Anda di halaman 1dari 17

A.

LATAR BELAKANG

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena


dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
cepat dan mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri
bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak
mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan,
kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan
kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti
transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya.
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah


dan penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan
ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi.
Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja
manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif
yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang
terjadi di Bali dan Jakarta baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan
proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab,
jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana
dan malapetaka.

Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian


akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah
teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak
terlepas dari si ilmuwannya.

1
Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang
ilmuwan haruslah dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung
jawab akademis, dan tanggung jawab moral.

Pernyataan diatas berkaitan dengan wewenang penjelajahan sains,


kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan
tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi
yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek pembahasan integrasi
keilmuan ialah aksiologi ilmu.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan aksiologi ilmu (nilai kegunaan ilmu) ?


2. Apa permasalahan aksiologi ilmu yang melandasi sikap manusia ilmiah ?
3. Bagaimana ilmu jika dilihat dari segi manfaat dan kerugian dalam ilmu
tersebut ?
4. Siapa sajakah tokoh tokoh atau aliran dalam hubungannya dengan
aksiologi ilmu ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengertian dari aksiologi ilmu.


2. Untuk mengetahui permasalahan aksiologi ilmu yang melandasi manusia
ilmiah.
3. Untuk mengetahui ilmu aksiologi melalui segi manfaat dan kerugian
dalam ilmu tersebut.
4. Untuk mengenal dan mengetahui tokoh-tokoh filsafat dan pandangan yang
berhubungan dengan ilmu aksiologi.

2
D. PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN AKSIOLOGI ILMU ( NILAI KEGUNAAN ILMU )

Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai
dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.
Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Dalam
pemikiran filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam
pemikiran Plato mengenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal
dengan Summum Bonum (kebaikan tertinggi) (Muntasyir dan Munir,
2007:26). Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut
Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia (1995:19) dalam aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut
Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan
moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu.1

Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian


tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong),
serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba
merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.

Menurut Bramel aksiologi terbagi tiga bagian:


1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan

1
Burhanuddin, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raneka Cipta,
1997), hlm. 168

3
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.

Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan


dengan value and valuation :

1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih
sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai - nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi
nilai atau dinilai.2

2. PERMASALAHAN AKSIOLOGI ILMU YANG MELANDASI


SIKAP MANUSIA ILMIAH

Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa


permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
pada masalah etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Etika menilai perbuatan manusia,
maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-
norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di
dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan

2
Amsal Bakthiar; Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT Grafido Persada, 2004), hlm. 164

4
norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.


Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada
subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi
penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian
nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang.3 Jadi permasalahan aksiologi ilmu yang
melandasi sikap manusia ilmiah meliputi :

1. Sifat Nilai
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan
hasrat, kesenangan, kepuasan minat, kemauan rasional yang murni. Dan
segala pengalaman yang menunjang peningkatan nilai atau mutu
kehidupan. Dengan kata lain, paras nilai adalah pertalian yang erat
antarasesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau untuk
menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya.

2. Tipe Nilai
Didalam tipe nilai ada dua yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
interinsik adalah nilai yang terdapat pada diri sendiri sebagai martabat diri.
Yang tergolong ke dalam nilai intrinsik yaitu kebaikan dari segi moral,
kecantikan, keindahan, kesucian, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah
nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai intrinsik.
Penerapan tipe nilai tersebut dapat diarahkan untuk menilai pentas drama,

3
Amsal Bakhtiar, op.cit., hlm. 166

5
karya seni, karya ilmiah. Sasaran penilaian tersebut dapat dikalsifikasikan
menjadi Sangat Baik, Baik, Kurang Baik dan sebagainya.

3. Kriteria Nilai
Kriteria nilai untuk menguji kadar nilai berdasarkan teori psikologi dan
teori logika. Penganut aliran yang disebut naturalis beranggapan bahwa
kelestarian hiduplah yang dapat dijadikan tolok ukur penilaian. Sedangkan
John Dewey dan pengikutnya beranggapan bahwa keseimbanganlah yang
dijadikan tolok ukurnya.

4. Status Metafisika Nilai


Status metafisika nilai mempunyai nilai hubungan yang subjektiv, objektif
logis serta objektif metafisik.

