Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, setiap suatu bangsa mempunyai sejarah perjuangan
dari para orang-orang terdahulu yang dimana terdapat banyak nilai-nilai nasionalis,
patriolis dan lain sebagainya yang pada saat itu mengikat erat pada setiap jiwa warga
negaranya. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang makin pesat,
nilai-nilai tersebut makin lama makin hilang dari diri seseorang di dalam suatu bangsa,
oleh karena itu kita sebagai penerus bangsa perlu adanya pembelajaran untuk
mempertahankan nilai-nilai tersebut agar terus menyatu dalam diri setiap warga negara
agar semua warga negara tahu hak dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan
berbangasa dan bernegara. Pada hakekatnya pendidikan merupakan upaya sadar dari
suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan
kehidupan generasi penerusnya.
Status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi
"kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan
kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik,
kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan
masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan yang
diberikan di sekolah-sekolah
Jadi Pendidikan Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat
Berdirinya Suatu Negara upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk
mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan
memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air
berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari kewarganegaraan ?


2. Apa tujuan pendidikan kewarganegaraan ?
3. Bagaimana paradigma di dunia pendidikan kewarganegaraan ?
4. Bagaimana pendekatan pendidikan kewarganegaraan ?

1
C.Tujuan Penulisan

a. Agar mahasiswa mengetahui akan pentingnya pendidikan kewarganegaraan dan


mengamalkan nya dalam kehidupan sehari hari.
b. Agar mahasiswa dapat berfikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan
c. Agar mahasiswa berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab
d. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Sejak kelahirannya tahun 1973 sampai sekarang pendidikan kewarganegaraan

(yang duhulu adalah pendidikan kewiraan, bahkan pernah berlebel pendidikaan

kewarganegaraan / kewiraan) mengalami perkembangan yang menentukan bagi perjalanan

system pendidikan nasional Indonesia. Hal ini terbukti bahwa dalam penyelenggaraan

pendidikan tinggi, pendidikan kewarganegaraan senantiasa ditemukan sebagai mata kuliah

yang berdiri sendiri.

Secara akademik, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang

berfungsi untuk membina kesadaran warga Negara dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan jira dan nilai konstitusi yang berlaku (UUD 1945).Dalam

penjelasan pasal 37 (2) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang system pendidikan nasional,

ditegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimasukkan untuk membentuk peserta didik

menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Sebagai program

pendidikan.

Berikut adalah arti pendidikan menurut para ahli :

1.Azyumardi Azra:“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan


membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law,
HAM, hak dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi
2.Zamroni:“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan
untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.”

3.Merphin Panjaitan: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang

bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan

partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial.

3
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa program pendidikan

kewarganegaraan, menekankan pada kompetensi (kemampuan ) peserta didik (subjek

belajar) untuk memiliki wawasan , kebangsaan dan cinta tanah air. Kompetensi merupakan

panggilan kontitusi dan ketentuan perundangan yang harus di realisasi dalam praktik dan

kinerja pendidikan dan pengajaran tidak hanya bagi mahasiswa perguruan tinggi , namun

siswa di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) , siswa di sekolah lanjutan tingkat pertama

(SLTP), dan anak-anak sekolah dasar (SD).

Sebagai progam pendidikan , pendidikan kewarganegaraan tergolong dalam mata

kuliah yang strategis dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia ,

disamping dua mata kuliah yang lain , yakni Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama .

Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi dalam mempersiapkan bangsa Indonesia

yang tangguh dalam mengatasi ancaman , tantangan , dan ganggungan (ATHG) yang

berpengaruh pada eksistensi pada dirinya.

Kompetensi yang demikian mesti diimbangi dengan kemampuan berpikir ke arah

pemahaman dan pengalaman jiwa dan nilai-nilai ajaran agama yang diyakini oleh masing-

masing pribadi bangsa Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan termasuk pendidikan untuk menjadi educational for

becoming , yang menekankan garapannya pada upaya pemnentukan manusia yaknio

mahasiswa yang memiliki kesadaran dalam melaksanakan hak dan kewajibannya , terutama

kesadaran atas akan wawasan nasional dan pertahanan keamanan nasional . Secara

demikian progam pendidikan kewarganegaraan dalam pelaksanaanya mengharuskan

perhatian yang seksama bagi penggunanya dengan pemikiran yang cermat diharapkan proses

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan mampu mencapai misi yang telah ditetapkan.

Demikian penting tugas yang harus dilaksanakan oleh mata kuliah pendidikan

kewarganegaraan, maka penyelenggaraannya mengharuskan adanya persamaan persepsi

diantara dosen Pembina baik terhadap eksistensi (keberadaan) mata kuliah maupun cara

4
dalam pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran mahasiswa terhadap materi mata

kuliah pendidikan kewarganegaraan.

2 .Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara programatik, pendidikan kewarganegaraan ditujukan pada garapan akhir

yaitu pembentukkan warga negara yang baik sesuai dengan jiwa dan nilai pancasila dan

UUD 1945. Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membangun dan

menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang mencintai

tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan

nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan

menguasai ilmu pengetahuaan dan teknologi serta seni (Muchji, Achmad dkk, 2007).

Ada beberapa pendapat menurut para ahli :

Djahiri (1994/1995:10):“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan

manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan

keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”

Sapriya(2001),tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga

negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional

Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan

penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan

untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan

lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan

5
kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya

sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

Rasionalnya, bahwa pancasila UUD 1945 ditempatkan sebagai norma dan para metrik

kehidupan nasional indonesia dalam wadah NKRI. Di tinjau dari cara kerjanya yang

bergerak dalam lingkungan pendidikan, pendidikan kwarganegaraan bertujuan membentuk

kualiatas kepribadian bagi warga negara baik.

Kriteria warga negara yang baik dapat di gali dari beberapa kualitas kepribadian sebagai

perwujuda dari potensi yang melekat pada diri seseorang warga negara. Stanley

E.Dimond (1970), memberikan deskripsi kualitas kepribadian warga negara yang baik,

meliputi beberapa atribut (1) loyal ; (2) orang yang selalu belajar ; (3) seorang pemikir ; (4)

bersikap demokratis ; (5) gemar melakukan tindakan kemanusian ; (6) pandai mengatur diri

;(7) seorang pelaksana.

Disamping itu Nasional Council For The Social Studies (NCSS), memberikan tujuan

civic education (pendidikan kewarganegaraan), dengan rumusan “ .....civic education today

seeks create citizens who are infromated analitic, commited to democratic values, and

actively involved in society (ROBINSON, 1967).Ada tiga target dari rumusan tujuan itu

yang bisa mengantarkan warga negara memiliki kualitas pribadi, yakni (1) warga negara

yang terinformasi ; (2) bersikap analitis; (3) melaksanakan nilai demokrasi dan aktif dalam

kehidupan masyarakat. Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi

yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat

lokal, negara bagian, maupun nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas

(2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:

a.Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

b.Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam

kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c.Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-

karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

6
d.Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Senada dengan itu, Cogan 1998 menegaskan bahwa warga negara yang baik harus memiliki

kemampuan untuk.

1. Menjawab tantangan global.

2. Bekerja sama dengan orang lain.

3. Menerima dan tileransi terhadap perbrdaan budaya.

4. Berfikir kritis dan sistematis.

5. Menyelesaikan konflik antara kekerasan.

6. Mengubah gaya hidup konsuntif guna me;indungi lingkungan.

7. Kepekaan terhadap hal asasi manusia.

8. Partisipasi dalam pemerintahan lokal, nasional dan global.

Bertolak dari tujuan civic education di atas, maka tujuan pendidikan kewarganegaraan di

indonesia hendaknya selalu mengacu terhadap tujuan pendidikan nasional sebagaiman yang

telah di isyaratkan oleh UU NO 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Dalam penjelasan pasal 37 UU NO 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

ditegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan, dim aksudkan untuk membentuk peserta

didik menjadi mansusia yang memiliki rasa kebangsan dan cinta tanah air. Sebagai program

pendidikan, pendidikan kewarganegaraan tergolong dalam mata kuliah yang strategis dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara indonesia disamping dua mata kuliah yang lain yakni

pendidikan pancasila dan pendidikan agama. Kopetensi yang demikian mesti di imbangi

dengan kemampuan berpikir ke arah pemahaman dan pengalaman jiwa dan nilai pancasila

dan pengenalan nilai ajaran agama yang di yakini oleh masing-masing pribadi bangsa

indonesia.

