Anda di halaman 1dari 24

"IBNU SINA"

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam.

Dosen Pembimbing: Drs. H. Ramlan Thalib, M.M.Pd

Pk

Disusun Oleh:
Kelompok 5

1. Muhammad Sirajul Huda


2. Muhammad Taupik Munawar

MA’HAD ALY
PONDOK PESANTREN RASYIDIYAH KHALIDIYAH
AMUNTAI KALIMANTAN SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاتة‬

Alhamdulillahirabbil ‘alamin puji syukur tak lupa kami panjatkan kepada Allah SWT
atas taufik, rahmat, hidayah dan nikmat-Nya kepada umat manusia sejagat raya, terutama
bagi umat Islam yang selalu berada dalam dekapan dan lindungan-Nya dan yang lebih dan
terlebih khususnya lagi bagi kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah (Filsafat
Islam) dengan judul Ibnu Sina, yang sangat jauh dari kata sempurna ini. Karena tidak ada
yang sempurna didunia ini kecuali Dia yang maha sempurna yaitu, Allah SWT.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:teman-teman dan dosen pengampu yang telah memberikan kami dukungan, kasih
sayang, dan kepercayaan yang begitu besar. Begitu pula dengan kesabaran dalam mendidik
kami.

Kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk memperbaiki hasil makalah ini. Dari
kritik dan saranlah setiap kesuksesan itu berawal. Semoga makalah ini dapat membantu
dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para kita semua. Amin ya
robbal ‘alamin.

Balangan, 05 Mei 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI …..................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah …..................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian …................................................................... 2

B. Tujuan …................................................................... 2

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dinamika pemikiran dalam dunia Islam tetap berkembang sampai sekarang.
Kenyataan ini dimungkinkan terjadi berkat doktrin yang menghargai akal setinggi
mungkin sebagai salah satu sumber pengetahuan dan kebenaran.

Menurut Ibnu Sina, jiwa merupakan satu kesatuan dan memiliki wujud sendiri. Jiwa
nihil sebagai fungsi-fungsi fisikan dan tugasnya ialah untuk berfikir dalam rangka ini,
jiwa memerlukan tubuh. Pada mulanya tubuh menolong jiwa manusia untuk berpikir.

Namun, jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan maka sebaliknya, tubuh
hanya akan menjadi penghalang bagi jiwa untuk berkembang. Karena jiwa merupakan
satu unit sendiri yang terlepas dari badan. Inilah sebagian pendapat yang makalah ini
akan kami jelaskan lebih lanjut mengenai filsafat Ibnu Sina.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini terdapat beberapa pembahasan yang terkait dengan Biografi Dan
Pemikiran Ibnu Sina sebagai berikut:

1. Apakah Pengertian dari Biografi?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Biografi Ibnu Sina.


2. Mengetahui macam-macam pemikiran Ibnu Sina.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BIOGRAFI
Biografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dab
graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang
kehidupan seseorang.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama


dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan
bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang
memaparkan peranan subyek biografi itu.

Biografi adalah suatu kisah atau keteranan tentang kehidupan seseorang yang
bersumber pada subyek rekaan (non-fiction/kisah nyata). Sebuah biografi lebih konfleks
daripada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, tetapi
juga menceritakan tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian
tersebut yang menonjolkan perbedaan perwatakan termasuk pengalaman pribadi.

B. TUJUAN
1) Biografi Ibnu Sina

Ibnu Sina nama lengkapnya adalah Abu Ali Husein Ibn Abdillah Ibn Sina, atau
disebut juga dengan nama Syaikh al-Rais Abu ‘Ali al-Husein bin Abdullah Ibnu Sina,
dan Negara-negara barat namanya lebih dikenal dengan sebutan Avicena. Ia
dilahirkan di Persia pada bulan Syafar 370 H/980 M. Namun orang Turki, Persia dan
Arab mengklaim Ibnu Sina sebagai bangsanya. Hal ini dikarenakan ibunya
berkebangsaan Turki, sedangkan ayahnya peranakan Arab.

Tentang keahlian Ibnu Sina ada pendapat yang mengatakan sejak kecil ia telah
banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang ada dizamannya seperti fisika,
matematika, kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, ia sudah dikenal

2
sebagai dokter, dan atas panggilan istana ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibn
Mansyur sehingga pangeran tersebut pulih kembali kesehatannya. Setelah orang
tuanya meninggal, ia pindah ke Jurjani, suatu kota didekat laut Kaspia, dan disanalah
ia mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran yang kemudian dikenal
dengan nama al-Qanun fi-al-Thib. Selanjutnya ia pindah ke Ray, suatu kota disebelah
Teheran dan bekerja untuk Ratu Sayyadah dan anaknya, Maj al-Daulah. Kemudian
Sultan Syam al-Daulah yang berkuasa atas Hamdan (bagian barat Iran) mengangkat
Ibn Sina menjadi menterinya.

Diantara Filosof Islam, Ibnu Sinalah yang paling banyak menulis buku ilmiah,
mulai dari soal yang pokok sampai kepada soal-soal yang bersifat cabang. Diantara
bukunya yang terkenal ialah al-Syifa yang berisi filsafat dan terdiri atas empat bagian
yaitu; logika, fisika, matematika dan metafisika. Kitab ini terdiri dari delapan belas
jilid tebal. Selanjutnya ia menulis kitab al-Qanun fi al-Thib. Buku ini sangat tebal dan
terdiri dari lima bagian yang terdiri dari ilmu kedokteran, cara-cara pengobatan yang
dilakukan para dokter dahulu hingga zamannya, mengenai ilmu astronomi, jenis-jenis
penyakit, cara menjaga kesehatan, penyakit menular yang terjadi lewat air dan debu,
penyakit lever, jantung, saraf dan serangan jantung. Karya beliau berikutnya adalah
al-Najah yang berisi ringkasan kitab al-Syifa, dan kemudian kitab al-Isyarat wa al-
Tanbihat, suatu kitab ilmu hikmah yang mengandung kata-kata mutiara dari berbagai
ahli fakir yang ditulis dalam bahasa yang padat dan indah.

Ibnu sina adalah filosof muslim yang telah membangun system filsafat yang
lengkap dan terperinci, suatu system yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim
selama beberapa abad, meskipun ada serangan-serangan dari al-Ghazali. Pengaruh ini
terwujud, bukan hanya karena ia memiliki system, tetapi karena system yang ia miliki
itu menampakkan keasliannya, yang menunjukan jenis jiwa yang jenius dalam
menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan untuk merumuskan
kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual hellenisme yang ia warisi dan
lebih jauh lagi dalam system keagamaan Islam. Keaslian yang membuat dirinya unik
tidak saja terjadi dalam Islam, tetapi juga terjadi di Abad Pertengahan, karena disana
terjadi pula perumusan kembali teologi Katolik Roma yang dilakukan oleh Albert
Yang Agung, dan terutama oleh Thomas Aquinas yang secara mendasar terpengaruh
oleh Ibnu Sina.

