Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FILSAFAT ISLAM AL-FARABI

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat

DOSEN PENGAMPU:

Dr.sudirman, M.Pd.l.

Di susun oleh kelompok 9:

HERLINA (230101037)

MUHAFIZA TUNNISA (230101047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM AHMAD DAHLAN SINJAI

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "filsafat
Islam Al-Farabi" Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
menyelasaikan Makalah.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung dan menyemangati dalam penulisan makalah, yaitu:
bapak Dr.sudirman M.pd.l selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafa yang telah
memberi arahan dan bimbingan.Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi
motivasi kepada penulis.Semua pihak yang telah memberi saran dan usulan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan,
agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga kreatifitas yang kita lakukan
senantiasa mendapat berkah dari-Nya Aamiin.

Sinjai, 11 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A.Latar Belakang Masalah...................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Biografi dan pendidikan Al-Farabi..................................................................3

C. Karya-karya Al-Farabi.....................................................................................4

C. Pokok Pikiran dan pemikiran pendidikan Al-Farabi.......................................6

BAB III..................................................................................................................13

PENUTUP..............................................................................................................13

A. Kesimpulan....................................................................................................13

B. Saran..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Salah satu hal yang terpenting dalam sebuah ilmu adalah sejarah dari ilmu
itu sendiri. Sejarah sebuah ilmu akan sangat membantuseseorang dalam
mempelajarinya. Bagaimana ilmu itu dapat berkembang sedemikian rupa,
bagaimana cara berfikir dalam bidang ilmu tersebut, atau bagaimana satu
sejarah dapat merubah pola pikir dalam pemikiran seseorang. Begitu juga
sejarah ilmu-ilmu dalam peradaban Islam.Peradaban Islam muncul tidak lepas
dari berbagai pemikiran yang berkembang dalam Islam. Berbagai pemikiran
yang muncul tersebut biasadisebut filsafat Islam. Pemikiran yang berkembang
dalam filsafat Islam Memang didorong oleh pemikiran filsafat Yunani yang
masuk ke Islam.Banyak tokoh-tokoh yang lahir pada era filsafat Islam. Salah
satunya al Farabi.Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang
sangatulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa
berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles
danPlotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti
matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis
berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik,
Kitab al-Musiqa. Al-Farabi adalah seorang komentator filsafatYunani yang
sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa
berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato,Aristoteles dan
Plotinus dengan baik.

Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara. Setelah


mendapat pendidikan awal, Al-farabi belajar logika kepada orang Kristen
Nestorian yang berbahasa Suryani,yaitu Yuhanna ibn Hailan. Pada
kekahlifahan Al-Muktafi tahun 902-908Mdan awal kekhalifahan Al-Muqtadir
pada tahun 908-932M Al-farabi danIbn Hailan meninggalkan Baghdad menuju
Harran. Dari Baghdad Al-Farabi pergi ke Konstantinopel dan tinggal di sana

1
selama delapan tahun serta mempelajari seluruh silabus filsafat. Dalam
makalah ini, kami akanmembahas secara lebih lengkap tentang tokoh al-Farabi.
Biografi, pendidikan, karya-karya, hingga pemikirannya. Sehingga para
pembaca dapat mengetahui siapa itu al-Farabi.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Biografi dan pendidikan Al-Farabi ?
2. Apa saja karya karya Al-Farabi ?
3. jelaskan pokok pokok pemikiran Al-Farabi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Biografi dan pendidikan Al- Farabi

2. Untuk mengeetahui karya karya Al- Farabi

3. Untuk mengetahui pokok pokok pemikiran Al-Farabi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi dan pendidikan Al-Farabi


Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Bin Muhammad Bin Lharkhan ibn
Uzalagh al Farabi, lahir di kota Wesij tahun 259H/872M, 1 selisih satu tahun
setelah wafatnya filosof muslim pertama yaitu al-Kindi. Di Eropa ia lebih
dikenal dengan nama Alpharabius.2 Ayahnya seorang jenderal berkebangsaan
Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. Oleh sebab itu, terkadang ia dikatakan
keturunan Persia dan terkadang ia disebut keturunan Turki. Akan tetapi, sesuai
ajaran Islam, yang mendasarkan keturunan pada pihak ayah, lebih tepat ia
disebut keturunan Persia. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan
istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang
dipelajari. Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an, tata
bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits) dan
aritmatika dasar.

Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal
di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di
sana selama 20 tahun. Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu
kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi kemudian mengembara di kota Harran
yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat
kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf
Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.

1
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Madīnah al-Fadhīlah li al- Farabi, (Kairo: Nahdhoh Mishri,tt), 7
2
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: dari Masa Klasik hingga
Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 5.
3
Tahun 940 M, Al-Farabi melanjutkan pengembaraannya ke Damaskus dan
bertemu dengan Sayf al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo,
yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. Kemudian al-Farabi wafat
di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) di masa
pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).8

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia


Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia
mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik.
Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi,
pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang
sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa.
Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.

Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena


kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru
pertama dalam ilmu filsafat. Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya
menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat
politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa
dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Al-Farabi hidup pada
daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla dan di zaman
pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh
seorang Khalifah.3 Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892
M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M)
dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena
ketiadaan kestabilan politik.

C. Karya-karya Al-Farabi
Karya Al-Farabi bila apabila dibandingkan dengan karya muridnya seperti
Ibnu Sina masih kalah dalam jumlahnya. Dengan modal karyanya yang pendek
berbentuk risalah dan sedikit sekali jenis karangannya yang berupa buku besar
dan mendalam dalam pembicaraannya. Sebagian karangan al-Farabi masih
3
H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 32
4
ditemukan di beberapa perpustakaan, sehingga di dunia Islam dapat
mengenang dan mengabadikan namanya dengan ciri khas tertentu yang ada
pada karangannya adalah bukan saja mengarang kitab-kitab besar atau
makalah-makalah, namun juga memberikan ulasan-ulasan dan penjelasan
terhadap karya Aristoteles, Iskandar Fraudismy dan Plotinus. Contoh ulasan al
Farabi, terhadap karya Aristoteles adalah masalah Burhan (dalil), ibarat
(keterangan), Khitobah (cara berpidato), al Jadal (argumentasi/berdebat), Qiyas
(analogi), Mantiq (logika), dan Adapun ulasan ia terhadap karya Plotinus
adalah kitab Al Majesti fi-Ihnil Falaq, juga terhadap karya Iskandar Al-
Fraudismy tentang Maqalah Fin-nafsi. (A. Mustofa , 1997: 127)

Karya-karya nyata dari Al-Farabi Adalah;

1) Al jami;u Baina Ra’ya Al Hakimain Afalatoni Al Hahiy Wa Aristho


thials (pertemuan/pengabungan pendapat antara plato dan Aristoteles);

2) Tahsilu as Sa’adah (mencari kebahagiaan);

3) As Suyastu Al Madinah (politik pemerintahan);

4) Fususu Al Taram (hakikat kebenaran);

5) Arroo’u Ahli Al Madinati Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama


pemerintahan);

6) As Syiyasyah (ilmu politik);

7) Fi Ma’ani Al Aqli;

8) Ihsho’u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu);

9) At Tangibu ala As Sa’adah;

10) Isbatu Al Mufaraqat;

11) Al Ta’liqat.

Upaya-upaya untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran al-Farabi, maka


kitab kitabnya banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris,

5
Almania, bahasa Arab dan Prancis, Adapun karya yang pertama dari al-Farabi
yaitu

Ihsho’u Al Ulum membahas berbagai macam ilmu dan cabang-cabangnya


yang dalamnya memuat ilmu-ilmu bahasa, ilmu matematika, ilmu logika, ilmu
ketuhanan, ilmu musik, astronomi, ilmu perkotaan, ilmu fiqh, ilmu fisika, ilmu
mekanika, dan ilmu kalam. Ilmu tersebut yang mendapat perhatian besar oleh
al-Farabi adalah ilmu fiqh dan ilmu kalam. Sedangkan ilmu mantiq membahas
delapan bagian yaitu; Al Maqulaati Al Asyr (kategori), Al Ibarat (ibarat), Al
Qiyas (analogi), Al Burhan (argumentasi), Al Mawadi Al Jadaliyah (the
topics), Al Hikmatu Mumawahan (sofistika), Al Hithobah (ilmu pidato), Al
Syi’ir (puisi). (A. Mustofa , 1997: 127).

