Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika merupakan seperangkat prinsip yang harus dipatuhi agar pelaksanaan


suatu kegiatan oleh seseorang atau profesi dapat berjalan secara benar (the right
conduct), atau suatu filosofi yang mendasari prinsip tersebut. Etika adalah aturan
yang dipegang oleh peneliti dalam melakukan riset dan oleh karenanya para
peneliti harus mengetahui dan paham tentang etika ini sebelum melakukan
penelitian.

Aspek isu etik dalam penelitian terdiri dari nilai individu peneliti terkait
kejujuran dan integritas personal, serta tanggung jawab terhadap subyek riset
terkait izin, kerahasiaan, keanoniman, dan kesopanan. Subyek penelitian
kemudian dimaknai bukan hanya sebagai hal yang menunjang keberhasilan
penelitian, melainkan juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan moral
peneliti.

Etika riset dilandaskan dalam prosedur yang terdiri dari penghormatan


terhadap harkat dan martabat manusia, penghormatan terhadap privasi dan
kerahasiaan subyek penelitian, keadilan dan inklusivitas, serta memperhitungkan
manfaat dan kerugian yang ditimbulkan penelitian. Ketika peneliti melakukan
pelanggaran terhadap etika ini, sanksi yang dikenakan disesuaikan dengan bentuk
pelanggaran. Namun pelanggaran yang terjadi biasanya berupa plagiarisme
ataupun penipuan saintifik oleh akademisi yang berakibat pada pencopotan gelar,
penarikan artikel ilmiah, dan bahkan pencabutan hak-hak akademisi lainnya.

Penelitian bidang kesehatan pada awalnya merupakan penelitian bidang


kedokteran, umumnya dilakukan oleh para dokter pada diri sendiri atau anggota
keluarganya serta orang-orang yang terdekat. Pada waktu dulu hal ini dilakukan
tanpa terjadi masalah mengganggu.

1
Etik penelitian kedokteran mulai menjadi perhatian karena mulai
menimbulkan masalah antara lain akibat adanya pelanggaran hak individu atau
subyek manusia dan kesadaran masyarakat yang makin meningkat.

Beberapa contoh antara lain (Depkes RI) ;

a. Kasus Tuskegee (1932-1970), dimana dilakukan studi yang memperlajari


perjalanan penyakit sifilis pada orang-orang negro. Para subyek orang negro
tersebut, tidak diberi pengobatan, padahal penisilin telah ditemukan dan
digunakan pada 1943.
b. Kasus Willowbrook (1950), suatu studi yang mempelajari penyakit hepatitis
dengan menyertakan anak-anak terbelakang. Anak terbelakang termasuk
kelompok rentan yang tidak dapat memberikan persetujuan yang mendasari
kesukarelaan sebagai subyek

c. Pada th 1963 Jewish hospital melakukan studi yang menyertakan orang jompo
sebagai subyek, dengan menyuntikkan sel kanker, untuk mempelajari reaksi
imunologinya

d. Pada Perang Dunia II, tawanan perang dimanfaatkan sebagai subyek


penelitian, sampai diterbitkannya Nuremberg Code(1). Selanjutnya World
Medical Assembly dalam sidangnya di Helsinki pada tahun 1964 mengambil
kesepakatan untuk menerbitkan deklarasi khusus tentang etika kedokteran
yang menyangkut subyek manusia.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Etika Penelitian


Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Apabila ditinjau dari aspek
etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam
masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004) dalam Yurissa (2008), etika
dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafat atas moralitas masyarakat
sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk
melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita
untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang
dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan
masyarakat.
Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-
prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian. Peneliti dalam
melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah
(scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun
intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat
merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu
mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan menurut Jacob (2004) dalam Yurissa (2008).
Secara filosofis etika dalam penelitian adalah suatu upaya untuk
memahami mengapa dan untuk apa, para profesional khususnya tenaga
kesehatan/kedokteran melakukan penelitian. Setidak-tidaknya para profesional
dalam penelitiannya mengetahui, bagaimana proses penelitian itu berjalan dan apa
yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya.
B. Pelanggaran Etik
Banyak sumbangan bermakna dari ilmu kesehatan yang telah memungkinkan
umat manusia meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraannya. Sebelum

3
ilmu kedokteran modern lahir pada akhir abad ke-19, orang sakit diobati dengan
menggunakan obat atau cara pengobatan yang menurut pengalaman dianggap
paling aman dan berkhasiat. Pemilihan obat atau cara pengobatan yang paling
aman dan berkhasiat dilakukan dengan mencoba-coba saja (trial and error).
Pengetahuan tentang obat dan cara pengobatan tersebut mulai berubah pada
jaman perkembangan ilmu kedokteran selanjutnya. Penggunaan metode ilmiah
dan desain percobaan yang lebih canggih, ilmu kedokteran dapat berkembang
dengan cepat. Namun metode ilmiah tersebut belum diikuti kesadaran tentang etik
penelitian kesehatan yang benar. Sekitar 60 tahun yang lalu, pemahaman,
kesadaran masyarakat ilmiah kesehatan, dan pengetahuan tentang etik penelitian
kesehatan masih sangat terbatas sehingga perlindungan subjek penelitian tidak
mendapat perhatian dari sisi etik penelitian kesehatan.
Pada waktu itu sebagai subjek penelitian sering digunakan penderita penyakit
jiwa, anak yatim-piatu, narapidana, tunawisma, mahasiswa, polisi, tentara, atau
kelompok rentan lain yang tidak punya suara. Subjek penelitian dikerahkan
dengan sedikit-banyak ancaman, paksaan, janji dan kemudahan, atau bayaran.
Tidak diragukan bahwa para dokter atau peneliti kesehatan lainnya melakukan
penelitian mempunyai itikad baik, tetapi dengan pemahaman etik penelitian
kesehatan sekarang, yang dilakukan para dokter saat itu tidak dapat
dipertanggung-jawabkan secara etik penelitian kesehatan.
Penelitian kesehatan dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara kerja
mulai dengan metode in-vitro, memanfaatkan bahan hidup seperti galur sel dan
biakan jaringan, menggunakan hewan percobaan, dan akhirnya dengan
mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Manusia yang bersedia
menjadi subjek penelitian demi kebaikan sesama manusia mungkin akan
mengalami risiko ketidaksenangan, ketidaknyamanan, dan bahkan mungkin juga
ancaman terhadap kesehatan dan kehidupannya.
Ternyata tanpa disadari telah terjadi berbagai macam skandal pelanggaran etik
penelitian kesehatan. Peristiwa penting yang membuka mata seluruh dunia dan
memalukan masyarakat ilmiah kesehatan adalah the Doctor's trial yang

4
dilaksanakan pada tahun 1947 di kota Nuremberg, Jerman, setelah selesai Perang
Dunia II. The Doctor's trial adalah bagian dari Nuremberg Military Tribunal yang
diberi tugas mengadili kejahatan perang rezim Nazi Jerman yang dilakukan
selama Perang Dunia II. Para dokter yang diadili dipersalahkan melakukan
penelitian kesehatan secara paksa pada tawanan perang di pusat penampungan.
Percobaan yang dilakukan tidak memiliki tujuan ilmiah yang rasional dan
menghormati harkat manusia, serta dilaksanakan oleh tenaga kerja yang tidak
memenuhi persyaratan. Berbagai percobaan menyebabkan banyak penderitaan
dan tidak jarang berakhir dengan cacat atau kematian pada ratusan ribu tawanan.
The Doctor's trial memunculkan Kode Nuremberg yang merupakan instrumen
internasional pertama tentang etik penelitian kesehatan untuk mencegah
penelitian kesehatan yang tidak manusiawi. Ada tiga pokok yang tercantum dalam
Kode Nuremberg di bidang etik penelitian kesehatan yaitu untuk (1) melindungi
integritas subjek penelitian, (2) menetapkan persyaratan untuk secara etis
melaksanakan penelitian kesehatan dengan mengikutsertakan manusia sebagai
subjek penelitian, dan (3) secara khusus menekankan diperlukannya persetujuan
sukarela (voluntary consent) dari manusia sebagai subjek penelitian.
Kejahatan yang terungkap pada the Doctor's trial mengakibatkan masyarakat
ilmiah kesehatan gempar, malu, dan mengutuk dokter-dokter rezim Nazi Jerman.
Namun masyarakat ilmiah kesehatan di negara lain pada umumnya beranggapan
bahwa Kode Nuremberg khusus dimaksud untuk para dokter Nazi Jerman dan
tidak ada sangkut paut dengan kegiatan penelitian yang mereka lakukan.
Anggapan tersebut menyebabkan sebagian penelitian kesehatan berjalan terus
seperti semula tanpa suatu perubahan berarti di bidang perlindungan subjek
penelitian kesehatan.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1948, saat Majelis Umum PBB
menetapkan Universal Declaration of Human Rights. Untuk memberi kekuatan
hukum dan moral pada deklarasi tersebut, Majelis Umum PBB pada tahun 1966
menetapkan The International Convenant on Civil and Political Rights.