3
Karakteristik paling dasar dari pemikiran Ibnu Sina adalah pencapaian defenisi
dengan metode pemisahan dan pembedaan konsep-konsep secara tegas dan keras. Hal
ini memberikan kehalusan yang luar biasa terhadap pemikiran-pemikirannya.Tatanan
itu sering memberikan kompleksitas skolastik yang kuat dan susunan yang sulit dalam
penalaran filsafatnya, sehingga mengusik temperamen modern, tetapi dapat
dipastikan, bahwa tatacara ini jugalah yang diperoleh dalam hampir seluruh doktrin
asli para filosof kita. Tata cara ini memungkinkannya untuk merumuskan kembali
prinsif-prinsifnya yang sangat umum dan mendasar bahwa pada setiap konsep yang
jelas dan berbeda, harus terdapat distinction in re, yaitu suatu prinsif yang pada
akhirnya Descartes juga menggunakannya sebagai dasar bagi tesisnya tentang
dualisme akal tubuh. Keberhasilan dan pentingnya prinsif analisis ini didalam system
Ibnu Sina, sangat menarik perhatian, ia mengemukakan secara berulang ulang pada
setiap kesempatan, dalam pembuktian-pembuktiannya tentang dualisme tubuh dan
akal.

2) Ahli Filsafat
Popularitasnya tentang falsafah melampuai batas-batas tanah airnya dan dunia
Islam seluruhnya, dan menjangkau jauh kepada beberapa abad sesuadah
meninggalnya. Baik di timur maupun di barat namanya tetap menjadi buah b ibir
bermilliun manusia, terutama daikalangan para sarjana dan terpelajar. Buku-buku
karangannya diterjemahkan didalam berbagai bahasa di dunia, dan dipelajari di
Universitas-Universitas sebagai mata pelajaran pokok.
Dari semua filosof-filosof Islam yang terkenal di dunia barat dalam zaman
pertengahan yang paling menonjol ketinggian inteleknya ada dua, yaitu Ibnu Sina dan
Ibnu Rusyd. Dari buah karangan Ibnu Sina itu, orang barat mengenal Aristoteles.
Demikian pula dari karangan Ibnu Rusyd yang telah menterjemahkan fikiran
Aristoteles. Seluruh ensiklopedi dari Aristoteles telah diterjemahkan dari bahasa Arab
dengan komentar-komentar filosof Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu rusyd, Al-Gazali dan
lain-lain.

Dengan mengemukakan betapa besar pengaruh falsafah Ibnu Sina, baik di


Timur maupun di Barat, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen (terutama
Khatolik), dan kemudian berbagai pendapat tentang corak khusus bagi falsafahnya
yaitu “Avicinnisme”. Ibnu Sina mengajarkan tentang Tuhan, adalah absolut, Zat yang
awal, Maha Sempurna Ilmu (Intelligence), yang telah menjadikan intelligence yang

4
kedua ( yaitu yang pertama dari tingkat yang kedua), dan dari sini terjadinya
intelligen-intelligen yang lain, dari timbulnya active intellect yanga ada pada dunia
manusia tingkat terakhir. Dari tiap bahagiannya secara bergiliran berjalan jiwa dan
badan dari seseorang dalam alam falak, yang semenjak demikian menjalankan
geraknya.

Didalam alam di bawah bulan, berkembanglah dengan “active intellect”


segala tumbuh-tumbuhan, hewan dan jiwa rasional manusia, dan dari yang terakhir ini
bisa munculnya intellect dan immoral. Dari segala keterangan diatas, ternyata bahwa
Ibnu Sina bukanlah hanya mentaati pendapat Aristoteles saja, tetapi pula dia
mengambil pendapat dari Neo Platonist yang berasal dari Plotinus.

Michael Mamura dalam Encyclopedia of Philosophy mengemukakan tentang


falsafah Yunani yang diambil Ibnu sina. “Ibnu Sina telah menempa suatu sistem
falsafah yang lengkap, yang didalam bahagian besar dia berhutang kepada Aristoteles.
Tetapi sistemnya itu tidak bisa secara tepat dianamakan aliran Aristotle. Baik dalam
epistemologi (asas pengetahuan) ataupun dalam metafisika, dia menerima diktrin Neo
Platonic, yang dirumuskannya menurut caranya sendiri. Pengaruh-pengaruh Yunani
anatara lain : Plato dalam falsafah politik, Galen dalam psikologi, Stoics dalam ilmu
logika. Tapi yang paling dekat lagi adalah pengaruh teologi dan falsafah Islam. Betapa
besarnya pengaruh agama Islam terhadap aliran yang didirikannya. Tentang hal inilah
dunia kristen merasa curiga terhadap Ibnu Sina karena ia selalu mengakhiri tiap-tiap
tafsirnya dengan pendapatnya sendiri.

3) Doktrin Tentang Wujud


Doktrin Ibnu Sina tentang Wujud, sebagaimana filosof Muslim terdahulu,
misalnya al-Farabi, bersifast emanasionistis. Dari Tuhanlah, Kemaujudan Yang
Mesti, mengalir intelegensia pertama, karena hanya dari yang tunggal, yang mutlak
sesuatu dapat mewujud. Tetapi sifat intelegensi pertama itu tidak selamanya mutlak
satu, karena ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin, dan kemungkinannya
itu diwujudkan oleh Tuhan. kontradiksi, karena dengan demikian yang lain pun juga
tidak akan ada. Argumentasi kosmologis yang didasarkan pada doktrin Aristoteles
tentang sebab pertama, akan sia-sia dalam membuktikan adanya Tuhan. Meskipun
demikian Ibn Sina tidak memilih untuk membangun argumen ontologis.

5
Sesungguhnya menurut Ibnu Sina, Tuhan menciptakan sesuatu karena adanya
keperluan yang rasional. Dunia secara keseluruhan, ada bukan Berkat kedua sifat itu,
yang sejak saat itu melingkupi seluruh ciptaan di dunia, intelegensia pertama
memunculkan dua kemaujudan yaitu : (1) intelegensi kedua melalui kebaikan ego
tertinggi dari adanya aktualitas, dan (2) lingkungan pertama dan tertinggi berdasarkan
segi terendah dari adanya, kemungkinan alamiahnya.
Perarakan intelegensi immaterial dari Wujud Tertinggi dengan cara
pemancaran dimaksudkan untuk menambah sesuai dengan pendapat yang diilhami
oleh Teori Pemancaran Neo-Platonik pendapat yang lemah dan tak dapat
dipertahankan tentang Tuhan dari Aristoteles yang mengatakan bahwa tidak ada
terusan dari Tuhan Yang Esa, kepada dunia, yang banyak. Menurut filosofi Muslim,
meskipun Tuhan tinggal di dalam diri-Nya sendiri dan jauh tinggi diatas dunia yang
diciptakan, tetapi terdapat hubungan perantara antara kekekalan dan keniscayaan yang
mutlak dari Tuhan.

Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak;
sedang segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena
ketunggalannya, maka apakah Tuhan itu ? dan kenyataan ia ada, bukanlah dua unsur
dalam satu wujud tetapi satu unsur atomic dalam wujud yang tunggal. Tentang apakah
Tuhan itu, hakikat Dia, adalah identik dengan eksistensi-Nya. Hal ini bukan
merupakan kejadian bagi wujud lainnya, karena tidak ada kejadian lain yang
eksistensinya identik dengan esensinya, dengan kata lain, misalnya seorang Eskimo
yang tidak pernah melihat gajah, ia tergolong salah seorang yang berdasarkan
kenyataan itu sendiri mengetahui bahwa gajah itu ada. Demikian halnya adanya
Tuhan adalah suatu keniscayaan, sedang adanya sesuatu yang lain hanya mungkin
dan diturunkan dari adanya Tuhan, dan dugaan bahwa Tuhan itu tidak ada
mengnadung karena kebetulan, tetapi diberikan oleh Tuhan, ia diperlukan, dan
keperluan ini diturunkan dari Tuhan. Inilah prinsif Ibnu Sina tentang eksistensi secara
singkat.

Dari sudut pandang metafisik, teori itu berupaya melengkapi analisis


Aristoteles tentang suatu maujud menjadi dua elemen yang diperlukan, yaitu bentuk
dan materi. Menurut Aristoteles bentuk sesuatu adalah jumlah total dasar dan kualitas-
kualitas yang dapat diuniversalkan yang membentuk defenisinya; materi setiap
sesuatu memiliki kemampuan untuk menerima kualitas-kualitas tersebut dan dengan

6
bentuk itu maka terjadilah eksistensi individu. Tetapi terdapat dua kesulitan besar
dalam konsep ini dari sudut pandang eksistensi sesuatu yang sebenarnya. Pertama,
bentuk adalah universal, karena itu, tidak ada. Demikian pula materi, sebagai wujud
potensialitas murni, menjadi tidak ada, karena hal itu mewujud hanya melalui bentuk.
Kemudian, bagaimana sesuatu itu menjadi ada dengan tidak adanya bentuk dan
materi?. Kesulitan kedua timbul dari kenyataan bahwa, meskipun Aristoteles secara
umum berpendapat bahwa defenisi atau esensi dari sesuatu adalah bentuknya, tetapi ia
pada bagian penting lainnya, bahwa materi juga termasuk dalam esensi sesuatu
tersebut, dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa kita hanya memiliki defenisi
sebagian dari padanya. Kemudian bila kita menganggap bentuk dan materi sebagai
penyusun defenisi, maka kita tidak akan mencapai eksistensi sesuatu secara nyata. Ini
adalah batu ujian yang dihadapi oleh seluruh kerangka Aristoteles yang membahas
tentang wujud yang terancam oleh kehancuran.

Ibnu Sina berkeyakinan bahwa hanya dari bentuk dan materi saja anda tidak
akan pernah mendapatkan eksistensi yang nyata, tetapi hanya kualitas-kualitas
esensial kebetulan. Ia telah menganalisis dalam kesempatan yang panjang, hubungan
antara bentuk dan materi dalam as-Syifa, dimana ia menyimpulkan bahwa bentuk dan
materi itu bergantung kepada Tuhan, dan lebih jauh lagi eksistensi yang tersusun juga
tidak bias hanya disebabkan oleh bentuk dan materi saja, tetapi harus terdapat sesuatu
yang lain. Akhirnya ia menjelaskan kepada kita bahwa ‘ segala sesuatu kecuali Yang
Esa, yang esensi-Nya Tunggal dan maujud memperoleh eksistensinya dari sesuatu
yang lain didalam dirinya sendiri, ia layak untuk mendapatkan ketidakadaan yang
mutlak. Oleh karena itu dapatlah dibayangkan bahwa eksistensi sesungguhnya
bukanlah bentuk benda, tetapi ia lebih merupakan hubungan dengan Tuhan. Bila anda
memandang benda dalam kaitannya dengan adanya perantara Tuhan yang
mengadakan, maka benda itu ada, dan benda itu ada karena keniscayaan. Tapi bila
keluar dari hubungannya dengan Tuhan, maka adanya sesuatu itu hilanglah pengertian
dan maknanya. Inilah aspek hubungan yang ditunjukan oleh Ibnu Sina dengan istilah
‘kejadian’ dan mengatakan bahwa eksistensi itu adalah suatu kejadian.

Istilah ‘kejadian’ menurut Ibnu Sina memiliki pengertian filosofis lain yang
tidak ortodok. Ia menyangkut hubungan suatu kemaujudan nyata dengan esensi atau
bentuik tertentunya, yang juga Ibnu Sina menyebutnya kejadian. Penggunanaan istilah
‘kejadian’ adalah sangat menyeluruh dalam filsafat Ibnu Sina, karena itu tanpa

7
mengetahui artinya secara benar, orang akan salah tafsir terhadap doktrin-doktrin
dasarnya. Sekarang, bila dua konsep dapat dibedakan secara jelas, maka keduanya itu
harus menunjukkan dua ontologis yang berbeda. Bila kedua konsep semacam itu
bersama-sama mewujud dalam sesuatu, Ibn Sina menggambarkan hubungan timbale
balik keduanya itu sebagai kejadian, yaitu mereka menjadi bersama, meskipun
masing-masing mewujud secara terpisah, sebagai contoh, antara esensi dan
kemaujudan, antara universalitas dan esensi.

Menurut Ibnu Sina, esensi maujud dalam pikiran Tuhan (dan dalam pikiran-
pikiran intelegensi-intelegensi aktif) sebelum hal-hal yang ada itu maujud didalam
dunia lahiriah, dan mereka juga ada dalam pikiran kita setelah mereka itu maujud.
Tetapi dua tingkat keberadaan esensi ini sangat berbeda. Dan dalam perbedaan itu
tidak hanya karena adanya pengertian bahwa yang satu bersifat kreatif, sedang lainnya
bersifat imitative. Tetapi sesungguhnya, esensi itu tidak universal dan tidak pula khas,
tetapi hanyalah esensi. Kemudian ia menyatakan kekhasan dan universalitas adalah
“kejadian” yang terjadi pada esensi. Universalitas terdapat padanya hanya didalam
pikiran-pikiran kita, dan Ibnu Sina mengambil pandangan fungsional secara keras
tentang yang universal ; pikiran kita mengabstraksi yang universal dan konsep-konsep
yang umum, dimana hal itu dapat merangkum keragaman yang tak terbatas dari dunia
ini secara ilmiah, yaitu dengan menghubungkan bangunan mental yang identik
dengan sejumlah obyek. Didunia lahiriah, esensi tidak maujud, kecuali dalam
pengertian metephorik, artinya dalam pengertian bahwa obyek-obyek itu membiarkan
dirinya untuk dianggap identik.

