukan
perjalanan dimulai dari Kalkuta lalu ke wilayah Eropa seperti London,
kemudian Paris. Di sana selama tiga tahun Al-Afghani bersama
muridnya, Muhammad Abduh membuat koran Al-Urwah Al-Wutsqa.
Lalu setelah itu beliau menuju ke Iran pada tahun 1303 H.
Setelah itu Al-Afghani bepergian ke beberapa tempat, di
antaranya adalah kota Moskow dan Petersburgh, Rusia. Kemudian
melanjutkan perjalanannya berkeliling di negara-negara eropa. Dan
kemudian menetap di Astanah (Istanbul) pda tahun 1310 H.
Wafat pada tahun 1897 M bertepatan dengan tahun 1315 H di
Astanah (Istanbul), Turki karena sebab penyakit kanker, adapula yang
menyebutkan bahwa Jamaludin Al-Afghani wafat karena diracuni.
2. Kontribusi Jamaludin Al-Afghani Terhadap Islam
Dalam hal madzhab keagamaan dan politik, Al-Afghani
bermadzhab Hanafi, walau dalam hal akidah beliau tidak
menggunakan metode taqlidi (konservatif) namun menurut
Muhammad Abduh beliau selalu berpedoman pada sunnah-sunnah
yang sahih, beliau juga cenderung mengikuti jalan ke-sufian. Secara
politik Al-Afghani berpedoman pada nilai-nilai Islam untuk
membangkitkan kembali kejayaannya. Di antaranya adalah
penentangan terhadap penjajahan Inggris di wilayah timur dan
mereduksi pengaruh Inggris terhadap pemimpin-pemimpin Islam
disana.
Membuat koran Al-Urwah Al-Wutsqa di Paris bersama dengan
Muhammad Abduh. Serta menulis berbagai karya semisal Taarikh Al-
8
Afghani dan Risalat Ar-Radd ‘ala Ad-Dahriyyin. Terdapat pula karya
yang memotret biografi dan pemikirannya semisal Khatirat Jamaluddin
Al-Afghani oleh Muhammad Basya, atau Jamaluddin Al-Afghani
Baa’its An-Nahdhat Al-Fikriyyah fii Asy-Syarq oleh Muhammad
Salam Madkur.
Al-Afghani juga menyusun rancangan undang-undang
kenegaraan Iran namun ditolak oleh Syah Iran karena isinya mereduksi
kekuasaan mutlak dan memperbesar pengaruh rakyat dalam wujud
majelis perwakilan.
3. Pemikiran dan Pengaruh Al-Afghani dalam Dunia Islam
Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani diantaranya yaitu
pelestarian ijtihad, pemurnian ajaran Islam dan salafiyah, penentangan
terhadap penjajahan, pan-Islamisme (persatuan Islam), penyatuan
agama dan politik, dan modernitas.
Gerakan yang dimunculkan oleh Jamaluddin Al-Afghani juga
menjadi penggerak lahirnya gerakan As-Sahwah Al-Islamiyyah
(kebangkitan Islam) yang hadir setelahnya. Hal ini terungkap dalam
konfrensi di Qairawan, Tunisia yang digagas oleh PBB pada tahun
1983 yang menyebut bahwa gerakan kebangkitan Islam berkaitan erat
dengan edukasi yang telah dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani.
Syakib Arsalan berkomentar mengenai Al-Afghani dan
menyebutnya sebagai seorang filsuf muslim yang telah menjadi lentera
perbaikan yang bersinar di ufuk timur setelah pekatnya kegelapan.
Ibnu ‘Asyur menyebutnya sebagai orang yang bijaksana, sufi, zuhud,
dan tawadhu. Muhammad Imarah menyebutnya sebagai Imam dalam
sastra, hikmah, dan pembaharuan agama.
Tidak hanya dari masyarakat timur yang menghromati Al-
Afghani, bahkan para tokoh di barat pun menaruh penghargaan yang
besar. Ernest Renan yang merupakan filsuf Perancis misalnya, merasa
seolah tengah berhadapan dengan tokoh besar seperti Ibnu Sina atau
Ibnu Rusyd ketika berdiskusi dengan Al-Afghani. Begitu pula halnya
9
dengan politikus dan orientalis Inggris, S. Blunt yang menyebut
Jamaluddin sebagai seorang jenius yang mampu memberikan pengaruh
besar pada gerakan perbaikan Islam.
Namun tidak berarti bahwa tidak ada yang menentang
Jamaluddin Al-Afghani, bahkan di antara kaum muslimin sendiri ada
yang menghujaninya dengan tuduhan dan fitnah semisal disebut zindiq
dan mulhid (atheis), yang kemudian memunculkan buku bantahan
semisal Jamaluddin Al-Afghani Baina Haqaiq At-Tarikh wa Akadzib
Luis ‘Awadh yang disusun oleh Muhammad Imarah atau Jamaluddin
Al-Afghani Al-Muslih Al-Mutaro ‘alaih oleh Muhsin Abdul Hamid.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Jamaluddin Al-
Afghani dan Muhammad Abduh sama-sama memiliki kapasitas keilmuan
agama Islam sehingga dapat saja dikategorikan sebagai seorang mujaddid
sekaligus disebut sebagai seorang modernis Islam karena membuka
paradigma untuk mengadopsi hal-hal positif dari peradaban barat selama
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh merupakan dua
orang pembaharu yang membawa ruh pergerakan perbaikan umat Islam
agar dapat membawa kembali kejayaan Islam dan kaum muslimin. Dari
gerakan inilah kemudian lahir banyak jamaah Islam yang terinspirasi
dengan teori Ash-Shohwah Al-Islamiyyah (kebangkitan Islam).
Dari sini kita juga lebih memahami bahwa Islam merupakan agama
yang sempurna dan layak pada segenap kurun masa karena memiliki sisi
murunah (elastibiltas) yang memungkinkannya merespon perkembangan
zaman yang ada. Karena itu hendaknya umat Islam tidak bersifat jumud
dan mampu mengadopsi nilai-nilai positif dari luar sejauh tidak
bertentangan dengan pokok ajaran Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Khairudin Muhammad Az-Zirkili, Al-A’lam (Beirut: Daar Al-„ilm li Al-Malayiin,


