Anda di halaman 1dari 22

BAHAN AJAR FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

By: Putri Ayu Tarra Afdhila


Pengantar Filsafat
Siapa sih yang gatau filsafat? Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar kata
filsafat?
Filsafat berasal dari kata filo yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan
(secara etimologis). Hal ini dapat berarti bahwa filsafat merupakan ilmu yang cinta akan
kebijaksanaan. Filsafat menggunakan metode mengajukan pertanyaan sampai mencapai
sesuatu kebenaran yang dapat diterima semua orang atau esensi.
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-
sebab, asas-asas hukum, dan sebagainya mengenai segala yang ada dalam alam semesta
ataupun mengetahui kebenaran dan arti "adanya" sesuatu.
Filsafat juga merupakan cikal bakal terbentuknya ilmu psikologi. Kenapa? Karena
sebuah ilmu lahir dari pertanyaan dan pemikiran. Tidak terkecuali dengan psikologi. Ilmu
psikologi lahir akibat dari pertanyaan dan pemikiran mengenai mengapa manusia ada? Apa
tujuan dilahirkan manusia? Sebenarnya apa dasar dari manusia berperilaku? Pertanyaan-
pertanyaan itulah yang membawa pendahulu kepada ilmu psikologi yang sekarang akan kita
pelajari.

Filsuf-filsuf terkenal
Seperti yang kita ketahui, kemunculan ilmu psikologi tidak terlepas dari pemikiran-pemikiran
dari filsuf yang berasal dari Yunani Kuno. Banyak filsuf-filsuf terkenal yang menyatakan
pemikirannya tentang asal mula alam semesta dan apa itu jiwa manusia. Di sini, kita akan
membahas beberapa tokoh, yaitu Thales, Anaximadros, Anaximenes, Phytagoras, Heraclitus,
Parmenideas, dan Demokritus.
1. Thales (625-547 SM)
Thales merupakan tokoh naturalis yang pertama kali menyatakan tentang
perlunya penjelasan secara alamiah terhadap gejala-gejala alam. Beliau bertanya,
sebenarnya apa dan siapa yang membentuk alam semesta?
“segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari substansi yang sifatnya alamiah, dan
dikendalikan oleh prinsip-prinsip alamiah..”
Lalu, ia pun bertanya-tanya terus mengenai substansi dan elemen yang
mengendalikan segala sesuatu yang ada di bumi hingga sampai ke kesimpulan bahwa
dasar dari bumi atau alam semesta adalah air. Alasannya, ia berpikir kalau tidak ada
air di dunia atau alam semesta, makhluk hidup tidak akan bisa bertahan hidup.
Thales merupakan tokoh pencetus cara berpikir ilmiah. Ia disebut sebagai
orang Yunani Kuno pertama yang mengembangkan tradisi kritis yang kemudian
menjadi karakter dari filsafat Yunani.
Thales juga mengemukakan pandangannya mengenai jiwa. Ia mengatakan
bahwa semua materi atau benda-benda di alam memiliki jiwa. Ia berpikir demikian
karena jiwa didefinisikansebagai segala sesuatu yang menggerakkan.
2. Anaximandros
Ia sampai pada pemikiran bahwa prinsip dasar dari segala sesuatu adalah the Apeiron
atau tak hingga. To apeiron merupakan suatu prinsip niskala (tak berwujud) yang
dijadikan prinsip dasar segala sesuatu. To apeiron merujuk pada sesuatu yang bersifat
ilahi, tidak berkesudahan, tak berubah, dan meliputi segala sesuatu.
3. Anaximenes
Ia merupakan salah satu tokoh filsafat Yunani Kuno yang juga mengutarakan
pendapatnya mengenai substansi dasar dari bumi dan alam semesta. Anaximenes
mengutarakan bahwa substansi dasar pembentuk alam semesta adalah udara.
Menurutnya, udara dapat memadat sehingga kemudian udara yang padat diperas
sehingga terjadinya hujan yang berisi air. Ia juga beranggapan bahwa awan, es, dan
salju juga disebabkan oleh udara kental, api disebabkan oleh udara yang dijernihkan
dan encer, seta tanah dihasilkan dari udara yang dipadatkan dengan sangat keras. Oleh
karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur yang diciptakan dari udara
dipengaruhi oleh proses pemadatan dan tingkat kepadatan dari udara itu sendiri.
4. Pythagoras (580 – 500 SM)
Pythagoras merupakan filsuf Yunani Kuno selanjutnya yang turut
berkontribusi dalam ilmu filsafat. Ia terkenal dengan pandangannya mengenai struktur
manusia, yaitu dualism. Menurutnya, manusia terdiri dari jiwa (mind) dan tubuh
(body) yang satu sama lain terpisah. Jiwa dianggap sebagai sesuatu yang bersifat
abstrak, tetap, dan dapat diketahui oleh rasio (pikiran), sedangkan tubuh merupakan
sesuatu yang empiris, berubah-ubah, dan dapat diketahui oleh indra.
Pythagoras mengemukakan pemikirannya bahwa angka dan geometri adalah
kunci dari realitas. Ia juga mengemukakan tentang konsep tentang objek. Pythagoras
mengatakan bahwa objek terdiri dari dua jenis, yaitu abstrak dan fisik. Objek abstrak
merupakan objek matematik yang hanya bisa dipahami oleh rasio, sedangkan objek
fisik merupakan objek konkret (alam) yang hanya bisa dipahami oleh panca indera.
Contoh:
- Rumus matematika merupakan salah satu contoh dari objek abstrak. Ia hanya bisa
dipahami jika dipikirkan, bukan hanya sekedar dilihat, dideangar, dicium, diraba,
dan dirasa.
- Batu merupakan salah satu contoh dari objek fisik yang bisa dipahami oleh panca
indera. Ia bisa dipahami sebagai suatu benda keras dengan cara diraba.
5. Heraclitus (540 – 480 SM)
Heraclitus merupakan tokoh berikutnya yang mengemukakan pikiran
mengenai substansi dasar alam semesta. Ia berpendapat bahwa api merupakan
substansi dasar karena api memiliki kekuatan untuk mengubah sesuatu. Contohnya,
api bisa mengubah kayu menjadi abu, mengubah air menjadi uap, dan sebagainya.
Dalam hal tentang manusia, ia menekankan pada konsep perubahan.
Heraclitus memandang segala sesuatu yang ada di alam semesta, termasuk manusia
berada di bumi ini dalam proses menjadi sesuatu atau becoming. Baginya, tidak ada
satu peristiwa pun yang konstan atau terjadi dua kali.
Analogi: Air sungai. Air sungai selalu mengalir dan tidak pasti akan bermuara
ke mana. Air sungai yang telah melewati wilayah A, tidak akan kembali lagi ke
wilayah tersebut dan akan terus mengalir.
Heraclitus beranggapan bahwa realitas subjektif manusia terus berubah
sehingga yang diperoleh hanya kemungkinan-kemungkinan saja. Tidak ada sesuatu
yang benar-benar mutlak. Segala sesuatu merupakan suatu kontinum yang berada di
antara dua kutub. Dengan demikian, ia berpendapat bahwa dalam mempelajari
manusia, pendekatan ideaographic yang harus diutamakan dari pada nomothetic
karena tidak ada manusia yang benar-benar sama dan semua terlahir unik akan apa
adanya diri sendiri.
Tambahan: Api dan Jiwa manusia
- Jiwa yang sehat: jiwa yang kering.
- Jiwa yang sakit: jiwa yang basah.
6. Permenides (540 – 470 SM)
Filsuf pertama yang memperkenalkan philosophy of being. Hal ini bertentangan
dengan pendapat dari Heraclitus yang menyatakan pandangannya mengengai
philosophy of becoming. Permenides menganggap sebuah perubahan itu hanyalah
ilusi. Ia mengatakan bahwa realitas itu satu, tidak berubah, tidak bergerak, tidak bisa
dipisahkan, dan abadi yang hanya bisa dipahami menggunakan nalar. Instrumen
dalam memahami dan memperoleh pengetahuan yang pasti adalah rasionalitas.
Permenides juga mengungkapkan bahwa pengalaman indrawi adalah sesuatu yang
menipu dan tidak dapat mengantarkan kepada objektivitas.

Filsafat Socrates (470 – 399 SM)


Kontribusi yang signifikan pada masa Yunani Kuno terhadap ilmu psikologi terdapat
pada zaman Socrates mulai mengemukakan pemikirannya yang membahas filsafat manusia.
Ia pernah berpikir “Mengapa orang-orang mempertanyakan siapa atau apa yang membentuk
alam semesta? Mengapa tidak mempertanyakan tentang siapa yang bertanya (manusia)?”.
Hal inilah yang menjadi motivasi Socrates dalam mengemukakan pemikirannya mengenai
manusia.
Socrates merupakan filsuf Yunani Kuno yang lahir di Athena. Ia merupakan tokoh
yang lebih suka masalah-masalah mengenai manusia yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Maka dari itu, Socrates disebut sebagai tokoh yang memindahkan filsafat dari
langit ke bumi, atau istilah lainnya adalah perubahan dari makrokosmos ke mikrokosmos.
Socrates mempercayai kebenaran objektif. Ia menyatakan bahwa kebenaran adalah
sesuatu yang bersifat umum dan bisa dibagikan kepada semua orang. Dalam mencari
kebenaran, ia terkenal dengan metode dialektika atau bercakap-cakap dan lebih sering disebut
sebagai maieutike tekhne.
Filosofi maieutike tekhne : istilah ini, dalam bahasa Yunani memiliki arti seni
kebidanan. Pertanyaan yang dipertanyakan akan melahirkan jawaban-jawaban. Lalu, dari
jawaban itu akan lahir pertanyaan lagi hingga sulit untuk meragukan pertanyaan. Semakin
sulit untuk mempertanyakan kembali jawaban, maka akan semakin mendekati kebenaran.
Teknik ini bertujuan untuk membuat manusia berpikir dan tersadar akan kebenaran suatu
jawaban. Selain itu, teknik ini juga mengharapkan munculnya konsep-konsep umum yang
stabil, yang disebut sebagai esensi.
Dari segi kesehatan, Socrates lebih mementingkan kesehatan jiwa daripada kesehatan
fisik. Kesejahteraan jiwa disini merupakan kesejahteraan objektif yang tidak tergantung oleh
perasaan subjektif. Ia berpendapat bahwa manusia dapat mencapai kesejahteraan jika sudah
dapat memenui keutamaan atau virtue. Keutamaan memerlukan pengetahuan tentang nilai-
nilai, salah satu nilai yang paling penting adalah “Know Thyself” atau konsep mengenali diri
sendiri.
Plato vs Aristoteles
Plato
Plato adalah seorang filsuf dari Yunani yang lahir pada tahun 427 SM di Athena, dan
meninggal pada tahun 347 SM di usia 81 tahun. Plato mengabadikan dirinya pada filsafat dan
membuat sebuah sekolah pertama yang dikenal dengan sebutan Akademia. Plato terkenal
akan teori dan bukunya tentang politik yaitu Republic. Plato merupakan salah satu murid dari
Socrates yang memiliki ajaran utama, yaitu idea. Idea diartikan sebagai sesuatu yang abstrak,
objektif, berdiri sendiri, dan dapat diketahui.
1. Fenomena dan Idea
a. Fenomena
Fenomena merupakan apa saja yang muncul pada kesadaran seseorang. Fenomena
dapat diperoleh melalui pengalaman indrawi, yaitu mata, telinga, hidung, kulit,
dan lidah.
b. Idea
- Pengertian
Bagi Plato idea merupakan sesuatu yang objektif, yang berdiri sendiri,
permanen, abstrak, dan dapat diketahui, hampir mirip dengan teori esensi
Socrates tentang kebenaran yang objektif. Menurutnya idea tidak
diciptakan oleh pemikiran, tetapi pemikiranlah yang tergantung pada Idea.
Instrumen dalam memahami idea hanyalah rasio. Plato yang melanjutkan
pemikiran lebih dalam tentang esensi dari keadilan dan keberanian seperti
Socrates, berpendapat bahwa esensi memiliki realitas, terlepas dari segala
perbuatan konkret.
Bagi Plato, dunia dibagi dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi,
dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual yang bersifat konkrit,
fana, dan rusak. Dunia seperti ini hanya penampakan saja, bukan suatu hal
yang mencerminkan keadaan sebenarnya. Kedua, terdapat alam di atas
alam benda, yaitu alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.
Idea adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan
benda-benda individual adalah bayangan dari idea- idea tersebut.
- Pengenalan tentang ide: epistime atau pengetahuan.
- Pengenalan tentang benda-benda jasmani: doxa atau pendapat.
- Hierarki antara Idea-Idea
Idea tidak lepas dari satu dari yang lain. Idea “7” misalnya mempunyai
idea ”ganjil”, idea “es” mempunyai hubungan dengan idea ”dingin” dan
seterusnya. Plato menamakan hubungan antara idea-idea itu sebagai
persekutuan (koinônia) dan Ia mencoba menerangkan kesatuan dari
beberapa idea itu. Plato mengatakan dalam Politeia bahwa antara idea-
idea itu terdapat sebuah orde atau hierarki. Idea yang baik merupakan idea
tertinggi yang menyoroti idea-idea yang lain.
Plato mengusulkan suatu pemikiran tentang idea. Pada puncak dunia
ideal, terdapat lima idea, yaitu Ada, Identik, Lain, Diam, dan Gerak.
Semua idea yang ada pasti berhubungan dengan ke lima idea besar
tersebut.
2. Tubuh dan Jiwa
Hakikatnya manusia adalah makhluk yang memiliki tubuh yang dapat terlihat
oleh indra dan menimbulkan sensasi. Tubuh adalah bagian dari eksistensi manusia
karena tubuhlah yang menjadikan manusia berada didunia ini sedangkan jiwa adalah
kemampuan rohani. Plato memandang tubuh dan jiwa secara lebih dalam serta
mendasar pada konsep dualism dari Pythagoras.
Plato memandang bahwa tubuh adalah alat bantu yang berguna sewaktu hidup
di dunia indrawi dan sebagai media berekspresi jiwa. Namun, tubuh juga bisa menjadi
hambatan bagi jiwa. Menurut Plato, jiwa adalah substansi yang kekal dan sudah ada
jauh sebelum manusia hidup di muka bumi. Plato memandang bahwa tubuh dan jiwa
merupakan hal yang berbeda karena tubuh bersifat material dan jiwa sebagai entitas
immaterial. Plato meyakini bahwa sebelum menyatu dengan tubuh, jiwa memiliki
pengetahuan yang murni. Lalu, terkontaminasi oleh pengalaman inderawi yang
berasal dari tubuh semasa manusia hidup di dunia. Terdapat 3 unsur penting dari jiwa
yang bersifat hierarkis, yaitu:
- Reason (rasio) (logisticon)
Bagian ini memiliki hasrat utama terhadap ilmu pengetahun. Tugasnya adalah
mengontrol pergerakan bagian keinginan dan keberanian/emosi. Rasio merupakan
unsur bawaan dari jiwa dan ditempatkan di kepala.
- Passion (emosi/keberanian) (thymoeides)
Bagian ini mempunyai keutamaan kegagahan yang memiliki hasrat terhadap
reputasi dan cita-cita. Bagian ini menyimpan semangat, agresivitas, gairah, dan
efektivitas. Passion terletak dibagian dada dan menjadi sumber emosi serta
semangat dari individu.
- Appetite (keinginan/nafsu) (epithymeticon)
