Anda di halaman 1dari 19

CORAK PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah pada Mata Kuliah
Geneologi Pemikiran Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Semester I Program Pascasarjana IAIN Bone
Tahun 2021

Oleh

AFIAH
NIM. 861082021024

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas limpahan nikmat dan

karunianya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, meskipun masih jauh

dari kesempurnaan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah

Muhammad sallalahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Semoga kita

selaku pengikut setianya dapat menegakkan nilai-nilai sunnah secara integral dalam kehidupan

pribadi dan sosial.

Diselesaikannya makalah ini diharapkan dapat memotivasi terciptanya komunitas pelajar

di lingkungan kampus kita ini. Karena kreativitas serta keterlibatan teman-teman dalam

keseluruhan aspek pembelajaran menjadi target yang harus diprioritaskan.

Akhirnya, kami menyadari segala kekurangan yang melekat pada makalah ini, untuk itu,

kritik dan saran dari semua dosen, teman-teman, dan semua pihak yang berkompeten merupakan

suatu hal berharga dan sangat berarti dalam menyempurnakan makalah ini. Semoga segala

iktikad dan ikhtiar yang dilakukan hamba mendapatkan rahmat dari ridha Allah subhana

wata’ala.

Bone, 12 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  .................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN                       

A. Latar Belakang .................................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................2

C. Tujuan ..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN                         

A. Tokoh-tokoh Pemikiran Filsafat Islam..............................................3

B. Corak Pemikiran Filsafat...................................................................7

 BAB III PENUTUP                      

A. Kesimpulan .....................................................................................13

B. Saran ...............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Yunani merupakan tempat tonggak awal mula munculnya filsafat

kemudian berkembang di beberapa kota Yunani. Pemikiran filosuf masuk ke

dalam dunia Islam melalui filsafat yunani. Filsafat barat muncul di yunani kira-

kira abad ke 7 sebelum masehi. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir

dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar mereka dan

tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan ini. Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang

mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan

kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat

kebenaran segala sesuatu.

Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendikiawannya adalah

muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain.

Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat

yunani terutama Aristoteles, dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya

dengan ajaran agama Islam. Kedua, Islam adalah agama Tauhid. Maka bila dalam

filsafat lain masih mencari tuhan, dalam filsafat Islam justru tuhan sudah

ditemukan. Dalam arti bukan berarti sudah usang. Filsuf Islam lebih memusatkan

perhatiannya kepada manusia, dan alam karena sebagaimana diketahui,

pembahasan tuhan hanya akan menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada

finalnya.

1
2

Ketika membahas filsafat Islam maka terdapat beberapa tokoh-tokoh yang

disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali

dan lain sebagainya. Kehadiran para tokoh ini memperkenalkan filsafat Islam dan

dikembangkan. Berdasarkan penjelasan diatas maka makalah ini akan membahas

corak pemikiran filsafat Islam yang didalamnya akan dijelaskan hasil pemikiran

filosof dunia seperti Al-Kindi, Al-Farabi dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah pokok pada penelitian ini

yaitu: “Bagaimana corak pemikiran filsafat Islam”. Mengacu pada pokok masalah,

maka sub masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Siapa saja tokoh-tokoh pemikiran filsafat?

b. Bagaimana corak pemikiran filsafat?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk tokoh-tokoh pemikiran filsafat

b. Untuk mengetahui bagaimana corak pemikiran filsafat


BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh- Tokoh Pemikiran Filsafat

Jika dilihat dari aspek sejarah, kelahiran ilmu filsafat Islam

dilatarbelakangi oleh adanya usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu filsafat ke

dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik. Usaha tersebut

melahirkan sejumlah filsuf besar muslim. Dunia Islam belahan timur yang

berpusat di Baghdad dan dunia Islam belahan barat yang berpusat di Cordoba,

Spanyol.1

1. Filsuf Islam di Wilayah Timur

a. Al-Kindi dan Pemikiran Filsafatnya

Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Ibnu

Sabbah Ibnu Imran Ibnu Ismail bin Muhammad bin al-Ash’ats bin Qais al-

Kindi.2 Al-Kindi berasal dari suku Kindah di Yaman, tetapi ia lahir di Kufah

(Irak) pada tahun 796 M dan meninggal dunia sekitar tahun 866 M.3 Adapun

pemikiran filsafat Al-Kindi yang terdiri atas filsafat pengetahuan

(epistemologi), filsafat ketuhanan (metafisika), filsafat jiwa (al-nafs) dan

akal, dan filsafat alam.4

b. Al-Farabi dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzalagh al-

Farabi atau yang biasa dikenal sebagai al-Farabi lahir di Wasij, sebuah

dusun kecil dekat Farab Transoxiana pada tahun 870 M dari ayah seorang

jenderal keturunan Turki. Sejak kecil, al-Farabi mempunyai kecakapan luar

biasa dalam bidang bahasa. Setelah besar, al-Farabi meninggalkan negerinya

1
Asep Slaiman, Mengenal Filsafat Islam (Cet. I; Bandung: Yrama Widya, 2016), h. 5.
2
Asep Slaiman, Mengenal Filsafat Islam, h. 9.
3
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam (Cet. I; Yogyakarta: Ircisod, 2019), h. 45.
4
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal (Cet. I; Makassar: Carabaca, 2016), h. 88.

3
4

menuju Baghdad yang menjadi pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan

saat itu. Di Baghdad, al-Farabi belajar logika kepada Abu Bisyr bin Mattius,

dan ilmu nahwu kepada Abu Bakar as-Sarraj.5 Adapun pemikiran al-Farabi

diantaranya adalah filsafat epistemologi, filsafat ketuhanan/ metafisika,

filsafat emanasi, dan filsafat akal.6

c. Ibnu Sina dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Ali Husein ibn Abdillah ibn Sina lahir di Afshanah, suatu

tempat yang terletak di dekat Bukhara pada tahun 980 M. di kota Bukhara,

Ibnu Sina banyak belajar kepada sejumlah guru, antara lain al-Natili,

seorang sufi Ismai’li dan seoranggrosil asal India yang menguasai

aritmatika. Ibnu Sina mempelajari ilmu-ilmu agama, astronomi dan sudah

hapal al-Qur’an saat berusia sepuluh tahun. Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina

sudah mampu belajar filsafat dan kedokteran secara autodidak, bahkan

mencapai kedudukan sitimewa, sehingga banyak orang belajar kepadanya.

Pada usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai menuangkan gagasan-gagasannya

secara tertulis.7 Adapun pemikiran Ibnu Sina diantaranya adalah filsafat

ketuhanan, filsafat emanasi, dan filsafat jiwa.8

d. Ar-Razi dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya ar-Razi atau yang

dikenal dengan ar-Razi, lahir di Ray (bagian selatan Teheran) provinsi

Khurasan pada tanggal 1 Sya’ban 250 H/ 864 M. Ar-Razi merupakan

dokter pertama yang menggunakan kimia dalam tradisi pengobatan.

Sebelum menjadi filsuf dan dokter, ar-Razi pernah menjadi tukang intan,

penukar uang, dan pemain kecapi. Beliau meninggal pada bulan Sya’ban

5
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 50-51.
6
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awa, h. 94.
7
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 57.
8
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 60.
5

tahun 313 H atau bertepatan dengan 27 Oktober 925 M di kota

kelahirannya.9 Adapun pemikiran ar-Razi diantaranya adalah filsafat lima

kekal, filsafat rasionalis, dan filsafat moral atau etika.

e. Ibnu Maskawaih dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Ya’kub ibnu Maskawaih atau

dikenal sebagai Ibnu Maskawaih, lahir di kota Rayy (Teheran) pada 330 H

941 M dan wafat pada 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1032 M. Gelarnya

adalah Abu Ali, yang bagi kaum Syiah dipandang sebagai yang berhak

menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat Islam

sepeninggalnya. Gelar ini juga disebut al-Khazim yang berarti

bendaharawan disebabkan pada masa kekuasaan Adhud al-Daulah dari Bani

Buwaihi ia memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawan. 10 Adapun

pemikiran Ibnu Maskawaih diantaranya adalah filsafat ketuhanan, filsafat

jiwa, filsafat kenabian, dan filsafat moral (akhlak).11

f. Al-Ghazali dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali atau yang

dikenal dengan al-Ghazali, lahir di kota kecil yang terletak di dekat Thus,

propinsi Khurasan, Republik Islam Irak pada tahun 450 H/ 1058 M ada

juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 1056, 1050, 1059 M.

nama al- Ghazali berasal dari ghassal, yang artinya tukang pintal benang,

karena pekerjaan ayah al-Ghazali adalah memintal benang wol. Ghazali

juga diambil dari kata Ghazalah, yaitu sebuah nama kampong kelahiran al-

Ghazali.12 Adapun pemikiran al-Ghazali diantaranya adalah metafisika,

iradat tuhan, dan etika (akhlak).