4) Hubungan Jiwa-Raga
Ibnu Sina menekankan eratnya hubungan antara jiwa dan raga sehingga dapat
mempengaruhi akal. Sudah barang tentu semua perbuatan-perbuatan dan keadaan-
keadaan psikofisik lainnya memiliki kedua aspek tersebut, yaitu mental dan fisik.
Filsafat Ibn Sina di ilhami oleh pemikiran neo-Platonis dan dipengaruhi oleh
kegemaran spritual metafisiknya sendiri, dimensi baru ini tidak lagi semata-mata
sebuah dimensi. Segi materi dari alam terliputi oleh segi mental dan spritualnya,
walau sebagai seorang medis, ia gemar mempertahankan pentingnya keadaan fisik,
terutama yang berkenan dengan karakter emosi dan kata hati. Sungguh seperti yang
kita lihat, seni medisnya membantu dirinya untuk menjajaki sejauh mana pengaruh
mental atas keadaan-keadaan tubuh.

8
Pada taraf yang paling lazim pengaruh fikiran atas tubuh tampak tak
dipaksakan:kapanpun pikiran ingin menggerakkan tubuh, maka tubuh akan
menaatinya. Misalnya pengaruh emosi dan kemauan. Ibnu Sina mengatakan,
berdasarkan pengalaman medisnya, bahwa sebenarnya secara fisik orang-orang yang
sakit, hanya dengan kekuatan kemauannyalah, dapat menjadi sembuh, dan begitu pula
orang-orang yang sehat dapat menjadi benar-benar sakit bila terpengaruh oleh
pikirannya bahwa ia sakit. Demikian pula jika sepotong kayu diletakkan melintang
diatas jalan setapak, orang dapat berjalan diatasnya dengan baik, tetapi jika kayu
tersebut diletakan sebagai jembatan dan dibawahnya terdapat jurang yang dalam,
orang hampir tak dapat melintas diatasnya tanpa benar-benar jatuh. Ini karena ia
menggambarkan benar-benar kepada dirinya tentang kemungkinan jatuh sedemikian
rupa sehingga kekuatan alamiah tubuhnya seperti yang digambarkannya itu.
Sebenarnya kalau jiwa cukup kuat, jiwa dapat menyembuhkan badan tanpa
sarana apapun. Dan disini Ibnu Sina menunjukkan bukti dari fenomena hipnosis dan
sugesti. Ia mempergunakan pertimbangan-pertimbangan ini untuk menunjukkan
kemungkinan keajaiban-keajaiban yang merupakan masalah kenabian. Ibnu Sina
menjelaskan gejala-gejala seperti sihir, sugesti dan hipnosis adalah bentuk pengaruh
pikiran terhadap tubuh yang dianggap gaib. Sifat-sifat gaib dinisbahkan kepada
obyek-obyek seperti hewan, logam dan sebagainya, yang dengan melalui ahli sihir
atau ahli hipnotis dapat mempengaruhi secara gaib. Namun satu-satunya prinsif yang
dikemukan Ibnu Sina adalah merujukkan kemanjuran kepada keadaan khusus dari
pikiran itu sendiri. Ini berlandaskan kepada anggapan dasar bahwa memang sudah
kodratya pikiran mempengaruhi materi dan materi menaati pikiran. Ini dikarenakan
jiwa berasal dari prinsif-prinsif tertentu yang lebih tinggi yang membungkus materi
dengan yang terkadung didalamnya, sehingga bentuk-bentuk ini benar-benar
merupakan materi. Jika prinsif-prinsif ini dapat memberi kualitas-kualitas, tanpa perlu
ada kontak fisik, tindakan atau pengaruh. Bentuk yang ada pada jiwa adalah sebab
dari apa yang terjadi pada materi.
5) Teori Pengetahuan
Sesuai dengan tradisi Yunani yang universal, Ibnu Sina memberikan seluruh
pengetahuan sebagai sejenis abstraksi untuk memahami bentuk sesuatu yang
diketahui. Penekanan utamanya yang sangat mungkin diuraikan olehnya sendiri,
adalah pada tingkat-tingkat daya abstraksi ini dalam pemahaman yang berbeda-beda.
Dengan demikian persepsi Indrawi memerlukan sekali kehadiran materi untuk bisa
9
memahami; imajinasi adalah bebas dari kehadiran materi yang nyata, tetapi tak dapat
memahami tanpa pelekatan-pelekatan dan kejadian-kejadian materi yang memberikan
ke khususannya kepada imajinasi, sedangkan dalam akal sendiri bentuk murni
dimengerti secara univesal.
Kunci utama doktrin Ibnu Sina tentang persepsi ialah pembedanya antara
persepsi internal dan eksternal. Persepsi internal adalah kerja panca indra ekternal.
Ibnu Sina membagi persepsi internal secara formal menjadi lima unsur, kendatipun ia
menunjukkan keraguan yang amat sangat terhadap obyek ini. Unsur pertama adalah
sensus communis yang merupakan tempat semua indra. Unsur kedua adalah indra
imajinatif yang merupkan indra yang melestarikan imaji-imaji perseptual. Unsur
ketiga adalah indra nalar yang merupakan tempat akal praktis. Unsur keempat adalah
wahm merupakan penyerap gerakgerik non bendawi seperi kegunaan dan
ketidakgunaan, cinta dan benci kepada obyek-obyek materi. Unsur kelima adalah niat
yang merupakan penyimpan ingatan dalam gagasan.
Doktrin wahm merupakan unsur yang paling asli dalam ajaran psikologi Ibn
Sina dan sangat dekat dengan apa yang oleh para psikolog modrn digambarkan
sebagai “Respon Saraf” subyek terhadap respon tertentu. Imajinasi dan persepsi hanya
menyatakan kepada kita tentang kualitas-kualitas perseptual dari sesuatu, ukurannya,
warnannya, bentuknya dan sebagainya. Respon saraf ini bekerja pada taraf yang
berbeda-beda. Pada taraf pertama, respon ini bersifat instingtif murni seperti seorang
ibu yang secara naluriah merasa cinta dan sayang kepada bayinya. Hal ini terjadi
tanpa pengalaman sebelumnya dan menjadi semacam ilham alamiah mendarah daging
dalam jasad organismenya. Respon kedua bekerja pada taraf empiris semu seperti
seseorang yang secara irasional mengasosiasikan warna kuning madu dengan warna
dan rasa pahit empedu, tidak mau minum madu, hal ini menunjukkan gejala-gejala
rasa seperti empedu. Jadi penilaian perseptualnya terkadang bisa keliru.
Doktrin tentang akal, Ibnu Sina membedakan antara akal potensial didalam
diri manusia dan akal aktif diluar diri manusia. Karena pengaruh serta petunjuknya
akal potensial berkembang dan menjadi matang. Pada dasarnya yang menjadi masalah
adalah asal kesadaran manusia dan hal ini dijelaskan berdasarkan anggapan tentang
akal transenden supra manusiawi yang bila akal manusia siap menerimanya maka
akan dianugerahkan pengetahuan kepada akal manusia. Menurut Ibnu Sina bahwa
akal potensial pada manusia adalah unsur yang tak dapat dibagi-bagi, tidak bersifat
materi, dan tak dapat dirusak, sekalipun akal ini dibangkitkan pada waktu tertentu dan
10
sebagai sesuatu yang bersifat pribadi bagi setiap individu. Hal ini mengandung
konsekwensi keagamaan, karena menurut al-Farabi hanya orang-orang yang berakal
majulah yang dapat bertahan hidup sedangkan yang lainnya sirna dalam kematian
untuk selama-lamanya, sedangkan menurut Ibnu Sina malah mempertahankan
kekekalan jiwa manusia.
Asal muasal pengetahuan itu bersifast misterius dan melibatkan intuisi pada
tiap tahapannya, tidaklah sedemikian benar untuk mengatakan “saya mengetahuinya”
sebagai pengakuan. Segala penguasaan atas pengetahuan menurut Ibnu Sina memiliki
kualitas menyerupai do’a. Diperlukan upaya dari manusianya, responnya merupakan
tindakan Tuhan atau akal aktif. Sesungguhnya kita sering tak sadar akan apa yang
ingin kita ketahui, apalagi “mengetahuinya”. Sebuah teori pengetahuan yang tak dapat
memperhatikan kebenaran yang mendasar ini, bukan saja salah melainkan juga
