Anda di halaman 1dari 7

ABSTRAK

Tryanasari, Dewi. 2014. Penanaman Sikap “Bangga Berbahasa Indonesia”


Sebagai Perwujudan Generasi Bermartabat dan Berbudaya.

Kata Kunci:

Bangga Berbahasa Indonesia, Generasi Bermartabat dan Berbudaya

Bahasa merupakan produk budaya yang tidak bisa dipisahkan dari


kehidupan manusia. Bahasa berperan penting dalam fungsi interaksi yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari perwujudan manusia sebagai maklhuk
sosial. Selain fungsi tersebut bahasa mengemban amanah penting sebagai identitas
sebuah bangsa. Bangsa yang besar tidak saja dilihat dari kemampuan untuk
survive tetapi juga dilihat dari identitas kebangsaannya dalam hal ini adalah
bahasanya.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan identitas nasional bangsa
Indonesia, menghadapi tantangan yang cukup berat dewasa ini. Lunturnya nilai
kebanggaan berbahasa Indonesia di masyarakat, terutama pada generasi muda,
semakin menunjukkan gejala pada tingkat akut. Dewasa ini masyarakat
tampaknya lebih tertarik pada anak yang mampu berbahasa asing dengan baik
daripada mereka yang mampu berprestasi pada bidang bahasa Indonesia. Bahasa
asing dianggap mewakili kepentingan untuk mampu bersaing di era global
daripada bahasa Indonesia. Sementara Jepang, Tiongkok dan beberapa negara lain
bertahan mati-matian untuk tetap memilih bahasa Nasional mereka sebagai salah
satu syarat bagi warga negara asing yang tinggal dan bekerja di negara mereka, di
Indonesia orang lebih memilih belajar bahasa asing untuk mengejar karier pada
perusahaan-perusahaan internasional yang ada di negara ini. Ketidakbanggaan
berbahasa Indonesia menyebabkan bangsa ini seolah-olah kehilangan identitas
bahkan martabatnya di hadapan bangsa lain di dunia ini. Sikap rendah diri yang
kadang berlebihan dalam memandang bahasa nasional kita, berujung pada
terancamnya nasionalisme sebagai ujung tombak kokohnya bangsa ini. Bertitik
tolak dari permasalahan tersebut, penanaman sikap bangga berbahasa Indonesia
mutlak diperlukan.
Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menanamkan sikap bangga
tersebut diantaranya, melalui pembelajaran bahasa Indonesia yang bebobot dan
menyenangkan dimulai dari usia dini, melalui tontonan-tontonan bermutu yang
sanggup menjadi tuntunan, melalui perumusan kebijakan publik yang berpihak
pada keberlangsungan bahasa Indonesia dan sebagainya. Bangga berbahasa
Indonesia merupakan perwujutan generasi yang bermartabat dan berbudaya sebab
bahasa Indonesia merupakan identitas kebangsaan sekaligus cerminan sikap dan
budaya manusia Indonesia.
Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peran yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Di era globalisasi peran bahasa menjadi berkembang
sangat pesat. Dalam pola interaksi manusia modern bahasa tidak saja digunakan
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, saran atau pun
pendapat tetapi lebih pada bagaimana sebuah bahasa mampu mengakomodir
kepentingan perpindahan informasi yang tidak lagi mengenal batas ruang dan
waktu. Wardani dkk (2013) menyatakan bahwa sejauh ini bahasa yang telah jauh
mengalami perubahan fungsi dari fungsi awal adalah Bahasa Inggris. Bahasa
Inggris telah menjadi lingua franca dunia sehingga untuk memenangi persaingan
global penguasaan Bahasa Inggris menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan. Hal
ini tentu saja memengaruhi sikap bahasa dalam konteks penutur Bahasa Indonesia.
Kemunculan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dan Sekolah Rintisan
Berstandar Internasional (RSBI) yang diserbu oleh masyarakat menengah ke atas
beberapa waktu lalu merupakan bukti otentik betapa seriusnya masyarakat
Indonesia mengakomodir pentingnya bahasa untuk memenangi persaingan global.
Penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar pada beberapa mata
pelajaran di SBI atau RSBI membuat siswa mengalami kontak bahasa dengan
frekwensi yang tinggi dengan Bahasa Inggris. Meskipun SBI dan RSBI pada
akhirnya dihapuskan oleh MK pada 8 Januari 2013, namun kontak yang
sebelumnya dilakukan membuat siswa memandang Bahasa dengan sudut pandang
yang berbeda. Hal ini diperparah dengan pandangan masyarakat yang
menganggap bahwa siswa dengan kemampuan berbahasa asing, di luar Bahasa
Daerah, adalah siswa yang luar biasa. Pada tahap selanjutnya hal ini akan
memunculkan pihak yang dominan, yang satu menguasai yang lain, (Weinrich
dalam Muslich dan Oka, 2010:64). Lebih lanjut Wardani dkk (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa sikap bahasa pada siswa dalam hal ini adalah
remaja subjek penelitian, menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Subjek
penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih senang berbahasa asing dalam hal ini
adalah Bahasa Inggris, dibandingkan dengan berbahasa Indonesia. Bahkan dalam
menggunakan Bahasa Indonesia pun siswa cenderung memasukkan kata atau frasa
dalam bahasa asing yang dianggap “keren” dalam pandangan mereka. Ini
menunjukkan bahwa keterampilan siswa dalam menerapkan aspek norma
berbahasa dalam Bahasa Indonesia juga kurang.
Baker (1988) mengatakan, bahwa sikap bahasa diperoleh dan dipupuk
melalui proses pembelajaran dan dimodifikasi melalui pengalaman berbahasa.
Dalam pandangan ini, pendidikan memiliki peran tertentu di dalam membentuk
atau membangun sikap bahasa seseorang. Tingginya kontak bahasa dan ketiadaan
pengakomodasian pembentukan sikap bahasa melalui proses pembelajaran dan
pengalaman (berbahasa) dapat membuat siswa menjadi lebih akrab dengan
bahasa asing dan merasa bahasa a s i n g memiliki prestise yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
Agus Dharma (2011) menyatakan bahwa kebanggaan terhadap Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia yang
bermartabat perlu dilestarikan dan dikembangkan. Tantangan terberat Bahasa
indonesia justru muncul dari masyarakat Indonesia sendiri. Hal ini diperparah
dengan tidak didampinginya Bahasa Indonesia dengan kebijakan yang mendukung
secara riil. Jika pemerintah Jepang dan Tiongkok mensyaratkan orang asing yang
belajar atau bekerja di negaranya harus menguasai bahasa mereka di samping
bahasa Inggris yang ditunjukkan dengan toefl atau ielts, hal itu belum berlaku di
Indonesia. Dii Tiongkok keterampilan berbahasa inggris adalah modal seorang
siswa internasional untuk mempelajari Bahasa Tiongkok. Jadi untuk menempuh
pendidikan S 3 di Tiongkok ada syarat wajib belajar bahasa Tiongkok selama satu
tahun. Bahkan untuk karya tulis mereka menggunakan bahasa Tiongkok,
begitupun dengan Jepang. Sementara di negara kita Bahasa Inggris diajarkan
dengan intensitas tinggi bahkan dimulai dari usia dini sebelum lahirnya kurikulum
2013, negara lain ternyata mati-matian melindungi identitas dan aset bahasa
mereka dengan sangat sitematis.
Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah kepulauan, jumlah penduduk,
dan keanekaragaman budaya termasuk bahasa, Bangsa Indonesia dipersatukan
dengan Bahasa Indonesia. Siwi (2012) menyatakan Bahasa Indonesia adalah
bahasa pemersatu yang paling baik. Bahasa Indonesia adalah identitas bangsa,
identitas nasional yang tidak membedakan suku, ras, agama, maupun golongan di
Indonesia. Sebagai identitas bangsa, tentunya Bahasa Indonesia menjadi salah satu
aspek penguat nasionalisme bangsa. Lunturnya kebanggan terhadap Bahasa
Indonesia membuat bangsa ini mengalami krisis identitas yang berujung pada
munculnya rasa rendah diri di tengah-tengah pergaulan internasional yang saat ini
tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut
bukan tidak mungkin Bahasa Indonesia kehilangan penuturnya. Bukan tidak
mungkin produk Budaya Indonesia yang luar biasa ini, tidak lagi mendapat tempat
di tanah kelahirannya sendiri.
Bertitik tolak dari penjelasan di atas nampaknya revitalisasi kembali rasa
bangga masyarakat Indonesia terhadap Bahasa Indonesia sangat penting
dilakukan. Sebelum menentukan cara-cara revitalisasi yang bisa ditempuh ada
baiknya ditentukan terlebih dahulu sikap bahasa yang bagaimana yang harus
ditanamkan kepada generasi muda terhadap Bahasa Indonesia. Di atas telah
dijelaskan bahwa, dalam era globalisasi ini, Bangsa Indonesia tidak bisa menutup
mata bahwa penguasaan terhadap bahasa asing mutlak diperlukan untuk mampu
bersaing di dunia global. Maka bangga berbahasa Indonesia bukan berartii
menafikan fungsi bahasa internasional. Bangga di sini bermakna penyelarasan
pandang tentang derajat dan martabat bangsa kita dilihat dari kacamata bahasa.
Dalam hal ini Bahasa Indonesia harus mempunyai kedudukan yang sejajar dengan
bahasa asing dalam pandangan masyarakat Indonesia terutama generasi muda.
Kesejajaran pandang tersebut merupakan wujud budaya yang lestari serta bangsa
yang bermartabat. Hal ini sejalan dengan pasal 31 UU No.24 tahun 2009 tentang
bendera, bahasa dan lagu kebangsaan ditinjau dari hukum perjanjian serta sesuai
dengan amanah semangat sumpah pemuda dan UUD negara republik Indonesia
tahun 1945. Meskipun UU No. 24 tersebut belum ditindaklanjuti dengan PP
maupun perpu hingga saat ini (Novenanty, 2014). Dengan demikian perlu
ditanamkan sikap bangga berbahasa Indonesia kepada masyarakat Indonesia
khususnya generasi muda dengan cara-cara sistematis sebagai wujud nyata
kepedulian terhadap martabat bangsa.
Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menanamkan sikap bangga
