Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Disusun guna memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Bpk Rikza Chamami

Disusun oleh :

Iskandar Ahmad Dzulqurnain (1703036122)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH dan KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu ilmu yang memiliki tujuan
untuk bagaimana menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu
mendukung keberlangsungan bangsa dan negara Pendidikan Kewargaan secara
substansif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan
sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan(PKN) merupakan usaha untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antarwarga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi
warga negara yang dapat di andalkan oleh bangsa dan negara. Upaya
mewarganegarakan individu atau orang – orang yang hidup dalam suatu negara
merupakan tugas pokok negara. Konsep warga negara yang cerdas dan baik tentunya
amat tergantung dari pandangan hidup dan sistem politik negara yang bersangkutan.
Tetapi hal yang patut di sayangkan adalah pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan
tersebut tidak pernah lepas dari pengaruh kepentingan sesaat pemerintah yang
berkuasa.
Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan nasioanal bukan lah
merupakan hal yang baru di Indonesia. Beragam nama dan model pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang mengemban misi pendidikan demokrasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan?
2. Apa saja tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu?
3. Bagaimana sejarah Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa sajakah yang di harapkan dari Kompetesi yang di harapkan dalam
Pendidikan Kewarganegaraan?
5. Bagaimana kontribusi Pendidikan Kewarganegaraan dalam menjadikan warga
negara yang baik?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Secara etimologis istilah Civic Education oleh sebagai pakar Indonesia di


terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan di wakili oleh
Azyumardi Azra dan Tim ICCE(Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta
sebagai pengembang”Civic Education”di Perguruan Tinggi yang pertama,sedangkan
istilah Pendidikan Kewarganegaraan di wakili oleh Zamroni,Mohammad Numam
Soemantri,Udin S.Winataputra dan Tim CICED(Center Indonesian for Civic
Education),Merphin Panjaitan,Soedijarto,dan pakar yang lain.

Kewarganegaraan dalam bahasa latinya di sebut”CIVIS”selanjutnya dari


kata“CIVIS”dalam bahasa Inggris timbul kata”CIVIC”yang artinya ilmu
kewarganegaraan.Akhirnya dari kata CIVIC lahir kata”CIVICS”yang artinya ilmu
kewarganegaraan atau Civic Education,Pendidikan Kewarganegaraan,menurut
kansil(2002:3)

Secara Terminologi istilah Civic Education mempunyai padangan kata yang


lain yaitu Civics,Citizenship , Citizenship education.Namun lima istilah tersebut
bermaksud sama,yaitu mengarah pada pentingnya pendidikan demokrasi atau
pendidikan politik bagi rakyat atau masyarakat.Pada sisi yang lain,gerakan yang
menunjukan pentingnya Civic Education itu ternyata mempunyai sejarah nya sendiri
yang panjang. Dalam kesempatan ini,saya tidak bermaksud untuk
memaparkannya,melainkan langsung berfokus pada pengertian atau defenisi” Civic
Education” secara hakiki.1

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut beberapa para Ahli:

1. Zamroni (2003:10)
Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pendidikan Demokrasi yang bertujuan untuk
mempesiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak Demokratis,melalui

1
Tim ICCE.2003, Civic Education:Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Hlm.5-6.
aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah
bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.2
2. Prof Dr.Achmad Sanusi,S.H.

kedudukan dan peran warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya
sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan kostitusi negara yang
bersangkutan(2002:4),

3. Menurut Undang-Undang Pendidikan,


Undang-undang nomer 2 tahun 1989 menyebutkan bahwa”Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga
negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara(PPBN)”.
4. M.Numan Somantri,2001:Abdul Azis Wahab dan sapriya,2011:winarno 2013
pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan
Demokrasi Politik yang di perluas dengan sumber-sumber pengetahuan
lainya,pengaruh-pwngaruh positif dari pendidikan sekolah,masyarakat,dan orang
tua,yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa utuk perpikir
keritis,analitis,bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
5. Menurut Dra.Shofiatun azmi,Mpd
Pendidikan Kewarganegaraan(PKN) terdiri dari dua kata yaitu Pendidikan dan
Kewarganegaraan.Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia,serta
keterampilan yang di perlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan negara(pasal 1 UU
No.20 Tahun 2003)
6. Secara akademik,Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berfungsi untuk membina kesadaran warga negara dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan jiwa dan nilai konstitusi yang berlaku(UUD
1945).Dalam penjelasannya Pasal 37(2)UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem

2
Margaret S. Branson, dkk. 1999. Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta. Hlm. 4
Pendidikan Nasional.dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air

Istilah Pendidikan Kewargaan pada satu sisi identik dengan Pendidikan


Kewarganegaraan.Namun di sisi lain istilah Pendidikan Kewargaan secara substansif
tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan
hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang
merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga
membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia(global society),dengan
demikian orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya
dari pada Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan(PKN) merupakan usaha untuk membekali peserta


didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antarwarga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi
warga negara yang dapat di andalkan oleh bangsa dan negara(penjelasan Pasal 39 UU
No.2 tahun 1989,tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat dapat begitu saja
meniru dan mentransformasikan nilai-nilai Demokrasi.Selain itu ,Pendidikan
Kewarganegaraan adalah suatu proses yang di lakukan oleh lembaga pendidikan di
mana seseorang mempelajari orientasi,sikap,dan perilaku politik sehingga yang
bersangkutan memiliki political kenowledge,awarenes,attitude,political efficacy,dan
political participation,serta kemampuan mengambl keputusan politik secara rasional
dan menguntungkan bagi dirinya juga masyarakat dan bangsa.

Beberapa Istilah Pendidikan Kewarganegaraan hasil penelusuran Udin s.winataputra


(2006) dan diperkaya oleh Sapriya(2013) sebagai berikut :

1. Pendidikan Kewarganegaraan(Indonesia)
2. Civics,Civic Education(USA)
3. Citizenship Education(UK)
4. Educacion Civicas(Mexico)
5. Talimatul Sachunterricht(jerman)
6. Civics,Social Studies(Australia)
7. Social Studies (USA,New Zealand)
8. life Orientation(Afrika Selatan)
9. People and Society(hongaria)
3
10. Pendidikan Sivik(Malaysia)
B. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara programatik, pendidikan kewarganegaraan di tujukan pada garapan


akhir yaitu pembentukan warga negara yang baik.yang di maksud baik di sini adalah
sesuai dengan UUD 1945 di tempatkan sebagai norma dan parametrik kehidupan
nasional Indonesia dalam wadah negara kesatuan republic Indonesia.di tinjau dari
cara kerjanya yang bergerak dalam linggkungan pendidikan, pendidikan
kewarganegaraan bertujuan membentuk kualitas kepribadian negara yang baik.

Kreteria warga negara yang baik dapat digali dari beberapa kualitas kepribadian
sebagai perwujudan dari potensi yang melekat pada diri seseorang warga
negara.stanley.dimond(1970) memberikan deskripsi kualitas kepribadian warga
negara yang baik, meliputi :

1. Seseorang yang loyal


2. Orang yang selalu belajar
3. Seorang pemikir
4. Sikap demokratis
5. Gemar melakukan tindakan kemanusiaan

Di samping itu National Council for The Social memberikan tujuan pendidikan
kewarganegaraan dengan rumusan sebagai berikut;ada tiga target dari rumusan tiga
tujuan yang kita yang bisa mengantarkan warga negara memiliki kualitas pribadi yang
baik yaitu :

1. Warga yang terinformasi


2. Bersikap analitis
3. Melaksanakan nilai nilai demokrasi dan aktif dalam kehidupan masyarakat

Warga negara terinsformasi hendaknya memiliki kualitas kepribadian dalam hal.


Memiliki pengetahuan dan kecakapan memecahkan masalah , memiliki kesadaran
akan peranan ilmu pengetahuan kontemporer , memiliki kesiapan dalam kehidupan
ekonomi .warga negara yang bersikap analitis paling tidak memiliki kualitas dalam

3
Nur wardani Paristiyanti. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. 2016. Jakarta. Hlm.8
hal.kemampuan mengambil keputusan terhadap dunia yang senantiasa berubah.
Penerimaan terhadap fakta fakta baru,gagasan gagasan baru dan cara hidup baru.