menghina Tuhan. Pengetahuan yang diperoleh manusia adalah sedikit demi sedikit
dan sambung-menyambung, tidak sekali gus seluruhnya. Pengetahuan pada umunya
siap menerima. Memang benar ada orang yang siap menerima dalam arti biasa, yaitu
dalam arti bahwa mereka tidak menemukan sesuatu apapun, terlebih sesuatu yang
baru dan asli, mereka hanya mempelajari garis-garis besarnya, sedangkan yang lain
ada menemukan hal-hal yang baru. Hal ini karena dikalangan pemikir pada umumnya
gagasan-gagasan datang dan pergi secara bergantian, dan oleh karenanya penguasaan
mereka tentang realitas tidaklah menyeluruh. Itulah sebabnya Ibnu Sina menolak
doktrin umum Yunani dan terutama yang baru tentang identitas mutlak dari subyek
dan obyek dalam kerja akal, karena menurut pendapatnya, dalam hal kesadaran yang
normal, yang didalamnya terdapat kesilihbergantian gagasan, jika pikiran identik
dengan sebuah obyek lainnya. Pikiran manusia yang berfikir secara aktif kata Ibnu
Sina, ibarat sebuah cermin yang kepadanya ada serangkaian gagasan yang
direfleksikan dari akal aktif. Ini tidak berarti bahwa kenaran yang pernah dicapai,
karena sudah keluar pikiran “harus dipelajari kembali secara keseluruhannya apabila
hal itu diingat. Dengan pencapaian kata terdahulu kita dapat menghubungkan akal
aktif dan untuk mengingat, kita hanya tinggal menggunakan keahlian atau
kemampuan itu. Dengan mengambil analog cermin tersebut Ibnu Sina mengatakan
bahwa sebelum menguasai pengetahauan cermin tersebut berkata; apabila kita berfikir
kembali, cermin itu akan menjadi mengkilat, dan senantiasa mengahadap ke arah mata
hari yaitu akal sehingga senantiasa merefleksikan cahaya.
6) Tuhan dan Dunia
11
Teori Ibn Sina tentang Tuhan menyebutkan bahwa Tuhan itu unik dalam arti
bahwa Dia adalah Kemaujudan yang Mesti. Segala sesuatu selain Dia bergantung
kepada diri-Nya. Kemaujudan yang mesti itu jumlahnya harus satu. Nyatanya
walaupun didalam Kemaujudan ini tak boleh terdapat kelipatan sifat-sifat-Nya, tetapi
Tuhan memiliki esensi lain, tak ada atribut-atribut lain kecuali bahwa Dia itu ada, dan
mesti ada. Disebutkan oleh Ibnu Sina bahwa esensi Tuhan itu identik dengan
keberadaannya yang mesti itu. Karena Tuhan tidak beresensi, maka dia mutlak
sederhana dan tak dapat didefenisikan. Jika Dia tak beresensi dan tak beratribut,
bagaimana caranya agar Dia dapat dikaitkan dengan dunia?. Ibnu Sina mencoba
menjawab bahwa semua atribut itu tidak relasional jadi identik dengan adanya Tuhan.
Oleh karena itu Tuhan mutlak sederhana. Tuhan itu Maha Mengetahui dibuktikan
dengan kenyataan bahwa Dia murni dari materi dan akal yang murni, Dia adlah akal
murni dimana subyek dan obyeknya identik.
Dunia ini ada secara abadi bersama Tuhan, karena meteri maupun bentuk
mengalir abadi dari Dia. Tetapi walaupun konsep ini menjijikan bagi Islam ortodoks,
tujuan Ibnu Sina memperkenalkannya adalah dalam rangka berupaya untuk berlaku
adil baik terhadap tuntutan-tuntutan agama maupun terhadap penalaran dan untuk
menghindari materialisme ateistis. Menurut kaum materialis, dunia ini telah ada dan
abadi tanpa Tuhan. Menurut Ibn Sina pun abadi adanya, tetapi karena dunia ini tak
berdiri sendiri maka secara keseluruhan membutuhkan Tuhan dan bergantung
kepadaNya secara abadi. Disini kita melihat adanya tujuan ganda dari ajaran esensi
dan keberadaan ini. Tidak seperti halnya ateisme, ajaran ini menghendaki Tuhan agar
berada diatas segala maujud; dalam rangka menghindari panteisme, selanjutnya ajaran
ini menghendaki agar adanya Tuhan itu dibedakan secara mendasar dari adanya
dunia.
Pokok permasalahan utama dari keabadian dunia, yang telah ditekankan oleh
kaum penentang ajaran tersebut sepanjang sejarah pemikiran, adalah bahwa ajaran ini
melibatkan serangkaian masa lalu yang benar-benar tak pasti. Sebagai jawabannya,
dikatakan sejak zaman Kant bahwa sama sekali tidaklah mustahil membayangkan
masa lalu yang tak pasti, sama tidak mustahilnya dengan membayangkan masa yang
akan datang, yaitu tak ada kemustahilan didalam memulai darisuatu masa tertentu dan
melintasi masa lalu kemudian pada suatu titik yang tak pasti kembali keawal masa
lalu lagi. Kekeliruan berfikir pada jawaban in I adalah dalam mengasimilasikan masa
lalu dengan masa yang akan datang, karena masa lalu adalah sesuatu yang pasti,
12
dalam arti bahwa itu telah terjadi dan oleh karenanya sudah dapat dipastikan. Tetapi
kekeliruan yang sama, tersirat didalam tujuannya itu sendiri, dan tampaknya
penerapan istilah “tak tentu” ini kurng pada tempatnya digunakan untuk masa yang
silam. Istilah ‘tak tentu’ ini digunakan untuk suatu rangkaian tanpa akhir atau tanpa
awal dan sekaligus tanpa akhir. Menurut proposisi tersebut rangkaian ini tak berawal
pada masa lalu, dan tak berakhir pada masa yang kan datang, sedangkan tujuannya
adalah berupaya menempatkan suatu akhir pada rangkaian itu pada suatu tempat
tertentu dan kemudian mempertahankan pendapat ketaktentuan pada masa lalu. Juga,
apabila awl merupakan suatu konsep temporal, ketanpaakhiran adalah penyangkalan
dan tak memerlukan konsep temporal, tetapi tujuannya jelas menyiratkan
‘ketaktentuan masa lalu’ sebagai konsep temporal.
7) Pengaruhnya di Timur dan Barat
Sesunggunya filsafat Ibnu Sina telah mendominasi tradisi filsafat Muslim
sampai zaman modern ketika ia disejajarkan dengan beberapa orang pemikir barat
oleh mereka yang terdidik di universitas-universitas modern. Di madrasah-madrasah
yang dikelola secara tradisional, Ibn Sina dipelajari sebagai filosof Islam terbesar. Ini
karena tidak ada filosof penggantinya yang orisinalitas serta ketajaman yang setara
dengannya yang menghasilkan sistem yang mengikuti jejaknya. Ibn Rusyd misalnya
tidak merumuskan pemikirannya secara sistematis, ia memilih untuk menulis ulasan-
ulasan tentang karya-karya Aristoteles. Karena ulasan-ulasannya yang ilmiah dan
ketajamannya yang begitu hebat, sehingga berpengaruh luar biasa terhadap barat pada
abad pertengahan. Berbeda dengan Ibnu Sina yang telah berfilsafat dengan fikirannya
secara sistematis dan banyak diterima oleh segenap ahli pikir pada masa itu.
Karya-karya Ibnu sina diterjemahkan kedalam bahasa Latin di Spanyol pada
abad ke 6 H/12 M. Pengaruh pemikirannya di Barat telah mendalam dan terbentang
luas. Pengaruh Ibn Sina di Barat mulai merembes secara nyata sejak pemerintahan
Albert Yang agung, Santo dan guru termashur St. Thomas Aquinas. Metafisika dan
teologi Aquinas sendiri tak dapat dimengerti tanpa pemahaman dari teori Ibnu Sina.
Namun pengaruh Ibnu Sina tidak terbatas pada Aquinas saja tetapi juga pada masa
Dominikan atau bahkan pada para teolog Barat resmi. Penerjemah karya De Anima,
Gundisalvus sebagian besar merupakan pengambilan doktrin-doktrin Ibnu Sina.
Demikian juga dengan para filosof dan ilmuwan abad pertengahn memberikan
kesaksian tentang pengaruh Ibnu Sina yang abadi itu.

13
Betapa besarnya pengaruh Falsafah Ibnu Sina, baik di Timur maupun di Barat,
baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen (terutama Kristen Katolik), dan
kemudian berbagai pendapat tentang “corak khusus” bagi falsafahnya itu, apakah
falsafah Islam ataukah falsafah Timur. Namun yang sangat umum disebut dengan
“Avicinnsm” yaitu aliran Ibnu Sina. Namun tidak ada salahnya memakai Falsafah
Timur akan tetapi sangat luas pengertiannya meliputi falsafah India, Cina dan
sebagainya yang sangat berjauhan dan tidak ada hubungan sama sekali dengan Ibnu
Sina.
8) Ilmu Kedokteran
Pada usia 16 tahun, mulailah ia mengelana ke dunia ilmu pengetahuan, yang
pertama kali ia dalami adalah ilmu kedokteran. Hampir semua buku-buku kedokteran
yang ada pada waktu itu ia baca tanpa mengalami kesulitan berarti dalam
mencernanya. Kemudian bidang metafisika ia perdalam juga sehingga ia ahli dalam
ilmu fisika.Tentang ketekunanan belajarnya yang luar biasa dapat diketahui dari
kisahnya ketikla belajar metafisika. Buku “Metaphysics of Aristotle” dibacanya
berulang-ulang hingga 40 kali, karena sulitnya mengerti dari isi buku tersebut.
Buku kedoteran karangan Ibnu Sina merupakan buku standar yang dipakai
pada zaman Dinasti Han di Cina. Teori anatomi dan fisiologi yang terkandung
didalamnya telah mendasari sebagian besar analogi manusia terhadap negara, dan
mikrokosmos (dunia kecil) terhadap alam semesta sebagai makrokosmos (dunia
besar). Misalnya digambarkan bahwa surga kahyangan adalah bulat bundar dan bumi
adalah persegi. Terdapat empat musim dan 12 bulan dalam setahun, dengan begitu
manusia mempunyai 4 tungkai dan lengan (anggota badan) mempunyai 12 tulang
sendi. Hati adlah pangerannya tubuh manusia, sementara paru-parunya adalah
menterinya. Lever merupakan jenderalnya sang badan, sedangkan kandung empedu
sebagai markas pusatnya, limpa dan perut sebagai lumbung, sedangkan usus sebagai
sistem komunikasi dan pembuangan.
Canon of Medicine memuat pernyataan yang tegas bahwa “darah mengalir
secara terus menerus dalam suatu lingkaran dan tak pernah berhenti”. Ini dianggap
belum dapat sebgai suatu penemuan tentang sirkulasi darah, karena bangsa Cina tidak
membedakan antara urat-urat darah halus (veins) dengan pembuluh nadi (arteries).
Analogi tersebut diatas hanyalah sebuah analogi yang digambarkan antara gerakan-
gerakan tubuh tampa peragaan secara empirik pada keadaan yang sebenarnya.