9
Asep Slaiman, Mengenal Filsafat Islam, h. 25..
10
A. Heris Hermawan dan Yaya Sunarya, Filsafat Islam (Cet. 1; Bandung: Insan Mandiri,
2011), h. 73.
11
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 98.
12
A. Heris Hermawan dan Yaya Sunarya, Filsafat Islam, h. 89.
6

2. Para Filsuf Islam di Wilayah Barat

a. Ibnu Bajjah dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Bakr ibn al-Sayigh atau yang lebih dikenal dengan Ibnu

Bajjah dalam literatur Arab, dan Avempace dalam literature latin. Lahir

di Saragossa menjelang akhir abad ke-11, Ibnu Bajjah kemudian pindah

ke Seville, kemudian ke Granada dan akhirnya keracunan dan

meninggal dunia pada usia yang relatif muda di Fez, Maroko pada

1138.13 Adapun pemikiran Ibnu Bajjah diantaranya adalah filsafat

epistemologi (akal dan pengetahuan), filsafat ketuhanan, dan moral

(etika).14

b. Ibnu Thufail dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail atau yang

lebih dikenal Ibnu Thufail lahir di Wadi Asy dekat Granada pada tahun

1110 M. Kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran, kesusastraan,

matematika, dan filsafat.15 Adapun pemikiran Ibnu Thufail diantaranya

adalah metafisika (ketuhanan), epistemologi, fisika, dan manusia.16

c. Ibnu Rusyd dan Pemikiran Filsafatnya

Abu Al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd atau yang lebih

dikenal Ibnu Rusyd lahir di Cordoba pada tahun 1126 M dan

mengenyam pendidikan Bahasa Arab, fiqh, kalam, dan kedokteran dari


17
sejumlah guru hingga berusia 40 tahun. Adapun pemikiran Ibnu

Thufail diantaranya adalah filsafat ketuhanan, akal, filsafat alam, dan

fisika.

B. Corak Pemikiran Filsafat


13
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 63.
14
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 119.
15
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 68.
16
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 111.
17
Zaprulkhan, Pengantar Filsafat Islam, h. 73.
7

Corak pemikiran filsafat Islam terdiri atas tiga corak besar yang

berpengaruh hingga saat ini. Corak pertama disebut sebagai corak filsafat

paripatetik (masyaiyah). Corak filsafat ini amat kuat dipengaruhi oleh

pemikiran Aristoteles. Corak kedua adalah filsafat israqi (iluminasionisme).

Filsafat israqi adalah konsep yang dilahirkan oleh filsuf Suhrawardi yang

menggabungkan antara mistisme Persia, platonisme dan tradisi filsafat Islam.

