Filsuf-filsuf terkenal
Seperti yang kita ketahui, kemunculan ilmu psikologi tidak terlepas dari pemikiran-pemikiran
dari filsuf yang berasal dari Yunani Kuno. Banyak filsuf-filsuf terkenal yang menyatakan
pemikirannya tentang asal mula alam semesta dan apa itu jiwa manusia. Di sini, kita akan
membahas beberapa tokoh, yaitu Thales, Anaximadros, Anaximenes, Phytagoras, Heraclitus,
Parmenideas, dan Demokritus.
1. Thales (625-547 SM)
Thales merupakan tokoh naturalis yang pertama kali menyatakan tentang
perlunya penjelasan secara alamiah terhadap gejala-gejala alam. Beliau bertanya,
sebenarnya apa dan siapa yang membentuk alam semesta?
“segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari substansi yang sifatnya alamiah, dan
dikendalikan oleh prinsip-prinsip alamiah..”
Lalu, ia pun bertanya-tanya terus mengenai substansi dan elemen yang
mengendalikan segala sesuatu yang ada di bumi hingga sampai ke kesimpulan bahwa
dasar dari bumi atau alam semesta adalah air. Alasannya, ia berpikir kalau tidak ada
air di dunia atau alam semesta, makhluk hidup tidak akan bisa bertahan hidup.
Thales merupakan tokoh pencetus cara berpikir ilmiah. Ia disebut sebagai
orang Yunani Kuno pertama yang mengembangkan tradisi kritis yang kemudian
menjadi karakter dari filsafat Yunani.
Thales juga mengemukakan pandangannya mengenai jiwa. Ia mengatakan
bahwa semua materi atau benda-benda di alam memiliki jiwa. Ia berpikir demikian
karena jiwa didefinisikansebagai segala sesuatu yang menggerakkan.
2. Anaximandros
Ia sampai pada pemikiran bahwa prinsip dasar dari segala sesuatu adalah the Apeiron
atau tak hingga. To apeiron merupakan suatu prinsip niskala (tak berwujud) yang
dijadikan prinsip dasar segala sesuatu. To apeiron merujuk pada sesuatu yang bersifat
ilahi, tidak berkesudahan, tak berubah, dan meliputi segala sesuatu.
3. Anaximenes
Ia merupakan salah satu tokoh filsafat Yunani Kuno yang juga mengutarakan
pendapatnya mengenai substansi dasar dari bumi dan alam semesta. Anaximenes
mengutarakan bahwa substansi dasar pembentuk alam semesta adalah udara.
Menurutnya, udara dapat memadat sehingga kemudian udara yang padat diperas
sehingga terjadinya hujan yang berisi air. Ia juga beranggapan bahwa awan, es, dan
salju juga disebabkan oleh udara kental, api disebabkan oleh udara yang dijernihkan
dan encer, seta tanah dihasilkan dari udara yang dipadatkan dengan sangat keras. Oleh
karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur yang diciptakan dari udara
dipengaruhi oleh proses pemadatan dan tingkat kepadatan dari udara itu sendiri.
4. Pythagoras (580 – 500 SM)
Pythagoras merupakan filsuf Yunani Kuno selanjutnya yang turut
berkontribusi dalam ilmu filsafat. Ia terkenal dengan pandangannya mengenai struktur
manusia, yaitu dualism. Menurutnya, manusia terdiri dari jiwa (mind) dan tubuh
(body) yang satu sama lain terpisah. Jiwa dianggap sebagai sesuatu yang bersifat
abstrak, tetap, dan dapat diketahui oleh rasio (pikiran), sedangkan tubuh merupakan
sesuatu yang empiris, berubah-ubah, dan dapat diketahui oleh indra.
Pythagoras mengemukakan pemikirannya bahwa angka dan geometri adalah
kunci dari realitas. Ia juga mengemukakan tentang konsep tentang objek. Pythagoras
mengatakan bahwa objek terdiri dari dua jenis, yaitu abstrak dan fisik. Objek abstrak
merupakan objek matematik yang hanya bisa dipahami oleh rasio, sedangkan objek
fisik merupakan objek konkret (alam) yang hanya bisa dipahami oleh panca indera.
Contoh:
- Rumus matematika merupakan salah satu contoh dari objek abstrak. Ia hanya bisa
dipahami jika dipikirkan, bukan hanya sekedar dilihat, dideangar, dicium, diraba,
dan dirasa.
- Batu merupakan salah satu contoh dari objek fisik yang bisa dipahami oleh panca
indera. Ia bisa dipahami sebagai suatu benda keras dengan cara diraba.