14
Sejumlah besar karangan Ibnu Sina juga telah diterjemahkan dalam bahasa
Latin dan Hebrew pada abad pertengahan, yang merupakan bahasa-bahasa pengantar
ilmu pengetahuan dimasa itu. “Qanun fi ath-Thibb” misalnya yang telah dianggap
sebagai ‘buku suci’nya ilmu kedokteran telah diterjemahkan kedalam berbagai macam
bahasa dan telah menjadi buku yang menguasai dunia pengobatan Eropa selama
kurang lebih 500 tahun. Berarti jauh lebih lama dan lebih penting jika dibandingkan
dengan buku-buku Galen, seorang ahli kedokteran Yunani yang sudah terkenal lebih
dahulu. Buku tersebut juga digunakan sebagai buku teks kedokteran di berbagai
universitas di Perancis.
Pengobatan penyakit syaraf (neurasthenia) dimana Ibnu Sina merupakan
perintisnya. Buku tersebut juga mengajarkan metode-metode pembedahan, yang
didalamnya ia menandaskan perlunya sterilisasi dengan jalan pembersihan luka
(disinfection). Didalamnya diperjelas dengan gambar-gambar dan sketsa-sketsa yang
sekali gus menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang luas. Buku lain yang
membuat namanya melejit adalah “Asy-Syifa” yang terdiri dari 18 jilid. Naskah
aslinya masih tersimpan di Oxford University, London. Buku tersebut ditulisnya
dalam jangka puluhan tahun yang berisi tentang : logika, fisika, matematika,
metafisika, psikologi, pertanian, kehewanan, kedokteran, retorika dan syair.
Sebagai seorang dokter kawakan, ia pernah dijuluki sebagai Medicorum
Principal atau Raja Diraja Dokter. Julukan lain yang pernah diberikan padanya adalah
Raja Obat. Dalam dunia Islam ia dikenal dengan sebutan Zenith, yaitu pusat tertinggi
dalam ilmu kedokteran. Ia mulai terjun ke lapangan sebagai dokter praktek ketika
baru menginjak usia remaja, 18 tahun. Kendatipun masih muda, namun saat itu ia
berhasil mengobati penyakit yang diderita oleh Sultan Nuh II bin Mansyur di Bakhara
pada tahun 387 H/997 M. Padahal penyakit Sultan pada waktu itu tergolong parah
dan dokter-dokter lain bahkan hampir putus asa. Tapi berkat pertolongan Ibnu Sina,
Sultan menjadi sehat kembali. Kemudian Ibnu Sina diangkat menjadi dokter pribadi
Sultan. Pembesar-pembesar negara yang pernah mengundangnya untuk memberi
pengobatan adalah ; Ratu Sayyidah dan Sultan Majdud di Rayy, Amir Syamsul Ma’ali
dri Thabaristan, Sultan Syamsul Daula dari Hamadhan, serta Sultan ‘Alaud Daula dari
Isfahan.
Ibnu Sina dianggap sebagai dokter yang serba ahli dalam segala macama
pengobatan, baik dengan memakai secara barat sekarang (sebagai dokter) ataupun
secara timur dahulu (sebagai tabib), baik dengan pengobatan lahir (pakai resep)
15
maupun dengan pengobatan batin (dengan mantera-mantera). Sebab itu dia
diagungkan disegala penjuru dunia oleh segala golongan, di Eropa diakui sebagai
dokter yang pintar dan di timur diakui sebagai tabib yang mahir. Rangkap dua
pengobatan yang dilakukan Ibnu Sina yaitu cara dokter dan cara tabib mengingatkan
kita dengan cara pengobatan Cina saat ini, semua rumah sakit mempunyai dua juru
obat dengan memakai cara masing-masing yaitu dokter dengan resepnya dan sinsei
dengan cara tusuk jarumnya. Dunia mengenal akan pengobatan ala Cina yang
bernama “Acupunctur” yaitu penusukan jarum pada pembuluh-pembuluh darah, yang
berjumlah 360 buah diseluruh badan manusia.
9) Buku Karangan Ibnu Sina
Walaupun Ibnu Sina terkenal orang yang sangat sibuk dengan tugas
pekerjaannya sehari-hari, yang hampir memborong seluruh waktunya, perlawatan
yang sering dilakukannya, belum lagi peperangan yang sering terjadi, tetapi dia
terkenal seorang yang sangat produktif. Buku-buku karangannya melipiti hampir
seluruh cabang ilmu pengetahuan, dengan memakai bahasa yang mudah dimengerti
oleh segenap lapisan masyarakat pembaca. Ibnu Sina adalah seorang pujangga dan
pengarang yang paling mengagumkan. Setiap waktu yang terluang, senantiasa
digunakannya untuk membaca dan mengarang. Kalau tidak ada waktu yang senggang
pada siang hari , maka seluruh malam dipergunakannya untuk mengarang sehingga
dia tak sempat tidur. Siang hari ia pergunakan untuk menjalankan tugas pemerintahan,
malam hari digunakannya untuk mengajar dan mengarang.
Sebagai seorang Negarawan, Dokter, Guru Besar selalu ia sediakan waktu
untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam perjalanan, maka segala kertas
dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu tempat maka dia mulai berfikir dan
terus mengarang. Digambarkan oleh muridnya Jaujani, sewaktu Ibnu Sina menulis
buku “As-Syifa”, setiap hari Ibnu Sina menulis dengan tangannya sendiri tidak kurang
dari 50 halaman kertas.
Jumlah karangan Ibnu Sina yang telah mulai mengarang buku ketika berusia
21 tahun sampai dengan akhir hayatnya berjumlah 276 buah. Ini adalah laporan Fater
dari Dominican di Cairo yang telah menyelidiki sedalam-dalamnya dan menghimpun
hasil penyelidikannya itu kedalam sebuah buku yang diberi judul “Essai de
Bibliographie Avicenna” yang memuat nama-nama dari segala buku dan risalah yang
pernah dikarang oleh Ibnu Sina.
Buku-buku karangan Ibnu Sina itu antara lain :
16
1. Al-Majmu’
Buku tersebut memuat himpunan berbagai ilmu pengetahuan umum, mulai dari
ilmu falsafah sampai kepada ilmu psikology dan metafisika.
2. Al-Birru Wal Istmu
Memuat tentang ilmu ethika (akhlak untuk mengetahui perbuatan-perbuatan
kebajikan dan perbuatan dosa). Buku tersebut terdiri dari 2 jilid.
3. Al-Hashil Wal Mashul
Memuat ilmu-ilmu Islam, seperti Ilmu Hukum Fiqh, Ilmu Tafsir Al-qur’an dan
Ilmu Tasauf. Buku ini terdiri dari 20 jilid.
4. Al-Qanun Fit Thib
Buku ini lebih dikenal dengan nama “Canon” terdiri dari 5 jilid, memuat sebanyak
1 juta perkataan. Buku ini dianggap sebagai kitab sucinya ilmu Kedokteran,
menguasai dunia pengobatan Eropa selama 5 abad.
5. Al-Urjuzah Fit Thib
Buku ini memuat syair-syair tentang kedokteran. Pertama kali disebarkan menurut
teks aslinya berbahasa Arab dengan terjemahannya dalam bahasa Latin dan
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.
6. Al-Adwiyah al Qalbiyah
Buku ini memuat petunjuk pengobatan penyakit jantung.
7. Al-Qaulandj
Buku ini memuat tentang penyakit dalam pada bahagian perut. Penyakit ini pernah
diobatinya dengan berhasil baik terhadap seorang pembesar Islam, akan tetapi
penyakit ini pulalah yang menyerangnya hingga ia meninggal dunia.
8. Majmu’ah Ibnu Sina
Buku ini berisi berbagai cara pengobatan secara tabib, nujum, pekasih,
pembungkem mulut para hakim, dan sebagainya. Naskah buku ini sekarang
tersimpan di perpustakaan Alamiyah di Cairo dekat Universitas al Azhar.
9. As-Syifa’
Buku ini berisi tentang penemuan dan penyembuhan. Terdiri dari 18 jilid. Naskah
aslinya tersimpan di Oxford University London. Memuat logika, fisika,
matematika, kedokteran yang berhubungan dengan penemuan teori dan
penyembuhan penyakit.
10. Hikmah al Masyriqiyyin