Sedangkan yang terakhir adalah corak pemikiran muta’aliyah atau hikmah al-

muta’aliyah yang dilahirkan oleh seorang pemikir jenius bernama Mulla

Sudra. Ketiga corak inilah yang mengisi sejarah pemikiran filsafat Islam.18

1. Filsafat Paripatetik (Mashsha’iyah)

Filsafat paripatetik merupakan gabungan Aristotelian dan Neoplatonis

sebagai corak pertama filsafat Islam, yang mencapai kematangannya ditangan

Ibnu Sina. Menurut tradisi pemikiran Islam dikenal dengan “Masysya’i” yang

berarti berjalan.19 Makna mashsha’iyah dapat ditinjau dari dua pendekatan,

yaitu ontologi dan metodis. Secara ontologis, mazhab mashsha’iyah

merupakan sintesa ajaran- ajaran Islam dengan filsafat Aristotelianisme dan

Neoplatonisme, yang dilakukan oleh para filosof, yaitu Iransyahri, al-Kindi,

al-Farabi, Abu Sulayman al-Sijistani, dan Ibn Sina, sebagai penyempurna

sehingga mazhab mashsha’iyah menampilkan wujud yang utuh. Sedangkan

secara metodologis/ sebagai suatu aliran, mazhab mashsha’iyah adalah sebuah

metode perumusan kebenaran dengan pendekatan argumentasi rasional

(rasionalisasi) secara demonstratif (burhani).20

Akhir abad ke 2 H, sebagian besar naskah Yunani sudah

18
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 57.
19
Fathul Mufid dan Subaidi, Madzhab Ketiga Filsafat Islam Transenden Teosofi (Cet. I;
Jawa Barat: Goresan Pena, 2020), h. 2.
20
Hasan Bakti Nasution, “Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam”, Theologia, Vol. 27,
No.1, Juni 2016, h. 75-76.
8

diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Melalui terjemahan ini, filosof dan

ulama Islam mulai bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran baru. Mereka

sangat antusias untuk mengetahui lebih lanjut perihal pemikiran tersebut.

Oleh karena itu, sang guru kedua, al-Farabi berusaha keras menjelaskan dan

mengomentari pemikiran- pemikiran plato dan Aristoteles. Setelah itu, Ibnu

Sina melanjutkan langkah besar al-Farabi dengan memberikan komentar

terhadap pandangan filsafat dan logika Aristoteles. Filsafat Aristoteles disebut

juga dengan filsafat paripatetik dan mereka yang mengikuti filsafat ini disebut

aliran paripatetik.21 Beberapa tokoh dalam aliran ini antara lain:

a. Al-Kindi. Sebagai filsuf awal, pemikiran utamanya ialah mengenai upaya

menghubungan agama dengan filsafat. Pemikiran ini dituangkan dalam

karyanya Fi Falsafah al-Ula. Kemudian, sebagai pengembangan kalam.

Al- Kindi juga mengajukan pembuktian Tuhan yang lebih rasional. Dalam

kaitan ini beliau mengajukan tiga argumentasi, yaitu untuk membuktikan

adanya Tuhan, Al-Kindi menggunakan 3 (tiga) argumen (dalil) sebagai

berikut pertama, barunya alam. Menurut Al Kindi, alam ini ada sebab yang

mendahuluinya dan berarti ada permulaan, karena itu ia baru. Kedua,

keseragaman dan kesatuan. Dalil ini berpijak pada kenyataan bahwa alam

empiris tidak terlepas dari adanya keseragaman yang bersumber dari

kesatuan, atau sebaliknya, adanya dua lingkaran tersebut tentu bermula

dari suatu pengatur (tadbir/Mudabbir) yaitu Tuhan. Ketiga, pengendalian.

Suatu dalil yang didasarkan pada keteraturan alam tentu tidak terlepas dari

adanya pengatur dan pengendali, yaitu Tuhan. Dengan demikian

keberadaan Tuhan rasional adanya secara akali dan empiris.

b. Al-Razi. Filsuf ini juga berupaya mecairkan hubungan agama dengan

filsafat melalui pemikirannya tentang "Filsafat Lima Kekal". Menurut teori


21
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 59.
9

ini terdapat lima yang kekal, yaitu Allah Ta'ala (al-bari ta'ala), jiwa

universal (an-nafs al-kulliyah), materi pertama (al-maddat al-'ula), tempat

yang mutlak (al-makan al-muthlag), dan zaman yang mutlak (al zaman al-

muthlag).

c. Al-Farabi. Filsuf ini berupaya mengadakan arabisasi terhadap term-term

filsafat, sehingga berupaya menampilkan kaitan filsafat dengan masalah

yang lebih besar, seperti masalah penciptaan alam (emanasi), masalah

negara (al-madinah al-fadhilah) dan lain-lain. Pemikirannya yang

sistimatis mengenai ilmu menyebabkan filsuf ini digelar sebagai guru

kedua setelah Aristoteles. Upaya al-Farabi lainnya ialah upaya pemaduan

di antara Plato dan Aristoteles, sebagai induk dari Aristotelianisme dan

Neoplatonisme. Upaya ini dilakukan dengan menulis sebuah buku berjudul

Al-Jam'a Bayna Ra'yay al-Hákaimayn Aflaton al-ilahi wa Aristhi (The

Book of Accord Between The Ideals of the Devine Plato and Aristo).

d. Ibn Sina. Filsuf ini berasa di puncak peripatesis, sehingga wajah utuhnya

nampak. Kecuali melanjutkan kajian terhadap pemikiran Al-Farabi, seperti

penyempurnaan teori emanasi, juga merumuskan konsep ontologi (filsafat

wujud) sehingga kesan adanya pertentangan wujud menjadi tertepis.

Dalam kaitan ini beliau mengajukan tiga kategori (taksonomi) wujud, yaitu

wajib ada (wajib al-wujud), mustahil ada (mustahil al-wujud) dan mungkin

ada (mumkin al-wujud), Kajiannya yang utuh dan menyeluruh membuat

beliau diberi gelar sebagai "mahaguru" (Syekh al-Ra’is).

e. Ikhwanussafa. Berbeda dengan filsuf lainnya yang bersifat individual,

Ikhwanussafa merupakan kelompok kajian filsafat. Obsesi utamanya ialah

menampilkan filsafat yang damai dengan agama. Hal ini dilakukan sebagai

reaksi terhadap pemikiran filsuf sebelumnya, terutama Al-Razi, yang


10

dipandang lebih dekat dengan filsafat dibanding syari'at. Oleh karena itu,

sumbangan tepenting kelompok ini ialah sebagai penyelamat wajah filsafat

yang sedikit ternoda oleh pemikiran Ar-Razi, terutama dengan konsep lima

kekalnya.

f. Imam Ghazali. Imam Ghazali merupakan batas akhir dari fase pertama

peripatetik, terutama dengan lahirnya buku beliau yang berjudul Maqashid

al-Falsafah, yang ditulis untuk melihat filsafat secara utuh. Namun karena

semangat pencarian kebenaran Imam Ghazali yang intens, buku ini

menghasilkan karya baru, yaitu Taháfut al-Falasifah (Kerancuan para

filosof).22

2. Israqi (Iluminasionisme)

Pertengahan abad ke 6 H muncul seorang tokoh besar yang dikenal

dengan Syaikh Syihabuddin Suhrawardida dijuluki dengan Syaikh Israq.

Beliau banyak mengkritik gagasan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dan

akhirnya menimbulkan kegemaran baru pada pemikiran baru. Filsafat Syaikh

Israqi ini disebut filsafat iluminasi. Mereka yang mengikuti aliran ini disebut

dengan iluminasionis atau is’raqi.23

Pemikiran ilumianasi secara ontologis maupun epistemologis, lahir

sebagai reaksi atau alternatif atas kelemahan-kelemahan yang terjadi pada

filsafat sebelumnya khususnya paripatetik. Menurut Suhrawardi, filsafat

paripatetik yang sampai saat itu dianggap paling unggul dan valid ternyata

mengandung bermacam kekurangan. Pertama, secara epistemologis, ia

tidak dapat menggapai seluruh realitas wujud. Ada sesuatu yang tidak bisa

dicapai oleh penalaran rasional bahkan silogisme rasional sendiri pada saat

tertentu tidak bisa menjelaskan atau mendefenisikan sesuatu yang


22
Hasan Bakti Nasution, “Madzhab Paripatesis (Masy-sya’iy) dalam Filsafat
Islam”,Analitica Islamica, Vol. 1, No.2, 2012, h. 187-189.
23
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 59.
11

diketahuinya. Kedua, secara ontologis, Suhrawardi tidak bisa menerima

konsep paripatetik mengenai eksistensi-esensi. Bagi Suhrawardi yang

fundamental dari realitas adalah esensi bukan eksistensi. Esensilah yang

primer sedangkan eksistensi hanya sekunder, hanya merupakan sifat dari

esensi dan hanya ada dalam pikiran.24

3. Muta’aliyah atau Hikmah Al-Muta’aliyah

Awal abad ke 11 H kembali muncul filosof besar bernama Shadr al-

Muta’allihin. Filsafatnya membawa angin segar bagi perkembangan filsafat

Islam. Banyak teori baru yang beliau kemukakan dalam beberapa bab

pembahasan filsafat. Baik itu dalam pembahasan ontologi maupun dalam

pembahasan teologi. Filsafat beliau disebut hikmah muta’aliyah.25

Dua aliran utama filsafat sebelum Hikmah Al-Muta’aliyah, yaitu filsafat

paripatetik dan filsafat iluminasi secara jelas saling beroposan satu sama lain.