7
Target pendidikan warga negara dalam perangka sistem pendidikan nasional dipusatkan

pada redibilitas kepribadian warga negara dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan

bernegara, berbangsa dan bermsyarakat indonesia menurut kriteria konstitusi. Pendidikan

kewarganegaraan juga bertujuan untuk memperluas wawasan dan menumbuhkan kesadaran

warga negara, sikap serta perilaku cinta tanah air, yang bersendikan pada kebudayaan

bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Secara demikian, warga negara

diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami, menganalisis dan memecahkan

masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara secara berkesinambungan dan

konsisten dengan cita-cita nasional sebagai mana digariskan dalam pembukaan UUD 1945.

3 .Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraa

Paradigma adalah kerangka berfikir sistematis yang digunakan sebagai kerangka

bertindak. Ada tiga paradigma baru bagi pendidikan kewarganegaraan, yang secara singkat

dapat dideskripsikan sebagai berikut:

A .Paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi

Dunia memang selalu berubah seirama dengan perubahan masyarakat global.Bersamaan

dengan itu, ideology dunia juga merambah dikawasan global yang siap menyebarkan virus

perubahannya keseluruh penjuru dunia yang meliputi seluruh aspek kehidupan.

Perkembangan informasi dan globalisasi adalah sebuah realitas, tak ada satu bangsa didunia

ini yang mampu menolaknya.Dalam kaitan ini, sebuah bangsa harus memiliki kecermatan

dan ketegaran dalam menatap kehidupan global dan tuntutan dunia yang tidak kenal batas

itu. Membangun sebuah pendirian nasional, ketika isu – isu global itu mulai ditawarkan,

menjadi keperluan yang sangat mendesak bagi bangsa Indonesia, agar jati diri bangsa tidak

terhempas angin dan terkikis oleh arus global. Pendidikan yang berbasis pada nilai luhur

bangsa Indonesia, sebagaimana terkristal dalam pancasila, hendaknya dijadikan komitmen

bangsa yang mencerminkan identitas nasional.

Sebagai warga dunia, setiap warga Negara dan bangsa (termasuk Indonesia)

hendaknya mampu berfikir kritis terhadap kemajuan dunia, agar mereka selalu memiliki

8
pandangan dunia secara mantap dan tidak ketinggalan oleh kemajuan bangsa lain. Namun

demikian, perspektif global juga tidak lepas dengan sebuah paradox yang kadang bisa

membingungkan masyarakat dunia. Dalam rangka ini, kematangan pendirian sebuah bangsa

menjadi penting, karena dengan itu, suatu bangsa akan mampu melakukan pilihan secara

rasional terhadap apa yang sedang muncul sebagai ‘gebyar jaman’ (dunia).

B .Paradigma Reformasi

Perguliran reformasi “total” tahun 1998 , terfokus pada 4 agenda besar :


Demokratisasi 2) Supremasi hukum 3) Penghormatan HAM 4) Pembentukan masyarakat
kesederajatan dalam format chivil society. Reformasi harus di beri energi dengan berbasis
nilai luhur bangsa Indonesia yang telah dijadikan sebagai kepribadian, moral , falsafah
pemersatu bangsa dan perjanjian luhur bangsa dalam mendirikan Negara . Itulah sebabnya,
pendidikan kewarganegaraan tidak bisa ditawar untuk mengandaikan pancasila tersebut ,
justru bagaimana mevitalisasi posisi pancasila dalam kerangka pendidikan nasional dan
pendidikan kewarganegaraan . Pendidikan kewarganegaraan,tidak boleh dijadikan mata
pelajaran “termajinalisasi” sehingga cenderung tidak popular di mata subyek
belajar(siswa/mahasiswa).
Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998
yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era setelah Orde baru. Kendati
demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di
kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther,
Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll. Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan
kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang
selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama
maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas
dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu. Suatu gerakan
reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:

1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-


penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan
misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak
sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka
struktural tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara
Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan
kepada dasar nilai- nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara
demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung
dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem
Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-
hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti
hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan
kepastian hukum yang jelas.

9
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan
yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada
suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia
yang berketuhanan bangsa Indonesia.

C . Paradigma Nation and Character Building

Sejak Indonesia berdir, hari ini dan kedepan, pembangunan karakter bangsa selalu

ditempatkan sebagai prioritas utama.Betapa tidak? Potensi karakter bangsa merupakan

modal social yang tidak bias diminimalkan oleh kepentingan yang bersifat material.Kiranya

bukan tanpa alas an, kredibilitas moral dan karakter bangsa akan menentukan dan sekaligus

menjadi ‘taruhan’ bangsa ketika bangsa Indonesia memasukiperaturan global.

Dalam masa transisi atau proses perjalanan menuju format baru dalam bentuk

masyarakat madani, pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajarandi dunia

persekolahan (baca:SD/MI,SMP/MTs dan SMA/MA) dan dunia perguruan tinggi,harus

mampu menjadi ‘pengawal’ moral dan karakter bangsa Indonesia selaras dengan tuntutan

dunia yang selalu berubah. Proses pembangunan karakter bangsa yang sejak proklamasi

kemerdekaan RI hendaknya selalu menjadi prioritas, perlu direvitalisasi dan diselenggarakan

sesuai dengan arah dan panggilan jiwa konstitusi.

Tugas PKN dengan paradigma barunya mengemban tiga fungsi pokok, yakni

mengembangkan kecerdasan warga Negara dan mendorong partisipasi warga Negara.

Dalam rangka ini, praktik belajar kewarganegaraan hendaknya diberi tekanan dan nuansa

selalu menggambarkan ‘gerakan social budayakewarganegaraan’ yang berbasis pada nilai-

nilai pancasila.

4 .Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan embrio materi dan tujuan yang telah dijabarkan di atas, maka

pendidikan kewarganegaraan memerlukan pendekatan yang jelas. Beberapa pendekatan

yang digunakan dalam pendidikan kewarganegaraan tidak bias dipisahkan dengan orientasi

10
garapan akhirnya, yakni dalam membina kepribadian warga Negara yang baik dan

bertanggung jawab sesuai dengan criteria konstitusi.

A .Pendekatan Yuridis

Pendekatan ini mengantarkan warga negara untuk memahami norma-norma formal

yang selanjutnya dengan norma itu, akan memiliki sikap loyal terhadap konstitusi. Patut

saudara catat, bahwa UUD 1945 sebagai hukum dasar yang tertinggi di negara indonesia

yang di dalamnya memuat hak-hak kebebasan individu (warga negara), seyogyanya

digunakan sebagai rujukan norma dalam kehidupan warga negara indonesia.

Penempatan posisi UUD 1945 tersebut sangat logis, karena dalam undang-undang

dasar itu telah dijiwai oleh nilai-nilai pancasila, yang secara yuridis yang digunakan sebagai

sumber dari segala sumber hukum di indonesia. Kedudukan pancasila sebagai Dasar negara,

juga terefleksikan ke dalam konstitusi negara indonesia,yang memiliki kekuatan bagi

seluruh warga negara indonesia.

Dengan demikian, tindakan warga negara indonesia dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya hanya bisa di benarkan sepanjang sesuai dengan norma-norma formal

sebagaimana dituangkan dalam ‘aturan main’ konstitusi (UUD 1945) dan peraturan –

peraturan yang bersumber pada UUD 1945 itu. Dengan pendekatan in, warga negara

diharapkan mampu memahami proses politik, perbedaan antara praktik politik dan teori

politik serta mampu mencocokan kebijakan politik yang di ambil oleh pemerintah (negara)

dengan jiwa konstitusi yang digunakan.

B .Pendekatan Struktural Fungsional

Pemikiran yang melatari pendekatan ini dapat dielaborasi dari tradisi teori sosiologi,

antara lain yang dikembangkan oleh Emile Durkheim, Vilfredo Pareto, Parsons dan Merton.

Dalam tradisi structural fungsional, masyarakat dipandang sebagai suatu system yang

didalamnya memiliki bagian yang saling berhubungan(Ritzer,1985).Sementara itu, system

social harus dipahami atas dasar pentingnya keseimbangan antara bagian dalam sebuah

system tadi.

11
Titik sentral pendekatan structural fungsional, memberikan perhatian utama pada

keteraturan, meredam konflik,mengandalkan consensus, mempertahankan pola

keseimbangan dan mengagungkan fungsi.Talcott Parsons (dalam Hoogevelt,1985), dalam

melakukan analisis system masyarakat memperkanalkan adanya empat sub-sistem dari

system umum tindakan manusia,yaitu:organisme,personalitas, system social dan system

cultural.Keempat sub-sistem tindakan manusia itu dilihat sebagai susunan mekanis yang

saling berkaitan dan menunjukkan tata urutan yang bersifat sibernetik yang masing-masing

memiliki fungsi.Organisme memiliki fungsi adaptasi;personalitas berfungsi untuk

pencapaian tujuan;system social memiliki fungsi integrasi dan system cultural berperan

sebagai fungsi latensi untuk mempertahankan pola dan norma kehidupan.

Dalam pendidikan Kewarganegaraan,pendekatan structural-fungsional diproyeksikan dalam

menganalisis nilai fungsional terhadap system politik yang digunakan sebagai wacana

demokrasi.Sukarna (1981), menegaskan bahwa sebuah system politik memiliki fungsi,

antara lain:

1.Mengembangkan aturan umum dan kebijaksanaan untuk mempertahankan ketertiban dan

memenuhi tuntutan yang harus dilaksanakan secara wajar.

2.Merumuskan kepentingan rakyat

3.Pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan.

Setiap system politik, bagaimanapun juga, harus Merumuskan kepentingan dasar

dalam mempersatukan warga Negara. Hal ini mengandung makna bahwa hak dasar warga

Negara harus diakui sebagai sebuah potensi individual yang pada gilirannya akan

diapresiasikan dalam menjaring kewajiban yang harus mereka lakukan.Secara

demikian,sosialisasi politik yang bersumber pada hak dan kewajiban warga Negara tidak

bias ditawar lagi, agar setiap warga Negara menyadari hak yang disandang dan kewajiban

yang harus diemban dalam proses politik negaranya.

Pemikiran ini sangat relevan dengan program pendidikan kewarganegaraan terutama

tentang pembinaan warga Negara,agar mampu berpartisipasi dalam membentuk bangunan

struktur politik (baca;antara:parpol,DPR/MPR,Presiden serta institusi lain),sebagai

12
komponen system politik Negara.Tindakan warga Negara dalam melaksanakan hak dan

kewajiban hendaknya dianggap sebagai sebuah fakta social yang harus diintegrasikan

dengan gerak system politik yang ada.Hal ini berarti dalam membangun sebuah struktur

politik pemerintahan demokrasi, pemilihan pemimpin politik (pemerintah Negara) tidak saja

ditentukan oleh organisasi politik dan lembaga resmi Negara, akan tetapi suara pemilih atau

rakyat juga memegang peranan yang sangat penting.

C .Pendekatan etika-moral

Pendekatan ini dibangun dari sebuah paradigma definisi social dan perilaku social

yang banyak digali dari tradisi Waber dan Skiner (Ritzer,1980). Waber, dalam menganalisis

tindakan social menemukan lima cirri pokok yang menjadi sasaran kajiannya:

1. Tindakan social menurut Si actor mengandung makna subyektif

2. Tindakan nyata maupun yang bersifat membatin, sepenuhnya bersifat subyektif

3. Tindakan itu harus mempunyai pengaruh positif yang dapat diulang-ulang yang muncul

sebagai bentuk persetujuan

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu

5. Tindakan itu harus memperhatikan orang lain dan terarah kepada orang lain.

13
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan kewarganegaraan,

menekankan pada kompetensi (kemampuan ) peserta didik (subjek belajar) untuk memiliki

wawasan , kebangsaan dan cinta tanah air. Kompetensi merupakan panggilan kontitusi dan

ketentuan perundangan yang harus di realisasi dalam praktik dan kinerja pendidikan dan

pengajaran tidak hanya bagi mahasiswa perguruan tinggi , namun siswa di sekolah lanjutan

tingkat atas (SLTA) , siswa di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), dan anak-anak

sekolah dasar (SD).

14
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Achmad zubaidi,M. Si , Prof. Dr. H. Kaelan, M.S.,pendidikan

kewarganegaraan,yogyakarta: paradigma,2010

Https://www.scribd.com/doc/197764064/rangkuman-isi-buku-pendidikan-

kewarganegaraan-untuk-perguruan-untuk-perguruan-tinggi

https://frezi.com./fbibvwbrcjky/kedudukan-pendidikan-kewarganegaran-di-dalam-sistem-

pendidakan

15

Anda mungkin juga menyukai