Anda di halaman 1dari 10

Makalah Pengembangan Instrumen Penelitian

Ditulis pada November 29, 2011 oleh Nunuy Nurjanah


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian,
karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau
validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal
ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga
jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel
maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan.
Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas
dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan
fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang
telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah
tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data
variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian, jika instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel
penelitian maka kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa
teori yang dijadikan landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu
dalam penelitian kita. Selain itu konstruk variabel yang diukur oleh instrumen tersebut juga sama
dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam penelitian. Akan tetapi, jika instrumen
yang baku belum tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian, maka instrumen untuk
mengumpulkan data variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.
Dalam rangka memahami pengembangan instrumen penelitian, maka berikut ini akan dibahas
mengenai beberapa hal yang terkait, diantaranya pengertian instrumen, langkah-langkah
pengembangan instrumen, validitas dan reliabilitas.

RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
Apa pengertian instrument penelitian?
Apa saja jenis instrumen penelitian?
Bagaimana kriteria instrumen penelitian yang baik?

TUJUAN RUMUSAN MASALAH


Sebagaiman rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Apa pengertian instrument penelitian?
Apa saja jenis instrumen penelitian?
Bagaimana kriteria instrumen penelitian yang baik?

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN INSTRUMEN
Instrument penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan
data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. Jika data
yang diperoleh tidak akurat (valid), maka keputusan yang diambilpun akan tidak tepat.
Instrumen memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian dan penilaian.
Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. Menurut Arikunto, data merupakan
penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis, benar
tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.