Paripatetik sebagai filsafat, mendasarkan prinsipnya pada bentuk silogisme

Aristotelian yang sangat rasional terutama ditangan Ibnu Sina. Paripatetik

tidak akan membicarakan sebuah persoalan yang tidak terbukti secara

rasional. Sementara filsafat iluminasi meyakini bahwa pengetahuan dan

segala sesuatu yang terkait dengannya hanya bisa dicapai melalui proses

syuhudi, dan proses tersebut hanya bisa dicapai dengan melakukan upaya

latihan ruhani untuk mendapatkan ilmu cahaya. Hikmah Al-Muta’aliyah

memunculkan sebuah warna baru diantara aliran filsafat sebelumnya. Dalam

pandangan Shadra, baik akal maupun ruhani keduanya merupakan bagian

tidak terpisahkan dalam filsafat dan meyakini bahwa isyraqi tanpa

argumentasi rasional tidaklah memiliki nilai apapun begitu pula sebaliknya.

24
Khudori Soleh, Filsafat Islam dari Klasik Hingga Kontemporer (Cet. I; Yogyakarta: Ar-
ruz Media, 2016), h. 139.
25
Ibrahim, Filsafat Islam Masa Awal, h. 59-60.
12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pemaparan mengenai corak pemikiran filsafat Islam,


maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat Islam melahirkan para filosof muslim baik dari dunia Islam
belahan timur yang berpusat di Baghdad yang diantaranya adalah al-
Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, ar-Razi, Ibnu Maskawaih, dan al-Ghazali
maupun filsuf muslim dari belahan barat yang berpusat di Cordoba,
Spanyol diantaranya adalah Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, dan Ibnu Rusyd.
Para tokoh filsuf Islam tersebut memiliki pemikiran filsafat Islam
masing-masing.
2. Corak pemikiran filsafat Islam terdiri atas tiga, pertama, filsafat
paripatetik merupakan sintesa ajaran-ajaran Islam dengan filsafat
Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan menggunakan metode
perumusan kebenaran dengan pendekatan argumentasi rasional
(rasionalisasi) secara demonstratif (burhani). Kedua, filsafat Israqi
(Iluminasionisme) meyakini bahwa pengetahuan dan segala sesuatu yang
terkait dengannya hanya bisa dicapai melalui proses syuhudi, dan proses
tersebut hanya bisa dicapai dengan melakukan upaya latihan ruhani untuk
mendapatkan ilmu cahaya. Ketiga, Muta’aliyah Atau Hikmah Al-
Muta’aliyah, baik akal maupun ruhani keduanya merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam filsafat.

13
14

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah ini, penulis mengharapkan


agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Corak
Pemikiran Filsafat Islam. Selain itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca yang sangat membantu dan bermanfaat
demi kelancaran penyusunan makalah selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, A. Heris dan Yaya Sunarya. Filsafat Islam. Cet. 1; Bandung: Insan
Mandiri, 201.

Ibrahim. Filsafat Islam Masa Awal. Cet. I; Makassar: Carabaca, 2016.

Mufid, Fathul dan Subaidi. Madzhab Ketiga Filsafat Islam Transenden Teosofi.
Cet. I; Jawa Barat: Goresan Pena, 2020.

Nasution, Hasan Bakti. “Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam”, Theologia,


Vol. 27, No.1, Juni 2016.

Nasution, Hasan Bakti. “Madzhab Paripatesis (Masy-sya’iy) dalam


Filsafat Islam”,Analitica Islamica, Vol. 1, No.2, 2012.

Slaiman, Asep. Mengenal Filsafat Islam. Cet. I; Bandung: Yrama Widya, 2016.

Soleh, Khudori. Filsafat Islam dari Klasik Hingga Kontemporer. Cet. I;


Yogyakarta: Ar- ruz Media, 2016.

Zaprulkhan. Pengantar Filsafat Islam. Cet. I; Yogyakarta: Ircisod, 2019.

15

Anda mungkin juga menyukai