Bagian ini adalah bagian terbawah (bawah perut) dan memiliki keinginan atau
epithymêtikon. Contoh bagian appetite adalah lapar, haus, dan dorongan seksual.
3. Kesenangan, Level Jiwa, dan Level Masyarakat
a. Kesenangan dan Level Jiwa
Kesenangan sesungguhnya akan dicapai manusia ketika ia mempelajari banyak
ilmu pengetahuan dari dunia ide (dunia menurut Plato ada 2, yaitu dunia ide dan
dunia indrawi). Plato juga menyatakan bahwa kebaikan tertinggi menurut Plato
adalah orang yang adil senantiasa bahagia, walaupun ditimpa bencana dan jauh
dari kelezatan, sebab bahagia erat hubungannya dengan keadilan. Plato
mengidentifikasi tiga kesenangan yang bersifat hierarkis, yaitu:
- Kesenangan fisik
Kesenangan yang dirasakan tubuh: makan, minum, seks, dan sebagainya.
- Kesenangan estetis
Kesenangan yang dirasakan secara psikologis: senang karena bertemu idola.
- Kesenangan ideal
Kesenangan yang diperoleh karena mencintai dan menyayangi seseorang.
Manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan jiwa dengan
harapan dapat memperoleh kesenangan dan kebahagiaan. jiwa terbagi menjadi
tiga level, yaitu rasio, passion, dan nafsu.
b. Level Masyarakat
Definisi kebahagiaan yang lain menurut Plato adalah hidup baik dalam sebuah
polis atau negara. Tujuan negara menurut Plato adalah mewujudkan kesenangan
dan kebahagiaan seluruh warga negara berdasarkan keadilan, kearifan,
keberanian, atau semangat dan pengendalian diri dalam menjaga keselarasan dan
keserasian hidup bernegara.
Manusia merupakan makhluk sosial dan memiliki perbedaan bakat sehingga
terdapat ketergantungan antarmanusia dan saling melengkapi. Terdapat level-level
dalam masyarakat, yaitu:
- Petani
Menggambarkan pemuasan nafsu. Kegiatannya bertujuan untuk memuaskan
nafsu makan masyarakat. Level ini juga berkaitan dengan nilai pengendalian
diri.
- Prajurit
Kelompok prajurit menggambarkan pemuasan roh (semangat juang). Mereka
menjaga masyarakat dengan membelanya bila ada peperangan. Level ini
identik dengan nilai kegagahan
- Raja
Kelompok raja mewakili aktivitas rasio. Mereka membimbing, mengarahkan,
dan menuntun masyarakat. Level ini identik dengan nilai kebijaksanaan karena
dipandang memiliki pengetahuan yang baik serta dapat dipercaya menjadi
pemimpin negara.
Maksud dari level masyarakat sama saja seperti level jiwa. Hanya saja, level ini
dianalogikan pada hierarki bermasyarakat, yaitu petani, prajurit, dan raja.
Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Makedonia dan meninggal tahun 322 pada umur 62
tahun. Aristoteles merupakan murid Plato sejak Ia berumur 17 tahun dan Plato berumur 60
tahun. Aristoteles adalah filsuf pertama yang membahas topik mengenai sensasi, memori,
belajar, dan mimpi secara komprehensif atau mendalam. Aristoteles membahas banyak topic
mengenai psikologi dalam bukunya De Anima yang banyak menginspirasi banyak filsuf
berikutnya. Baginya, anima merupakan sesuatu yang terpisah dari tubuh atau bukan berasal
dari tubuh. Anima diartikan sebagai sumber kekuatan, kumpulan-kumpulan fungsi
kehidupan, sesuatu yang memfungsikan kehidupan dengan organnya (mirip dengan jiwa,
tetapi pengertiannya lebih luas dari filsuf pendahulunya). Jika filsuf-filsuf sebelumnya
cenderung mutlak menyatakan bahwa instrumen dalam mencapai ilmu pengetahuan hanya
rasio, maka Aristoteles menyatakan bahwa rasio dan pengalaman inderawi merupakan dua
hal penting dalam memperoleh pengetahuan.
“Pikiran harus digunakan untuk memperoleh pengetahuan atau rasionalism, tetapi objek
yang dipikirkan merupakan informasi yang diperoleh melalui indra atau pengalaman
indrawi”
1. Logika Aristotelian
Aristoteles dikenal sebagai Bapak Logika. Menurut Aristoteles, logika adalah
kunci dari segala pengetahuan, logika harus mendahuluinya. Menurutnya, ada dua
jenis organon (alat untuk memperoleh pengetahuan), yaitu:
- Analitika. Berasal dari kata analyein yang disebut sebagai logika dan bertujuan
untuk memeriksa argumentasi yang bertumpu pada keputusan-keputusan yang
benar.
- Dialektika. Bertujuan untuk menyusuri argumen yang menolak hipotesis (berisi
anggapan dasar atau keputusan yang meragukan dan harus diverifikasi).
Analitika dan dialektika merupakan pengembangan atau cabang dari ilmu logika.
Hal yang menjadi pusat dari analitika adalah silogisme.
Aristoteles juga mengemukakan pemikirannya mengenai proses-proses logika,
antara lain:
- Analytika priori. Dilakukan pada logika formal yang disebut sebagai logika minor.
Terdiri atas dua macam pembuat keputusan, yaitu secara induktif dan deduktif.
Secara induktif (epagoge) terjadi jika rasio membuat kesimpulan abstrak dari hal
konkret, sedangkan secara deduktif (apodeiktikos) terjadi jika rasio membuat
kesimpulan bergerak dari kebenaran universal menuju sesuatu keputusan baru.
- Analytika postereori. Berkaitan dengan soal-soal yang sukar dan mendasar serta
dilakukan dalam logika material yang disebut sebagai logika mayor. Logika
material bekerja melalui tiga cara, yaitu syllogismos demonstrative, syllogismos
dialektik dan syllogismos sofistik.
Penemuan terbesar dari Aristoteles adalah syllogisme atau penyimpulan terkunci.
Komponen dari syllogisme adalah premis mayor, premis minor, dan
kataleze/kesimpulan.
2. Materi dan Esensi
Menurut Aristoteles, materi (substansi) dan bentuk (esensi) merupakan dua konsep
yang korelatif. Suatu benda terdiri dari materi dan bentuk.
a. Hylemorfisme: materi pertama atau materi fundamental untuk memahami
perubahan.
b. Substansi tidak akan aktif tanpa esensi. Materi tidak dapat bergerak dengan
sendirinya. Maka dari itu, ia membutuhkan penggerak dan pendorong untuk
beraktualisasi dari keadaan bathin.
c. Semua materi memiliki entelechy atau tujuan bathin. Materi dalam bentuk
(esensinya) hanyalah merupakan kemungkinan materi untuk menjadi
teraktualisasikan, yakni agar ia menjadi nyata.
d. Entelechy merupakan prinsip menyadari atau menjadikan aktual sesuatu yang
sebenarnya hanya potensial (merealisasikan kemungkinan-kemungkinan yang
ada).
3. Empat Sebab (Teleologisme)
Empat sebab merupakan pemikiran Aristoteles yang membahasa mengapa sesuatu
bisa terjadi. Empat sebab menurut Aristoteles adalah:
a. Material causes. Sesuatu bisa terjadi atau terbentuk merujuk pada materi atau
bahan yang menjadi unsur untuk membuat sesuatu. Contoh: bangunan terbuat dari
kayu, pasir, kerikil, dsb.
b. Formal causes. Merujuk pada struktur yang membedakannya dengan hal lain.
Contoh: kayu jati dipilih untuk membuat tempat tidur karena lebih kuat dari kayu
biasa.
c. Efficient causes. Merujuk pada sumber utama yang mengubah sesuatu. Contoh:
pelaku dari pembuatan makanan adalah chef, pelaku pembuatan gedung adalah
tukang, dsb.
d. Final causes. Merujuk pada tujuan dari keberadaan sesuatu dibuat. Contoh: Masjid
tersebut dibangun karena tidak ada masjid besar di wilayah A (berarti masjid
dibangun dengan tujuan menyediakan masjid di wilayah A).
4. Jiwa
Aristoteles mendefinisikan jiwa (soul) dengan sangat luas. Jiwa dianggapnya sebagai
sesuatu yang memberikan kehidupan. Setiap makhluk hidup dianggapnya memiliki
jiwa, termasuk tumbuhan dan binatang (Greenwood, 2009). Menurutnya, terdapat 3
jenis jiwa yang bersifat hierarkis:
1. A vegetative atau nutritive soul. Jiwa vegetatis merupakan jiwa yang memiliki
hierarki paling rendah. Jiwa ini terdapat pada tanaman yang membuatnya tumbuh
dan berkembang.
2. A sensitive soul. Jiwa sensitif terdapat pada binatang. Selain bisa tumbuh dan
berproduksi, binatang juga dapat mengalami perasaan sedih dan senang,
mengingat dan berimajinasi, serta bergerak.
3. A rational soul. Jiwa rasional merupakan jiwa dengan hierarki tertinggi, dan
terdapat pada diri manusia. Jiwa rasional terdiri dari kemampuan-kemampuan
kognisi seperti melakukan abstraksi, analisis-sintesis, membandingkan, dan lain-
lain.
Psike dalam Tradisi Yoga dan Buddhisme
Yoga
1. Yoga merupakan salah satu sarana untuk mencapai kesehatan, baik jasmani maupun
rohani.
2. Yoga adalah salah satu dari enam ajaran filsafat Hindu mengenai aktivitas meditasi di
mana seseorang memusatkan pikiran untuk mengendalikan panca indra dan tubuhnya
secara keseluruhan, dengan tujuan untuk mencapai penyatuan dengan Sang Pencipta.
3. Secara etimologi, kata yoga diturunkan dari kata yuj (sansekerta), yoke (Inggris),
yang berarti “penyatuan”. Yoga berarti penyatuan kesadaran manusia dengan sesuatu
yang lebih luhur, trasenden, lebih kekal dan ilahi.
4. Yoga merupakan penemuan purbakala di kota Harappa dan Mahenjadaro yang
diwujudkan berbentuk patung Dewa Siwa dan Dewi Parwati yang sedang melakukan
berbagai asanas (postur duduk, seperti meditasi) yang berbeda.
5. Yoga secara luas dianggap sebagai hasil budaya abadi dari peradaban Lembah Indus
dan telah terbukti sebagai sarana untuk meningkatkan material dan spiritual umat
manusia.
6. Nilai dasar kemanusiaan adalah identitas yoga sadhana (usaha spiritual untuk
meningkatkan kesadaran rohani).
7. Bukti sejarah tentang keberadaan Yoga terlihat di masa pra-Veda periode (2700 SM),
dan selanjutnya sampai periode Patanjali.
8. Secara tentatif, periode antara 500 SM - 800 M dianggap sebagai Periode klasik yang
juga dianggap paling subur dan menonjol periode dalam sejarah dan perkembangan
Yoga.
9. Pendiri dari Yoga adalah Hiranyagarbha. Adapun Yoga yang didirikan oleh Maharsi
Patanjali merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya (karya: Kitab Yoga
Sutra).
10. Kata Yoga artinya ialah hubungan. Hubungan antara roh yang berpribadi dengan roh
yang Universal yang tidak berpribadi. Namun, patanjali mengartikan Yoga sebagai
cittawrtti nirodha, yaitu menghentikan geraknya pikiran.
11. Yoga ini berhubungan erat sekali dengan Samkhya (salah satu aliran filsafat Hindu.
Ajaran Saṁkhya bersifat realistis karena di dalamnya mengakui realitas dunia ini
yang bebas dari roh).
12. Sistem samkhya menetapkan bahwa pengetahuan merupakan cara untuk mencapai
pembebasan. Adapun sistem Yoga menganggap bahwa konsentrasi, meditasi, dan
Samadhi akan membawa kepada Kaivalya atau keanekaragaman fungsi mental dan
konsentrasi dari energi mental
Psike Menurut Yoga
1. Psike diartikan sebagai jiwa.
2. Pengetahuan spiritual menuntun secara berjenjang dari tataran kasar ke halus.
3. Asketisme yang selama ini diidentikkan dengan spiritualitas memang muncul dalam
bentuk pengekangan diri, bahkan menjauhi segala bentuk keduniawian.
4. Tujuan utama dari spiritualitas adalah menjadikan spirit suci sehingga membangun
kesatuan transcendental dengan spirit-spirit yang lain.
5. Hal ini menegaskan bahwa puncak spiritualitas Hindu, justru berupaya membangun
spirit kemanusiaan dengan pinsip jiwa semua mahluk adalah tunggal.
6. Yoga tidaklah mengingkari eksistensi dari tubuh walau berwujud kasar namun tubuh
tetap dipelihara kesehatannnya karena sesungguhnya badan dan jiwa adalah satu
kesatuan.
7. Yoga secara praktis membuka lapisan-lapisan tubuh dari tataran yang kasar ke tataran
yang lebih halus. Tujuan yoga sesungguhnya menerabas stratum-stratum penghalang
dari sifat-sifat duniawi dan menemukan Tuhan.
8. Pergerakan atau pencarian tersebut dilakukan secara berjenjang yang disebut dengan
astangga yoga (8 delapan tahapan yoga untuk mencapai Moksa/ kelepasan atau
kebebasan dari ikatan duniawi).
Psike Menurut Buddhisme
1. Ajaran Buddha pada awalnya berkembang di India bagian utara yang diajarkan oleh
Buddha Sakyamuni. Beliau juga dikenal dengan sebutan Buddha Gautama.
2. Buddhisme juga merupakan pergerakan reformasi kehidupan spiritual India. Buddha
menekankan pada aspek etika, cinta kasih, persaudaraan, menolak sistem kasta
(penyimpangan sistem varna) sehingga lebih cepat mendapat simpati masyarakat.
3. Dalam aliran buddhisme entitas jiwa atau atman dianggap tidak ada.
4. Budha mengajarkan bahwa yang ada hanyalah proses psikofisik dari eksistensi yang
berubah seiring waktu.
5. Apa yang disebut sebagai ego, jiwa, diri dan sebagainya hanyalah istilah konvensional
yang tidak mengarah kepada entitas independent apapun. Keadaan tanpa ego atau jiwa
ini disebut anatta. Anatta adalah jalan tengah antara kepercayaan antara adanya suatu
entitas jiwa yang abadi, atau jiwa yang melampaui kematian dan entitas jiwa yang
sementara, atau jiwa yang musnah saat kematian, yaitu memercayai bahwa tidak ada
entitas jiwa yang kekal maupun sementara.
6. Ajarannya mengajarkan agar manusia hidup mandiri, mencari di dalam diri sendiri.
7. Pada dasarnya, Buddhisme mengatakan bahwa tujuan akhir perjalanan hidup manusia
adalah nirvana, yang bukan sebagai karunia dari Tuhan maupun dewa-dewa,
melainkan hanya dapat diperoleh dengan usaha sendiri.

Manusia Pencari Kebenaran dan Kebahagiaan


Manusia sebagai Pencari Kebenaran
Kebenaran tidak selalu bersifat relatif dan tidak pula selalu bersifat mutlak. Menuju
kebenaran harus berdasar pada kenyataan. Kebenaran bersifat multidimensional, maksudnya
adalah menuju kebenaran memiliki alat ukur yang berbeda-beda sesuai dengan konteks
ilmunya.
1. Melalui penemuan secara kebetulan
2. Melalui percobaan berulang
3. Melalui otoritas
4. Melalui metode ilmiah (rasional, empiris, dan sistematis)
Macam-macam teori kebenaran
1. Korespondensi
Didasarkan pada fakta objektif. Sebuah pernyataan dianggap benar ketika ia bisa
dibuktikan dengan fakta yang ada. Teori ini digunakan oleh para Empiris karena fakta
objektif adalah sebuah fakta yang didapatkan melalui pengalaman inderawi dalam
menangkap fakta.
2. Koherensi
Sebuah pernyataan dianggap benar apabila tidak bertentangan dengan teori
sebelumnya yang terbukti benar.
3. Pragmatis
Teori ini berdasar pada pemecahan masalah kehidupan. Pragmatisme adalah aliran
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu didasarkan pada
kegunaannya bagi kehidupan nyata.
4. Performatif
Terdapat keterbatasan dalam mengakses fakta yang terjadi sehingga tidak bisa
membuktikan ujaran. Performatif mendasarkan kebenaran pada otoritas atau
kompetensi dari seorang penutur.
5. Konsensus
Kebenaran sebuah pernyataan ditentukan oleh ada tidaknya kesepakatan antara
partisipan rasional komunikatif dalam diskursus.
Tingkat kebenaran
Tingkat kebenaran:
1. Indera
2. Ilmiah. Berdasarkan pengolahan informasi yang diperoleh melalui indra oleh rasio.
3. Filosofi dan rasio. Renungan mendalam dalam mengolah kebenaran. Semakin dalam
semakin tinggi nilainya.
4. Religius. Kebenaran mutlak pada TYME dan dihayati oleh kepribadian dan keimanan
(biasanya ditangkap oleh hati nurani).
Nilai kebenaran itu memiliki posisi tertinggi karena karena wujud kebenaran ini didapat oleh
integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, seperti pengalaman ilmiah maupun
pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam
kebenaran ini mengandung tujuan hidup yang dilakukan oleh manusia.
Jenis-jenis kebenaran:
1. Kebenaran epistemologi, yaitu kebenaran yang berdasar pada ilmu pengetahuan.
2. Kebenaran ontologis, yaitu kebenaran yang berkaitan dengan suatu adat/budaya.
3. Kebenaran semantic, yaitu kebenaran yang berkaitan dengan arti atau makna.
4. Kebenaran sintaksis, yaitu kebenaran berdasarkan gramatika yang dipakai oleh suatu
pernyataan atau tata bahasa yang melekat.
Manusia sebagai Pencari Kebahagiaan
Bagi para filosuf Barat khususnya para filosuf zaman klasik seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, dan Epikuros berpandangan bahwa kebahagiaan merupakan suatu tingkat
pencapaian tertinggi seseorang. Kebahagiaan merupakan aktivitas dalam mencari keutamaan
atau virtue dan ketika berperilaku adil semasa manusia. Dalam menjalani kehidupannya,
manusia memiliki motif dan tujuan. Aristoteles pernah mengemukakan pemikirannya tentang
tujuan tertinggi, terbaik, dan terakhir dari segala bentuk tujuan. Ia pun sampai pada jawaban
bahwa tujuan ini adalah eudaimonia atau kebahagiaan dan kesempurnaan. Manusia memiliki
akal dan inilah yang membedakannya dengan makhluk lain. Dengan menggunakan akal,
manusia melakukan tindakan rasional dan tepat dalam perbuatan moralnya.
1. Kunci menuju kebahagiaan menurut Aristoteles adalah melalui etika (berbuat baik,
adil, dan bijaksana).
2. Menurut Thomas Aquinas, kunci dari kebahagiaan adalah Tuhan. Kebahagiaan sejati
adalah ketika manusia memahami dengan baik tentang Tuhannya. Menurut Thomas,
kebahagiaan identik dengan jiwa, maksudnya jiwa yang merasakan kebahagiaan
karena Tuhan.
3. Menurut Plato gerak jiwa untuk meraih kebahagiaan dan keutamaannya harus
mengarah kepada sesuatu di luar diri manusia yang biasa kita sebut sebagai Tuhan
(transenden).

Tao, Kontemplatif Kristen, dan Sufi


Jiwa Manusia
1. Jiwa adalah roh yang terdapat di dalam tubuh dan memberikan kehidupan, sedangkan
manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi.
2. Menurut Al-Ghazali, jiwa manusia awalnya merupakan sesuatu yang tidak sempurna.
Proses penyempurnaan dicapai melalui pemeliharaan dan pendidikan budi pekerti
yang baik serta ilmu pengetahuan.
Tradisi Tao
Sejarah dan definisi taoisme
1. Istilah “Tao” sendiri secara harafiah berarti “jalan tuhan”, satu cara bertindak.
Taoisme adalah suatu aliran filsafat yang mengajarkan manusia untuk berbuat
kebajikan agar dapat hidup atas fondasi kesucian hati yang murni, memiliki kekuatan
moral, serta mecapai kesejahteraan hidup. Istilah lain:
a. Te: kebajikan/kebijaksanaan
b. Tao: Tuhan
c. Sheng ren: manusia suci yang dapat menyatu dengan Tao
d. Wu wei: proses penyatuan dan penyelarasan segala sesuatu dengan Tao
2. Kebajikan ialah kondisi dimana individu sudah menerapkan wu-wei, yang berarti
menghindari hal-hal yang bertolak belakang dengan hukum alam, pembawaan kodrat
manusia, dan kewajaran. Maksudnya tidak memaksa atau mendesak hanya menurut
wataknya sendiri, yaitu menurut kodrat alam, seperti juga seluruh alam berkembang
tanpa bertindak, tanpa mendorong, dan tanpa menolak apapun.
3. Sebab-sebab timbulnya Taoisme berkaitan dengan keadaan kerajaan Chou (abad ke-6
SM) yang mengalami masa kehancuran, akibat penyelewengan dalam pemerintahan.
Kehidupan manusia semakin menderita, membuat orang-orang terpelajar kecewa.
4. Kehadiran Taoisme membawa misi keadilan dan kemanusiaan. Maka dari itu, ajaran
ini menempatkan kebajikan sebagai pusat dari etika berfilsafat.
5. Peletak dasar ajaran Taoisme adalah Yang Chu, kemudian dipopulerkan oleh Lao
Tzu.
6. Para filsuf Taois berpendapat bahwa tujuan setiap orang adalah mencapai
transendensi spiritual. Oleh sebab itu, mereka perlu menekuni ajaran Tao secara
konsisten.
7. Para filsuf besar Taoisme menyatakan bahwa orang tidaklah perlu untuk memilih
antara kehidupan atau kematian. Alih-alih hidup di dalam keresahan di antara
keduanya, orang harus melampaui perbedaan di antara keduanya. Lao Tzu: “Hidup
dan mati sudah ditakdirkan – sama konstannya dengan terjadinya malam dan
subuh… manusia tidak dapat berbuat apapun tentangnya”
Tokoh-tokoh taoisme
1. Lao Tzu. Orang pertama yang mengajarkan kesederhanaan hidup di dalam Taoisme.
Tao adalah “jalan Tuhan” yang tidak dapat dilihat, diduga, bahkan disebut. Eksistensi
Tao ada, tetapi tidak berwujud. Taoisme juga mengajarkan The Reverseal of Tao, di
mana segala sesuatu terdiri dan terjadi dari Tao dan akan kembali pula kepada Tao.
Implementasi taoisme dalam kehidupan: Orang kaya sebaiknya jangan hidup mewah
agar hidupnya tidak menuju kemiskinan. Lao Tzu juga mengajarkan kebajikan, yaitu
suatu kekuatan moral untuk menyinarkan kewibawaan dan kekuasaan bagi orang lain.
2. Chuang Tzu. Menurut Chuang Tzu, berkat yang transendental akan membawa
manusia kepada perdamaian jiwa dan memberi kesempatan hidup secara harmonis di
dalam lingkungannya.
Ajaran-ajaran taoisme
1. Dao. Dao adalah roh yang mendiami seluruh alam. Inti dari ajaran Taoisme yang
memiliki makna tidak berbentuk, tidak terlihat, dan merupakan proses kejadian dari
semua benda hidup dan benda-benda yang ada di alam. Keabadian manusia terwujud
disaat seseorang mencapai kesadaran Dao, dan orang tersebut akan menjadi dewa.
2. Yin Yang. Inti ajaran dari Yin dan Yang adalah saling melengkapi untuk mencapai
keseimbangan. Keduanya saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga dan
kekuatan.
a. Yin : kegelapan, kejahatan, pasif, wanita, dan sebagainya
b. Yang : cahaya terang, kebaikan, aktif, positif, pria, dan sebagainya.
3. Kebajikan Manusia. Taoisme tidak mengajarkan bahwa seseorang harus
menyingkirkan seluruh harta benda yang dimiliki untuk mencapai ketentraman batin.
Hal yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan terhadap harta tersebut. Taoisme
mampu memberi peringatan dan sekaligus ajakan agar manusia sadar bahwa
bagaimana pun juga manusia tidak bisa hidup di luar alam dan tanpa dukungan alam.
Inti dari ajaran Taoisme terhadap kebajikan pada manusia:
a. Hidup sesuai dengan kodrat dan hukum alam. Alam semesta beserta isinya
merupakan kesatuan unsur alam semesta yang tidak dapat dipisahkan. Pemikiran
Taoisme ini bersifat naturalistik yang tidak memusatkan perhatian pada persoalan
tentang seluruh struktur alam semesta yang diorientasikan dalam ajaran etikanya
tentang kejujuran, ketulusan hati, ketaatan, kesederhanaan, keadilan, dan
keseimbangan kehidupan.
b. Hidup secara alamiah. Taoisme memiliki pandangan bahwa setiap diri manusia
memiliki kodrat alamiahnya sendiri, jalan hidupnya masing-masing yang
membuat satu sama lainnya berbeda.
c. Hidup sewajarnya. Tidak berlebihan dan jangan terlalu mementingkan
kepribadian dan keadaan dari luarnya saja karena yang terpenting itu adalah
pemahaman mengenai jati diri sendiri.
4. Etika. Kehidupan yang alami menjadi suatu kebajikan dasar yang memicu munculnya
tiga buah kebajikan lain yang menuntun manusia dalam kehidupannya, yaitu lemah
lembut, rendah hati, dan menyangkal diri. Oleh karena itu, manusia yang bijaksana
dan menginginkan hidup tenang dan tentram akan mempercayakan seluruh hidupnya
kepada Dao atau alam semesta.

Kontemplatif Kristen
1. Berdoa kontemplatif membuka pikiran dan hati umatnya kepada Allah. Akar dari doa
kontemplatif merupakan keheningan batin. Doa kontemplatif mengalami kehadiran
Tuhan sebagai tanah tempat umatnya mengakar, yang menjadi sumber dari kehidupan
umatnya saat ini.
2. Kontemplatif berasal dari Bahasa Latin, yaitu contemplore yang berarti merenung dan
memandang.
3. Kontemplatif merupakan cara hidup yang mengutamakan kehidupan penuh
ketenangan sehingga dapat berdoa dan bersemedi dengan mudah. Kontemplatif
kristen memiliki tiga ekspresi utama dari kehidupan doa, yaitu:
a. Do’a. Doa dalam agama Kristen adalah tradisi berkomunikasi Tuhan, baik dalam
kepenuhan Tuhan atau sebagai salah satu pribadi dari Trinitas.
b. Meditasi Kristen. Meditasi Kristen adalah proses dengan sengaja memusatkan
perhatian pada pemikiran tertentu (seperti bagian Alkitab) dan merefleksikan
maknanya dalam konteks kasih Tuhan.
c. Do’a kontemplatif. Merupakan bentuk doa tertinggi yang bertujuan untuk
mencapai persatuan spiritual yang erat dengan Tuhan.
4. Pandangan kontemplatif mengenai jiwa manusia.
a. Menurut Richard di dalam kontemplasi jiwa manusia dapat mengalami ekstasi
atau pengangkatan melalui tiga tahap, yakni tingkat imajinasi, tingkat rasio, dan
tingkat intuisi.
b. Imajinasi: setara dengan indra manusia
c. Rasio: akal budi yang menunjukkan hal-hal yang tidak tampak dan masih dapat
dipahami oleh akal.
d. Intuisi: hal-hal yang tidak diketahui indra dan tidak dipahami oleh rasio.
Sufi
Pengertian
1. Secara etimologi, kata “Sufi” berasal dari bahasa Arab, yaitu ‫ صوف‬yang berarti “wol”,
merujuk pada jubah sederhana yang dikenakan oleh para ulama muslim. Ada yang
berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf yang berarti barisan dalam sholat dan
dari kata Safa yang berarti kemurnian.
2. Sufisme adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara menyucikan jiwa dan
memperoleh kebahagiaan yang abadi. Sufisme menekankan pada keseimbangan.
3. Setiap jiwa memiliki keistimewaan yang berharga dan dalam tasawuf pertumbuhan
spiritual yang sejati adalah pertumbuhan seimbang dari keseluruhan individu,
termasuk tubuh, pikiran, dan spirit (jiwa).
4. Misi seorang Sufi adalah mengembangkan hati yang lembut, berperasaan, dan
memiliki kasih sayang dan untuk mengembangkan kecerdasan hati.
Tokoh-tokoh
1. Jalaluddin Rumi (Tasawuf cinta).
Rumi mengemukakan pendapat bahwa seseorang yang ingin memahami kehidupan
dan asal usul ketuhanan dari dirinya, ia dapat melakukannya tidak hanya melalui jalan
pengetahuan, tetapi juga bisa melalui jalan cinta. Cinta adalah asas penciptaan alam
semesta dan kehidupan. Cinta juga merupakan keinginan yang kuat untuk mencapai
sesuatu dan untuk menjelmakan diri. Rumi mengatakan bahwa cinta sejati dapat
membawa seseorang mengenal alam hakikat yang tersembunyi dalam bentuk-bentuk
lahiriah kehidupan. Karena cinta dapat membawa kita menuju kebenaran tertinggi.
a. Keterbatasan akal
b. Kekuatan cinta
Menurut Rumi ada dua macam bentuk cinta, yaitu cinta imitasi (isyq majazi) dan
cinta sejati (isyq haqiqi). Cinta imitasi adalah cinta kita kepada lawan jenis dan
segala bentuk keindahan lainnya selain Tuhan. Sedangkan cinta sejati adalah cinta
kita kepada Tuhan Semata.
2. Al-Ghazali (Tasawuf Takhalli, Tahalli, Tajalli)
Beliau mengemukakan pandangannya mengenai tiga tingkatan penyucian jiwa, yaitu:
a. Takhalli. Takhalli merupakan langkah awal yang mengimbau kepada manusia
untuk membersihkan diri dari semua perilaku tercela. Diantara sifat-sifat yang
tercela, yang harus dilenyapkan dari jiwa manusia, adalah hasad, haqqab, ujub,
bakhil, riya, hubbul jah, hubbur riyasah, takabur, ghadab, ghibah, namimah kizib,
siyahul kalam syahut tha‟am, hubbud dunia.
b. Tahalli. Tahalli merupakan ibadat hati, yaitu mencerminkan perilaku-perilaku baik
dan sifat terpuji di kehidupan setelah melepas sifat tercela. Apabila sifat-sifat
buruk telah dibuang, kemudian sifat-sifat baik telah ditanamkan, maka akan
lahirlah kebiasaan-kebiasaan baik, akhlak mulia.
c. Tajalli. Merupakan proses pemupukan rasa ketuhanan dalam diri dengan cara
meningkatkan rasa cinta kepada Allah sehingga manusia mencapai kebersihan
jiwa. Apabila jiwa telah bersih, maka Allah akan memasukkan nur atau cahaya ke
dalamnya.
Jiwa manusia dalam pandangan sufi
1. Jiwa berkarakter insani, menguasai hati, sumber syahwat dan wataknya berkehendak
pada keburukan. Jiwa juga disebut sebagai kesenangan duniawi.
2. Tingkatan jiwa menurut kaum sufi:
a. Nafs Ammarah. Menguasai dan mendorong alam bawah sadar untuk melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan fitrah (mendorong kepada kejahatan).
b. Nafs Lawwamah. Manusia suka mencela dan menyesali diri sendiri. Tahap ini,
manusia mulai mendapatkan cahaya hati atau hidayah, tetapi belum bisa
mengubah kebiasaan negatifnya.
c. Nafs Mulhammah. Manusia memperoleh ilham dari Allah dan mulai merasakan
kenikmatan dalam beribadah, meditasi, dan aktivitas spiritual lainnya.
d. Nafs Muthmainnah. Manusia merasa bahwa dirinya berada dalam kebersamaan,
ketentraman, dan kedamaian Allah.
e. Nafs Radhiyah. Tumbuh spiritual yang lebih dalam dan manusia memiliki hati
yang lunak. Pada tingkat ini manusia tidak hanya puas dengan takdirnya, tetapi
manusia juga puas dengan segala kesulitan dan ujian hidup yang juga datang dari
Tuhan. Manusia yang berada pada tingkat nafs ini adalah manusia yang sudah
sampai ke derajat waliyullah (kekasih Allah Swt).
f. Nafs Mardhiyyah. Manusia merasakan senang dan cinta kepada Allah, dan Allah
pun begitu. Tingkatan di level nabi.
g. Nafs Kamilah. Manusia sudah terlepas dari ego dan tidak lagi memiliki keinginan.
Mereka berserah diri kepada Sang Pencipta dan disebut sebagai nafs sempurna.
Tingkatan di level kerasulan.

Dimensi Eksoteris dan Esoteris


1. Eksoteris (ekso = luar)
a. Merupakan seluruh hal yang boleh diketahui dan dilakukan oleh semua anggota
dari golongan yang menganut paham tertentu.
b. Aspek eksternal, formal, hukum, dogmatis, ritual, etikal, dan moral dalam sebuah
agama.
c. Inti dari eksoterisnya adalah kepercayaan dan kepatuhan terhadap hukum ritual
dan moral.
2. Esoteris (eso = dalam)
a. Berkaitan dengan lapisan kesadaran yang lebih mendalam, kontemplatif, mistikal,
dan meditatif.
b. Aspek metafisis dan dimensi internal agama.
c. Lekat kaitannya dengan ilmu tasawuf atau sufisme dalam agama Islam.
d. Sifatnya pribadi dan personal dalam diri masing-masing individu. Gerakan ini
muncul dari usaha pribadi manusia untuk mencari, memahami, dan merasakan
kehadiran Tuhan secara bathin.

Religiusitas dan Spiritualitas


1. Spiritualitas
a. Didefinisikan sebagai proses aktif dan positf yang melibatkan pencarian aktivitas-
aktivitas yang mengembalikan seseorang kepada rasa keterpaduan kepada kualitas
keutuhan dan kedamaian dalam diri.
b. Dimensi spiritualitas: dimensi transenden, makna dan tujuan hidup, misi hidup,
kesucian hidup, nilai material, altruisme, idealisme, dan kesadaran akan adanya
penderitaan.
2. Religiusitas
a. Religiusitas adalah suatu keadaan, pemahaman dan ketaatan seseorang dalam
meyakini suatu agama yang diwujudkan dalam pengamalan nilai, aturan,
kewajiban sehingga mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai
dengan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
b. Religiusitas meliputi pengetahuan agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas
agama), sikap sosial keagamaan.
c. Menurut Glock dan Stark (1966), religiusitas adalah adalah tingkat konsepsi
seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya.
Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya,
sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu
dipahami secara menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk
menjadi religius.
d. Dimensi religiusitas: dimensi keyakinan, peribadatan atau praktek agama,
pengamalan, pengetahuan, dan penghayatan.
Perbedaan Religiusitas dan Spiritualitas
1. Orang religius adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada. Sedangkan orang
spiritual adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu hadir. Orang religius melakukan
perbuatan tidak baik karena ia berpikir Tuhan hanya ada, tapi tidak hadir. Sedangkan
orang spiritual berpikir bahwa Tuhan ada di manapun dia berada.
2. Orang religius adalah orang yang merasa paling suci dan paling benar. Orang spiritual
adalah orang yang melihat semua orang adalah setara, semua punya kelebihan dan
kekurangan.
3. Orang religius adalah orang yang mudah melihat perbedaan, dan sensitif dengan
perbedaan. Orang spiritual adalah orang yang mudah melihat persamaan, mau menerima
perbedaan, mau mendengarkan orang lain.
4. Orang religius adalah orang yang hanya mementingkan simbol-simbol agama dan ritual
agama saja. Orang spiritual adalah orang yang menyembunyikan ibadahnya dari orang
lain, dan mempraktekkan keagamaannya di manapun dan kapanpun.
5. Orang religius adalah orang yang baik dalam urusan ibadah saja. Orang spiritual adalah
orang yang baik dalam semua urusan, karena menganggap semua urusan adalah ibadah.

Anda mungkin juga menyukai