JENIS – JENIS INSTRUMEN PENELITIAN


Secara garis besar instrument penelitian sosial dan pendidikan terbagi menjadi dua bagian yaitu
penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang
alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, dan yang terpenting
adalah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang
wajar (Bogdan & Biklen, 1982:27-30).
Oleh karena itu instrument yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan si peneliti itu
sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai instrument penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa
hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai
interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba (1985) ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi
instrument yang memiliki kualifikasi baik, yaiti: (1) responsive, (2) adaptif, (3) holistic, (4)
memahami konsep yang tak terkatakan, (5) mampu memproses data secara langsung, (6) mampu
mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, (7) mampu mengeksplorasi respon yang
khusus dan istimewa. Singkatnya semua alat – alat yang digunakan oleh peneliti kualitatif dalam
mengumpulkan data adalah sekedar alat bantu, sedangkan instrument utamanya adalah dirinya
sendiri.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis
pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini
penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tes, (2) kuesioner, (3)
pedoman observasi. Namun bila dikaji lebih jauh, sebagaimana yang akan ditunjukan pada
bahasan mengenai tes, akan lebih tepat kalau instrument penelitian dipilahkan menjadi empat
bagian, yaitu: (1) tes, (2) inventori, (3) kuesioner, (4) pedoman observasi.
Pemilahan instrument penelitian menjadi empat dipandang lebih tepat, karena masing – masing
jenis instrument memiliki karakteristik yang khas. Dalam tes, khususnya tes objektif, dikenal
adanya jawaban benar dan salah sehingga dapat diberi skor satu dan nol, masing – masing untuk
jawaban benar dan salah. Dalam inventori dan kuesioner jarang ada pernyataan/pernyataan yang
dapat dinilai secara benar dan salah.
Kuesioner digunakan untuk menjaring data yang bersifat informative factual, sehingga uji
validitas butir secara empirik tidak dapat dilakukan. Akibatnya tingkat reliabilitas instrument
yang berupa kuesioner tidak dapat diestimasi dengan menggunakan statistik. Sebaliknya, butir –
butir pertanyaan – pertanyaan didalam tes dan inventori wajib diuji validitasnya secara empirik.
Antara tes dan inventori ada kemungkinan menggunakan cara yang tidak sama.
Pedoman observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulksn data yang dapat diamati secara
nyata, maka pengujian validitas butir pernyataan dalam pedoman observasi tidak dapat dilakukan
secara empirik. Begitu pula tingkat reliabilitasnya tidak dapat diestimasi dengan menggunakan
pendekatan statistik.
TES SEBAGAI INSTRUMEN PENELITIAN
Dilihat dari aspek yang diukur , tes dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tes non-psikologis dan
tes psikologis. Jenis tes psikologis dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu tes psikologis yang
mengukur aspek afektif dan tes psikologis yang digunakan untuk mengukur kemampuan
intelektual.
tes psikologis yang dirancang untuk mengukur aspek afektif atau aspek non-intelektual dari
tingkah laku umumnya dikenal dengan nama tes kepribadian (personality tests). ”Tes
kepribadian” paling banyak digunakan untuk mengukur karakteristik seperti : pernyataan
emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat, dan sikap. Tes psikologis jenis inilsh yang
dalam bahasan selanjutnya disebut dengan nama inventory
Tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan
nama tes kemampuan (ability tests). Termasuk dalam kategori tes kemampuan ini adalah tes
bakat (aptitude tests) dan tes kemahiran (proficiency tests). Tes prestasi belajar (achievement
tests) termasuk dalam kategori kemahiran (Joni, 1984: 30).
Agar tes yang kita buat mampu memenuhi ketiga kriteria itu secara optimal, maka dalam
penyusunannya haruslah mengikuti prosedur dan melalui proses yang benar. Prosedur yang
ditempuh dalam menyusun atau mengembangkan tes kemampuan dalam rangka penelitian pada
dasarnya adalah sebagai berikut:
(1) Penetapan Aspek yang Diukur
Dalam pengembangan tes hasil belajar ada dua aspek yang mendapat perhatian, yaitu:
Materi pelajaran
Aspek kepribadian (ranah kognitif, afektif, dan/ psikomotor) yang diukur.
(2) Pendeskripsian Aspek yang Diukur
Pendeskripsian aspek yang diukur tidak lain dari penjabaran lebih lanjut dari definisi operasional
variable yang telah dilakukan pada langkah pertama. Untuk penyusunan tes, deskripsi variable
ini dituangkan dalam bentuk table spesifikasi atau lebih dikenal dengan nama kisi-kisi tes. Di
dalamnya termuat materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes dan tipe soal
yang digunakan, serta jumlah soal.
(3) Pemilihan Bentuk Tes
Pemilihan bentuk tes di sini ialah tipe soal dilihat dari caranya peserta tes memberikan jawaban
dan cara peneliti memberikan skor. Jika peserta tes memiliki kebebasan yang luas dalam
menjawab soal-soal tes, maka dikatakan bahwa tes itu adalah tes subjektif (free answer tests).
Sebaliknya, jika peserta tes tidak memiliki kebebasan dalam menjawab soal-soal tes, bahkan
hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan, maka tes itu disebut tes objektif
(restricted answer tests).
Dilihat dari caranya peneliti memberikan skor, tes juga dibedakan menjadi tes subjektif dan tes
objektif. Dinamakan tes subjektif apabila pada waktu member skor, peneliti harus memberikan
pertimbangan terlebih dahulu terhadap jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Setelah itu,
barulah ia dapat memberikan skor. Sebaliknya, suatu tes dinamakan tes objektif manakal peneliti
dapat memberikan skor secara langsung tanpa harus mempertimbangkan jawaban yang diberikan
oleh peserta tes. Hal ini dimungkinkan karena jawaban terhadap tes objektif, terutama model
pilihan, sudah bersifat pasti. Singkatnya, perbedaan tes subjektif dan tes objektif dapat dilihat
dari dua aspek: (1) dari kebebasan peserta tes dalam menjawab soal-soal tes dan (2) dari caranya
memberikan skor.
(4) Penulisan Butir Soal
(5) Perakitan Butir Soal
Perakitan butir soal ke dalam suatu tes didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang dibuat, bukan
disusun menurut urutan materi pelajaran. Buti-butir soal tes objektif dikelompokkan tersendiri,
demikian juga halnya dengan soal-soal tes subjektif.
(6) Pelaksanaan Uji Coba Tes
Kegiatan uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) validitas butir soal, (2)
tingkat reliabilitas tes, (3) ketepatan petunjuk dan kejelasan bahasa yang digunakan, dan (4)
jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes.
(7) analisi hasil uji coba
Analisi terhadap hasil uji coba tes dimaksudkan untuk mengetahui secara empirik validitas butir
soal dan tingkat reliabilitas tes. Ukuran yang digunakan untuk menilai validitas butir soal adalah
indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya beda soal (D).
(8) Seleksi, Penyempurnaan, dan Penataan Butir Soal
Seleksi atau penyempurnaan butir soal diperlukan karena biasanya selalu ada soal yang tidak
memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan daya beda soal. Oleh sebab itu,
jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji coba selalu harus lebih banyak dari jumlah yang
diperlukan. Lazimnya soal yang tergolong mudah sebagian ditaruh di bagian paling awal dari tes,
sedangkan yang sebagian lagi ditempatkan di bagian paling akhir.
(9) Pencetakan Tes
Yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini antara lain format, jenis dan model huruf yang
digunakan. Format tes berkenaan dengan tata letak (lay out) dari soal-soal di dalam tes,
sedangkan jenis dan model huruf erat hubungannya dengan besar dan kejelasan huruf yang
digunakan. Semuanya ini perlu diperhatikan agar penampilan tes menjadi rapi, “indah”, dan jelas
sehingga menarik untuk dikerjakan.
Jika kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama, kiranya
peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.

PENYUSUNAN INVENTORI
Inventori adalah instrument yang digunakan untuk mengukur karakteristik psikologis tertentu
dari individu. Karena itu, inventori sering disinonimkan dengan tes kepribadian. Perbedaan yang
Nampak jelas antara inventori dengan tes (kemampuan) ialah dalam hal sifat jawaban yang
diberikan. Dalam inventori, jawaban yang diberikan merupakan suatu keadaan yang sewajarnya,
suasana keseharian yang dirasakan dan dialami, atau sesuatu yang diharapkan. Dengan kata lain,
dalam menjawab pernyataan/pertanyaaan di dalam inventori, orang tidak perlu belajar terlebih
dahulu. Cukuplah kiranya jika ia dapat membaca dan/atau memahami hal-hal yang ditanyakan
kepadanya. Karakteristik inventori yang demikian itu menuntut tata cara penyusunan yang
berbeda dengan tes. Adapun prosedur yang dimaksud adalah:
Penetapan Konstruk yang Diukur
Konstruk menunjuk pada hal-hal yang pada dasarnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti
persepsi, minat, motivasi, sikap dan yang sejenisnya. Misalnya, variable yang akan diteliti adalah
“ sikap nasionalisme siswa SMA”. Dari variable penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa
konstruk yang akan diukur adalah sikap.
Perumusan Definisi Operasional.
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat – sifat hal yang didefinisikan
sehingga dapat diamati. Adapun cara yang dapat ditempuh untuk menyusun definisi operasional
variable jenis ini dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu adalah:
Yang menekankan pada kegiatan apa yang dilakukan agar konstruk yang didefinisikan itu
terjadi.
Yang memberikan aksentuasi kepada bagaimana kegiatan itu dilakukan, dan
Yang menitikberatkan pada sifat – sifat statis dari konstruk yang didefinisikan.(Suryabrata,
1983:84)
Pendeskripsian konstruk
Ketika langkah kita sudah sampai pada kegiatan merumuskan definisi operasional konstruk
(variable) yang akan diukur, seringkali belum dapat secara langsung disusun alat ukurnya.
Definisi operasional itu belum mampu menunjukan scara rinci mengenai isi konstruk (variable)
yang hendak diukur, sehingga diperlukan adanya deskripsi atas konstruk (variable) tersebut.
Untuk mempermudah penyusunan pernyataan dalam inventori, kebanyakan peneliti menuangkan
deskripsi konstruk (variable) itu dalam bentuk matrik. Contoh dari deskripsi konstruk (variabel)
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel deskripsi variable sikap nasionalisme
Konstruk Variable Sub – variabel Indikator
Sikap Sikap nasionalisme siswa SMA Cinta dan bangga sebagai bangsa indonesia Gemar
menggunakan bahasa indonesia
Suka produksi dalam negeri
Mengembangkan kebudayaan nasional
Rela berkorban untuk kepentingan nasional Mengutamakan kepentingan umum/bangsa
Besedia mengikuti WAMIL
Mau bekerja diseluruh wilayah indonesia
Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa Toleran
Bersedia menerima perbedaan SARA
Bersedia ikut dalam program pertukaran pemuda

Menyusun butir – butir pernyataan


Setelah deskripsi variable dapat dirampungkan, maka penulisan butir – butir pernyataan (items)
dalam inventori akan dapat dilakukan secara lebih mudah. Kegiatan menulis pernyataan –
pernyataan ini merupakan langkah yang kritis, karena dari pernyataan – pernyataan inilah akan
dihasilkan data yang diperlukan. Kualitas penyataan yang dihasilkan tidak hanya ditentukan oleh
penguasaan pengetahuan yang bersifat teoritis, tetapi harus didukung oleh latihan yang terarah,
pengalaman yang cukup, kreatifitas dan kesungguhan, disamping faktor kiat yang diimiliki oleh
masing – masing peneliti.
Pelaksanaan uji coba
Kegiatan uji coba instrument dalam proses penyusunan inventori mempunyai maksud yang sama
dengan pelaksanaan uji coba tes. Bedanya dalam cara atau tekhnik yang digunakan untuk
menguji validitas butir pernyataan dan mengestimasi tingkat reliabilitas instrument. Hal ini
disebabkan oleh pemberian skor yang bersifat bergradasi.
Seperti halnya tes, subjek uji coba inventori harus memiliki karakteristik yang sama atau identik
dengan subjek penelitian. Mengenai jumlah subjek yang diperlukan untuk keperluan uji coba ini
berlaku rumus umum yang menyatakan bahwa semakin banyak subjek akan semakin baik. Jika
subjek penelitian terbatas, sebaiknya jumlah subjek uji coba inventori tidak kurang dari 30.
Analisi hasil uji coba
Dalam inventori, jawaban responden tidak dapat dinilai benar atau salah, melainkan bergradasi.
Oleh sebab itu, validitas butir pernyataan hanya didasarkan atas indeks daya beda soal.
Sedangkan perhitungan indeks daya beda soal ini dapat menggunakan tekhnik analisis korelasi
atau uji beda nilai rata – rata. Selanjutnya, estimasi tingkat reliabilitas instrument menggunakan
rumus penghitungan koefisien Alpha dan Kronbach.
Seleksi, penyempurnaan, dan penataan butir pernyataan
Jarang sekali semua butir pernyataan dalam suatu inventori dinyatakan valid setelah melalui
proses uji coba. Pengalaman menunjukan bahwa selalu ada butir – butir pernyataan yang
dinyatakan kurang atau tidak valid. Butir pernyataan yang tidak valid perlu diganti, sedangkan
yang kurang valid masih dapat dipakai setelah disempurnakan, setelah itu barulah dilakukan
penataan butir pernyataan.
Ada satu hal yang perlu ditambahkan dalam penyusunan inventori, yaitu kata pengantar.
Lazimnya kata pengantar berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan dilaksanakannya
penelitian. Hal ini penting, untuk menghilangkan ketidakpastian, kecurigaan, dan kehawatiran
dalam diri responden, sehingga mereka akan bersedia memberikan jawaban sebagaimana yang
diharapkan. Etika penelitian sosial juga menyarankan agar maksud dan tujuan penelitian betul –
betul jelas bagi responden sehingga asas informed consent terpenuhi (Smith, 1981:15).
Rekomendasi dari instansi yang berwenang (misalnya pemerintah daerah, kanwil depdikbud)
dapat dicantumkan sebagai kelengkapan isi kata pengantar. Selain itu jaminan akan kerahasiaan
pribadi dan informasi yang diberikan responden penting juga diutarakan pada bagian pengantar.
Bagian akhir biasanya berisi ucapan terimakasih atas kesediaan responden untuk membantu
menyukseskan pelaksanaan penelitian.

KUESIONER SEBAGAI INSTRUMENT PENELITIAN


Kuesioner dari kata question = pertanyaan, adalah suatu daftar yang berisi serangkaian
pertanyaan mengenai suatu hal dalam suatu bidang (Koentjaraningrat, 1980:215). Kuesioner
banyak digunakan dalam penelitian pendidikan dan penelitian sosial yang menggunakan
rancangan survei, karena ada beberapa keuntungan yang diperoleh, yaitu adalah:
Dapat disusun secara teliti dalam situasi yang tenang sehingga pertanyaan – pertanyaan yang
terdapat didalamnya dapat mengikuti sistematik dari masalah yang diteliti.
Penggunaan kuesioner memungkinkan peneliti menjaring data dari banyak responden dalam
periode waktu yang relative singkat.
Adapun kelemahan dari instrument kuesioner adalah sebagai berikut:
Sulit bagi peneliti untuk menangkap kejadian atau suasana khusus pada waktu data dikumpulkan.
Kurang memberi keleluasaan untuk mengubah susunan pertanyaan agar lebih cocok dengan alam
fikiran atau pengetahuan para penjawab.
Penelitian yang hanya menggunakan kuesioner saja tidak dapat menghasilkan temuan yang
mendalam dan utuh.
Adapun cara penyelesaian/mengantisipasi kelemahan diatas adalah dengan cara harus
mempertimbangkan kesesuaiannya dengan sifat masalah yang digarap, tujuan yang hendak
dicapai, jenis variable penelitian, dan karakteristik subjek penelitian.
Penyusunan kuesioner
Prosedur penyusunan kuesioner hampir sama dengan prosedur penyusunan inventori. Bedanya
terlihat pada langkah ke lima, yaitu pelaksanaan uji coba instrument. Dalam penyusunan
kuesioner, kegiatan uji coba bukanlah untuk menguji validitas butir pertanyaan secara statistik,
melainkan untuk mengetahui kejelasan petunjuk pengerjaan, kekomunikatifan bahasa yang
digunakan, dan jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk dapat menjawab semua pertanyaan
secara baik. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh dalam menyusun kuesioner adalah:
Menetapkan objek yang akan diukur
Merumuskan definisi operasional
Membuat deskripsi dari objek yang diukur
Menyusun butir – butir pertanyaan
Melakukan uji coba
Menyempurnakan dan menata butir – butir prtanyaan dalam satu kesatuan secara sistematis.
Dalam menyusun butir – butir pertanyaan kuesioner ada dua hal yang perlu diperhatikan secara
seksama, yaitu jenis pertanyaan yang dipergunakan dan tata urutannya didalam kuesioner.
Dilihat dari bentuknya , pertanyaan yang dapat digunakan dalam kuesioner dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu:
Pertanyaan terbuka (tak tersetruktur)
Pertanyaan tertutup ( terstruktur)
Dan pertanyaan semi terbuka
Pertanyaan terbuka hampir sama pengertiannya dengan soal tes subjektif, yaitu pertanyaan yang
jawabannya bersifat luas dan beragam. Dengan kata lain, responden memiliki keleluasaan yang
besar dalam merespon. Dalam pertanyaan tertutup, keleluasaan yang demikian itu tidak dimiliki,
bahkan kebebasan yang dimiliki responden sangat terbatas, mengingat jawaban terhadap
pertanyaan itu telah tersedia. Responden hanya tinggal memilih satu atau beberapa dari
alternative jawaban yang ada.
Pertanyaan terbuka cocok digunakan jika peneliti bermaksud untuk memperoleh informasi
sebanyak – banyaknya mengenai objek yang diteliti tanpa struktur yang jelas.
Hal kedua yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kuesioner ialah tentang tata urutan
pertanyaan yang terdapat didalamnya. Pertanyaan – pertanyaan tersebut hendaknya tidak disusun
secara random, melainkan mengikuti suatu pola tertentu. Adapun pola yang dimaksud dalam hal
ini adalah dari pertanyaan yang mudah menuju ke pertanyaan yang sukar, dari pertanyaan yag
sederhana ke pertanyaan yang kompleks, dari pertanyaan yang bersifat umum menuju ke
pertanyaan yang bersifat khusus.
Penggunaan kuesioner
Dalam penggunaan kuesioner ada langkah – langkah yang harus diambil atau yang perlu
dilakukan yaitu adalah mengadakan diskusi dengan orang lain yang dianggap tahu dan mampu,
misalnya sarjana lain atau pejabat, untuk memberikan kritik yang sehat dan saran – saran
perbaikan terhadap kuesioner yang telah disusun. Cara lain yang juga dapat ditempuh ialah
melakukan usaha menguji cobakan kuesioner yang telah disusun kepada subjek yang memiliki
karakteristik yang identik dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Suasan yang meliputi
wawancara berkuesioner harus bersifat bebas, tanpa ada perasaan khawatir, curiga atau takut
sama sekali,. Ini perlu diingat terutama jika berhadapan dengan masyarakat desa, karena masih
banyak diantara mereka yang merasa tidak tentram kalau jawabannya yang diberikannya
langsung dicatat diatas kertas oleh peneliti.

PENYUSUNAAN PEDOMAN PENGAMATAN


Pedoman pengamatan (observasi) diperlukan terutama jika peneliti menerapkan pengamatan
terfokus dalam proses pengumpulan data. Dalam pengamatan terfokus, peneliti memusatkan
perhatiannya hanya pada beberapa aspek prilaku atau fenomena yang menjadi objek sasarannya.
Misalkan seorang dosen mengadakan penelitian untuk mendskripsikan kemampuan mengajar
para guru SMP di kabupaten Malang. Untuk keperluan ini ia menggunakan alat penilaian
kemampuan guru (APKG) sebagai pedoman pengamatan. APKG ini telah menjabarkan secara
operasional aspek prilaku yang harus diamati. Untuk kemampuan membuka pelajaran, misalnya
aspek prilaku yang diamati adalah sebagai berikut ( Turney, 1973; Abimanyu, 1983).
Kemampuan menarik perhatian, dengan deskriptor:
Gaya mengajar yang bervariasi
Menggunakan alat bantu (media) mengajar
Pola interaksi yang bervariasi
Kemampuan menumbuhkan motivasi belajar, dengan deskriptor:
Bersikaf “hangat” dan antusias
Menimbulkan rasa ingin tahu
Mengemukakan ide yang bertentangan
Memperhatikan minat siswa

Kemampuan memberi acuan, dengan deskriptor:


Mengemukakan tujuan dan batas tugas
Menyarankan tujuan dan langkah yang dilakukan
Mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas
Mengajukan pertanyaan
Kemampuan membuat kaitan, dengan deskriptor:
Membuat kaitan antar aspek
Mengaitkan antara yang sudah diketahui dan yang belum diketahui
Menjelaskan konsep lebih dulu, kemudian diikuti dengan penjelasan materi.
Pedoman pengamatan mempunyai karakteristik yang identik dengan pedoman wawancara.
Sementara itu prosedur pengembangan pedoman wawancara tidak berbeda dengan prosedur
penyusunan kuesioner. Dalam beberapa hal, kuesioner dapat dipandang sebagai pedoman
wawancara dalam wujudnya yang sangat rinci. Dengan demikian prosedur penyusunan pedoman
pengamatan pada prinsipnya sama dengan penyusunan kuesioner. Dalam penyusunan kuesioner
ada 6 tahapan yaitu adalah:
Menetapkan objek yang akan diamati
Merumuskan definisi operasional mengenai objek yang akan diamati
Memuat deskripsi tentang objek yang akan diamati
Memuat dan menyusun butir – butir pernyataan singkat tentang indikator dari objek yang diamati
Melakukan uji coba
Menyempurnakan dan menata butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan
sistematis.

KRITERIA INSTRUMEN PENELITIAN YANG BAIK


Ada tiga kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penelitian agar dapat
dinyatakan memiliki kualitas yang baik. Kriteria tersebut adalah: (1) validitas, (2) reliabilitas, (3)
praktikabilitas (Gronlund & Linn, 1997:47). Dua kriteria yang disebutkan pertama perlu
mendapatkan perhatian yang seksama dalam pengembangan instrument penelitian. Seperti yang
dinyatakan oleh Kerlinger (1973:442), “Apabila seorang peneliti tidak mengetahui validitas dan
reliabilitas instrument yang digunakannya, maka sedikit keyakinan yang dapat diberikannya
kepada data yang diperoleh dan kesimpulan yang diambil dari data tersebut”.
Validitas
Suatu instrument dikatakan telah memiliki validitas (kesahihan/ketepatan) yang baik ‘ jika
instrument tersebut benar – benar mengukur apa yang seharusnya hendak diukur”. (Nunnally,
1978:86).
Ketepatan beberapa alat ukur relative mudah ditetapkan, seperti penggaris untuk mengukur
panjang dan timbangan untuk mengukur berat. Validitas instrument lebih tepat diartikan sebagai
derajat kedekatan hasil pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya (kebenaran), bukan
masalah sama sekali benar atau seluruhnya salah.
Validitas mengacu pada ketepatan interpretasi yang dibuat dari data yang dihasilkan oleh suatu
instrument dalam hubungannya dengan suatu tujuan tertentu. Sebagai contoh, sebuah tes yang
dipakai untuk keperluan seleksi mahasiswa baru mungkin valid untuk tujuan tersebut, namun
kurang atau tidak valid untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran di
SMTA.
Berkenaan dengan hal tersebut, validitas instrument dibedakan menjadi tiga bagian besar yang
dikenal dengan nama validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk(Gronlund & linn,
1990; Anastasi, 1988; Kerlinger, 1973)
Validitas isi yang sering juga disebut dengan validitas kurikuler, validitas intrinsik atau validitas
kerevrentatipan, diartikan sebagai derajat keterwakilan aspek kemampuan yang hendak diukur di
dalam butir – butir instrument. Untuk mengetahui validitas isi suatu instrument ialah dengan
jalan membandingkan butir – butir instrument dengan spesifikasi (kisi – kisi) instrument yang
merupakan deskripsi dari aspek yang hendak diukur.
Validitas kriteria menunjuk pada seberapa baik suatu instrument mampu memprediksi
penampilan di masa datang atau mengestimasi penampilan di masa sekarang. Misalnya, untuk
mengetahui validitas prediktif dari tes masuk perguruan tinggi digunakan kriteria prestasi belajar
yang dicapai oleh mahasiswa. Dengan demikian, prosedur yang ditempuh untuk mengetahui
validitas kriteria ini ialah dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dari instrument yang
mau diuji validitasnya dengan hasil pengukuran instrumen lain pada tanggal yang kemudian
(untuk validitas prediksi) atau dengan hasil pengukuran instrument lain pada masa sekarang
untuk validitas konkuren).

Validitas konstruk merupakan hal yang paling sulit untuk diketahui, karena hal ini menunjuk
pada seberapa jauh suatu instrument mampu mengukur secara akurat hal – hal yang berdimensi
psikologis. Untuk keperluan ini biasanya digunakan analisis faktor, suatu jenis teknik analisis
statistik yang tergolong dalam statistik lanjut.

2. Reliabilitas
Diartikan sebagai keajegan (consistency) hasil dari instrument tersebut. Ini berarti, suatu
instrument dikatakan memiliki keterandalan sempurna, manakala hasil pengukuran berkali-kali
terhadap subjek yang sama selalu menunjukkan hasil atau skor yang sama.
Estimasi reliabilitas instrument dilandaskan pada teori salah ukur (measurement error) ini.
Semakin kecil salah ukur (X_c) semakin kecil pula perbedaan skor riil (X_t ) dengan skor
sebenarnya, sehingga koefisien reabilitasnya menjadi semakin tinggi.
Ada empat metode yang dapat dipakai untuk mengestimasi tingkat reliabilitas instrument, yaitu :
metode tes ulang (test-retest method), (2) metode bentuk setara (equivalent form method), (3)
metode belah dua (split half method), dan (4) metode konsistensi internal (internal consistency
method).

3. Praktikabilitas
Syarat ketiga yang harus dipenuhi oleh instrument untuk dapat dikatakan baik ialah kepraktisan
atau keterpakaian (usability). Instrumen yang baik pertama-tama harus ekonomis baik ditinjau
dari sudut uang maupun waktu. Kedua, ia harus mudah dilaksanakan dan diberi skor, dan yang
terakhir, instrument itu harus mampu menyediakan hasil yang dapat diinterpretasikan secara
akurat serta dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan (Groulund & Linn, 1990)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data
yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan
atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang
telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah
tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data
variabel-variabel tertentu.
Instrument penelitian memiliki kualitas yang baik bila memenuhi tiga dari criteria pokok
instrument yaitu adalah: validitas, reliabilitas, dan praktikabilitas.
Validitas adalah sejauh mana suatu instrumen melakukan fungsinya atau mengukur apa yang
seharusnya diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam
melakukan fungsinya.
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Makin cocok dengan sekor
sesungguhnya makin tinggi reliabilitasnya. Reliabilitas juga merupakan derajat kepercayaan
dimana skor penyimpangan individu relatif konsisten terhadap tes sama yang diulangi.
Praktikabilitas adalah aspek kemudahan pemakaian dari suatu instrument, baik dilihat dari aspek
ekonomi,ketersediaan waktu, serta pemanfaatan hasilnya.
Adapun prosedur/tahapan penyusunan dari ketiga instrument penelitian intinya sama. Yaitu
adalah:
Menetapkan objek yang akan diamati
Merumuskan definisi operasional mengenai objek yang akan diamati
Memuat deskripsi tentang objek yang akan diamati
Memuat dan menyusun butir – butir pernyataan singkat tentang indicator dari objek yang diamati
Melakukan uji coba
Menyempurnakan dan menata butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan
sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Dasar – dasar Metodologi Penelitian, JL. Surabaya 6 Malang: lembaga penelitian IKIP
MALANG, 1997.
WWW.google.com, Pengembangan Instrument Penelitian.
Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan Penilaian Portofolio untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pokok Bahasan Persegi Panjang dan
Persegi pada Siswa Kelas VII A MTs Negeri Batu Tahun Ajaran 2009/2010, Sofyan Abu Najib,
UNISMA: Skripsi 2010

Anda mungkin juga menyukai