Istilah pesantren di Indonesia lebih populer dengan sebutan Pondok Pesantren, lain halnya dengan
pesantren, pondok berasal dan kata bahasa Arab yang berarti hotel, asrama,rumah, dan tempat tinggal
sederhana (Hasbullah, 1996: 138).
Adapun pengertian pesantren, berawal pengertian:Pesantren berasal dan kalimat santri dengan
tambahan awal pe dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhof’ier, 1990: 18).
Asal usul kata “šantri” dalam pandangan Nurcholis Majid(1997: 19-20) dapat dilihat dan dan pendapat:
1. Santri
Santri berasal dan perkataan sastri sebuah kata Sanskerta yang berarti melek huruf, pendapat ini
menurut Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literaryhagi orang Jawa yang
berusaha mendalami ajaran agama melalui kitab-kitab yang bertulis dan bahasa Arab).
2. Cantrik
Perkataan santri sesungguhnya berasal dan bahasa Jawa dan kata ‘can trik’, yang berarti seseorang yang
selalu mengikuti guru ke mana guru ini pergi menetap.Menurut Manfred Ziemek (1988), kata pondok
berasal dari kata funduq (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang
merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.
Adapun kata pesantren berasal dan kata santri yang di imbuhi awalan pe dan akhiran an yang berarti
menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai
gabungan kata santri (manusia baik) dengan suku kata (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat
berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.terlepas dari itu, karena yang dimaksudkan dengan istilah
pesantren adalah suatu lembaga Pendidikan dan pengembangan agama Islam di Tanah Air (khususnya
Jawa) dimulai dan dibawa oleh Wali Songo, maka model pesantren di Pulan Jawa juga mulai berdiri clan
berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan pondok
pesantren yang pertama didirikan adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik
Ibrahim atan Syekh Maulana Maghribi.
Sementara A. Halim, clkk. (2005: 247) mengatakan bahwa Pesantren ìalah lembaga penddikan Islam
yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman, dipimpn oleh kiai sebagai pemangku/pemilik pondok pesantren
dan dibantu oleh ustaz/guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada santri, melalu: metode dan
teknik yang khas.
Pesantren secara sederhana dapat didefinisikan menurut karakteristik yang dimilikinya, tempat belajar
santri. Secara teknis pengertian pesantren dikemukakan oleh Mastuhu(1994: 55).
Menurutnya:Pesantren adaah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.Sepintas konotasi pesantren dengan istilah
“tradisional”di atas mengesankan, bahwa semua pesantren itu kolot, ketinggalan zaman, dan tidak
menerima perubahan. Padahal,istilah “tradisional” yang dimaksudnya bahwa lembaga ini hidup sejak
ratusan tahun (300—400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dan sistem
kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia,
dan telah mengalami perubahan dan masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat bukan
“tradisional” dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian
Dan heberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat dipaharni, bahwa pesantren adalah
suatu lembaga pendidikan Islam di manu paru santrinya tinggal di pondok yang dipimpin in oleli kiai.
Para santri tersebut mempelajari,memahami,mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama
islam de gan menekankan pada pentingnya moral keagamaan seba gai pedoman perilakunya dalam ke
hidupan sehari-hari.
Menurut H.M. Arifin, dikutip Mahmud (2011: 193), terbentuk pesantren dapat di lihat pada dua tujuan,
yaitu:
1. Tujuan umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkeprihadian Islam. Anak didik dengan ilmu
agamanya,sanggup menjadi mubalig dalam masyarakat sekita melalui ilmu dan agamanya
2. Tujuan khusus
Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang dianjurkan oleh kiai yang
bersangkutan serta mengamalkan dalam masyarakat.
1. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam. Anak didik dibantu agar mampu memahami makna
hidup, keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat.
2. Memilik kebebasan yang terpimpin.
3. Berkemampuan mengatur diri sendiri.
4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.
Menciptakan dan mengembangkan kepnbadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT.Berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sekaligus menjadi pelayanan masyarakat
sebagaimana kepribadian Nab Muhammad SAW (mengikuti Sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas
dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di
tengah-tengah masyarakat (‘izzuI islam waI-muslimin) serta mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian Indonesia.
Dan rumusan tujuan tersebut tampak jelas bahwa pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya
tegaknya Islam di tengah—tengah kehidupan sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci
keberhasilan hidup bermasyarakat. Disamping berfungsi sebagai lembaga pendidikan dengan tujuan
seperti yang telah dirumuskan di atas, pesantren mempunyai fungsi sebagai tempat penyebaran dan
penyiaran agama Islam.
sebagai lembaga dan pusat pendidikan Islam, pesantren bertujuan tidak semata untuk memperkaya
pikiran santri dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan islami,tetapi untuk meninggikan moral,
melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan
sikap tingkah laku jujur dan bermoral, dan menyiapkan santri untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Setiap santri diajar agar menerima etik agama di atas etik-etik yang lain.
Menurut Nurcholish Mad jid (1997: 31), pesantren dijadikan sebagai tempat pelestarian ajaran atan
ideologi tertentu, bahkan dapat disaksikan hingga dewasa ini. Hal ini mengingat bahwa suatu lembaga
pendidikan semacam pesantren dapat menjadi sarana transformasi paling jitu dalam memasarkan
gagasan-gagasan lembaga pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Ahlussunnah wal ,Jama’ah, atau
dikenal sebagai ideology sunni yang banyak di rumuskan oleh Abu Hasan al-Asyary Pengaruh aliran
teologi Asyariavah sangat berpengaruh pada kurikulum yang ada di dalamnya. Misalnya, dan teologi
Asy’ari tersebut yang biasa dipelajari oleh kaum santri adalah sifat dua puluh dan dijadikan sebagai
bahan ajaran utama. Walaupun demikian, tujuan politis-teologis semacam ini boleh dibilang sangat
eksklusif. Secara umum, tujuan pesantren pada dasarnya mengacu pada tujuan normatif di atas.
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya agama Islam di Indonesia, Pondok Pesantren
telah berinteraksi dengan masyarakat luas. Pesantren tclah memiliki pengalaman yang banyak dalam
menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu. Suithon Masyhudi mengutip pendapat
Azyumardi Azra, mengatakan bahwa ada tiga fungsi pondok pesantren, yaitu:
3. Reproduksi ulama.
1. Tujuan
Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid-murid dengan
penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat,
menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajar sikap dan tingkah laku yang bermoral, dan
menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati (Arifin, 1991: 240). Tujuan pendidikan
pesantren yang lebih konprehensif sebagai yang dikutip Ahmad Muthohar (2007) dan Mastuhu adalah
menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bemanfaat dan berkhidmat kepada masyarakat, mampu berdiri
sendiri, bebas dan tangguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakan islam,mencintai
ilmu dalam rangka mengembangkan kebribadian Indonesia.
a. Tujuan umum yaitu membina warga negara agar berkebpribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut padasemua segi kehidupannya serta menjadikannya
sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
b.Tujuan khusus
2. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan,
khususnya pembangunan mental spiritual.
Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia kini sedang berusaha membangun citra bangsa sambil
tetap mempertahankan identitas kulturalnya. Proses ganda ini diikhtiarkan dengan keseimbangan
antara pertumbuhan dan pemerataan,sekaligus melestarikan pola kehidupan sosial budaya yang
mendukung proses tersebut dalam rumusan yang lebih tetap.Indonesia sedang berusaha bagaimana
memantapkan kelangsungan psikologis dan kerangka proses peruhahan yang lebih luas. Proses ini
bersifat edukatif dan distributif dan menyiapkan langkah-langkah yang lebih tepat untuk menciptakan
dan menyebarkan pesan pembangunan yang sarat akan nilai luhur di mana dapat merangsang motivasi.
Proses yang kemudian melembaga ini diharapkan dapat mekanisme yang sesuai untuk memperlancar
terbentuknya tingkah laku yang dikehendaki, serta memberikan sanksi sosial sewajarnya terhadap
tindakan yang menyimpang. Hal ini sangat penting dalam kaitan upaya menemukan berbagai alternatif
Proses pendidikan bangsa dalam hentuk transformasi diri dalam rangka mengorganisasi masyarakat
agar lebih kreatif dan produktif di dalam menghadapi tugas-tugas barunya. Proses pembangunan
seyogianya mampu menemukan dan mernerankan secara tepat lembaga-lembaga dan sistem nilai
moralitas daam kehidupan yang sudah eksis sebagai pendorong ke arah positif (Ziernek, dkk., 1988: 72).
Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerja sama
mengatasi problema dan kurikuler mereka. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu
perolehan gelar dan ijazah karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah. Sistem pondok
pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persamaan, persaiidaraan, rasa percaya din, dan
keberanian hidup.Kemunculan dan perkembangan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
bukanlah di dalam ruang hampa, melainkan senantiasa dinamis. Kehadiran lembaga pendidikan Islam
telah membuka wawasan dan dinamika intclektual umat Islam. Secara sosiologis, dinamika pondok
pesantren sebagai lembaga penyelenggara pendidikan Islam dapat dipahami dan aspek-aspek:
1. Orientasi;
2. Strategi;
3. Sumber helajar
4. Metode helajar;
5. Kondisi kelembagaan;
6. Prestasi;
1. Mengikuti Pola Umum Pendidikan Tsam Tradisional Mengikuti pola umum pendidikan Islam
tradisional yaitu pendidikan islam yang tidak terlembagakan, seperti Pengajian yang dilaku kan di
kampung-kampung. Pengajian ini dilakukan di rumah sendiri dengan orangtua sebagai gurunya atau di
rumah-rumah guru ngaji, masjid, atau majelis taklim sederhana. Kemudian pendidikan Islam itu
terlembagakan dalam bentuk pesantren.
2. Musafir Ilmu
Ciri umum kedua pesantren adalah sosok pencari ilmunya sering disebut sebagai musafir pencan ilmu,
sehingga mereka layak untuk mendapatkan zakat karena termasuk sabillilah. Ciri ini berlaku dalam
tradisi pesantren manapun walaupun sekarang mungkin bisa bergeser menjadi beasisva santri. Musafir
dimaknai sebagai orang yang berada dalam suatu perjalanan. Santri disebut musafir ilmu karena ia
selalu mengembara untuk menecari ilmu dan satu pesantren ke pesantren lain. Ia selalu haus akan ilmu.
Dalam ulasannya mengenai pesantren, Zamakhsyari Dhofier (1990) mengemukakan lima unsur pokok
yang menjadi elemen dasar dan tradisi pesantren, yakni pondok,masjid,santri, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik, santri dan kiai.
Dengan demikian, unsur-unsur tradisi pesantren dapat dikategorikan lagi menjadi tiga kelompok:
Dalam suatu pesantren, pondok dan masjid merupakan dua bangunan yang sangat penting. Pondok
pada dasarnya adalah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para santri tinggal bersama dan
mendapat bimbingan dan kiai. Pondok, asrama bagi santri, ini sekaligus menjadi ciri khas tradisi
pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional lainnya di masjid-masjid, surau,
bahkan madrasah pada umumnya.
Berbicara tentang seorang pimpinan dalam Pondok pesantren tidak terlepas dari pada sosok seorang
kiai. Pada kalangan pesantren kiai merupakan aktor utama. Kiai lah yang merintis pesantren, mengasuh,
menentukan mekanisme belajar dan kurikulurn, serta mewarnai pesantren dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan yang dimilikinya. Karena itu, karekteristik pesantren dapat
diperhatikan melalni profil kiainya.
Kiai dan santri dalam tradisi pesantren adalah dua entitas yang tak dapat dipisahkan. Kiai adalah elemen
yang paling esensial dan kehadirannya merupakan sesuatu yang niscaya. Walau hanya sebagai orang
biasa, tetapi sebagai seorang aIim, arif, jawaban atas berbagai persoalan,sifatnya yang tawaduk, ikhlas,
orang-orang umumnya menempatkannya sebagal figur yang sangat sakral. Sehingga eksistensi kiai
sesungguhnya merupakan pemimpin non formal bagi masyarakat (Thoha, 2003: 16-17).
Pada 1979, Menteri Agama mengeluarkan Peraturan No. 3 Tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk
pondok pesantren:
2. Pesantren khalaf
Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pclajaran umum dalam kurikulum
madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti
SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.
3. Pesantren Kilat
Pesantren Kilat yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa
dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah dan
kepemimpinan. Adapun santri terdiri dan siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan
keagamaan di pesantren kilat.
4. Pesantren Terintegrasi
Pesantren Terintegrasi yaitu pesantren yang lebib menekankan pada pendidikan vokasional atau
kejurusan sebagaimana balai latihan kerja di Kementerian Tenaga Kerja dengan program yang
terintegrasi. Adapun santri mayoritas berasal dan kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.
Pondok pesantren telah terbukti memberikan andil yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, model pendidikan pondok pesantren di surau-surau telah
membuktikan kiprahnya di pentas nasional. dengan melahirkan para pejuang kemerdekaan seperti:
1. Pangeran Diponegoro,
Sejak awal indonesia merdeka, pemerintah telah menyematkan agama sebagai fondasi dalam
membangun bangsa dan negara. Hal ini dapat kita baca dalam Undang-Undang Dasarm1945. Dalam
pembukuan UUD 1945 alinea ketiga dinyatakan bahwa:
Kemederkaan Indonesia adalah semata-mata atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Mahakuasa,
Ayat (1):
2. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNT Dr. Teuku Syarif Thayeb).
A. HAKIKAT MANAJEMEN
Organisasi merupakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu cara yang terstruktur
untuk mencapai suatu tujuan khusus atau kumpulan tujuan-tujuan. Bagaimana organisasi mencapai
tujuannya tergantung pada performa manajerial efektvitas dan efisiensi manajer. Manajemen adalah
proses perencanaan planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuiting), dan pengendalian
(controlling) kegiatan anggota organisasi dan kegiatan penggunaan sumber-sumber daya organisasi
lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajernen pendidikan di pesantren merupakan suatu proses, yakni suatu aktivitas yang bukan hanya
bertumpu pada sesuatu yang bersifat mekanistik, melainkan penerapan-penerapan fungsi manajernen,
manajerial secara cfektif, walaupun sebagian pesantren yang ada jarang sekali menggunakan sistem
manajernen modern scperti layaknya apa yang diterapkan dalam lembaga pendidikan formal lainnya.
Manajemen pendidikan pesantren hakikatnya adalah suatu proses penatuan dan pengelolaan lembaga
pendidikan pesantren yang melibatkan sumberdaya manusia dan non manusia dalam menggerakan
mencapai tujuan pendidikan pesantren secara efektf dan efisien.
Menurut Ramayulis (2002: 241), prinsip—prinsip manajemen pendidikan Islam diuraikan menjadi tujuh,
yaitu: 1. IkhIas,
2. Kejujuran, 3. Arnanah,
4. Adil, 5. Tanggung
jawab, 6. Dinamis,
7. Praktis, dan 8. Fleksibel.
Abdurrahman Wahid (2001), menyebut pesantren sebagai subkultur. Karena pesantren memiliki tiga
elemen utama yang layak untuk menjadikannya sebagai suatu subkultur. Ya-itu:
1. Pola kepemimpinan pesantren yang mandiri dan tidak terkooptasi oleh negara. 2. Kitab-kitab
rujukan umum yang selalu digunakan yang diambil dan berbagai abad (dalam terminologi pesantren
dikenal dengan kitab klasik atau kitab kuning). 3. Sistem nilai (velue system) yang dianut.
Untuk menentukan sifat-sifat kepemimpinan ataupun ciri-ciri pribadi seorang pemimpin tidaklah mudah,
sebab menurut Kartini Kartono (1994: 73), seseorang dapat menjadi pemimpin banyak ditentukan oleh:
Beberapa fakta menunjukkan, bahwa perubahan kepemimpinan kiai di pesantren setidaknya ada tiga
pola perubahan kepemimpinan kiai pesantren, dan menurut Mujamil Qomar (2002: 254) berikul ini
penjelasannya:
1. Pola Responsif
Perubahan pola keperni rnpinan kiai yang mengambil bentuk responsif terhadap berbagai
perkembangan yang terjadi di luar pesantren. Pada titik ini, berbagai pandangan normatif-tradisi sering
tidak diindahkan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2. Pola Akomodatif
Perubahan pola kepemimpinan kiai yang mengambil hentuk akomodatif terhadap berbagai
perkembangan di luar persantren, utamanya terhadap herbagai perkembangan yang disebabkan oleh
modernisasi, industrialisasi, dan globalisasi.