berbahasa Indonesia pada generasi muda. Dari sektor pendidikan, kurikulum 2013
menjadi jawaban sementara. Meskipun saat ini penghapusan mata pelajaran
bahasa Inggris di sekolah dasar pada kurikulum ini mendapat banyak kecaman
dari masyarakat mulai dari cara ekstrim dengan protes karena kuota guru Bahasa
Inggris menjadi berkurang sampai dengan cara halus dengan mengikutsertakan
anak pada lembaga kursus bahasa asing meskipun anak masih berusia dini dengan
alasan takut tertinggal dari anak lain. Jika saat ini masyarakat masih
mempertentangkan penguasaan bahasa Inggris dengan percepatan penguasaan
IPTEK pada anak maka dari sini muncul hal lain yang harus dipertimbangkan
untuk mengakomodir kekhawatiran tersebut, misalnya dengan memperbanyak
ruang untuk menerjemahkan karya-karya yang sangat penting dalam bahasa asing
ke dalam bahasa Indonesia.
Cara lain yang bisa ditempuh melalui jalur formal adalah pemaksimalan
fungsi UKBI (Uji Kemampuan Berbahasa Indonesia) tidak saja sebagaii
pengukuran untuk penguasaan bahasa Indonesia oleh kalangan siswa atau guru di
Indonesia melainkan pada kalangan pekerja maupun pelajar asing yang masuk di
negeri ini berdampingan dengan Toefl atau Ielts. Ada baiknya kebijakan yang
diterapkan oleh Tiongkok menjadi bahan pertimbangan, sebab selain berfungsi
untuk melindungi bahasa dan identitas nasional efeknya juga akan melindungi
tenaga kerja Indonesia.
Pemaksimalan fungsi guru dalam pendidikan menjadi alternatif
selanjutnya. Sebagai pendidik penanaman karakter pada peserta didik termasuk
pembentukan sikap mental dan sikap bahasa yang baik adalah tugas utama guru di
sekolah. Guru sebagai model bagi siswa tentunya harus tampil menjadi model
terbaik dalam menggunakan Bahasa Indonesia. Untuk itu perlu dipikirkan pola-
pola sistematis untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia guru yang
belum mencapai keterampilan mahir dalam UKBI.
Selain sebagai model, guru juga berfungsi sebagai fasilitator dalam
pembelajaran, untuk itu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah harus diarahkan
pada pembelajaran yang bersifat produktif sehingga dengan penguasaan bahasa
Indonesia yang baik, setelah lulus dari sebuah program belajar, siswa mampu
menggunakan bahasa Indonesia untuk bertahan hidup tidak hanya dalam konteks
komunikasi tetapi juga dalam hal ideologi bahkan ekonomi. Cara belajar yang
menyenangkan bukan berarti gembira saat pembelajaran saja tetapi lebih
diarahkan pada peningkatan mutu dan capaian pada pascapembelajaran yang
ditempuh dengan cara yang bisa dinikmati oleh siswa.
Cara-cara dari jalur formal tersebut, harapannya akan berimbas pada jalur
non formal. Ketika pemerintah memperhatikan keberlangsungan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan lambang identitas bangsa dengan memberikan
kebijakan-kebijakan produktif yang sistematik dan siswa membawa sikap
berbahasa Indonesia yang baik maka pandangan, kebanggaan dan sikap bahasa
masyarakat lambat laun diharapkan akan berubah. Dengan demikian bangsa
Indonesia akan bangga membawa identitasnya sebagai bangsa yang besar. Pada
akhirnya penanaman sikap bangga berbahasa Indonesia akan dibawa pada perilaku
keseharian yang menjadi karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
berbudaya dan bermartabat setara dengan bahasa dan bangsa-bangsa lain di dunia
dalam pluralisme yang harmonis dan saling menghargai.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2012. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional dan Bahasa Negara. (Artikel On line) diunduh pada 10 Agustus
2014. www. staffuny.com

Baker, Collin. 1988. Key Issues in Bilingualism and Bilingual Education.


Clevedon Multilingual Matter

Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era
Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Napitulu, Ester L. 2011. Kebanggaan Berbahasa Indonesia Mulai Luntur (artikel


On line) diunduh pada 10 Agustus 2014. www. Kompas.com

Novenanti, W. Maria. 2014. Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia pasal 31


UU No. 24 Th. 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan ditinjau dari Hukum Perjanjian. LBH dan HAM
“Pengayoman” UNPAR
Siwi, Aninda A. Bahasa Indonesia Bahasa Pemersatu Nasional Terbaik di Dunia.
(Artikel online) diunduh pada 5 Agustus 2014. www. Kompas.com

Sumarsono. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wardani, K. Devi A., M. Gosong, G. Artawan. 2013. Sikap Bahasa Siswa


terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja.
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana
Univ. Pendidikan Ganesha. Singaraja. Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai