Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FILSAFAT ISLAM

AL-GHAZALI

Dosen Pengampu:
Bapak Fahmi Sobih, S.HI.,M.H

Disusun Oleh:
Nisa’a Nurusysyifa
NIM 144122014

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL


TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat & karuniaNya,
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam,
dengan judul “Al-Ghazali” tepat pada waktu yang ditentukan.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan para mahasiswa dapat memahami tentang tokoh filsuf
Al-Ghazali beserta karya & pemikirannya. Di antara nya agar mahasiswa memiliki pengetahuan yang
lebih luas sehingga bisa dipraktikan dikehidupan mendatang.

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Fahmi Sobih, S.HI.,M.H
selaku dosen mata kuliah filsafat Islam, yang membimbing penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan & pihak-pihak bersangkutan, yang
tak henti membantu & mendukung sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran & kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis pada khususnya & pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Slawi, 11 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar.....................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biografi Al-Ghazali..............................................................................................2

2.2 Karya-Karya Al Ghazali......................................................................................3

2.3 Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali.........................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat sebagaimana diketahui, merupakan segala hal hasil dari pemikiran manusia. Sedangkan
filsafat Islam ialah filsafat yang bercorak islam. Dalam kata lain, filsafat islam berarti berfikir bebas,
radikal, yang berada pada taraf makna, yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang dapat
memberikan keselamatan dan kedamaian hati.
Meskipun awalnya filsafat berasal dari Yunani, tetapi kita tidak dapat mengelak akan kehebatan
filsafat Islam dengan banyak tokoh dan karya-karyanya. Dimana hasil dari filsafat Islam tersebut,
sangat berperan penting pada keberlangsungan agama Islam hingga saat ini.
Salah satunya Al-Ghazali, yakni seorang ulama, fuqoha, sufi sekaligus tokoh filsuf yang amat
terkenal seantero dunia Islam. Melalui karya-karya nya kita dapat menilai bahwa beliau merupakan
salah satu pemikir besar yang setidaknya membawa banyak perubahan pada ke-5 Hijriyah. Dari
beberapa reverensi yang ada, penulis rangkumkan setidaknya sedikit mengenai Al-Ghazali &
bagaimana filsafatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Al-Ghazali?
2. Apa saja karya-karya Al-Ghazali?
3. Apa saja pemikiran Al-Ghazali?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi Al-Ghazali
2. Untuk mengetahui karya-karya Al-Ghazali

3. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Al-Ghazali

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Ghazali
Nama lengkap Al-Ghazali ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali
At-Tusi As-Syafi'i. Lahir pada abad kelima Hijriyah (450H/1058M), tepatnya di Tabaran, salah
satu wilayah Tus di Khurasan (Persia). Ia adalah salah seorang pemikir besar Islam yang diberi
gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran agama Islam) & Zayn Ad-Din (perhiasan agama).
Ayah Al-Ghazali adalah seorang wara' yang hanya makan dari jerih payahnya sendiri. Ia
bekerja sebagai pemintal dan penjual wol. Menurut cerita, ia seringkali mendatangi tokoh-
tokoh agama dan para ahli fiqh di berbagai majelis untuk mendengarkan nasihat-nasihatnya.
Pada masa kecil, Al-Ghazali belajar ilmu fikih pada Syekh Ahmad bin Muhammad ar-
Rasikani, kemudian Ia belajar pada Imam Abi Nasr al-Ismaili di negeri Jurjan. Setelah
mempelajari beberapa ilmu di negerinya, Al-Ghazali berangkat ke Naisabur untuk belajar pada
Imam al-Haramain. Dari sini, Al-Ghazali dapat mengusai beberapa ilmu pengetahuan pokok
pada masa itu seperti ilmu mantiq (logika), falsafah dll.
Setelah imam Al-Haramain wafat, Al-Ghazali pergi ke Al-Ashar untuk berkunjung
kepada menteri Nizam al-Muluk dari pemerintahan Dinasti Saljuk. Ia disambut dengan penuh
kehormatan sebagai seorang ulama besar, kemudian dipertemukan dengan para ulama dan
ilmuan lainnya. Semuanya mengakui ketinggian ilmu yang dimiliki Imam Al-Ghazali. Menteri
Nizam al-Muluk akhirnya melantik Al-Ghazali pada tahun 484 H/ 1091 M sebagai guru besar
(profesor) pada perguruan tinggi Nizamiyah yang berada dikota Baghdad. Al-Ghazali kemudian
mengajar di perguruan tinggi selama empat tahun. Selama menyampaikan pengajarannya, la
mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik yang datang dekat atau dari tempat
yang jauh. Hal ini tentu karena kecerdasan ilmu yang ia miliki.
Setelah berpindah-pindah & melakukan perjalanan beberapa kali, Al-Ghazali pada
akhirnya kembali ke tempat kelahirannya dan mendirikan madrasah sebagai tempat belajar para
fuqoha dan mutashawwifin. Ia membagi waktunya guna membaca Alquran, mengadakan
pertemuan dengan para fuqaha dan ahli tasawuf. Memberikan pelajaran bagi orang yang ingin
mengambil pelarajan darinya dan memperbanyak ibadah (Shalat). Imam Al-Ghazali meninggal
dunia pada hari senin tanggal 14 Jumadil akhir tahun 505 H/ 1111 M di Tusia. Jenazahnya di
kebumikan di makam al-Thahiran, berdekatan dengan makam al-Firdausi, seorang ahli syair
yang termasyhur.
Selanjutnya perlu pemahaman yang mendalam bila ingin menempatkan Al-Ghazali
dalam sejarah filsafat Islam. Perlu diteliti lebih luas melalui karya-karya yang ia ciptakan. Di
samping itu, bahwa Al-Ghazali tidak menganggap dirinya filsuf dan tidak suka dianggap
sebagai filsuf. Tetapi disisi lain, pemikir Kristen Abad Pertengahan, yang membaca karyanya
"Maqashid Al-Falasifah", sebuah paparan yang argumentatif dan objektif tentang tema-tema
filosofis penting pada zamannya, menganggapnya sebagai seorang filsuf, seperti halnya Ibnu
Sina atau Ibnu Rusyd. Ini berarti bahwa Al-Ghazali mempelajari dan mengasimilasikan filsafat
secara mendalam sebagaimana terlihat dari daya tarik teoretis dan kekuatan strukturnya. Lebih
jauh lagi, meskipun Al-Ghazali yang pada dasarnya adalah teolog, sufi, dan faqih menyerang
keras filsafat dengan berusaha menunjukkan kontradiksi- kontradiksinya, amatlah keliru jika
tasawuf dan teologinya hanya dianggap berupa doktrin praktis dan religius, mengingat
keduanya mempunyai kedalaman teoretis yang mengesankan. Selain itu, kitab "Tahâfut Al-
Falasifah" merupakan bentuk nyata Al-Ghazali dalam memahami filsafat. Karya lainnya lebih
monumental adalah sebuah karya yang mampu menggabungkan ilmu fiqh, kalam, ilmu filsafat,
dan tasawuf, yakni "Ihya Ulum Ad-Din"

B. Karya-karya Al-Ghazali
Al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat. Dalam memberikan argumentasi, ia
bersikap bijak. Ia merupakan seorang ulama & pemikir dunia Islam yang sangat produktif
dalam menulis. Sampai menjelang akhir hayatnya pun, Al-Ghazali terus berusaha mengarang
dan menulis.
Produktivitas Al-Ghazali dapat dilihat dari sejumlah karya sebagaimana dijelaskan Dr.
Badawi Thobariah dalam muqadimah Ihya Ulum al-Din. Menurutnya, karya-karya Al-Ghazali
berjumlah 47 buah yang semuanya dapat dikelompokkan pada kelompok Ilmu Filsafat, kalam,
fikih, ushul fikih, tafsir, serta ilmu akhlak dan tasawuf.
Karya-karya nya tersebut antara lain;

1. Maqasidu al-Falasifah (Tujuan Filsafat)


Buku ini merupakan karya Al-Ghazali mengenai teori-teori dasar filsafat. Yang
kemudian dari buku ini menjadi pengantar terciptanya Tahafut al-Falasifah.
2. Tahafut al-Falasifah
Tahafut al-Falasifah membahas mengenai kritikan-kritikan Al-Ghazali terhadap
pemikiran-pemikiran filsuf yang dianggapnya rancu.
3. Al-Mankhul
Buku Al-Mankhul sebetulnya merupakan catatan-catatan Al-Ghazali ketika berguru
pada Al-Haramain. Didalamnya juga ditambah pemikiran-pemikiran beliau sendiri
selama belajar dimasa tersebut.
4. Ihya Ulumuddin
Ihya Ulumuddin merupakan buku yang berbicara mengenai penyucian jiwa, selain itu
buku ini juga berbicara mengenai persoalan-persoalan dasar tentang agama.
5. Jawahirul Qur'an
Buku karya Al-Ghazali satu ini berbicara mengenai kandungan-kandungan & makan
yang ada dalam Al-Qur'an.

Ada pula buku Al-Iqtishad fi al-l'tiqad, Al-Muqidz min al-Dhalal, Al-Maqshad al-
Asnafi Ma'ani Arma'illah al-Husna, Faishal al-Tariqah bain al-Islam wa al-Zindikah, Al-
Qithaus al-Mustaqim, Al-Mutadzir, Hujjah al-Haq, Miyar al-Ilm, Al-Intishar, Itsbat al-
Nadzar, Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajib, Khulashah al-Mukhtashar, Syifa' al-Alif fi al-
Qiyas wa al-Ta'wil, Al-Dzari'ah Ila Makarim al-Syari'ah, dan masih banyak buku-buku
lainnya.

C. Pemikiran Al-Ghazali
1. Kritik terhadap para filsuf
Menurut Al-Ghazali, akal dan syara' tidak bertentangan secara hakiki, karena semuanya
adalah cahaya petunjuk dari Allah SWT. Demikian juga bahwa tidak ada hakikat agama
yang bertentangan dengan hakikat ilmiah. Al-Ghazali melihat bahwa satu sama lainnya
saling mendukung dan membenarkan. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa "Akal bagaikan
penglihatan sehat, sedangkan Al- Quran bagaikan matahari yang menebarkan sinamya. Satu
sama lainnya saling membutuhkan, kecuali orang-orang bodoh, yakni orang yang
mengabaikan akal dan mencukupkan diri dengan Al-Quran. Mereka bagaikan orang yang
melihat cahaya matahari dengan menutup kelopak mata. Tidak ada bedanya antara orang
seperti ini dengan orang buta." Dengan demikian, menurut Al- Ghazali, akal tidak mungkin
menetapkan suatu kebenaran yang dinafikan syara' dan syara' tidak akan membawa suatu
keyakinan yang tidak dapat diterima oleh akal.
Al-Ghazali menyerang kaum filsuf dalam kitab Tahâfut Al-Falasifah, karena mereka
berlebihan menggunakan akal, dan menetapkan sesuatu tanpa bukti atas nama akal. Di
samping itu, menurutnya, mereka menafikan sesuatu yang tidak ada dalil-dalil syara' yang
menafikannya.
Diantara pendapat para filsuf yang dikritisi oleh Al-Ghazali yakni;
1. pendapat bahwa alam itu azali
2. pendapat bahwa alam itu abadi,
3. pendapat bahwa Allah SWT. adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaanNya
4. menetapkan adanya Pencipta,
5. Membangun argumen untuk menunjukkan kemustahilan adanya tuhan
6. menafikan (meniadakan) sifat-sifat Tuhan,
7. pendapat bahwa substansi Tuhan bukanlah jenis dan bukan pula diferensia,
8. pendapat bahwa Al-Awwal (Tuhan) adalah wujud yang simpel tanpa esensi,
9. pendapat bahwa Al-Awwal (Tuhan) itu bukan tubuh,
10. seharusnya mereka mengatakan adanya masa dan meniadakan pencipta
11. pendapat bahwa Al-Awwal (Tuhan) mengetahui selain diri-Nya,
12. pendapat bahwa la (Tuhan) mengetahui substansi-Nya,
13. pendapat bahwa Al-Awwal (Tuhan) tidak mengetahui juz 'hyyat (yang jail
individual/partikular),
14. pendapat bahwa langit adalah awan yang bergerak dengan iradah (kehendak),
15. memberikan keterangan tentang tujuan yang menggerakkan langit,
16. pendapat bahwa jiwa-jiwa langit mengetahui semua juzziyyat(semua yang he
Windividual/partikular),
17. menyatakan kemustahilan terjadinya kejadian luar biasa,
18. pendapat bahwa jiwa manusia adalah substansi yang berdiri dengan dirinya sendiri,
bukan dengan tubuh, dan bukan pula dengan aksiden,
19. menyatakan kemustahilan fananya jiwa-jiwa manusia, dan
20. mengingkari kebangkitan tubuh-tubuh manusia, untuk merasakan kesenangan
jasmaniah di surga dan kepedihan jasmani di neraka.

Dengan segala kemampuan daya nalarnya, Al-Gazali membatalkan pendapat-pendapat pada


nomor-nomor: (1), (2), (6), (7), (8), (13), (15), (16), (17), dan (20)
dan memandang lemah argumen-argumen mereka pada nomor-nomor: (4), (5), (9), (11),
(12), (14), (18), dan (19);
serta menyatakan bahwa pandapat mereka pada nomor (3) sebagai pendapat mereka yang
bukan sebenarnya; dan sebenarnya dan seharusnya mereka berpendapat seperti pada nomor
(10).
Di akhir bukunya, Tahâfut Al-Falâsifah Al-Ghazali mengafirkan paham nomor (1), yakni
pendapat bahwa alam itu azali atau qadim, paham nomor (13), yakni pendapat bahwa Tuhan
tidak mengetahui hal-hal yang juz'i/individual/partikular) dan paham nomor (20), yakni
paham yang mengingkari adanya kebangkitan tubuh di hari akhirat. Itu berarti bahwa siapa
saja yang menganut salah satu dari tiga paham tersebut, menurut Al-Ghazali, jatuh ke dalam
kekafiran. Adapun paham- paham yang lain bila dianut, tidak membawa pada kekafiran,
meskipun paham- paham itu tidak benar atau tidak kuat argumentasi/dalilnya.