C. Pokok Pikiran dan pemikiran pendidikan Al-Farabi


1. Metafisika

Menurut Al-Farabi pembicaraan metafisika ini berkisar pada masalah


Tuhan, Wujud-Nya dan kehendak-Nya. Al-Farabi dalam usahanya untuk
memecahkan persoalan tersebut tidak terlepas dari pembahasan-pembahasan
yang dilakukan oleh para filosof-filosof sebelumnya baik dari Yunani. Di
antara persoalan itu adalah Esa dan Berbilang menjadi dasar utama bagi
bangunan filsafat keseluruhan. Filsafat Yunani membahas persoalan ini
berlandaskan pada filsafat fisika semata-mata, sedangkan filsafat Islam
persoalan ini dipindahkan pada landasan-landasan agama.

Al-Farabi membagi metafisika menjadi tiga bagian:

a. Ontologi

Ontologi yaitu ilmu yang berhubungan dengan wujud dan sifat


sifatnya sepanjang berupa wujud-wujud. Ontologi dalam pandangan
al-Farabi dibahas dalam berbagai risalahnya, yaitu Risalat il Aqal dan
Fhusus al-Hikam. Dalam risalahnya al-Farabi menjelaskan tentang
eksistensi manusia untuk memperoleh pengetahuan melalui lima
tahap, yaitu pertumbuhan, mengindera, bernafsu, mengkhayal dan
6
berpikir. secara sederhana manusia memperoleh pengetahuan melalui
daya indera, daya khayal dan daya pikir.

b. Prinsip-prinsip demonstratif (mabadi’ al-barahin)

Prinsip demonstratif merupakan ilmu yang berdiri sendiri dalam


rangka menetapkan meteri subjek ilmu teoritis, seperti ilmu logika
(manthiq). Ilmu merupakan metode untuk menghasilkan kesimpulan
yang sesuai dengan bukti rasional, mengedepankan bukti rasiona
lsesuai dengan kenyataan. Prinsip demonstratif juga merupakan
metode untuk mendapatkan pengetahuan saintifik dengan mengambil
kesimpulan yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut
al-Farabi pengetahuan demonstrasi hanya dapat ditempuh dengan
pengetahuan melalui metode demonstratif, jalan untuk
memperolehnya tidak lain adalah memalui ketetapan akal tanpa proses
observasi, esensi dan substansi. (Hafid, 2017)

c. Wujud Nonmateri

Wujud Nonmateri yaitu wujud-wujud yang bukan merupakan


benda dan tidak dalam benda. Wujud yang ketiga ini adalah berupa
bilangan-bilangan. Menurut Al Farabi bilangan adalah wujud non
material, karena ia hanya ada dalam pikiran manusia sebagai
pengetahuan-pengetahuan dan lepas dari atribut-atribut Aksidental,
serta ikatan-ikatan material. (Sholikin, 2018: 176)

2. Ilmu Ketuhanan

Al-Farabi membagi ilmu ketuhanan menjadi tiga yaitu; pertama,


membahas semua wujud dan hal-hal yang terjadi padanya sebagai wujud.
Kedua, membahas prinsip-prinsip dalam ilmu-ilmu teori juz’iyat yaitu ilmu
tentang berdiri sendiri karena penelitiannya tentang wujud tertentu. Seperti
ilmu mantiq (logika), matematika atau ilmu juz’iyat yang lainnya. Ketiga,
membahas semua wujud yang tidak berupa benda-benda ataupun berada
dalam benda-benda itu.
7
3. Wujud

Merurut al-Farabi wujud dibagi dua bagian yaitu; pertama, wujud yang
mungkin atau wujud yang nyata karena lainnya, seperti wujud cahaya yang
tidak akan ada, jikalau tidak ada matahari. Kedua, wujud nyata dengan
sendirinya, wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri yang
menghendaki wujud-Nya yaitu wujud yang diperkirakan tidak ada, maka
akan timbul sebuah kemusyrikan. Kalau tidak ada, maka yang lain pun tidak
akan ada sama sekali, karena Ia adalah sebab pertama bagi semua wujud
yang ada, dan wajib yang wujud ini adalah tuhan. Al-Farabi menyatakan
bahwa Allah Swt adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa suatu
sebab.