5
Dalam pasal 7 Convenant secara khusus ditegaskan bahwa “No one shall be
subjected to torture or to cruel, inhuman and degrading treatment or punishment.
In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or
scientific experimentation”. Pasal 7 tersebut menegaskan perlindungan hak asasi
manusia dan kesejahteraan setiap manusia yang ikut serta sebagai subjek
penelitian kesehatan.
Perkembangan fundamental lainnya terjadi pada tahun 1964, pada sidang
General Assembly, World Medical Association (WMA, Ikatan Dokter Sedunia) di
kota Helsinki ditetapkan the Declaration of Helsinki tentang Ethical Principles
for Medical Research Involving Human Subjects. Deklarasi Helsinki adalah
dokumen fundamental internasional tentang etik penelitian kesehatan yang
mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Sejak penetapannya pada
tahun 1964, Deklarasi Helsinki telah delapan kali dimutakhirkan pada sidang
General Assembly, World Medical Association dengan penambahan amandemen
mengikuti perkembangain ilmu kesehatan khususnya yang tidak etis yaitu tahun
1975 di Tokyo, 1983 di Venice, 1989 di Hongkong, 1996 di Sommerset West,
2000 di Edinburg, 2002 di Washington, 2004 di Tokyo, dan terakhir 2008 di
Seoul. Deklarasi Helsinki telah dimanfaatkan secara luas untuk perumusan
legislasi internasional, regional dan nasional, dan merupakan pedoman bagi para
dokter dan tenaga kesehatan untuk secara etis rnelaksanakan penelitian kesehatan
pada subjek manusia.
Perlu diperhatikan bahwa WMA baru membahas etik penelitian kesehatan
pada tahun 1964, yaitu 17 tahun sesudah the Doctor's trial saat terbitnya Kode
Nuremberg. Hal ini menunjukkan lagi lambannya perubahan sikap masyarakat
ilmiah kesehatan yang masih tetap berpendapat bahwa Kode Nuremberg tidak
untuk mereka, tetapi secara khusus ditujukan hanya kepada para dokter Nazi
Jerman. Skandal pelanggaran etik bukan hanya terjadi pada saat Perang Dunia II
saja, tetapi juga di negara lainnya. Contoh terkenal tentang lamban dan sulitnya
masyarakat ilmiah kesehatan sadar tentang pelanggaran etik penelitian kesehatan
adalah peristiwa Tuskegee Syphilis Study. Studi Tuskegee dilakukan oleh

6
Tuskegee Institute di Macon Country, Alabama, Amerika Serikat, bertujuan
mempelajari perkembangan alamiah penyakit sifilis. Sebanyak 82 persen
penduduk Mason terdiri atas orang kulit hitam yang miskin sehingga studi tidak
lepas dari permasalahan konflik rasial, yang waktu itu masih sangat dominan.
Survei pendahuluan menemukan terjadinya epidemi sifilis, dimana 36 persen
penduduk menderita sifilis. Selama studi berjalan (1930-1972) pada 400 penderita
sifilis dengan secara sengaja dan terencana, sesuai protokol studi, obat yang
sangat efektif (penisilin G) sengaja tidak diberikan supaya perkembangan alamiah
penyakit sifilis dapat diamati dan dipelajari.
Baru pada tahun 1972 Studi Tuskegee terbongkar oleh Jean Heller, seorang
wartawati The Associated Press dan menjadi berita utama berbagai koran di
seluruh Amerika Serikat. Pada 16 November 1972, studi itu secara resrni
dihentikan oleh Menteri Kesehatan Casper Weinberger dan diselesaikan di luar
sidang pengadilan dengan pembayaran kompensasi. Saat penelitian dihentikan
tercatat 28 penderita meninggal dengan penyebab langsung karena sifilis, 100
orang penderita meninggal karena komplikasi sifilis, 40 isteri tertular sifilis, dan
19 anak lahir cacat karena sifilis. Akhirnya pada 11 Mei 1997, Presiden Clinton
secara resmi meminta maaf untuk skandal itu.

C. Prinsip-prinsip Etika Penelitian


Semua riset yang melibatkan manusia sebagai subyek, harus berdasarkan
empat dasar etika penelitian, yaitu:
1. Menghormati orang (respect for person)
a) Peneliti harus mempertimbangkan secara mendalam terhadap kemungkinan bahaya
dan penyalahgunaan penelitian
b) Perlu perlindungan terhadap subyek penelitian yang rentan terhadap bahaya
penelitian
2. Manfaat (beneficience)
Keharusan untuk mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan memperkecil
kerugian atau risiko bagi subyek dan memperkecil kesalahan penelitian

7
Dalam deklarasi Helsinki menyatakan melarang oelaksanakan yang mendatangkan
risiko. Subyek sifatnya sukarela yang harus dihormati.
3. Tidak membahayakan subyek penelitian (non-maleficience)
4. Keadilan (justice)
Adanya keseimbangan manfaat dan risiko. Risiko yang mungkin dialami oleh
subyek atau relawan meliputi: fisik (biomedis), psikologis (mental), dan sosial. Hal
ini terjadi karena akibat penelitian, pemberian obat atau intervensi selama penelitian.
a. Risiko fisik
Tujuan kode etik penelitian adalah untuk melindungi keselamatan dan
keamanan subyek penelitian. Keadaan yang akan dialami subyek:
1. Efektifitas yang belum diketahui yang diuji
2. Akibat penghentian pengobatan
3. ESO yang belum diketahui
b. Risiko psikologis
Penilaian risiko secara kualitatif, misalnya rasa cemas atau malu yang
diperoleh dari wawancara misalnya, ditanyakan masalah hubungan inti pada
penderita HIV/AIDS. Hal ini diantisipasi dengamn penjelasan atau informasi
sebelumnya.
c. Risiko sosial
Harus merahasiakan data yang diperoleh dari subyek. Apabila kerahasiaan
tidak terlaksana akan ada banyak ancaman seperti kehilangan pekerjaan, diisolasi
oleh masyarakat sekitarnya, dituntut melanggar hukum dll.
Penelitian dikatakan sesuai etika apabila:
1. Secara moral ada alasan penting dan relevansinya dengan cara menghormati nilai
kemanusiaan (respect for person).
2. Harus ada harapan cukup kuat bahwa penelitian menghasilkan pengetahuan yang
bermanfaat (beneficence).
3. Penelitian harus memenuhi prinsip keseimbangan dan berlaku adil (justice).

8
4. Penggunaan subjek manusia pada penelitian hanya dapat dilakukan jika mutlak
diperlukan dan tidak ada jalan lain, meliputi analisis risiko untung rugi (risk and
benefit).
5. Subjek penelitian harus secara sukarela dalam berperan serta, sehingga
konsekuensinya harus sudah dapat diketahui sebelum pelaksanaan penelitian
(informed consent).
Prinsip etika penelitian menurut Pilot and Beck (2003) dalam Suwarjana
(2012) :
1. Menghormati otonom kapasitas dari partisipan penelitian partisipan harus bebas
dari konsekuensi negatif akibat penelitian yang diikutinya.
2. Mencegah dan meminimalisir hal yang berbahaya
3. Dalam penelitian peneliti tidak hanya respek kepada partisipan tetapi juga kepada
keluarga dan kerabat lainnya.
4. Memastikan bahwa benefits dan burdens dalam penelitian equitably distributed.
5. Memproteksi privacy participan secara maksimal mungkin
6. Memastikan integritas proses penelitian
7. Membuat laporan tentang hal-hal yang bersifat suspected, alleged, or known
incidents of scientific misconduct in reseacrh

D. Informed Consent

Yaitu suatu lembar persetujuan yang diberikan oleh peneliti kepada responden
untuk menjalankan suatu kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan
penelitian. Isi Informed Consent yaitu;

a. Penjelasan manfaat penelitian


b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan

c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

9
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek
berkaitan dengan prosedur penelitian

e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan

E. Etika Penelitian Kesehatan


Menurut Setiawan,1 etika adalah konsep yang mengarah pada perilaku yang
baik dan pantas berdasarkan nilai-nilai norma, moralitas, pranata, baik kemanusiaan
maupun agama.
Etika mengandung tiga pengertian:2
1. Kata etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang
menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
3. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk yang diterima dalam
suatu masyarakat.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos, dalam bentuk tunggal
mempunyai banyak arti, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk
jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang apa yang
bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan etika
adalah moral. Moral berasal dari kata latin mos dalam bentuk tunggal, jamaknya
mores yang berarti kebiasaan, adat. Etimologi kata etika sama dengan etimologi kata
moral karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya saja
bahasa asalnya yang berbeda. Istilah etika atau moral dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan
manusia, perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Sedangkan objek formal

1
Setiawan, N., Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah, Bahan TOT Penulisan Karya Ilmiah, 2011.
Hal. 13.
2
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 29.

10
etika yaitu kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah
laku tersebut.3
Penelitian adalah kegiatan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip
(baik kegiatan untuk penemuan, pengujian atau pengembangan) dari suatu
pengetahuan dengan cara mengumpulkan, mencatat dan menganalisa data yang
dikerjakan secara sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan (metode ilmiah).4
Jadi dapat disimpulkan bahwa, etika penelitian adalah suatu ukuran dari
tingkah laku dan perbuatan yang harus dilakukan/diikuti oleh seorang peneliti dalam
memperoleh data-data penelitiannya yang disesuaikan dengan adat istiadat serta
kebiasaan masyarakat ditempat ia meneliti.
http://fortuneowner.wordpress.com/2009/02/21/etika-penelitian/diunggah hari Selasa
18 Maret 2014.
a. Integritas Kepribadian Peneliti
Penelitian merupakan aktualisasi epistimologi. Epistimologi yaitu bagian dari
filsafat ilmu yang membAhas bagaimana cara menusia mendapatkan ilmu
pengetahuan dan sampai pada batas mana ilmu pengetahuan mampu digapai
manusia. Itegritas kepribadian peneliti antara lain:

1. Integritas Berfikir

Dalam cara berfikir, seorang peneliti harus berfikir cara berikut:

a. Skeptis artinya dalam menerima kebenaran atau membuat pernyataan


senantiasa harus sesuai dengan fakta yang sahih dan valid.

b. Analitis yaitu dalam menerima informasi atau membuat statemen peneliti


harus melakukan check and re-check dengan menghubungkan satu fenomena
dengan fenomena yang lain serta mengembangkan hipotesa, asumsi dan
penafsiran.

3
Dirgantara Wicaksono, Etika dalam Ilmu dan Penulisan Ilmiah, dalam situs:
http://dirgantarawicaksono. blogspot.com/diunggah hari Selasa tanggal 25 Maret 2014.
4
http://fortuneowner.wordpress.com/2009/02/21/etika-penelitian/diunggah hari Selasa 18 Maret
2014.

11
c. Kritis yaitu setiap informasi yang diterima, peneliti jangan
menganggapnya sebagai sebuah kebenaran, tetapi mencermati mengolahnya
berdasarkan logoka dan akal sehat.

2. Integritas Kepribadian

Seorang peneliti ialah seorang ilmuan yang tidak hanya bermuara pada
pilihan-pilhan moral dan etik. Karena itu integritas pribadi seorang peneliti
sebagai berikut:

a. Objektif (siddiq), artinya menyajikan hasil penelitiannya apa adanya dan


terbebas dari kepentingan pribadi atau golongan dan dari prakonsepsi baik
bersifat ekonomis, politik, psikologi dan idiolgis.

b. Amanah, terbuka, artinya seorang peneliti harus transparan terutama metode


yang digunakan dan hasil penelitiannya. Dengan keterbuakaan dapat diketahui
kelebihan dan kekurang sehingga peneliti lain dapat menyempurkannya.

c. Kompeten, yaitu mempunyai kemampuan akademik dalam persoalan yang


diteliti dan kemampuan teoritik terutama dalam penguasaan metodologi
penelitian

b. Penulis Dalam Publikasi Ilmiah

1. Landasan dan Pengertian Publikasi

Imam Ali bin Abi Thalib pernah menuliskan kata-kata dengan tinta emas
beliau yakni Ikatlah ilmu dengan jalan menuliskannya. Dari kata-kata beliau
dapat kita ambil pemahaman menulis hasil penelitian, PTK, dan pengalaman
nyata di bidang pembelajaran bermakna mengikat apa yang telah ditemukan,
diperoleh, dialami, dan dicapai di bidang ini. Temuan-temuan penelitian itu
akan mati atau hanya sebatas”harta karun” mana kala tidak dipublikasikan.

12
Menulis karya publikasi atau karya tulis pada umumnya, intinya adalah
memasarkan dan menjual kepada publik mengenai segala sesuatu yang terkait
dengan bidang ini. Sudarwan Danim, Karya Tulis Inovatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya,2010), hal. 18
Di samping itu, menyusun karya publikasi ilmiah intinya adalah menata
gagasan dan temuan untuk dinikmati pembaca. Gagasan atau temuan itu
memiliki nilai sosial, ekonomi, dan kemanusiaan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Publikasi karya tulis ilmiah dan sejenisnya dapat disajikan
dalam bentuk buku, artikel ilmiah, artikel online, atau dikemas dalam bentuk
sebuah karya ilmiah populer. Di dalamnya terkandung proses-proses yang
meliputi:

a. Pengembangan teks tulisan.


b. Memasarkan pengalaman, pengetahuan, dan produk teknologi.
c. Ekspresi atas verifikasi focus yang ditulis
d. Jembatan antara produk pemikiran dan teoretik dengan operasi-operasi
komponensial.
e. Pemecahan masalah yang berkaitan dengan subtansi dan fokus tulisan.
f. Memfasilitasi rekontekstualisasi pengalaman dan pengetahuan atau
produk teknologi yang dihasilkan.
g. Proses hubungan transformasional sesama pakar atau kelompok peminat.
Sudarwan Danim, Karya Tulis Inovatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,2010), hal. 19

2. Memasarkan Karya Tulis Ilmiah


Dalam menawarkan naskah ke penerbit juga merupakan keasyikan
tersendiri. Sebab kalau penulis telaten menawarkan naskah dari satu penerbit
ke penerbit lain, berarti penulis akan mendapat kawan banyak dan minimal
namanya telah dikenal beberapa penerbit. Ini sebenarnya suatu modal untuk
menawarkan naskah lain. Cuma yang terjadi bahwa penulis (terutama pemula)

13
mudah putus asa bila naskahnya ditolak. Penulis yang telah berpengalaman
berpendapat bahwa penolakan naskah itu merupakan hal yang biasa. Naskah
yang ditolak itu belum tentu jelek. Hanya naskah itu belum pas saja dengan
visi dan misi penerbit. Kalau saja telaten menawarkan satu penerbit ke
penerbit lain, nanti lama-kelamaan akan ketemu juga dengan penerbit yang
bersedia menerbitkan naskah itu.
Lasa HS, Menulis Itu Segampang Ngomong, (Yogyakarta: Pinus, 2009), hlm.
23.
Pada prinsipnya, naskah untuk media massa mesti memperhatikan visi
media tersebut. Dengan memahami visi media tersebut, kita bisa memahami
arah redaktur yang menginginkan jenis naskah tertentu. Masing-masing media
memiliki visi yang berbeda karena setiap media massa memiliki segmen
pembaca yang berbeda. Faiz Manshur, Genius Menulis, Penerang Batin Para
Penulis, (Bandung: Nuansa, 2012), hlm. 246
Antara penulis dan penerbit atau pihak redaksi media massa, memiliki
hubungan timbal balik dan saling membutuhkan. Penerbit buku maupun
redaksi media berkala (surat kabar, majalah, jurnal) mampu melaksanakan
kegiatan penerbitan karena adanya sumbangan naskah dari penulis atau
sumber berita. Demikian pula, ide dan pemikiran penulis bisa sampai pada
masyarakat luas berkat jasa baik penerbit dan redaksi. Lasa HS, Menulis Itu
Segampang Ngomong, (Yogyakarta: Pinus, 2009), hlm. 208.