2002), cet. 15, vol. 6, hal. 168.

Muhammad Basya Al-Makhzumi, Khaatirat Jamaluddin Al-Afghani : Araa’ wa


Afkaar (Kairo: Maktabat Asy-Syuruq Ad-Duwaliyah, 2002), cet. 1, hal.
29.

Ali Shalash, Jamaluddin Al-Afghani Baina Daarisiihi (Kairo: Daar Asy-Syuruq,


1987), cet. 1, hal. 11.

Akmal Hawi, “Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani”, Medina-Te, Vol. 16 No. 1,


Juni 2017, hal. 14-20.

Muhammad Imarah, Jamaluddin Al-Afghani Baina Haqaiq At-Tarikh wa Akadzib


Luis ‘Awadh (Kairo: Daar As-Salam, 2009), cet. 1, hal. 55.

Utsman Amin, Raaid Al-Fikr Al-Mishri Al-Imam Muhammad Abduh (Kairo:


Maktabat An-Nahdhat Al-Mishriyyah, 1955), hal. 19-20.

Syaifuddin Qudsi, “Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Proses


Modernisasi Pesantren di Indonesia”, Dirosat, Volume 1 No. 1, Januari-
Juni 2016, hal. 16.

Maslina Daulay, “Inovasi Pendidikan Islam Muhammad Abduh”, Darul ‘Ilmi,


Vol. 1 No. 2, Juli 2013, hal. 82.

Muhammad Abduh, Risalat At-Tauhid (Kairo: Al-Haiat Al-„Amah Li Qushur


Ats-Tsaqafah, t.th.), hal. 21.

Redaktur Republika, “Rasyid Ridha, Tokoh Reformis Dunia Islam”, dari


https://www.republika.co.id/berita/shortlink/71358 , diakses pada tanggal
27 Desember 2018 pukul 10.30.

12
Muhammad Nashrul Aziz, “Biografi Lengkap, Sejarah, dan Karya Muhammad
Abduh”, dari https://pasberita.com/biografi-lengkap-muhammad-abduh/ ,
diakses pada tanggal 27 Desember 2018 pukul 10.35.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Muhammad Abduh”, dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Abduh , diakses pada tanggal 27
Desember 2018 pukul 10.40.

Abdurrahman Muhammad Badawi, Al-Imam Muhammad Abduh wa Al-Qadhaya


Al-Islamiyah (Ramses: Al-Mathabi’ Al-Hayyinat Al-Mishriyyat
Al-‘Ammah li Al-Kitab, 2005), hal. 77-78.

Suyuthi Pulungan, “Ide Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid


Ridha Tentang Negara dan Pemerintahan Islam”, dari
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/
144/129/ , diakses pada 27 Desember 2018 pukul 11.15.

13

Anda mungkin juga menyukai