17
Buku ini adalah buku filsafat yang menggambarkan filsafat timur yang berbeda
dengan filsafat barat. Menurut Ibnu Sina Falsafah barat sangat mengandalkan
Rasionalistic sedangkan Falsafah Timur mengandalkan selain ratio juga suara
wahyu dari Tuhan.
11. Dansh Namihi ‘Alaii
Artinya adalah Buku falsafah untuk Allah. Buku tersebut ditulisnya untuk Amir
‘Alauddin dari Isfahan, yang ditulis Ibnu Sina dalam bahasa Persi yang Indah.
12. Kitabul Inshaf
Buku tentang keinsafan.
13. Kitabul Hudud
Buku tentang kesimpulan-kesimpulan. Dengan buku ini Ibnu Sina menegaskan
istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang dipakainya di dalam ilmu falsafah.
14. Al-Isyaratu Wattambihaat
Buku tentang dalil-dalil dan peringatan-peringatan. Sesuai namanya buku ini
banyak berbicara masalah-masalah dalil-dalil dan peringatan-peringatan
mengenai prinsif Ketuhanan dan Keagamaan.
15. Kitabun Najaah
Buku tentang kebahagiaan jiwa.
16. Al-Isaghuji
Ilmu Logika Isagoji.

17. Fi-Aqsamil ‘Ulumil ‘Aqliyyah


Tentang pembagian segala ilmu akal.
18. Lisanul ‘Arabi
Bahasa Arab.
19. Macharijul Huruf
Cara-cara mengucapkan kata-kata.
20. Arrisalatu fi Assababi Hudusil Huruf
Risalah tentang terjadinya huruf.
21. Al-qasidatul ‘Ainiyyah
Qasidah/syair tentang jiwa.
22. Ar-Risalatut Thairi
Cerita seekor burung
23. Qishatu Salaman wa Absal
18
Cerita raja Salaman dan saudaranya Absal
24. Ar-Rishalatu Hayyibin Yaqzhan
Cerita si hidup anak si bangun. Buku ini menceritakan seorang pengenbara yang
sudah tua umurnya tetapi tetap kuat dan gagah, mempunyai tenaga besar dan
tahan terhadap hujan dan panas, tidak terganggu oleh pergantian musim.
25. Risalatus Siyyasati
Buku tentang ilmu politik.
26. Fi Isybatin Nubuwwat
Tentang menetapkan adanya kenabian
27. Ar Razaq
Tentang Pembagian Rizki
28. Tadbirul Junudi Walmamaliki
Buku Soal Pertahanan dan Angkatan Bersenjata
29. Tadbirul Manazilu
Buku penyusunan kekeluargaan dalam politik Ketuhanan
30. Jami’ul Bada’
Tafsir Al-Qur”an

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Ibnu Sina adalah seorang ahli multi kompleks di dalam berbagai Ilmu Pengetahuan.
Karena serba lengkap keahliannya itu, orang menamakannya “ensiklopedi hidup” yang
melengkapi segala ilmu. Sebut saja keahliannya; sebagai dokter, negarawan, filosof,
pengarang, politikus, dan banyak lagi yang lain.
Keahliannya dalam ilmu kedokteran dikagumi di seluruh dunia, baik mengenai
prakteknya apalagi dilapangan teori yang tetap hidup berabad-abad lamanya. Dia diakui
sebagai dokter kaliber Internasional, yang ajarannya dianut lebih dari 5 abad lamanya oleh

19
ahli kedoteran barat khususnya, melebihi lamanya dari para Dokter kaliber Internasional yang
mendahuluinya, seperti Galenius dan Hipocrates dari Yunani.
Pantas kita tauladani meskipun Ibnu Sina orang yang sangat sibuk dengan pekerjaannya
sehari-hari baik sebagai dokter, Guru Besar, politikus, negarawan, ia selalau menyediakan
waktu untuk membaca dan mengarang. Jika ia berada dalam perjalanan, maka segala kertas
dan buku dibawanya, dan kalau berhenti disuatu tempat maka dia mulai berfikir dan terus
mengarang. Digambarkan oleh muridnya Jaujani, sewaktu Ibnu Sina menulis buku “As-
Syifa”, setiap hari Ibnu Sina menulis dengan tangannya sendiri tidak kurang dari 50 halaman
kertas.
Ibnu Sina adalah orang yang paling produktif dalam mengarang buku. Ia telah mulai
mengarang buku ketika berusia 21 tahun sampai dengan akhir hayatnya. Jumlah karangannya
para ahli berbeda pendapat, namun yang paling dipercaya berjumlah 276 buah. Ini adalah
laporan Fater dari Dominican di Cairo yang telah menyelidiki sedalam-dalamnya dan
menghimpun hasil penyelidikannya itu kedalam sebuah buku yang diberi judul “Essai de
Bibliographie Avicenna” yang memuat nama-nama dari segala buku dan risalah yang pernah
dikarang oleh Ibnu Sina.
Semoga dengan pemaparan kehidupan Ibnu Sina akan menggugah hati kita akan
berliannya seorang pilosof Islam yang telah menggetarkan dunia. Semoga akan lahir pula
Ibnu Sina-Ibnu Sina muda di negera Republik Indonesia yang kita cintai ini. Insya Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin-Ahmad, Z. (1974). Ibnu Siena (Avicenna) Sarjana dan Filosoof Besar Dunia.
Jakarta. Bulan Bintang.
Madkour, Ibrahim. (1993). Filsafat Islam : Metode dan Penerapan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Natsir-Arsyad, M. (1990). Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah. Bandung : Penerbit Mizan.
Nata, Abuddin. (1993). Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasauf. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Syarif, M.M. (Eds). (1996). Para Filosof Muslim. Bandung : Penerbit Mizan.

20
21

Anda mungkin juga menyukai