3. Teknis Menembus Publikasi Ilmiah (Jurnal/Koran/Majalah)


Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mempublikasikan tulisan. Yang
terpenting, ide dengan wadah media harus relevan. Sebagai penulis pemula,
mestinya harus realistis, cobalah mulai mempublikasikan pada media lokal.
Disini bukan berarti kita pesimis untuk menembus media national, bahkan
international sekalipun. Media dikelompokkan menjadi dua, yaitu media cetak
dan media elektronik. Contoh media cetak, yaitu koran, majalah, dan tabloid.
Adapun contoh media elektronik, yaitu televisi, radio, dan internet. Inung

14
Cahya S, Menulis Berita di Media Massa, (Yogyakarta: Citra Aji
Pratama,2012), hlm. 27.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam teknik menembus publikasi ilmiah,
antara lain :
a. Kelengkapan Naskah
Pada dasarnya naskah yang dikirim ke penerbit atau redaksi itu hendaknya:
1.) Diketik yang rapi dengan komputer, huruf Times New Roman 12 pada
kertas kuarto dobel spasi.
2.) Dalam penawaran/pengiriman print out, hendaknya disertai disket atau
CD. Untuk buku sebaiknya disertai CD agar mudah dalam prosesnya.
3.) Masukkan amplop besar, beri alamat penerbit buku, redaksi yang jelas
dan nama pengirim yang lengkap (nama, gelar, alamat rumah, alamat
kantor, nomor telepon/HP, nomor faksimili dan lainnya untuk memudahkan
komunikasi selanjutnya.
4.) Lengkapi dengan surat pengantar. Apabila ada hendaknya ditulis
biodata lengkap dan syukur telah punya buku yang telah diterbitkan.
Daftar buku itu dapat dicantumkan pada biodata. Lebih baik lagi apabila
buku-buku itu dibawa ketika menawarkan naskah bukuke penerbit-
penerbit. Sebab mereka memerlukan bukti buku yang telah diterbitkan.
Cara ini akan lebih meyakinkan penerbit terhadap eksistensi penulis.
5.) Lengkapi dengan fotocopy identitas diri (KTP/SIM/Kartu Mahasiswa,
kartu pegawai, dll).
6.) Apabila naskah itu berupa resensi,maka sebaiknya disertai fotocopy
sampul buku, judul buku, dan daftar isi buku. Syukur halaman dan judul
buku discan agar hasilna lebih bagus.
7.) Apabila naskah buku itu berupa terjemahan, maka harus disertakan buku
aslinya. Syukur telah ada ijin terjemahan dari penulis asli atau pihak
penerbit asli. Lasa HS, Menulis Itu Segampang Ngomong,
(Yogyakarta:Pinus,2009), hlm. 146-147.
b. Beberapa Alasan Penolakan Karya Tulis Ilmiah

15
Beberapa alasan mengapa suatu naskah belum bisa diterbitkan memang ada
beberapa kemungkinan, antara lain:
1.) Mengandung hal-hal yang terlarang
Agar tidak menimbulkan suatu permasalahan dalam masyarakat,
maka setiap redaksi buku dan penerbit pasti akan memilih naskah
yang pantas dan cocok untuk dipublikasikan, tujuannya agar tidak
mengganggu ketentraman masyarakat. Naskah yang tidak layak
dipublikasikan adalah naskah yang mengandung unsur-unsur
pornografi, ajaran sesat, komunisme serta tulisan-tulisan yang
bertentangan dengan ideologi negara, agama dan lainnya.
2.) Sering muncul tema serupa
Setiap masyarakat pastilah menginginkan berita yang terbaru,
aneh, unik dan menarik. Maka dari itu, penulis dituntut untuk
mampu mengembangkan kreativitas, inovasi dan mengikuti
perkembangan keadaan.
3.) Kalimatnya berbelit-belit dan terlalu panjang
Kalimat yang panjang dan berbelit-belit akan menyulitkan
pembaca untuk memahami isi bacaan, sehingga menyebabkan
pembaca untuk berpikir dua kali untuk memahaminya. Naskah
yang seperti ini biasanya tidak diambil oleh penerbit. Dianjurkan
untuk menggunakan kalimat-kalimat yang pendek namun kaya
makna, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami pesan
yang terkandung dalam naskah tersebut.
4.) Pemilihan kata kurang tepat
Dalam dunia tulis-menulis dikenal adanya asas ketepatan, yakni
berhubungan dengan ide dan pemikiran yang diungkapkan.
Pemilihan kata yang tepat akan lebih menarik minat penerbit
untuk memilih naskah tersebut kemudian mempublikasikannya.
Penulis harus berani untuk menawarkan naskahnya ke penerbit-
penerbit, harus siap dikritik dan tidak putus asa ketika mendapat

16
cemoohan. Kesabaran juga dibutuhkan, karena kita tidak tau
naskah itu nantinya akan diterima atau ditolak, perlu beberapa
waktu untuk mengetahuinya.
5.) Isi naskah tidak utuh
Naskah yang baik adalah naskah yang berisi ide dan pengetahuan
yang utuh dan saling berkaitan mengenai suatumasalah yang
dibahas. Naskah ibarat tubuh manusia, terdiri dari bagian-bagian.
Demikian pula dengan tulisan, apabila bagian-bagian tersebut
tidak utuh, maka akan menyebabkan kebingungan bagi pembaca,
malah akan membuat pembaca menjadi salah tafsir terhadap
naskah yang telah diuraikan. Naskah seperti ini yang sering
ditolak oleh penerbit.
6.) Tulisan tidak sistematis
Dalam mengekspresikan ide kedalam tulisan, harus mengikuti
sistem penulisan yang berlaku sesuai jnis tulisannya, terpola, dan
runtut. Sehingga tidak membingungkan editor dan enak dibaca
oleh pembaca.
7.) Tidak memperhatikan perangkat kebahasaan
Terdapat beberapa kriteria mengapa suatu naskah seperti koran,
majalah maupun buku tidak diterima. Bukan berarti naskah
tersebut jelek, melainkan naskah tersebut kurang sesuai dengan
keinginan redaksi. Maka dari itu, penulis harus
mempertimbangkan unsur-unsur keterbacaan, kebahasaan,
ketelitin fakta dan kesopanan. Lasa HS, Menulis Itu Segampang
Ngomong, (Yogyakarta:Pinus,2009), hlm. 209-212.
c. Harga Mahal Karya Tulis Ilmiah
Produk perguruan tinggi yang baik tidak hanya menghasilkan lulusan yang
bergelar diploma, sarjana, magister, atau doktor, melainkan harus mempunyai
nilai plus berupa karya ilmiah. Seberapa banyak produk karya tulis ilmiah hasil
penelitian dan penulisan buku yang dihasilkan oleh para dosen dan lulusannya?

17
Ini penting untuk mengukur kualitas lulusan dan akreditasi program studi serta
almamaternya. Lulusan setingkat akademi atau politeknik berbeda dengan
lulusan industri/ sekolah tinggi/ universitas. Karya tulis yang dihasilkan oleh
lulusan akademi dan politeknik yang bergelar diploma berbeda dengan hasil
karya tulis lulusan institut/ sekolah tinggi/ universitas yang bergelar sarjana,
magister, atau doktor. A. Rahmat Rosyadi, Menjadi Penulis Profesional itu
Mudah, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 13.
Peran penulis cukup strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan,peruba
han kultur mmasyarakat, dan sistem pemerintahan. Tulisan-tulisan mereka
mampu mempengaruhi pola ppikir, paham, dan perilaku masyarakat dalam
jangka waktu yang cukup lama. Maka dalam hal inibenar juga pepatah yang
mengatakan bahwa penulis itulebih tajam daripada pedang. Ada juga yang
menyatakan apabila saudara ingin merubah dunia maka tulislah buku. Lasa
HS, Menulis Itu Segampang Ngomong, (Yogyakarta:Pinus,2009), hlm. 166.
Sebagai penulis pemula atau seseorang yang baru akan mencoba menekuni
tulis-menulis biasanya menemui kendala yang besar. Jarang sekali penulis
pemula mampu menembus media massa atau mempublikasikan tulisannya
dengan mudah. Hal ini sebenarnya juga dialami oleh penulis besar pada saat
memulai aktivitas tulis-menulis. Mereka juga melewati masa-masa sulit untuk
menjadikan dirinya seterkenal saat ini. Yang terpenting bagi kita adalah
kesabaran dan keuletan untuk menulis, mencoba dan terus mencoba.
Untuk menyikapi semua ini, kita harus mampu menyikapi potensi kreatif diri,
mengungkapkan ide kreatif, dan mengembangkan potensi dengan menyerap
informasi pengalaman hidup yang kita temui. Sukino, Menulis itu Mudah,
(Yogyakarta: Pustaka Populer, 2010), hlm. 10-11.

18
Contoh Surat Pengantar
Berikut ini contoh surat pengiriman naskah buku ke penerbit
Perihal : Pengiriman Naskah Buku
Lampiran : Curriculum Vitae dan Copy Naskah

Yang terhormat,
Direktur PT XXXXXXX
Cq. Bidang Penerbitan
Di Jakarta
Dengan hormat,
Bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama :Drs. H.A. Rahmat Rosyadi, S.H., M.H.
Pekerjaan : Dosen Fakultas Hukum UIKA Bogor
Mata Kuliah : Hukum Islam
Alamat : Komp. Nusa Endah Rt 05/02 Cimanggu 1
Tlp 0251-640507 HP.081280897843
Melalui surat ini saya kirimkan naskah buku untuk diterbitkan dengan judul
“FORMALISASI SYARI’AT ISLAM DALAM PERSPEKTIF TATA HUKUM
INDONESIA”.
Naskah ini merupakan studi tentang aplikasi syari’at islam pasca berlakunya
Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Daerah Istimewa

19
Aceh Sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Penerbitan buku ini akan digunakan sebagai suplemen/pelengkap materi /
bahan mata ajar kuliah Hukum Islam pada program studi ilmu hokum dan program
studi agama Islam di Universitas, institute, sekolah tinggi di Indonesia. Buku itu juga
akan dijadikan model aplikasi syari’at Islamdi daerah lain di Indonesia. Penyerapan
pasarnya untuk perguruan tinggi maupun di kalangan pemerintah dan masyarakat
sangat prospektif.
Buku ini bila diterbitkan akan menjadi buku acuan wajib pada mata kuliah
umum hukum Islam yang selama ini saya sendiri sebagai dosen dan pemegang mata
kuliah tersebut. Dengan terbitnya buku itu diharapkan mahasiswa mempunyai
pegangan buku mata kuliah standar. Apabila pihak penerbit menyetujui atas
penerbitannya, saya akan mengirimkan copy software naskah bukunya. Demikian
saya sampaikan, atas kerja sama yang baik dan perhatiannya diucapkan terima kasih

Bogor, 20 September 2007

Pengirim,

c. Contoh Publikasi Karya Ilmiah


Berikut ini salah satu contoh publikasi karya tulis ilmiah, yang terdapat
dalam koran:
Pers dan Kemuliaan Indonesia
MARCO Kartodikromo mengabarkan baha kerjakaum jurnalis untuk
mengobarkan nasionalisme dan menguatkan kemuliaan Indonesia sering dihajar
oleh penguasa. Wartawan mesti bersiap dihukum atau dipenjara. Marko dalam

20
puisi berjudul ”Awas Kaoem Djoernalist!” dan dimuat di Islam Bergerak edisi 10
Juni 1919 berseru, djoernalist haroes bisa berdiri,/ sendiri djoega jang keras hati./
dan tidak boleh main koedi/ Goena mentjari enak sendiri // Koran ito tooneel
oempamanja,/ Toean membatja jang menontonja,/ djoernalist djadi pemainja,/
Hoofdreddacteur djadi kepanlanja.
Wartawan dann Koran bergerak demi kepentingan Indonesia. Sejak
mula,wartawan bertugas menggerakkan berita untuk “kemadjoean” dan
berdemokrasi. Tahun demi tahun berlalu. Artikel pendek ”Indonesia Moelia”
karangan penulis berinisial DAS , disajikan di Koran Api edisi 9 November 1925
bisa menjadi acuan mengenang Indonesia masa lalu.
Teks itu”Indonesia jang dihiasi dengan pelaboehan, kota-kota, goedang-
goedang, kantor-kantor, gedong-gedong, vila-vila, roemah-roemah, stasioen-
stasioen nampaklah jang betoel-betoel Indonesia adalah negeri jang kaja dan
moelia”.
Kita mungkin kagum mengenang Indonesia negeri tanpa derita dan
penjajahan. Artikel itu munculdi surat kabar untuk “kaoem kromo” alias “raijat
jelata” di Indonesia. Pemberitaan tentang Indonesia mulai justru ingin
mengingatkan bahwa Indonesia sedang menanggung kolonialisme dan ingin
bergerak menuju “kemadjoean”. Penulis artikel sadar tentang kemauan
bumiputra harus memuliakan Indonesia bebas daridominasi kolonial dan
mengukuhkan adab kemoderenan.
Indonesia masih dijajah tapi berita dan artikel perlu disajikan agarorang-orang
tergerak untuk memiliki Indoneia. Surat kabarpun berperan member suguhan ide
dan imajinasi agar berbiak etos pemuliaan Indonesia. Kerja wartawan dan penulis
artikel menabur berita atau cerita mengenai nasionalisme, demokrasi, humanism,
danadab literasi.
Memori itu pantas kembai disajikan saat kita bergerak dengan cuilan-cuilan
peran pers dalam pemuliaan Indonesia,setelah sanggup membebaskan diri dari
kolonialisme. Kita bisa mengingat penjelasan Adinegoro dalam Falsafah Ratu
Dunia (1949) mengenai pengaruh pers dalam arus kesejarahan dan

21
perkembangan Indonesia. Adinegoro berkata bahwa “Ratu Dunia” itu opini
umum, dimunculkan dan digerakkan oleh pers. Keberadaan pers bermisi untuk
“demokrasi, kebudayaan, hak asasi manusia, dan kedaulatan”.
Pada 1950-an, Koran dan majalah terbit mengabarkan tema-tema besar:
revolusi, demokrasi, korupsi, dan nasionalisme. Kemunculan puluhan partai
dengan pengaruh para pejabat membuat pers sering ‘’ berjoeget” untuk bersuara
mengaju fakta atau menebar opini umum demi pamrih picisan. Indonesia telah
menjadi negeri bergelimang berita. Agenda pemderenan melenggang dengan
kontribusi pers .
Pers menjadi mata untuk melihat pekerjaan presiden, menteri, tentara, polisi,
pengusaha, seniman, guru, pettani, dan buruh. Sejak 1950-an, pemberitaan
korupsi perlahan menguak ketidakberesan kerja birokasi dan penegak hokum.
Wartawan berkemungkinan memberitakan melalui siasat investigasi. Penulis
tajuk rencana dan jajaran redaksi mesti sanggup member argumentasi-
argumentasi jika berhadapan dengan tindakan refresif dari pemerintah dan pihak-
pihak berkepentingan. Peran pers untuk menanggulangi korupsi tentu
berkonsekuensi sanksi atau pemberedelan.
Pada masa 1970-an, kemulyaan Indonesia masih dinodai korupsi dan
demokrasi ilusif. Razim orde baru tak becus membuktikan janji-janji mengurusi
Indonesia secara beradab dan demokratis. Pers tak mau diam. Wartawan tetap
tekun memberitakan berbagai kasus korupsi. Koran dan majalah mesti
memperhitungkan resiko pemberitaan dan polemik atas editorial. Tema besar
Rosihon Anwar (1983) mengenang bahwa gerakan dan demontrasi melawan
korupsi oleh mahasiswa dan pelajar meningkat pada masa 1970-an. Pemberitaan
diberbagai koran justru ditanggapi kemarhan oleh Soeharto dan para pejabat.
Kita simak tajuk rencana Indonesua Raya edisi 3 Januari 1970, ditulis oleh
Mohctar Lubis:”…tantangan korupsi jangmerajalela dan perbaikan administrasi
Negara adalah dua tantangan jang harus diatasi setjepat mungkin.”
Korupsi tema besar, memusimkan jutaan orang. Para pejabat bertambah harta,
menikmati kehidupan elit jutaan orang memamah lakon buruk tentang

22
pembrangkutan Indonesia oleh pejabat-pejabat mata duitan. Kemulyaan
Indonesia Cuma ungkapan Indah dari saat mata terpejam dan tubuh berbaring di
atas tikar.
Memori-memori itu bersambung dengan situasi Indonesia mutahir. Kerja
melwan korupsi oleh KPK mendapat serangan tak beradab. Pers turut bersuara
lantang melawan korupsi. Seruan kritis ditanggapi oleh arogensi sekian pejabat
Negara, polisi, anggota DPR, dan elit partai politik. Sekrang, kita mengerti
bahwa seruan Marco Kartodikromo sampai Mohctar Lubis memang pantas
dianut: pers bekerja melawan arogensi kekuasaan dan korupsi demi kemulyaan
inonesia._Bandung Maward, pengelola jagad abjad solo. Bandung Mawardi,
Pers dan Kemuliaan Indonesia, Jawa tengah: Suara Merdeka, senin, 9 Februari
2015 , hlm.6

d. Plagiarisme

1. Pengertian Plagiarisme
Sulitnya untuk mengetahui adanya unsur plagiarisme dalam sebuah
karya tulis, hasil publikasi penelitian dan makalah maka perlu kejelasan apa
saja yang termasuk palagiarisme atau tidak dalam menentukan suatu karya
ilmiah. Tentunya aturan pemerintah yang dijadikan acuan dan sumber lain yang
akurat dijadikan pedoman untuk pengertian plagiarisme.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010
dikatakan:
“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau
mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan
mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang
diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan
memadai.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online disebutkan: “Plagiat
adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan

23
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri,
misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri;
jiplakan.” Menurut Oxford American Dictionary dalam Clabaugh (2001)
plagiarisme adalah: to take and use another person’s ideas or writing or
inventions as one’s own. Artinya mengambil dan menggunakan ide seseorang,
tulisan atau penemuan seseorang menjadi miliknya. Inilah yang disebut
plagiarisme.
Daniel Ronda dalam bukunya Belajar Menjadi Pemimpin (2015:97)
mengatakan bahwa plagiarisme adalah suatu tindakan pencurian yang dilakukan
dengan menggunakan tulisan dan pemikiran orang lain tanpa seizin dari penulis
atau pembicara yang kita ambil idenya.

2. Lingkup Plagiarisme
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 pada
pasal 2 lingkup dan pelaku plagiarisme. Plagiat meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
a. Mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data
dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam
catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai;
b. Mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau
kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan
sumber dalam catatan kutipan dan/atau menyatakan sumber secara
memadai;
c. Menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa
menyatakan sumber secara memadai;
d. Merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari sumber kata-
kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa
menyatakan sumber secara memadai;

24
e. Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah
dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan
sumber secara memadai.
3. Plagiarisme dan Bukan Plagiarisme
Menurut Soelistyo (2011), ada beberapa tipe plagiarisme:
a. Plagiarisme kata demi kata (Word for word Plagiarism). Penulis
menggunakan kata-kata pe-nulis lain (persis) tanpa menyebutkan sum-
bernya.
b. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis menggunakan
gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa
menyebutkan sumbernya secara jelas).
c. Plagiarisme kepengarangan (Plagiarism of Author-ship). Penulis mengakui
sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.
d. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis memublikasikan
satu artikel pada lebih dari satu redaksi publikasi. Dan mendaur ulang
karya tulis/ karya ilmiah. Yang penting dalam self plagiarism adalah
bahwa ketika mengambil karya sendiri, maka ciptaan karya baru yang
dihasilkan harus memiliki perubahan yang berarti. Artinya Karya lama
merupakan bagian kecil dari karya baru yang dihasilkan. Sehingga
pembaca akan memperoleh hal baru, yang benar-benar penulis tuangkan
pada karya tulis yang menggunakan karya lama.
Daniel Ronda (2015:101) memberikan kategori plagiarisme apabila:
a. Mengutip kata per kata, atau kalimat secara verbatim tanpa menyebutkan
sumber tulisan dan penulisnya.
b. Mengambil ide seseorang yang belum menjadi “commom knowledge”,
dan masih eksklusif dari penemunya dan kemudian mengklaim sebagai
miliknya.
c. Menyebutkan nama orang yang punya ide, tetapi kalimat dan bahasanya
menggunakan bahasa orang yang dikutip secara verbatim dan tidak

25
memakai tanda petik di antaranya, maka itu termasuk tindakan yang tidak
pantas.
d. Menerjemahkan karya orang dari bahasa asing tanpa menyebut sumber
asli, dan yang walaupun itu karya menerjemahkan merupakan hasil
keringat sendiri, tetapi tidak demikian dengan idenya. Kita bisa sebut
sebagai saduran, apabila kita menerjemahkan bebas yang disesuaikan
dengan konteks kita.
Selanjutnya Daniel Ronda (2015:100) mengemukakan bahwa kategori
bukan plagiarisme apabila:
a. Ide atau pernyataan-pernyataan yang diambil sudah menjadi pengetahuan
yang umum dan lazim di dalam masyarakat.
b. Bila ide seseorang sudah mengendap pada dirinya, dan pada waktunya
dikeluarkan baik lisan maupun tulisan tidak perlu mencari siapa yang
punya, sepanjang ekspresi penyampaian dengan bahasa sendiri (tetap
mengacu kepada poin 1).
Untuk menghindari terjadi plagiarisme, tentunya kita harus memahami
alasan-alasan seseorang dengan mudahnya mau melakukan plagiarisme.
Beberapa alasan pemicu atau faktor pendorong terjadinya tindakan plagiat
yaitu:
a. Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan sebuah karya ilmiah sehingga
mencari cara mudah dengan copy-paste atas karya orang lain.
b. Malas membaca buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan
kurang melatih pikiran untuk melakukan analisis dan logika terhadap
sumber pustaka yang dimiliki serta kurang mencari referensi berbahasa
Inggris yang lebih banyak dan juga referensi jurnal.
c. Kurangnya pemahaman tentang kapan dan bagaimana harus melakukan
kutipan. Dalam hal ini seorang penulis tidak menyadari mengutip dari
sumber sekunder dan tertier tanpa memiliki sumber primer referensi
sehingga berpotensi plagiarisme.

26
d. Apapun alasan seseorang melakukan tindakan plagiat, hal ini dapat
dikategorikan sebagai tin-dak pencurian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah kita dari
plagiarisme, yaitu:
a. Menggunakan dua tanda kutip, jika mengambil langsung satu kalimat,
dengan menyebutkan sumbernya. Perlu diingat untuk menghindari
pengutipan dari blog atau web dengan cara copy-paste tanpa memiliki
buku sumber utamanya.
b. Menuliskan daftar pustaka, atas karya yang dirujuk, dengan baik dan
benar. Yang dimaksud adalah sesuai panduan yang ditetapkan masing-
masing institusi dalam penulisan daftar pustaka.
c. Melakukan parafrase dengan tetap menyebutkan sumbernya. Parafrase
adalah mengungkapkan ide/gagasan orang lain dengan menggunakan
kata-kata sendiri, tanpa merubah maksud atau makna ide/gagasan dengan
tetap menyebutkan sumbernya. Dalam hal ini walaupun penulis
melakukan saduran dari apa yang dikemukakan oleh penulis buku atau
pembicara maka penulis harus tetap menuliskan nama pemilik ide dan
publikasinya.
d. Hindari seminimal mungkin untuk membaca artikel yang tidak dimuat di
dalam majalah, jurnal dan buku karena potensi untuk copy-paste sangat
tinggi. Apabila Anda tidak memiliki buku tersebut maka Anda harus
memberikan penjelasan sumber di mana Anda mendapatkannya.
e. Sumber yang terdapat di dalam skripsi, tesis dan disertasi pada tinjauan
teori/pustaka sebaiknya Anda telah memiliki bukunya karena potensi
plagiarisme tampak apabila Anda hanya mengetik kembali sebuah tulisan
tanpa memahami dan melakukan parafrase.
4. Sanksi Akibat Plagiarisme
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 pada pasal 12
yaitu:

27
1) Teguran. Teguran dilakukan secara lisan oleh institusi dalam hal ini pengajar,
dosen dan pembimbing.
2) Peringatan tertulis.
3) Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa.
4) Pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa.
5) Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa.
6) Pemberhentian tidak dengan hormat.
7) Pembatalan ijazah apabila mahasiwa telah lulus.
Sedangan sanksi yang diberikan dalam Undang-undang Sisdiknas:
Mempergunakan karya ilmiah jiplakan untuk mem-peroleh gelar akademik,
profesi, vokasi dipidana pen-jara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 200 juta.
Plagiarisme sangat merugikan sivitas akademika dalam mengembangkan
penelitian dan hak kekayaan intelektual (HAKI) karena dengan melakukan
plagiarisme berarti mental “mencuri” telah ada dalam diri peneliti dalam
penelitiannya.

5. Refleksi tentang Masa Depan Plagiarisme


Masa depan plagiarisme akan semakin “sukses”. Mengapa demikian? Desakan
pendidikan tinggi untuk memublikasikan karya ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi
secara online akan memudahkan bagi mahasiswa dan plagiator untuk mendapatkan
ide yang sebenarnya bukanlah idenya. Tantangan penulis dan peneliti adalah untuk
tidak tergoda untuk melakukan tindakan plagiat di masa yang akan datang semakin
kecil. Hal ini disebabkan kosakata dan ide-ide yang sudah dipublikasikan semakin
banyak di dunia maya. Namun, ini juga menjadi peluang bagi yang ingin tampil beda
dengan tidak memusatkan pikirannya kepada ide orang lain tetapi mengembangkan
cara berpikir dan ide ke dalam tulisan tanpa harus mengutip terlebih dahulu ide orang
lain.

28
Masa depan plagiarisme akan menjadi suram dan masa depan generasi muda
menjadi terang apabila dimulai dari generasi saat ini untuk mulai mengembangkan
ide dan kreativitas menulisnya sejak dini tanpa terlebih dahulu tergoda untuk
membaca buku, browsing internet, dan mengutip tulisan orang lain, tetapi
mengembangkan ide dari apa yang dibaca, dilihat dan dipahami tanpa harus mengutip
langsung dan mencoba untuk menuangkan pemahaman dan arti dalam sebuah tulisan
yang merupakan karya asli. Hal ini membutuhkan latihan dan keinginan dalam diri
kita dan generasi kita untuk percaya pada atas kemampuan diri dan tegas berkata
TIDAK pada plagiarisme dan segala ben-tuknya dalam kehidupan kita. Kehancuran
budaya plagiarisme terletak pada perubahan pola pikir kita dan keyakinan bahwa
pikiran kita sangat kaya dengan ide sebab Pencipta kita dalah Mahakarya bagi
ciptaan-Nya.

e. Etika peneliti dalam perilaku

1. Peneliti mengelola jalannya penelitian secara jujur,bernurani,dan


berkeadilanterhadap lingkungan penelitiannya.jujur,bernurani,dan berkeadilan
adalah nilai yang inheren dalam diri penelit.Peneliti mewujudkan nilai semacam
ini dengan :

a. Perilaku kebaikan,misalnya sesama peneliti memberi kemungkinan pihak


lain mendapat akses terhadap sumber daya penelitian (kecuali yang
bersifat rahasia) baik untuk melakukan verifikasi maupun untuk
penelitian lanjutan.

b. Perilaku hormat pada martabat,misalnya sesama peneliti harus saling


menghormati hak-hak peneliti untuk menolak ikut serta ataupun menarik
diri dalam suatu penelitian tanpa prasangka.

Peneliti yang jujur dengan hati nurani akan menampilkan keteladanan moral
dalam kehidupan dan pelaksanaan penelitian untuk pengembangan ilmu

29
pengetahuan dan teknologi bagi keselamatan manusia dan lingkungannya,sebagai
pengabdian dan ketaqwaan kepada tuhan Tuhan Yang Maha Esa.Keteladanan
moral itu seharusnya tampak dalam perilaku tidak melakukan perbuatan tercela
yang merendahkan martabat peneliti sebagai manusia bermoral,yang dalam
masyarakat tidak dapat diterima keberadaannya,seperti budi pekerti rendah,tindak
tanduk membabi buta dan kebiasaan, baik dalam pelaksanaan penelitian maupun
pergaulan ilmiah.

2. Peneliti menghormati objek penelitian manusia,sumber daya alam hayati dan


nonhayati secara bermoral,berbuat sesuai dengan perkenan kodrat dan
karakter objek penelitiannya,tanpa diskriminasi,dan tanpa menimbulkan
rasa merendahkan martabat sesama ciptaan Tuhan.
3. .Peniliti membuka diri terhadap tanggapan,kritik dan saran dari sesama
peneliti terhadap proses dan hasil penelitian,yang diberinya kesempatan
dan perlakuan timbal balik yang setara dan setimpal,saling menghormati
melalui diskusi dan pertukaran pengalaman dan informasi ilmiah yang
objektif.

f. Etika dalam Kepengarangan

1. Peneliti mengelola, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiahnya


secara bertanggung-jawab, cermat dan seksama. Pengetahuan ilmiah bersifat
kumulatif dan dibagun atas sumbangan sejumlah besar peneliti dan akademisi
sepanjang masa. Pengakuan sumbangan berbentuk pujian, kutipan atau
sebagai kepengarangan bersama harus disebutkan jika gagasan-gaagsan
penyumbang telah mempengaruhi secara berarti isi karangan seorang peneliti.
Tanggung jawab kepengarangan adalam untuk memastikan hak
kepengarangan beserta keuntungan-keuntungan yang melekat padanya.

Peneliti menerima tanggung jawa yang terikat pada kepengarangan, bila


memberi sumbangan ilmiah bermakna, yaitu :

30
a. konsep, rancangan, analisi, dan penafsiran data; (ii) menulis naskah atau
merevisi secara kritis substansi penting, dan; (ii) mengarang
“pendahuluan/prolog” (sebagai penyunting) karena otoritas keilmuannya
diakui oleh komunitas ilmiah. Untuk itu ia memberikan persetujuan final
untuk penerbitan suatu karya tulis ilmiah dimaksud. Hak kepengarangan
terikat dengan tanggung jawab publik, yaitu bertanggungjawab terhadap
keseluruhan isi karangan. Meskipun peneliti memberikan sumbangan
terbatas sesuai dengan bidang keahliannya dalam karangan bersama,
peneliti bertanggung-jawab memahami keseluruhan bagian meskipun
bukan merupakan keahliannya. Pengarang-bersama semua bertanggung-
jawab atas segala pernyataan yang dikemukakan dalam karangan
bersama. Peranan yang tidak subtansial seperti membantu pengumpulan,
pengolahan, dan penyediaan data serta membantu dan/atau mensupervisi
pengelolaan penelitian tidak dapat menjadi alasan namanya disebut
sebagai pengarang karya tulis ilmiah dari penelitian dimaksud. Dalam
dunia ilmiah tidak dikenal istilah “kepengarangan kehormatan” untuk
penghormatan ketokohan seseorang yang berperan sebagai penyandang
dana, pemberi sambutan, pemimpin unit kerja, pengelola program/proyek.
Dalam dunia keilmuan juga tidak dikenal “kepengarangan patron” yaitu,
menjadi pengarang tunggal atau pengarang utama dari karya para peneliti
yunior yang dibimbing oleh peneliti senior. Untuk pengakuan sumbangan
ketokohan dan kesenioran seseorang yang tidak memberikan sumbangan
intelektual bermakna dapat berupa ucapan terima kasih, tetapi bukan
memperoleh hak kepengarangan.
b. Peneliti menyebarkan informasi tertulis dari hasil penelitiannya, informasi
pendalaman pemahaman ilmiah dan/atau pengetahuan baru yang
terungkap dan diperolehnya, disampaikan ke dunia ilmu pengetahuan
pertama kali dan sekali, tanpa mengenal publikasi duplikasi atau berganda
atau diulang-ulang. Plagiat sebagai bentuk pencurian hasil pemikiran,
data atau temuan-temuan, termasuk yang belum dipublikasikan perlu