4. Sifat-sifat Tuhan

Tuhan Adalah tunggal (Esa). Ia tidak berbeda dari zat-Nya, Tuhan


merupakan akal (pikiran) murni, karena yang menghalang-halangi sesuatu
untuk menjadi obyek pemikiran adalah benda, maka sesuatu itu adalah
benda. Apabila wujud sesuatu tidak membutuhkan benda, maka sesuatu itu
adalah benar-benar akal. Al Farabi berusaha keras dalam menunjukkan ke-
Esaan Tuhan dan keunggulan-Nya dan bahwa sifat-sifat-Nya tidak lain
adalah zat Nya sendiri.

5. Epistemologi

disebutkan bahwa asal kata epistemologi adalah gabungan dari dua kata,
yaitu Episteme dan Logos. Dari gabungan dua kata tersebut, muncul istilah
epistemologi, yang diartikan sebagai cabang filsafat yang menyelidiki
tentang keaslian pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu
pengetahuan.

Atas dasar pandangan ini, maka al Farabi telah meletakkan dasar filsafat
bagi “Ontologi” dan Epistemologi, bagaimana al-Farabi memperhatikan
tentang daya dan kekuatan manusia dalam memperoleh ilmu. Kelihatannya
bangunan di aspek Ontologi dan Epistemologi telah dikupas oleh al Farabi
8
dalam berbagai risalahnya: Risalat Il Aqal Dan Fhusus al-Hikam. Dalam
risalahnya al-Farabi menjelaskan tentang eksistensi manusia untuk
memperoleh pengetahuan melalui lima tahap pertumbuhan, mengindera,
bernafsu, mengkhayal dan berpikir Dari kelima tahap itu secara sederhana
menurut al-Farabi manusia memperoleh pengetahuan melalui daya indera,
daya khayal dan daya pikir yang dilekatkan dengan pembagian diri manusia
dalam tiga aspek, yaitu nafs, jism dan ruh. (Hafid, 2017: 234)

6. Psikologi

Umumnya para filosof muslim mengikuti aliran Aristoteles dalam hal


jiwa manusia, yaitu berupa daya makan, daya indra, dan daya pikir yang
berbeda dengan Plato, bahwa jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu
keinginan, emosi dan berpikir; akal menguasai keinginan nafsu dan emosi,
sehingga dengan demikian tercapailah keutamaan yang pokok bagi manusia.
Pemikiran tentang jiwa al-Farabi terbagi tiga bagian yakni:

a. Jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan


berkembang biak.

b. Jiwa binatang yang mempunyai daya gerak, pindah dari satu tempat
ke tempat, dan daya menangkap dengan pancaindra

c. Jiwa manusia, yang mempunyai hanya satu daya, yaitu berpikir yang
disebut akal

7. Moral dan Etika

Konsep moral yang ditawarkan oleh al-Farabi dan menjadi hal penting di
dalamkarya-karyanya, berkaitan dengan jiwa dan politik. Dalam buku
Risalah Fi At-Tanbin ‘ala As-Sa’adah, al-Farabi menekankan empat jenis
sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat bagi setiap bangsa dan warga negara yang di dalamnya,
yakni:

9
a. Keutamaan teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan diperoleh
melalui belajar dan mengajar.

b. Keutamaan pemikiran adalah yang memungkinkan orang mengetahui


hal hal bermanfaat dalam tujuan. Mampu membuat aturan-aturan.

c. Keutamaan akhlak, bertujuan untuk mencari kebaikan. Jenis


pemikiran ini berada di bawah dan menjadi syarat keutamaan
pemikiran,

d. Keutamaan amaliah.

Selain keutamaan di atas, al-Farabi menyarankan agar tidak bertindak


berlebihan yang dapat merusak jiwa dan fisik, atau dengan kata lain
mengambil posisi tengah-tengah. Ketika manusia berhenti di keutamaan
berpikir saja, hidup manusia hanya akan ada dalam dunia idea, maka perlu
diimbangi oleh keutamaan moral karena walau bagaimanapun jiwa manusia
harus seimbang.

8. Teori Kenabian

Filsafat kenabian Al-Farabi erat kaitannya antara nabi dan filosof dalam
kesanggupannya untuk mengadakan komunikasi dengan ‘Aql Fa’al.
Menurut al Farabi, manusia dapat berhubungan dengan ‘Aql Fa‘al melalui
dua cara, yakni penalaran atau renungan pemikiran dan intuisi
(ilham/wahyu).

Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan yang


dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya ketuhanan.
Sedangkan cara kedua hanya dapat dilakukan oleh nabi para nabi Allah,
bukan orang biasa. Karena ini berkaitan dengan kekuatan lahir dan batin,
sebagai sosok yang menerima titah dan pesan Ilahi (risalah) yang
mengantarkannya menjadi seorang nabi atau seorang rasul. Oleh karena itu,
nabi yang menerima kenabian melalui wahyu. (Rusfian Effendi, 2017).

9. Filsafat Politik

10
Filsafat kenabian dekat hubungannya dengan teori politik al-Farabi.
Uraian mengenai dalam hal ini terdapat di bukunya yang berjudul “Ara’
Ahl-Madinah al Fadilah” sebagai bagian-bagian yang satu dengan yang lain
dekat hubungannya dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang harus
dijalankan untuk kepentingan seluruh badan. Dalam kota (masyarakat)
kepada masing-masing anggota harus diberikan kerja yang sepadan dengan
kesanggupan masing-masing. Pekerjaan yang terpenting dalam masyarakat
adalah kepala masyarakat, yang dalam tubuh manusia serupa dengan
pekerjaan akal. Karena kepalalah sumber dari segala peraturan dan
keharmonisan dalam masyarakat. Ia mesti harus bertubuh sehat dan kuat,
pintar, cinta dan mengerti pada ilmu pengetahuan, juga pada keadilan.
(Harun Nasution, 1973: 32). Menurut al Farabi, negeri yang tidak baik itu
banyak macamnya, misalnya negeri yang fasik, negeri yang bodoh
(jahiliah), dan negeri yang sesat (dhallah).

Negara yang bodoh menurut Al Farabi ada lima macam; pertama, Negeri
darurat, yaitu negeri yang penduduknya hanya memperoleh minimum dari
kebutuhan hidup, makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Kedua,
Negeri kapisitas, yaitu negeri yang penduduknya mementingkan kekayaan
dan harta benda. Ketiga, Negeri gila hormat, yaitu negeri yang penduduknya
hanya mementingkan kehormatan saja. Keempat, Negeri hawa nafsu, yaitu
negeri yang hanya mementingkan prilaku kekejian dan berfoya-foya.
Kelima, Negeri anarkis, yaitu negeri yang setiap penduduknya ingin
merdeka dan melakukan keinginan masing masing. (Harun Nasution, 1973)

10. Logika

Menurut Al-Farabi logika mempunyai kedudukan yang mudah


dimengerti, sebagaimana kedudukannya antara tata Bahasa dengan
kedudukannya, dan ilmu mantra dengan syair. Ia menekankan praktek dan
penggunaan aspek logika, dengan menujukan bahwa pemahaman dapat diuji
lewat aturan-aturannya, sebagaimana dimensi, volume, masa ditentukan
oleh ukuran. Masalah logika al Farabi adalah topik-topik yang membahas
11
masalah aturan-aturan pemahaman. Topik topik itu dikelompokkan menjadi
delapan, yaitu; The Categories (Pengelompokan/kategori), On Intepretation
(Penafsiran), Prior Analytics (Pengupasan pertama), Posterior Analytics
(Pengupasan kedua), Dialectic (Topik), Sophistics (Sofistik), Rhetoric
(Retorik), Poetics (Puisi). (Majid Fakhry , 2022: 42)

11. Emanasi

Pada filsafat ini al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak


timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha Satu, tidak berubah, jauh dari
materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada
apapun. Kalau demikian maka hakikat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya
alam materi yang banyak ini dari yang Maha Satu? Menurut al-Farabi alam
terjadi dengan cara emanasi.

Al-Faidh menurut al-Farabi adalah semacam teori emanasi yang


dikeluarkan Plotinus. Apabila terdapat suatu zat yang kedua sesudah yang
pertama, maka itu zat yang kedua ini adalah sinar yang keluarnya dari yang
pertama. Sedang Ia (Yang Esa) adalah diam, sebagaimana keluarnya sinar
yang berkilauan dari matahari, sedang matahari ini diam. Selama yang
pertama ini ada, maka semua makhluk terjadi dari zat Nya, timbullah suatu
hakikat yang bertolak keluar. Hakikat ini sama halnya seperti form sesuatu,
di mana sesuatu itu keluar darinya

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Bin Muhammad Bin Lharkhan ibn
Uzalagh al Farabi, lahir di kota Wesij tahun 259H/872M, 4 selisih satu tahun
setelah wafatnya filosof muslim pertama yaitu al-Kindi. Di Eropa ia lebih
dikenal dengan nama Alpharabius Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan
musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke
Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Setelah kurang lebih
10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi
kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat
itu Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian
belajar filsafat dari Filsuf Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad
Al-Farabi meninggalkan lebih dari 100 karya tulis dan sebagai masih
terselamatkan dan tersusun di Baghdad dan Damaskus, di antaranya; 1) Al
jami;u Baina Ra’ya Al Hakimain Afalatoni Al Hahiy Wa Aristho-thials; 2)
Tahsilu as Sa’adah; 3) As Suyastu Al Madinah; 4) Fususu Al Taram; 5)
Arroo’u Ahli Al Madinati Al Fadilah; 6) As Syiyasyah; 7) Fi Ma’ani Al Aqli;
8) Ihsho’u Al Ulum; 9) At Tangibu ala As Sa’adah; 10) Isbatu Al Mufaraqat;
dan 11) Al Ta’liqat.

Adapun pokok pikiran al-Farabi di antaranya adalah tentang Metafisika


yang membaginya menjadi Ontologi, Prinsipprinsip demonstratif (mabadi’ al-
barahin) dan Wujud Nonmateri. Kemudian lagi tentang ilmu Ketuhanan,
tentang Wujud, tentang sifat-sifat Tuhan, tentang Epistemologi, Psikologi,
moral dan etika, teori kenabian, masalah filsafat politik, dan logika. Masalah
yang paling menarik dalam dunia Islam adalah pemikirannya tentang proses
terjadinya alam semesta memalui pancaran, yaitu alam semesta tercipta dari
pancaran dari akal-akal Tuhan yang saling berkaitan yang disebut proses
emanasi.

4
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Madīnah al-Fadhīlah li al- Farabi, (Kairo: Nahdhoh Mishri,tt), 7
13
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat,apabila ingin memahami lebih luas tentang
materi mengenai filsafat al farabi, ada baiknya untuk membaca buku- buku
terkait masalah tersebut,karena kami menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan dan kami sangat berharap saran dan kritik dari pembaca agar
sekiranya kami dapat belajar dari kesalahan yang kami buat.Semoga makalah
ini bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pada pembaca pada
umumnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wiyono, M. (2016). Pemikiran Filsafat Al-Farabi. Substantia: Jurnal Ilmu-


Ilmu Ushuluddin, 18(1), 67-80.
Nuthpaturahman, N., & Ahmad, A. (2022). POKOK PIKIRAN FILSAFAT AL-
FARABI. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan dan Kedakwahan, 15(29), 65-75.

Majid, A. (2019). Filsafat Al-Farabi Dalam Praktek Pendidikan Islam. Manarul


Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 19(1), 1-13.

15

Anda mungkin juga menyukai