Senada dengan hal itu, cogan (1998) menegaskan bahwa warga negara yang baik
harus memiliki kemampuan untuk.1)menjawab tantangan global.2)bekerja sama
dengan orang lain.3)menerima dan toleransi terhadap perbedaan budaya.4) berfikir
kritis dan sitematis.bertolak dengan tujuan civi education di atas . maka tujuan
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia hendaknya selalu mengacu terhadap tujuan
pendidikan nasional sebagaimana yang telah di isyaratkan oleh undang undang nomor
20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.

Dalam penjelasan paal 37(2) UU No 20 tahun 2003 tentang system


pendidikan nasional, di tegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan, di maksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air. Sebagai progam pendidikan , pendidikan warganegaraan tergolong dalam
mata kuliah yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara .pendidikan
kewarganegaran mengamban misi dalam mempersiapkan bangsa Indonesia yang
tangguh yang memiliki kompetisi kongnisi,psikomorik,dan karakter pribadi yang
berkontribusi bagi bangsa dan negara.4

C. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

kurikulum 1975 pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dengan nama mata


pelajaran Pendidikan Moral Pancasila disingkat PMP. Demikian pula bagi generasi
tahun 1960 awal, istilah pendidikan kewarganegaraan lebih dikenal Civics. Adapun
sekarang ini, berdasar Kurikulum 2013, pendidikan kewarganegaraan jenjang
pendidikan dasar dan menengah menggunakan nama mata pelajaran PPKn. Perguruan
tinggi menyelenggarakan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Untuk memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia,
pengkajian dapat dilakukan secara historis, sosiologis, dan politis. Secara historis,
pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai jauh sebelum
Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah kebangsaan
Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai

4
Suparlan Al Hakim. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. 2016. Malang. Wisma
Kalimetro.Hlm.9
tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah
berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain
seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi
lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada
tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan
diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia.

Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-
terangan maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh
bagaikan jamur di musim hujan. Secara umum, organisasiorganisasi tersebut bergerak
dan bertujuan membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka.
Indonesia sebagai negara merdeka yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri
yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan terhadap kekuatan asing. Inilah cita-
cita yang dapat dikaji dari karya para Pendiri Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta).

Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang,


pengorbanan jiwa dan raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas
nama bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia
menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan, bangsa Indonesia masih
harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena ternyata penjajah belum
mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan Indonesia sebagai wilayah
jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai
saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan
kemerdekaan melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik maupundiplomatis.
Perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk
menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.

Prof. Nina Lubis (2008), seorang sejarawan menyatakan, “... dahulu, musuh
itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk mendapatkan keadilan,
kemanusiaan, yang sama bagi warga negara, kini, musuh bukan dari luar, tetapi dari
dalam negeri sendiri: korupsi yang merajalela, ketidakadilan, pelanggaran HAM,
kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak
menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dll.”
Dari penyataan ini tampak bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi
negara-bangsa, mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa
(the founding fathers), belumlah selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu,
diperlukan adanya proses pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat
memelihara semangat perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air.
PKn pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran
sosial kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negarabangsa. Dalam pidato-
pidatonya, para pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan
bangsa Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk
mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan menduduki Indonesia yang
telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh
para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat berjuang
mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural. Inilah
sumber PKn dari aspek sosiologis. PKn dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan
oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan
mempertahankan eksistensi negara-bangsa. Upaya pendidikan kewarganegaraan pasca
kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di sekolah-sekolah hingga terbitnya
buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat Baru
Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek,
Soeroyo Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir.
Pada cetakan kedua, Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono
(1960), dalam sambutannya menyatakan bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden
kembali kepada UUD 1945 sudah sewajarnya dilakukan pembaharuan pendidikan
nasional. Tim Penulis diberi tugas membuat buku pedoman mengenai kewajiban-
kewajiban dan hakhak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan
Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut Prijono, buku Manusia dan
Masjarakat Baru Indonesia identik dengan istilah “Staatsburgerkunde” (Jerman),
“Civics” (Inggris), atau “Kewarganegaraan” (Indonesia).

Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan


sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana dapat
diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai
dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan
Kewargaan Negara (1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata
pelajaran PKn membahas cara pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan,
sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan
Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk
"nation and character building” bangsa Indonesia. Bagaimana sumber politis PKn
pada saat Indonesia memasuki era baru, yang disebut Orde Baru? Pada awal
pemerintahan Orde Baru, Kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan Kurikulum
1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang
bersifat indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode pembelajaran
baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila,
sebagaimana tertera dalam Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1968 sebagai berikut. “

“Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang terutama
ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta pengembangan
manusia yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan Bangsa. Sebagai alat
formil dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewargaan Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Olahraga.
Pendidikan Agama diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai kelas VI dan
tidak dapat diganti pendidikan budi pekerti saja. Begitu pula, Pendidikan Kewargaan
Negara, yang mencakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi, dan Pengetahuan Kewargaan
Negara, selama masa pendidikan yang enam tahun itu diberikan terus menerus.
Sedangkan Bahasa Indonesia dalam kelompok ini mendapat tempat yang penting
sekali, sebagai alat pembina cara berpikir dan kesadaran nasional. Sedangkan Bahasa
Daerah digunakan sebagai langkah pertama bagi sekolah-sekolah yang menggunakan
bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar sampai kelas III dalam membina jiwa dan
moral Pancasila. Olahraga yang berfungsi sebagai pembentuk manusia Indonesia yang
sehat rohani dan jasmaninya diberikan secara teratur semenjak anak-anak menduduki
bangku sekolah."

Dalam Kurikulum 1968 untuk jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan


Kewargaan Negara termasuk dalam kelompok pembina Jiwa Pancasila bersama
Pendidikan Agama, bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga. Mata pelajaran
Kewargaan Negara di SMA berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2) Ketetapan-
ketetapan MPRS 1966 dan selanjutnya; dan (3) Pengetahuan umum tentang PBB.
Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran wajib untuk
SMA. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan korelasi, artinya
mata pelajaran PKn dikorelasikan dengan mata pelajaran lain, seperti Sejarah
Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Hak Asasi Manusia, dan Ekonomi, sehingga mata
pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara menjadi lebih hidup, menantang, dan
bermakna. Kurikulum Sekolah tahun l968 akhirnya mengalami perubahan menjadi
Kurikulum Sekolah Tahun 1975. Nama mata pelajaran pun berubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila dengan kajian materi secara khusus yakni menyangkut
Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan dari mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, dan
ekonomi. Hal-hal yang menyangkut Pancasila dan UUD 1945 berdiri sendiri dengan
nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sedangkan gabungan mata pelajaran
Sejarah, Ilmu Bumi dan Ekonomi menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(lPS). Pada masa pemerintahan Orde Baru, mata pelajaran PMP ditujukan untuk
membentuk manusia Pancasilais. Tujuan ini bukan hanya tanggung jawab mata
pelajaran PMP semata. Sesuai dengan Ketetapan MPR, Pemerintah telah menyatakan
bahwa P4 bertujuan membentuk Manusia Indonesia Pancasilais. Pada saat itu,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) telah mengeluarkan Penjelasan
Ringkas tentang Pendidikan Moral Pancasila (Depdikbud, 1982), dan mengemukakan
beberapa hal penting sebagai berikut.

“Pendidikan Moral Pancasila (PMP) secara konstitusional mulai dikenal


dengan adanya TAP MPR No. lV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan
Negara dan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Dengan adanya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Paneasila (P4), maka materi PMP
didasarkan pada isi P4 tersebut. Oleh karena itu, TAP MPR No. II/ MPR/1978
merupakan penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara. Selanjutnya TAP MPR
No. II/MPR?1978 dijadikanlah sumber, tempat berpijak, isi, dan evaluasi PMP.
Dengan demikian, hakikat PMP tiada lain adalah pelaksanaan P4 melalui jalur
pendidikan formal. Di samping pelaksanaan PMP di sekolah-sekolah, di dalam
masyarakat umum giat diadakan usaha pemasyarakatan P4 lewat berbagai penataran.
“... dalam rangka menyesuaikan Kurikulum 1975 dengan P4 dan GBHN 1978, ...
mengusahakan adanya buku pegangan bagi murid dan guru Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ... usaha itu
yang telah menghasilkan Buku Paket PMP...."

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (l) P4 merupakan


sumber dan tempat berpijak, baik isi maupun cara evaluasi mata pelajaran PMP
melalui pembakuan kurikulum 1975; (2) melalui Buku Paket PMP untuk semua
jenjang pendidikan di sekolah maka Buku Pedoman Pendidikan Kewargaan Negara
yang berjudul Manusia dan Masyarakat Baru lndonesia (Civics) dinyatakan tidak
berlaku lagi; dan (3) bahwa P4 tidak hanya diberlakukan untuk sekolah-sekolah tetapi
juga untuk masyarakat pada umumnya melalui berbagai penataran P4. Sesuai dengan
perkembangan iptek dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat, kurikulum sekolah
mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994. Selanjutnya nama mata pelajaran
PMP pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) yang terutama didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada ayat 2
undangundang tersebut dikemukakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan
jenjang pendidikan wajib memuat: (1) Pendidikan Pancasila; (2) Pendidikan Agama;
dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan. Pasca Orde Baru sampai saat ini, nama mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan kembali mengalami perubahan. Perubahan
tersebut dapat diidentifikasi dari dokumen mata pelajaran PKn (2006) menjadi mata
pelajaran PPKn (2013).5

D. KOMPETENSI YANG DI HARAPKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Menurut pokja kewarganegaraan lemhanas 2001 kompetensi lulusan pendidikan


kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari
seorang warga negara dalam berhubungan dengan warga negara memecahkan
berbagaimasalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan menerapkan
konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Pendidikankewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang
cerdas penuh tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini di sertai perilaku yang;

1. Beriman dan bertaqwa pada tuhan yang maha esa dan menghayati nilai pancasila.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan bernegara

5
Nur wardani Paristiyanti. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. 2016.
Jakarta.Hlm.10
3. Rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara
4. Bersikap professional yang di jiwai kesadaran bela negara
5. Aktif memenafaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk
kepentingan kemanusiaan bangsa dan negara.6
E. Kontribusi Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Secara umum pendidikan kewarganegaraan yang di lakukan oleh berbagai


neegara bertujuan agar warganegara bangsa tersebut mendalami kembali nilai nilai
dasar,sejarah dan masa depan bangsa yang bersangkutan dengan sesuai nilai
fundamental yang dianut bangsa bersangkutan.berjalan dengan kenyataan tersebut
pada hakikatnya PKN yang merupakan salah satu bagian dari mata kuiah kepribadian
harus mengedepakan aspek avektif di kalangan mahasiswa.

Landasan filosofis dan harapan di atas, kemudian perlu dicari relefansinya


dengan kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat,agar Pendidikan
Kewarganegaraan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi pemecahan
permasalahan kemasyarakatan yang sedang dan akan dihadapi bangsa atau
masyarakat Indonesia.oleh karena itu apapun bentuk Pendidikan Kewarganegaraan
yang dikembangkan di berbagai bangsa sangat perlu mengembangkan nilai nilai
fundamental bangsa(masyarakat) tersebut sesuai dengan dinamika perubahan sosial,
agar nilai nilai fundamental tersebut menemukan relefansinya untuk memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap masalah masyarakat bangsa dan negara.

Pendidikan kewarganegaraan (PKN) yang dikembangkan di Indonesia


seharusnya juga mampu menemukan kembali relefansi nilai fundamental masyarakat
dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat. Sehubungan dengan itu
pengajaran PKN tidak boleh hanya bermateri pada persolan kongnitif, tetapi harus
memberikan sentuhan moeal dan social action. Sentuhan moral ini justru harus
mendapat perhatian yang lebih besar, akhir pembelajaran PKn mampu menuju sasaran
dan tujuannya, yaitu untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang baik
dan bertanggung jawab.

Munculnya gelombang reformasi yang membawa harapan baru bagi


perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani Indoesia, disamping itu

6
Sutoyo.Pendidikan Kewarganegaraan. 2011.Yogyakarta. Hlm.10
juga menyisakan masalah sosial masalha bangsa dan negara yang harus diselesaikan.
Maalah tersebut antara lain.

1. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan


2. Munculnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat
3. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas
4. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat
5. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan dan hak asasi manusia
6. Kerusakan system dan kehidupan ekonomi
7. Memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, dan rasa tolong menolong
8. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga

Dengan pendekatan pembelajaran dengan sentuhan moral dan social action di


atas, Pendidikan Kewarganegaraan akan mampu menanamkan nilai-nilai budaya
bangsa dan moral yang tinggi kepada para mahasiswa agar kelak mereka mampu
memahami dan memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Lembaga0lembga
pendidikan sebagai salah satu civil society organization perlu menggalang jaringan
yang kuat agar gagasan ini dapat meluas sebagai salah satu upaya recovery dari
keterpurukan krisis multidimensional sekaligus sebagai upaya perwujudan masyarakat
madani Indonesia, seperti pendapat Askury Ibnu Chamim dalam Sobirin (2003:14).

Keberhasilan pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tersebut di atas


akan dapat melahirkan mahasiswa yang dapat mengembangkan diri menjadi warga
negara kritis, cerdas dan beradab atau warga negara yang baik dan bertanggungjawab.
Nilai strategis tersebut pada gilirannya akan membuahkan tingkah laku yang sangat
positif dari mahasiswa, yaitu keterlibatan atau partisipasi warga negara yang efektif
dan bertanggungjawab untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial dan politik
secara keseluruhan.

Kontribusi pendidikan terhadap mahasiswa keperawatan atau kebidanan akan


melahirkan tenaga perawat atau bidan yang professional, dapat menjadi sosok perawat
atau bidan yang professional, dapat menjadi sosok perawat atau bidan yang ideal
senantiasa menjadi role model bagi perawat atau bidan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien. Hal ini dikarenakan perawat atau bidan professional
memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep,
teori dan aplikasi, ramah, sopan santun saat memberikan asuhan keperawatan
terhadap pasiennya menggunakan pendekatan ilmu keperawatan atau kebidanan tanpa
mengesampingkan disiplin ilmu lainnya termasuk Pendidikan Kewarganegaraan.7

7
Sutoyo.Pendidikan Kewarganegaraan. 2011.Yogyakarta. Hlm.12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pendidikan Demokrasi yang bertujuan
untuk mempesiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
Demokratis,melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru
bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin
hak-hak warga masyarakat.
2. Tujuan pendidikan kewarganegaraan untuk menciptakan warga negara yang baik,
dengan rumusan sebagai berikut;ada tiga target dari rumusan tiga tujuan yang
yang bisa mengantarkan warga negara memiliki kualitas pribadi yang baik yaitu :
a. Warga yang terinformasi
b. Bersikap analitis
c. Melaksanakan nilai nilai demokrasi dan aktif dalam kehidupan
masyarakat.
3. Pendidikankewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang
cerdas penuh tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini di sertai perilaku yang;
a. Beriman dan bertaqwa pada tuhan yang maha esa dan menghayati nilai
pancasila.
b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara
c. Rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara
d. Bersikap professional yang di jiwai kesadaran bela negara
e. Aktif memenafaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk
kepentingan kemanusiaan bangsa dan negara.
4. Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar warganegara bangsa tersebut
mendalami kembali nilai nilai dasar,sejarah dan masa depan bangsa yang
bersangkutan dengan sesuai nilai fundamental yang dianut bangsa
bersangkutan.berjalan dengan kenyataan tersebut pada hakikatnya PKN.
DAFTAR PUSTAKA
Sutoyo. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Taniredjo, Tukiran. 2013. Konsep dasar pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta: Ombak.
Alhakim, Suparlan. 2010. Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks indonesia. Malang:
Madani kelompok intrans publishing wisma kalimetro.
Burhan, Wirman. 2014. Pendidikan kewarganegaraan, pancasila dan undang-undang dasar
1945. Jakarta:Rajawali Pers.
Tim ICCE Jakarta. 2004. Buku panduan dosen pendidikan kewarganegaraan (civic
education). Jakarta:prenada media.
Kaelan. 2012. PendidikanKewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Yogyakarta:paradigma.

Jazim Hamidi. 2010. Civic Education antara realitas politik dan implementasi hukumnya.
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Paristiyanti Nurwardani. 2016.PendidikanKewarganegaraan untuk perguruan
tinggi.Jakarta:Ristekdikti.

Anda mungkin juga menyukai