31
ditangkal secara lugas. Plagiarisme secara singkat didefiniskan sebagai
“mengambil alih gagasan, atau kata-kata tertulis dari seseorang, tanpa
pengakuan pengambilalihan dan dengan niat menjadikannya sebagai
bagian dari karya keilmuan yang mengambil”. Dari rumusan ini plagiat
dapat juga terjadi dengan pengutipan dari tulisan peneliti (tulisan
terdahulunya) tanpa mengikuti format merujuk yang baku, sehingga dapat
saja terjadi auto-plagiarism. Informasi atau pengetahuan keilmuan baru,
yang diperoleh dari suatu penelitian, menambah khazanah ilmu
pengetahuan melalui publikasi ilmiahnya. Karenanya tanpa tambahan
informasi atau pengetahuan ilmiah baru, suatu karya tulis ilmiah hanya
dapat dipublikasikan “pertama kali dan sekali itu saja”. Selanjutnya,
sebagai bagian dari upaya meajukan ilmu pengetahuan, karya tulis ilmiah
ini dapat dijadikan rujukan untuk membangun-lanjut pemahaman yang
awal itu. 3. Peneliti memberikan pengakuan melalui (i) penyertaan
sebagai penulis pendamping; (ii) melalui pengutipan pernyataan atau
pemikiran orang lain; dan/atau (iii) dalam bentuk ucapan terima kasih
yang tulus kepada peneliti yang memberikan sumbangan berarti dalam
penelitiannya, yang secara nyata mengikuti tahapan rancangan penelitian
dimaksud, dan mengikuti dari dekat jalannya penelitian itu. Unsur penting
yang, melekat pada aspek perilaku seorang peneliti meliputi: (i) jujur:
menolak praktek merekayasa data ilmiah atau memalsukan data ilmiah,
bukan saja karena secara moral itu salah (=tidak jujur), tetapi karena
praktek ini akan menghasilkan kesalahan-kesalahan, yang mendorong
rusaknya iklim kepercayaan yang menjadi dasar kemajuan ilmu
pengetahuannya sendiri, seperti mengabaikan hak milik intelektual atas
pemikiran dalam usulan penelitian dan menggunakan pemikiran tersebut
dalam penelitians endiri; (ii) amanah: dalam etika kepengarangan berlaku
ungkapan “penghargaan seharusnya disampaikan pada yang berhak
memperolehnya” yang mencakup seputar pengakuan, hormat-sesama,
gengsi, uang, dan hadiah. Ini semua merupakan bentuk penghargaan yang

32
harus ampai ke yang berhak. Prinsip inilah yang menjadi sumber motivasi
ilmuan untuk berkarya berpedoman pada wajiblapor, saling mengisi,
mengumpan dan berbagi informasi dalam memelihara pemupukan
khazanah ilmu pengetahuan, seperti peneliti senior tidak berhak
menyajikan data atau hasil karya peneliti yang meraka supervisi tanpa
sepengetahuan dan persetujuan peneliti yang disupervisi serta tanpa
mencantumkan penghargaan; dan (iii) cermat: mengupayakan tidak
terjadinya kesalahan dalam segala bentuk, kesalahan percobaan,
kesalahan secara metode, dan kesalahan manusiawi yang tak disengaja
apalagi yang disengaja, seperti juga kejujuran di atas, kecermatan ini juga
merupakan kunci tercapainya tujuan ilmu pengetahuan, misalnya alih
bahasa dan saduran suatu karangan ilmiah yang berguna bagi penyebaran
ilmu pengetahuan harus atas seizin pengarangnya. Dengan sendirinya hal
sebaliknya juga berlaku. Tidakan korektif secara ilmiah terkait dengan
layanan dan capaian tujuan membangun ilmu pengetahuan, menemukan
dan membahas siapa yang bertanggung-jawab terhadap kekeliruan
ilmiah-artinya tanggung-jawab dalam penegakan kode etika peneliti
adalah sisi lain dari amanah dan sebaliknya. Batasan Istilah[1] Perilaku
peneliti tidak jujur. Perilaku tidak jujur mencakup baik perilaku tidak
jujur dalam penelitian maupun perilaku curang sebagai peneliti. Batasan
ini tidak dapat dikenakan pada hal-hal : kejadian yang sejujurnya keliru;
pertikaian pendapat sejujurnya; perbedaan dalam penafsiran data ilmiah,
dan; selisih pendapat berkenaan dengan rancangan penelitian. Perilaku
peneliti tidak jujur tampak dalam bentuk: (i) pemalsuan hasil penelitian
(fabrication) yaitu mengarang, mencatat, dan/atau mengumumkan hasil
penelitian tanpa pembuktian telah melakukan proses penelitian; (ii)
pemalsuan data penelitian (falsification) yaitu emmanipulasi bahan
penelitian, peralatan, atau proses, mengubah atau tidak mencantumkan
data atau hasil sedemikian rupa, sehingga penelitian itu tidak disajikan
secara akurat dalam catatan penelitian; (iii) pencurian proses dan/atau

33
hasil (plagiat) dalam mengajukan usul penelitian, melaksanakannya,
menilainya dan dalam melaporkan hasil-hasil suatu penelitian, seperti
pencurian gagasan, pemikiran, proses dan hasil penelitian, baik dalam
bentuk data atau kata-kata, termasuk bahan yang diperoleh melalui
penelitian terbatas (bersifat rahasia), usulan rencana penelitian dan naskah
orang lain tanpa menyatakan penghargaan; (iv) pemerasan tenaga peneliti
dan pembantu peneliti (exploitation) seperti peneliti senior memeras
tenaga peneliti yunior dan membantu penelitian untuk mencari
keuntungan, kepentingan pribadi, mencari, dan/atau memperoleh
pengakuan atas hasil kerja pihak lain; (v) perbuatan tidak adil (injustice)
sesama peneliti dalam pemberian hak kepengarangan dengan cara tidak
mencantumkan nama pengarang dan/atau salah mencantumkan urutan
nama pengarang sesuai sumbangan intelektual seorang peneliti. Peneliti
juga melakukan perbuatan tidak adnil dengan mempublikasi data dan.atau
hasil penelitian tanpa izin lemabaga penyandangan dana penelitian atau
menyim[ang dari konvensi yang disepakati dengan lembaga penyandang
dana tentang hak milik karya intelektual (HAKI) hasil penelitian; (vi)
kecerobohan yang disengaja (intended careless) dengan tidak menyimpan
data penting selama jangka waktu sewajarnya, mengunakan data tanpa
izin pemiliknya, atau tidak mempublikasikan data penting atau
penyembunyian data tanpa penyebab yang dapat diterima; dan (vii)
penduplikasian (duplication) temuan-temuan sebagai asli dalam lebih dari
satu saluran, tanpa adanya penyempurnaan, pembaruan isi, data dan tidak
merujuk publikasi sebelumnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Sumber [1] Majelis Profesor Riset, Kode Etika Peneliti, LIPI Press, 2007 [2]
IEEE, A Plagiarism FAQ, diakses dari
http://www.ieee.org/publications_standards/publications/rights/plagiarism_FAQ.html

Rahmat Rosyadi
A. Rahmat Rosyadi, MenjadiPenulis Profesional itu Mudah, (Bogor:Ghalia
Indonesia, 2008), hlm. 108-109

Yurissa, Wirya. 2008. Etika Penelitian Kesehatan. Pekanbaru. Faculty of


Medicine – Universitiy of Riau. Diakses pada 19 oktober 2015 dari Files
of DrsMed – FK UNRI

Suwarjana, I Ketut. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV Andi Offest


(Penerbit Andi) diakses pada 19 oktober 2015 dari
https://books.google.co.id/booksid=NOkOS2V7vVcC&printsec=frontcover&hl=id#v
=onepage&q&f=false

35

Anda mungkin juga menyukai