Problem utama aksiologi menurut Runes (Mustansyir dan Munir,


2007:27-28) berkaitan dengan empat faktor penting adalah sebagai berikut :

Pertama, kodrat nilai berupa problem mengenai; apakah nilai itu


berasal dari keinginan (Voluntarisme: Spinoza), kesenangan (Hedonisme:
Epicurus, Bentham, Meinong), kepentingan (Perry), preferensi (Martineau),
keinginan rasio murni (Kant), pemahaman mengenai kualitas tersier
(Santayana), pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian (Personalisme:
Green), berbagai pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzshe),
relasi benda-benda sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau konsekuensi
yang sungguh dapat dijangkau (Pragmatisme: Dewey).

Kedua, jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan pandangan antara nilai


intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental
yang menjadi penyebab (baik barang-barang ekonomis atau peristiwa-
peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai instrinsik.

Ketiga, kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai yang


dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika. Penganut hedonist

6
menemukan bahwa ukuran nilai terletak pada sejumlah kenikmatan yang
dilakukan oleh seseorang (Aristippus) atau masyarakat (Bentham). Penganut
intuisionist menunjukkan suatu wawasan yang paling akhir dalam keutamaan.
Beberapa penganut idealist mengakui sistem-sistem objektif norma-norma
rasional atau norma-nora ideal sebagai kriteria (Plato). Seorang penganut
naturalist menemukan keunggulan biologis sebagai ukuran yang standar.

Keempat, status metafisik nilai mempersoalkan tentang bagaimana


hubungan antara nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu
kealaman (Koehler), kenyataan terhadap keharusan (Lotze), pengalaman
manusia tentang nilai pada realitas kebebasan manusia (Hegel). Ada tiga
jawaban penting yang diajukan dalam persoalan status metafisika nilai ini
yaitu: (1) Subjektivisme menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang
terikat pada pengalaman manusia, seperti halnya: hedonisme, naturalisme,
positivisme; (2) Objektivisme logis menganggap bahwa nilai merupakan
hakikat atau subsistensi logis yang bebas dari keberadaannya yang diketahui,
tanpa status eksistensial atau tindakan dalam realitas; (3) Objektivisme
metafisik menganggap nilai atau norma adalah integral, objek dan unsur-
unsur aktif kenyataan metafisik, seperti yang dianut oleh : Theisme,
Absolutisme, Realisme.

3. ILMU DILIHAT DARI SEGI MANFAAT DAN KERUGIAN YANG


DITIMBULKAN

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena


dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu
telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit,
kelaparan, kemiskinan, dan berbagaai wajah kehidupan yang sulit lainnya.
Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya
seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya.

7
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai
tujuan hidupnya.

Ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang sudah teruji


kebenarannya secara ilmiah. Menurut Endrotomo, dalam ilmu dan teknologi,
ilmu merupakan suatu aktivitas tertentu yang menggunakan metode tertentu
untuk menghasilkan pengetahuan tertentu.

Fungsi ilmu antara lain sebagai berikut :

Menjelaskan, contohnya menjelaskan semua fenomena kejadian alam


Memprediksi segala sesuatu yang akan terjadi
Mengontrol atau mengendalikan, dari hasil prediksi maka kita dapat
mengontrol atau mengendalikan sesuatu yang akan terjadi.

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan


berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu
demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak hanya berkah dan
penyelamat bagi manusia, terbebas dari kutukan yang membawa malapetaka
dan kesengsaraan namun ilmu pengetahuan dan teknologi juga bisa menjadi
bencana bagi manusia. Memang mempelajari teknologi seperti bom atom,
manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi
keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat
sebaliknya, yakni membawa manusia pada penciptaan bom atom yang
menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan
yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai
dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Di sinilah
ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak kepada nilai - nilai
kebaikan dan kemanusiaan. Sebab jika ilmu tidak berpihak kepada nilai-nilai,
maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Berkenaan dengan nilai
guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi
seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.

8
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip
oleh Jujun. S. Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaan
apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat
manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu,
bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu,
karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.

Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian


akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-
kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada
persoalan etika keilmuwan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung
jawab seorang ilmuwan harus dipupuk dan berada pada tempat yang tepat,
tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral.

Dewasa ini, perkembangan ilmu sudah melenceng jauh dari


hakikatnya, dimana ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu
manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan menciptakan
tujuan hidup itu sendiri. Disinilah moral sangat berperan sebagai landasan
normatif dalam penggunaan ilmu serta dituntut tanggung jawab sosial
ilmuwan dengan kapasitas keilmuwannya dalam menuntun pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga tujuan hakiki dalam kehidupan manusia
bisa tercapai.

9
4. ALIRAN / TOKOH FILSAFAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
AKSIOLOGI KEILMUAN

Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh cara


pandang dan pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing aliran
filsafat, yakni :

1. Pandangan Aksiologi Progresivisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James


(1842-1910), Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan
Jhon Dewey. Menurut progressivisme, nilai timbul karena manusia
mempunyai bahasa. dengan demikian, adanya pergaulan dalam masyarakat
dapat menimbulkan nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal
dari dorongan, kehendak, perasaan, dan kecerdasan dan individu-individu.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai
kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan
adanya hubungan antara manusia dan lingkungannya, baik yang terwujud
sebagai lingkungan fisik maupun kebudayaan atau manusia.

Aliran filsafat progressivisme telah memberikan sumbangan yang


besar terhadap ilmu karena telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan,
dan kebebasan kepada anak didik. Oleh karena itu, filsafat ini tidak
menyetujui pendidikan yang otoriter. Setiap pebelajar mempunyai akal dan
kecerdasan sebagai potensi yang dimilikinya yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lain. Potensi tersebut bersifat kreatif dan dinamis untuk
memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Oleh karena itu
sekolah harus mengupayakan pelestarian karakteristik lingkungan sekolah
atau daerah tempat sekolah itu berada dengan prinsip learning by
doing (sekolah sambil berbuat). Tegasnya, sekolah bukan hanya berfungsi
sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan), melainkan juga

10
sebagai transfer of value (pendidikan nilai-nilai) sehingga anak menjadi
terampil dan berintelektual.

2. Pandangan Aksiologi Essensialisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah Desiderius


Erasmus, John Amos Comenius (1592- 1670), John Locke (1632-1704),
John Hendrick Pestalalozzi (1746-1827), John Frederich Frobel (1782-
1852), Johann Fiedirich Herbanrth (1776-1841),dan William T. Horris
(1835-1909). Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dari pandangan-pandangan
idealisme dan realisme karena aliran essensialisme terbina dari dua
pandangan tersebut.

Aliran essensialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan harus


berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban
manusia. Kebudayaan yang diwariskan kepada kita telah teruji oleh
seluruh zaman, kondisi, dan sejarah. Kesalahan kebudayaan modern
sekarang menurut aliran ini ialah cenderung menyimpang dari nilai-nilai
yang diwariskan itu. Esessialisme memandang bahwa seorang pebelajar
memulai proses pencarian ilmu pengetahuan dengan memahami dirinya
sendiri, kemudian bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Dari
mikrokosmos menuju makrokosmos.

a. Teori Nilai Menurut Idealisme

Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum


kosmos karena itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi
dalam pelaksanaan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap,
tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan
dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal
seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana
tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk itu, ekspresi

11
perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan
kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat
menunjukkan keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.

b. Teori Nilai Menurut Realisme

Menurut realisme, sumber semua pengetahuan manusia terletak pada


keteraturan lingkungan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik
dan buruknya keadaan manusia tergantung pada keturunan dan
lingkungannya. Perbuatan seseorang adalah hasilGeorge Santayana
memadukan pandangan idealisme dan realisme dalam suatu sintesa
dengan menyatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan
suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman
seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun
idealisme menjunjung tinggi asas otoriter atau nilai-nilai, namun tetap
mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan nilai-nilai itu atas
dirinya sendiri.

3. Pandangan Aksiologi Perenialisme

Tokoh utama aliran ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas
Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah
sebagai zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu
dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan
lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial dan kultural yang lain.
Sedangkan menyangkut nilai aliran ini memandangnya berdasarkan asas-
asassupernatular, yakni menerima universal yang abadi. Dengan asas
seperti itu, tidak hanya ontologi, dan epistemolagi yang didasarkan pada
teologi dan supernatural, tetapi juga aksiologi. Tingkah laku manusia
dipengaruhi oleh potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya.
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia

12
berdasarkan pada asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi,
khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia terletak pada
jiwanya. Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga menentukan hakikat
perbuatan-perbuatannya.

Aliran perenialisme berpandangan bahwa ilmu pengetahuan sangat


dipengaruhi oleh pandangan tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, dan
Thomas Aquinas. Menurut Plato manusia secara kodrati memiliki tiga
potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Karena itu ilmu pengetahuan
hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar
kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi.
Sedangkan Aristoteles lebih menekankan pada dunia kenyataan. Tujuan
perolehan ilmu adalah kebahagian untuk mencapai tujuan itu, maka aspek
jasmani, emosi dan intelektual harus dikembangkan secara seimbang.

4. Pandangan Aksiologi Rekonstruksionisme

Aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang berusaha merombak


kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan perenialisme yang
memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman kebudayaan yang
terganggu oleh kehancuran, kebingungan,dan kesimpangsiuran. Aliran
rekonstruksionalisme dalam memecahkan masalah, mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan manusia yang memerlukan kerja
sama.

Aliran rekonstruksionisme ingin merombak kebudayaan lama dan


membangun kebudayaan baru melalui lembaga dan proses ilmu
pengetahuan melalui pendidikan. Perubahan ini dapat terwujud bila
melalui usaha kerja sama semua umat manusia atau bangsa-bangsa. Masa
depan umat manusia adalah suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh
rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh suatu golongan.
Cita-cita demokrasi yang sebenarnya bukan hanya dalam teori melainkan

13
harus menjadi kenyataan, dan terlaksana dalam praktik. Hanya dengan
demikian dapat pula diwujudkan satu dunia yang dengan potensi-potensi
teknologi mampu meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran,
keamanan, dan jaminan hukum bagi masyarakat, tanpa membedakan
warna kulit, nasionalitas, kepercayaan, dan agama.

Dengan demikian implikasi dan nilai-nilai (aksiologi) di ilmu


pengetahuan harus diintegrasikan secara utuh dalam kehidupan secara
praktis dan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang meliputi
kecerdasan, nilai-nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama. Hal ini
tersimpul di dalam tujuan perolehan ilmu pengetahuan yakni membawa
kepribadian secara sempurna. Pengertian sempurna disini ditentukan oleh
masing-masing pribadi, masyarakat, bangsa sesuai situasi dan kondisi.

Konsekuensi dari segi aksiologi adalah ilmu itu bebas nilai (value free
of sciences) atau ilmu netral nilai, aksiologi ini juga memberikan
sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Bentuk
sumbangannya antara lain dapat dilihat dengan adanya konsep Islamisasi
ilmu pengetahuan. Bagi Syed M. Naquib al-Attas yang telah lama
memahami secara akurat akar kebudayaan dan pandangan hidup Islam di
Barat, menegaskan bahwa penyebab kemunduran umat Islam adalah
rusaknya ilmu pengetahuan (corruption of knowledge) sehingga mereka
tidak bisa lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Dari
kajiannya yang sistematis, maka tokoh ini menawarkan agar ilmu
pengetahuan yang telah rusak itu, harus dibenahi secara fundamental yang
kemudian dia istilahkan dengan Islamisasi Sains. Terkait dengan itu,
maka berikut ini dikemukakan beberapa proposisi tentang kemungkinan
islamisasi sains, yakni :

1. Dalam pandangan Islam, alam semesta sebagai obyek ilmu


pengetahuan tidak netral, melainkan mengandung nilai (value) dan
maksud yang luhur. Bila alam dikelola sesuai dengan maksud

14
yang inheren dalam dirinya akan membawa manfaat bagi manusia.
Maksud alam tersebut adalah suci (baik) sesuai dengan misi yang
emban dari Tuhan.
2. Ilmu pengetahuan adalah produk akal pikiran manusia sebagai hasil
pemahaman atas fenomena di sekitarnya. Sebagai produk pikiran
maka corak ilmu yang dihasilkan akan diwarnai pula oleh corak
pikiran yang digunakan dalam mengkaji fenomena yang diteliti.
3. Dalam pandangan Islam, proses pencarian ilmu tidak hanya berputar-
putar di sekitar rasio dan empiri, tetapi juga melibatkan al-qalb yakni
intuisi batin yang suci. Rasio dan empiri mendeskripsikan fakta
dan al-qalb memaknai fakta, sehingga analisis dan konklusi yang
diberikan sarat makna-makna atau nilai.

Dapatlah dipahami bahwa secara metodologis, pertimbangan nilai


dapat teraplikasikan dalam ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan
Islam. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diorientasikan pada
weltans-chauung (pandangan dunia), mendudukan weltanschauung pada
strata tertinggi, yakni fakta, pengamatan dan pemaknaan semuanya
diwarnai oleh weltans-chauung Islami.4

4
Syekhuddin. 2009. Aksiologi.http://jaringskripsi.wordpress.com/author/syekhu/.
(Diakses 10 September 2017)

15
E. KESIMPULAN

Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan


manusia, kajian tentang nilai nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan
teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam
penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga
bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan
teknologi harus diperhatikan sebaik baiknya. Dalam filsafat penerapan
teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.Seorang ilmuwan
mempunyai tanggung jawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki
dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.

16
F. DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raneka Cipta,


1997)

Amsal Bakthiar; Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT Grafido Persada, 2004)

Syekhuddin. 2009. Aksiologi.http://jaringskripsi.wordpress.com/author/syekhu/.


(Diakses 10 September 2017)

17

Anda mungkin juga menyukai