5. Heraclitus (540 – 480 SM)
Heraclitus merupakan tokoh berikutnya yang mengemukakan pikiran
mengenai substansi dasar alam semesta. Ia berpendapat bahwa api merupakan
substansi dasar karena api memiliki kekuatan untuk mengubah sesuatu. Contohnya,
api bisa mengubah kayu menjadi abu, mengubah air menjadi uap, dan sebagainya.
Dalam hal tentang manusia, ia menekankan pada konsep perubahan.
Heraclitus memandang segala sesuatu yang ada di alam semesta, termasuk manusia
berada di bumi ini dalam proses menjadi sesuatu atau becoming. Baginya, tidak ada
satu peristiwa pun yang konstan atau terjadi dua kali.
Analogi: Air sungai. Air sungai selalu mengalir dan tidak pasti akan bermuara
ke mana. Air sungai yang telah melewati wilayah A, tidak akan kembali lagi ke
wilayah tersebut dan akan terus mengalir.
Heraclitus beranggapan bahwa realitas subjektif manusia terus berubah
sehingga yang diperoleh hanya kemungkinan-kemungkinan saja. Tidak ada sesuatu
yang benar-benar mutlak. Segala sesuatu merupakan suatu kontinum yang berada di
antara dua kutub. Dengan demikian, ia berpendapat bahwa dalam mempelajari
manusia, pendekatan ideaographic yang harus diutamakan dari pada nomothetic
karena tidak ada manusia yang benar-benar sama dan semua terlahir unik akan apa
adanya diri sendiri.
Tambahan: Api dan Jiwa manusia
- Jiwa yang sehat: jiwa yang kering.
- Jiwa yang sakit: jiwa yang basah.
6. Permenides (540 – 470 SM)
Filsuf pertama yang memperkenalkan philosophy of being. Hal ini bertentangan
dengan pendapat dari Heraclitus yang menyatakan pandangannya mengengai
philosophy of becoming. Permenides menganggap sebuah perubahan itu hanyalah
ilusi. Ia mengatakan bahwa realitas itu satu, tidak berubah, tidak bergerak, tidak bisa
dipisahkan, dan abadi yang hanya bisa dipahami menggunakan nalar. Instrumen
dalam memahami dan memperoleh pengetahuan yang pasti adalah rasionalitas.
Permenides juga mengungkapkan bahwa pengalaman indrawi adalah sesuatu yang
menipu dan tidak dapat mengantarkan kepada objektivitas.
Kontemplatif Kristen
1. Berdoa kontemplatif membuka pikiran dan hati umatnya kepada Allah. Akar dari doa
kontemplatif merupakan keheningan batin. Doa kontemplatif mengalami kehadiran
Tuhan sebagai tanah tempat umatnya mengakar, yang menjadi sumber dari kehidupan
umatnya saat ini.
2. Kontemplatif berasal dari Bahasa Latin, yaitu contemplore yang berarti merenung dan
memandang.
3. Kontemplatif merupakan cara hidup yang mengutamakan kehidupan penuh
ketenangan sehingga dapat berdoa dan bersemedi dengan mudah. Kontemplatif
kristen memiliki tiga ekspresi utama dari kehidupan doa, yaitu:
a. Do’a. Doa dalam agama Kristen adalah tradisi berkomunikasi Tuhan, baik dalam
kepenuhan Tuhan atau sebagai salah satu pribadi dari Trinitas.
b. Meditasi Kristen. Meditasi Kristen adalah proses dengan sengaja memusatkan
perhatian pada pemikiran tertentu (seperti bagian Alkitab) dan merefleksikan
maknanya dalam konteks kasih Tuhan.
c. Do’a kontemplatif. Merupakan bentuk doa tertinggi yang bertujuan untuk
mencapai persatuan spiritual yang erat dengan Tuhan.
4. Pandangan kontemplatif mengenai jiwa manusia.
a. Menurut Richard di dalam kontemplasi jiwa manusia dapat mengalami ekstasi
atau pengangkatan melalui tiga tahap, yakni tingkat imajinasi, tingkat rasio, dan
tingkat intuisi.
b. Imajinasi: setara dengan indra manusia
c. Rasio: akal budi yang menunjukkan hal-hal yang tidak tampak dan masih dapat
dipahami oleh akal.
d. Intuisi: hal-hal yang tidak diketahui indra dan tidak dipahami oleh rasio.
Sufi
Pengertian
1. Secara etimologi, kata “Sufi” berasal dari bahasa Arab, yaitu صوفyang berarti “wol”,
merujuk pada jubah sederhana yang dikenakan oleh para ulama muslim. Ada yang
berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf yang berarti barisan dalam sholat dan
dari kata Safa yang berarti kemurnian.
2. Sufisme adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara menyucikan jiwa dan
memperoleh kebahagiaan yang abadi. Sufisme menekankan pada keseimbangan.
3. Setiap jiwa memiliki keistimewaan yang berharga dan dalam tasawuf pertumbuhan
spiritual yang sejati adalah pertumbuhan seimbang dari keseluruhan individu,
termasuk tubuh, pikiran, dan spirit (jiwa).
4. Misi seorang Sufi adalah mengembangkan hati yang lembut, berperasaan, dan
memiliki kasih sayang dan untuk mengembangkan kecerdasan hati.
Tokoh-tokoh
1. Jalaluddin Rumi (Tasawuf cinta).
Rumi mengemukakan pendapat bahwa seseorang yang ingin memahami kehidupan
dan asal usul ketuhanan dari dirinya, ia dapat melakukannya tidak hanya melalui jalan
pengetahuan, tetapi juga bisa melalui jalan cinta. Cinta adalah asas penciptaan alam
semesta dan kehidupan. Cinta juga merupakan keinginan yang kuat untuk mencapai
sesuatu dan untuk menjelmakan diri. Rumi mengatakan bahwa cinta sejati dapat
membawa seseorang mengenal alam hakikat yang tersembunyi dalam bentuk-bentuk
lahiriah kehidupan. Karena cinta dapat membawa kita menuju kebenaran tertinggi.
a. Keterbatasan akal
b. Kekuatan cinta
Menurut Rumi ada dua macam bentuk cinta, yaitu cinta imitasi (isyq majazi) dan
cinta sejati (isyq haqiqi). Cinta imitasi adalah cinta kita kepada lawan jenis dan
segala bentuk keindahan lainnya selain Tuhan. Sedangkan cinta sejati adalah cinta
kita kepada Tuhan Semata.
2. Al-Ghazali (Tasawuf Takhalli, Tahalli, Tajalli)
Beliau mengemukakan pandangannya mengenai tiga tingkatan penyucian jiwa, yaitu:
a. Takhalli. Takhalli merupakan langkah awal yang mengimbau kepada manusia
untuk membersihkan diri dari semua perilaku tercela. Diantara sifat-sifat yang
tercela, yang harus dilenyapkan dari jiwa manusia, adalah hasad, haqqab, ujub,
bakhil, riya, hubbul jah, hubbur riyasah, takabur, ghadab, ghibah, namimah kizib,
siyahul kalam syahut tha‟am, hubbud dunia.
b. Tahalli. Tahalli merupakan ibadat hati, yaitu mencerminkan perilaku-perilaku baik
dan sifat terpuji di kehidupan setelah melepas sifat tercela. Apabila sifat-sifat
buruk telah dibuang, kemudian sifat-sifat baik telah ditanamkan, maka akan
lahirlah kebiasaan-kebiasaan baik, akhlak mulia.
c. Tajalli. Merupakan proses pemupukan rasa ketuhanan dalam diri dengan cara
meningkatkan rasa cinta kepada Allah sehingga manusia mencapai kebersihan
jiwa. Apabila jiwa telah bersih, maka Allah akan memasukkan nur atau cahaya ke
dalamnya.
Jiwa manusia dalam pandangan sufi
1. Jiwa berkarakter insani, menguasai hati, sumber syahwat dan wataknya berkehendak
pada keburukan. Jiwa juga disebut sebagai kesenangan duniawi.
2. Tingkatan jiwa menurut kaum sufi:
a. Nafs Ammarah. Menguasai dan mendorong alam bawah sadar untuk melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan fitrah (mendorong kepada kejahatan).
b. Nafs Lawwamah. Manusia suka mencela dan menyesali diri sendiri. Tahap ini,
manusia mulai mendapatkan cahaya hati atau hidayah, tetapi belum bisa
mengubah kebiasaan negatifnya.
c. Nafs Mulhammah. Manusia memperoleh ilham dari Allah dan mulai merasakan
kenikmatan dalam beribadah, meditasi, dan aktivitas spiritual lainnya.
d. Nafs Muthmainnah. Manusia merasa bahwa dirinya berada dalam kebersamaan,
ketentraman, dan kedamaian Allah.
e. Nafs Radhiyah. Tumbuh spiritual yang lebih dalam dan manusia memiliki hati
yang lunak. Pada tingkat ini manusia tidak hanya puas dengan takdirnya, tetapi
manusia juga puas dengan segala kesulitan dan ujian hidup yang juga datang dari
Tuhan. Manusia yang berada pada tingkat nafs ini adalah manusia yang sudah
sampai ke derajat waliyullah (kekasih Allah Swt).
f. Nafs Mardhiyyah. Manusia merasakan senang dan cinta kepada Allah, dan Allah
pun begitu. Tingkatan di level nabi.
g. Nafs Kamilah. Manusia sudah terlepas dari ego dan tidak lagi memiliki keinginan.
Mereka berserah diri kepada Sang Pencipta dan disebut sebagai nafs sempurna.
Tingkatan di level kerasulan.