Disusun Oleh:
M. Muniran : 22312054
Muzaki Zarkasih : 22312104
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata‟ala yang telah mencurahkan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan dosen pembimbing khususnya kepada Ibu
Munawaroh, M.Pd.I. dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
pemimpin paling mulia, manusia yang paling baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasallam, kepada keluarganya, para sahabat serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
AAMIIN YA ROBBAL „ALAMIN.
Penulisan makalah ini bertujuan Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Agama
Islam. Dimana didalamnya akan membahas tentang Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Al-Ghazali.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, bagi penulis khususnya dan
bagi teman-teman mahasiswa pada umumnya. Penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak yang membaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................2
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................11
3.2 Saran................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1Ali Issa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman
ITB), 1981, hlm. 11-12
2
di kota ini ia merenung, membaca dan menulis, selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf
sebagai jalan hidupnya.
Kemudian ia pindah ke Palestina dan disini pun ia merenung, membaca dan menulis dengan
mengambil tempat di Masjid Baitil Maqdis. Sesudah itu tergeraklah hatinya untuk menjalankan
ibadah haji, dan setelah selesai itu ia pulang ke negeri kelahirannya sendiri, yaitu kota Tus dan
disana ia tepat seperti biasanya, berkhalwat dan beribadah. Keadaan tersebut berlangsung selama
sepuluh tahun lamanya, sejak kepindahannya ke Damsyik dan dalam masa ini ia menulis bukunya
yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin.
Karena desakan penguasa pada masanya, yaitu Muhammad saudara Berkijaruk, Al-Ghazali
mau mengajar kembali di sekolah Nizhamiyah di Naysabur pada tahun 499 H. Akan tetapi
pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun, akhirnya kembali ke kota Tus lagi, dimana ia
mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara (khangak) untuk para
mutasawwifin. Di kota itu pula ia meninggal dunia pada tahun 505 H / 1111 M, dalam usia 54
tahun.2
Menurut Musthafa Galab, Al-Ghazali telah meninggalkan tulisannya berupa buku dan karyanya
sebanyak 228 kitab yang terdiri dari berbagai macam ilmu pengetahuan yang terkenal pada
masanya. Kitab-kitab tersebut diantaranya :
Di Bidang Filsafat
1. Maqashid al-Falasifat (The tendencies of the Philosophers: Tujuan Ilmu Filsafat). Berisi
mengenai ringkasan ilmu-ilmu filsafat, dijelaskan juga ilmu-ilmu mantiq, fisika dan ilmu alam.
2. Tahafut al-falasifat (The distruction of the Philosophers: Kerancuan pemikiran
para filosof). Berisi pertentangan (kontradiksi) yang ada dalam ajaran filsafat , serta
dijelaskannya juga ketidaksesuaiannya dengan akal.
3. Al-Ma’riful ‘Aqliyah (Ilmu Pengetahuan yang Rasional). Kitab ini mengungkap asal muasal
ilmu-ilmu yang rasional dan kemudianhakikat apa yang dihasilkan serta ke arah mana tujuan
pastinya.
Di bidang Agama
1. Ihya’ Ulumuddin (Revival of the Relegios Sceinces: Menghidup-hidupkan Ilmu Agama).
2. Al-munqiz min al-Dhalal ( Terlepas dari kesesatan).
2Drs. Sudarsono, SH, M.Si, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), 2010, hlm. 63-64
3
3. Minhaj ul’Abidin (the Path of the Devout: Jalan Mengabdi Tuhan).
4. Di bidang akhlak tasawuf
5. Miezan ul ‘Amal (neraca amal).
6. Kitab pendamping Ihya’ yang juga berisi akhlak dan tasawuf.
7. Kimiya us Da’adah (kimianya kebahagiaan). Berisi masalah etika yang dibicarakan dari sudut
pandang kepraktisannya dan hukum.
8. Kitabul Arba’ien (empat puluh prinsip agama). Berisi tentang soal-soal yang berhubungan
dengan akhlak tasawuf.
9. At-Tibrul Masbuk fi nashiehat el muluk(emas yang sudah ditatah untuk menasehati para
penguasa). Berisi tata karma yang berhubungan dengan pemerintahan.
10. Al-Mustashfa fil ushul (keterangan yang sudaah dipilih mengenai soal pokok-pokok ilmu
hukum).
11. Mishkat ul Anwar (lampu yang bersinar banyak). Berisi tentang kaitan akhlak dengan ilmu
aqidah dan teologi.
12. Ayyuhal Walad (wahai anakku !). Berisi nasehat kepada penguasa yang berhubungan dengan
amal perbuatan dan tingkah polah mereka dalam kehidupan sehari-hari.
13. Al-adab fi Dien(adab sopan keagamaan). Berisi perilaku manusia di dalam hubungannya
dengan etika hidup manusia.
14. Ar-Risalah al-Laduniyah (risalah tentang soal-soal batin). Berisi hubungan akhlak dengan
masalah-masalah kerohanian termasuk didalamnya soal wahyu, kata hati dan sebagainya.
Di bidang kenegaraan
1. Mustazh hiri.
2. Sir ul Alamain (rahasia dua dunia yang berbeda).
3. Suluk us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan). Buku ini memberi tahu pimpinan
bagaimana seorang kepala Negara harus menjalankan pemerintahannya demi kesejahteraan
rakyatnya.
4. Nashihat et Muluk (nasehat untuk kepala-kepala negara).
4
2.3 Hasil Pemikiran Filsafat Al-Ghazali
1. Pemikiran Al-Ghazali tentang Epistemologi
Epistemologi adalah suatu teori atau studi tentang asal-usul pengetahuan manusia, yang
meliputi kemampuan-kemampuan manusia dibidang pengetahuan dan seluk-beluk aturan
berpikirnya.3 Sebagai kritikus, Al-Ghazali adalah seorang peragu yang besar.
Ia menggunakan otoritas panca indera dan akal, seperti Rene Descartes, berpendapat bahwa
pengetahuan yang dijamin oleh panca indera tidak bebas dari ilusi dan halusinasi. Juga ada
kemungkinan penipuan melalui perbuatan-perbuatan iblis. Siapa yang tidak tahu bahwa mimpi
seseorang melihat hal-hal yang hanya terdapat dalam pikiran orang yang bermimpi itu, dan siapa
yang tidak tahu bahwa pohon-pohon dari kejauhan tampaknya jauh lebih kecil dari pada
sebenarnya, dan siapa tidak tahu bahwa tongkat da;am air tampak bengkok padahal sebenarnya
tidak.4
Persoalan tentang hakikat pengetahuan yang sekaligus juga merupakan atau berkaitan
dengan persoalan tentang kemungkinan pengetahuan yang pertanyaan pokoknya adalah: “Apakah
ada dunia yang benar-benar dilura pikiran kita, dan kalau ada apakah kita dapat mengetahuinya?,
dalam sejarah filsafat telah muncul pada masa Yunani kuno. Kaum Sophis pada abad ke-5 SM
telah mempersoalkan: seberapa jauh pengetahuan kita mengenai realitas benar-benar menrupakan
kenyataan objektif dan seberapa jauh merupakan sumbangan subjektif budi manusia? Apakah kita
mempunyai pengetahuan mengenai realitas bagaimana adanya berkaitan dengan pesoalan tersebut,
Gorgias salah seorang tokoh Sophis terkemuka menyatakan seandainya ada, kita tidak dapat
mengetahuinya, kita tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan itu. Pandangan seperti dalam
filsafat dikenal dengan Skeptisisme.
Al-Ghazali merupakan seorang yang memiliki sikap skeptis bahkan sejak ketika ia masih
sangat muda. Skeptisisme Al-Ghazali lebih berupa skeptisisme metodis. Dalam skeptisisme
metodis ini keraguan melulu dipakai sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang
realitas, pengetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya yang disebut sebagai al-‘alim al-
yaqini, suatu pengetahuan yang didalamnya hal yang diketahui menjadi sedemikian nyata sehingga
tidak ada keraguan yang melekat padanya, tidak pula disertai oleh kemungkinan kesalahan atau
kepalsuan, dan bahkan pikiranpun tak dapat menduga adanya kemungkinan seperti itu.5
8
Menurut Al-Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkatan yaitu kepuasan dan kebahagiaan
(lazzat dan sa’adah). Kepuasan ialah apabila kita mengetahui kebenaran sesuatu. Bertambah
banyak mengetahui kebenaran itu, bertambah banyak orang yang merasakan kebahagiaan.
Akhirnya kebahagiaan yang tertinggi itu ialah bila mengetahui kebenaran sumber dari segala
kebahagiaan itu sendiri. Itulah yang dinamakannya ma’rifatullah, yaitu mengenal adanya Allah
keraguan sedikit juga, dengan penyaksian hati, yang sangat yakin (musyahadatul galbi). Apabila
sampai kepada penyaksian itu, manusia akan merasakan sesuatu kebahagiaan yang begitu
memuaskan sehingga sukar dilukiskan. Al-Ghazali menyatakan menyatakan dengan terus terang
bahwa ia telah beberapa kali mengalami sendiri penyaksian itu.10
9
a. Hubungan Allah dengan alam. Hal ini meliputi empat masalah, yaitu:
- Kadimnya alam.
- Keabadian alam dan zaman.
- Allah pencipta dan pembuat alam.
- Ketidakmampuan membuktikan adanya pembuat alam.
b. Keesaan dan ketidakmampuan membuktikan-Nya (masalah kelima).
c. Sifat-sifat Illahi (masalah ke enam sampai ke duabelas).
- Meniadakan sifat-sifat Tuhan.
- Substansi al-awwal atau Tuhan bukanlah jenis atau genus dan bukan pula diferensia.
- Tuhan adalah wujud yang simpel tanpa esensi.
- Tuhan itu bukan tubuh.
- Adanya masa dan ketiadaan pencipta alam.
- Tuhan mengetahui selain diri-Nya.
- Tuhan mengetahui substansi-Nya12
d. Mengetahui hal-hal yang kecil “Juz’iyyat” (masalah ke tigabelas).
e. Masalah falak dan alam (masalah ke empatbelas sampai ke enambelas).
f. Sebab akibat (masalah ke tujuhbelas).
g. Jiwa manusia (masalah ke delapanbelas dan ke sembilanbelas)
h. Kebangkitan jasad pada hari akhirat (masalah ke duapuluh).13
Ia membuktikan bahwa para filosof tidak mampu mendatangkan bukti tentang adanya
penciptaan ataupun membuktikan tentang kemustahilan adanya Tuhan. Ia berpendapat bahwa
Zat Yang Pertama tidak bisa dibagi-bagi secara genus maupun species, Ia adalah wujud
sederhana tanpa substansi. Al-Ghazali juga mengkritik agak keras penafsiran mereka tentang
ilmu Tuhan. Ia menganggap bahwa penafsiran itu memberikan kesan bahwa Ia lebih dekat
kepada tidak tahu dibandingkan tahu.14
BAB III
PENUTUP
3.2 SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, kami yakin makalah kami jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna memperbaiki
makalah kami selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Daudy, Ahmad. Segi-Segi Pemikiran Falsafi dalam Islam. (Jakarta: PT. Bulan Bintang). 1984
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. (Jakarta: Bumi Aksara). 2004
Othman, Ali Issa. Manusia Menurut Al-Ghazali. (Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman
ITB). 1981
Qadir. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia). 1991
Sholihan. Pernak-Pernik Pemikiran Filsafat Islam Dari Al-Farabi Sampai Al-Faruqi,
(Semarang: Walisongo Press). 2010
Sudarsono. Filsafat Islam (Jakarta: Rineka Cipta). 2010
Supriyadi, Dedi . Pengantar Filsafat Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia). 2009
12