Secara khusus, ia berpendapat bahwa para filsuf menjadi kafir karena tiga masalah:
"kekekalan dunia (tesis khas Aristoteles); ketidakmungkinan Tuhan
mengetahui hal-hal partikular (tesis yang dipegang kuat-kuat oleh ibnu
Sina), dan penolakan terhadap kebangkitan jasmani dan jiwa individu. Tiga
masalah ini sudah cukup untuk mentransformasikan pesan filosofis menjadi
teori yang berpotensi merusak. Sekalipun para filsuf terbesar pada umumnya
tidak dapat dituduh kafir. Tetapi doktrin-doktrin mereka menggiring banyak
orang, menolak detail-detail agama dan Kredo, dan memercayai bahwa
semua itu adalah hukum & karya buatan manusia"

a. Paham Qadim-nya Alam


Bagi Al-Ghazali, paham qadim-nya alam membawa pada kesimpulan bahwa
alam itu ada dengan sendirinya. Tidak diciptakan Tuhan dan ini berani bertentangan
dengan ajaran Al-Quran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan
segenap alam (langit, bumi, dan segala isinya).
Yang menjadi landasan berpikir Al-Ghazali sehingga mengatakan bahwa alam
itu tidak qadim dan Tuhan yang qadim, ialah bahwa "Prinsip Pertama adalah Maha
Mengetahui, Mahaperkasa, dan Maha Berkehendak. Ia bertindak sekehendak-Nya dan
menentukan sesuatu yang la kehendaki; Ia menciptakan semua makhluk dan alam
sebagaimana la kehendaki dan dalam bentuk yang la kehendaki"
Al-Ghazali sangat menekankan kehendak Tuhan, seperti halnya dalam
penciptaan alam, bahwa kehendak Tuhanlah yang paling utama dan bahwa alam itu
diadakan setelah Dia ada.

b. Paham Tuhan tidak mengetahui juz'iyyat


Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui juz 'iyyat (hal-hal yang
juz' invidual/partikular) , pendapat ini tidak dianut oleh para filsuf Muslim. Kendati
demikian, Al-Ghazali berupaya menampilkan pandangan Ibnu Sina dengan menyatakan
bahwa Ibnu Sina berpendapat bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu, dengan
pengetahuan kulli/umum. Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa tidaklah gaib dari
pengetahuan-Nya apa saja yang ada di langit dan bumi kendati sekecil atom. Hanya saja,
Dia mengetahui hal-hal yang juz'i dividual/partikular dengan (pengetahuan) yang umum.
Menurut Al-Ghazali Tuhan Maha Segala Tahu baik besar ataupun kecil. Berbeda
dengan Ibnu Rusyd, Tuhan hanya tahu yang universal, bukan perkara yang kecil
[partikular]. Tudingan Al-Ghazali kurang-lebihnya sebagai berikut:
Yang menjadi persoalan adalah pernyataan mereka, "Tuhan yang Mahamulia
mengetahui hal-hal yang bersifat universal, tetapi tidak hal-hal yang bersifat partikular."
Pernyataan tentu bertentangan dengan "tidak ada sebutir atom pun di langit maupun di
bumi yang luput dari pengetahuan-Nya."

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Ghazali merupakan salah satu filsuf besar Islam yang lahir pada pertengahan
abad kelima Hijriyah. Dengan segala kecerdasannya ia menguasai banyak cabang ilmu
pengetahuan. Ada beberapa pendapat mengenai jumlah karya Al-Ghazali, tetapi yang
paling familiar jumlahnya ada 47buah. Ihya Ulumuddin, Maqasidu Al-Falasifah,
Tahafut al-falasifah adalah tiga diantara buku-bukunya yang paling terkenal.
Menurut nya filsafat & agama yang benar ialah tidak saling bertentangan antara
satu sama lain. Keduanya saling mendukung dan saling membenarkan. Karenanya ia
menolak pemikiran-pemikiran filsuf terdahulu yang condong mengesampingkan agama.
Karenanya ia juga mengkritik pendapat-pendapat filsuf yang menurutnya menyimpang,
dan dikumpulkan dalam satu karya nya yakni Tahafut al-falasifah.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ilyas Supena, M.Ag. 2013. Filsafat Islam. Yogyakarta. Penerbit Ombak

Prof. Dr. Juhaya S. Praja, M.A. 2013. Pengantar Filsafat Islam. Bandung. CV Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai