Anda di halaman 1dari 16

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DI PERGURUAN

TINGGI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA
Yang Dibina Oleh
Bpk. Suwarno Winarno
Bpk. Arik Cahyani

Oleh
1. Robia Alhamidiya (140432606268)
2. Retno Saraswati (140432603945)
3. Tanty Annisaa R (140432606253)
4. Ryan Noory S (140432606144)
5. Yudistira Wahyu A (140432606039)
6. Yenny Rachmawati (140432605516)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Februari 2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3 Landasan Teori........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Paradigma............................................................... 3
2.2 Pancasila Sebagai Paradigma.................................................... 3
A. Aktualisasi Pancasila............................................... 5
B. Tradisi Kebebasan Akademik.................................. 5
C. Kebebasan Mimbar Akademik................................ 5
D. Otonomi Keilmuan.................................................. 6
E. Peran Mahasiswa di Masyarakat ............................ 7
2.3 Tugas Pokok Perguruan Tinggi................................................. 8
2.4 Nilai-nilai Pancasila Yang Harus Ditanamkan
dalam Kehidupan Perguruan Tinggi......................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................. 13
3.2 Saran........................................................................................... 13
DAFTAR RUJUKAN.................................................................................. 14

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh para
pendiri bangsa. Hal ini tertuang dalam alinea keempat Undang Undang Dasar tahun
1945. Nilai- nilai dari Pancasila berasal dari akar budaya bangsa Indonesia yang
luhur. Sebagai suatu dasar negara maka Pancasila senantiasa dijadikan landasan
dalam pengaturan kehidupan bernegara, yang berarti bahwa segala macam peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang diambil oleh para penyelenggara negara
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Hal ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan suatu acuan yang dijadikan
dasar dalam bertindak oleh segenap bangsa Indonesia. Sebagai warga negara
Indonesia, maka kita diwajibkan untuk mengaktualisasi berbagai nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.
Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan Pancasila sebagai dasar
negara, sekarang Pancasila pun dijadikan bahan perbincangan sebagai perilaku yang
digunakan didalam perguruan tinggi. Dimana di dalam perguruan tinggi tersebut akan
terdidik dengan kepemimpinan Pancasila. Baik dalam perilaku bergaul juga dalam
proses belajar mengajar di dalamnya. Serta molekul-molekul yang menjadi
bagiannya.
Walaupun pada kenyataannya aktualisasi Pancasila dalam lingkungan
perguruan tinggi tidak selalu sesuai seperti yang kita harapkan. Salah satu contohnya
yakni perbuatan mencontek yang banyak dilakukan oleh mahasiswa. Namun kita
tetap harus mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila sebaik mungkin yang dapat kita
lakukan.
Makalah ini dibuat agar kita senantiasa mencintai, menghayati, dan
mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama di
lingkungan perguruan tinggi. Sehingga kelak saat kita terjun ke masyarakat kita akan

1
menjadi manusia Pancasila, yakni manusia yang selalu berpedoman teguh
pada Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara khusus membahas
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma ?
2. Apa yang dimaksud paradigma pancasila?
3. Apakah tugas pokok perguruan tinggi?
4. Apa saja nilai-nilai Pancasila yang harus ditanamkan dalam kehidupan
perguruan tinggi?

1.3 Landasan Teori


Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bahan makalah yang
berasal dari dua sumber. Sumber tersebut yaitu buku yang berjudul Pendidikan
Pancasila karya A.T Soegito,dkk dan dari internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paradigma


Paradigma dapat diartikan model dalam ilmu pengetahuan atau kerangka
berpikir. Istilah paradigma mula-mula digunakan oleh Thomas S. Khun, dalam
bukunya The Structure of ScientificRevolutions. Paradigma juga dapat diartikan
suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis (suatu sumber nilai), sehingga
merupakan sumber hukum-hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Awal mulanya istilah paradigma digunakan dalam ilmu pengetahuan,
sebagaimana dikemukakan oleh Khun, bahwa pencapaian yang turut memiliki kedua
karakteristik iniselanjutnya akan saya sebut paradigma. dengan memilih istilah ini,
Khun bermaksud mengemukakan beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang
diterima, contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan, dan
instrumentasi menyajikan model-model tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah.
Istilah paradigma berkembang juga dalam berbagai ilmu kehidupanmanusia seperti
dalam bidang politik, ekonomi, sosila budaya, hukum, termasuk juga kehidpan antar
umat beragama, dan bahkan dalam kehidupan di perguruan tinggi.

2.2 Pancasila Sebagai Paradigma


Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem
nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem
nilai yang dijadikankerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah
dan tujuan.
A. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada, terjadi dan
sesungguhnya, hakikatnya. Di mana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam
bangsa Indonesia sebagai dasar negaranya.

3
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar
dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur
negara sampai kepada rakyat biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat
universal, tetap dan tak berubah. Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap
aspek dalam penyelenggaraan negara dan dalam wujud norma-norma, baik norma
hukum, kenegaraan, maupun norma-norma moral yang harus dilaksanakan dan
diamalkan oleh setiap warga negara Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
Aktualisasi Objektif
Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara
lain: legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang
aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran
kedalam Undang-Undang, garis-garis besar haluan negara, hankam, pendidikan
maupun bidang kenegaraan lainnya.
Aktualisasi Subjektif
Aktualisasi Pancasila secara subjektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara
biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik
dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan
dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan
masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat
dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan di perguruan tinggi
melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang
menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.

4
B. Tradisi Kebebasan Akademik
Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan
yang selama itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua
pimpinan agama memegang kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-
kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar (excathedra). Pada masa itu kebenaran
dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran (juxtaposition) antara simpulan
yang ditarik dari tafsir agama dan yang merupakan hasil proses penalaran oleh para
pemikir (ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas. Tidak
jarang simpulan tersebut menghasilkan pertentangan pandangan (contra position ).
Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada
abad pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk
mencapai kebenaran :
Bahwa masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
Sikap avveroisme (kelompok ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari
gereja ) semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam
mencapai kebenaran.
Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Kondisi itu bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban
ilmu. Dalam hal ini segala pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan
akademis adalah pengertian yang setara bagi kemajuan.
Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu
pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa).
Dalam hal ini sivitas akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang
mencangkup serangkaian langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat,
cara mencapai kebenaran, analisis, dan simpulan.
C. Kebebasan Mimbar Akademik
Dalam perkembangan dan penyelenggaraan otonomi kampus bagi
perkembangan ilmu pengetahuan muncul istilah kebebasan mimbar akademik, yaitu
proses pengembangan ilmu lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik).
Kebebasan mimbar akademik lebih ditekankan pada pengembangan kognitif

5
(pemahaman), apresiasi (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan
dalam laboratorium dan perpustakaan. Media untuk pengembangan mimbar akademik
lebih ditekankan pada diskusi, seminar, dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen
dan mahasiswa akan berada dalam suatu pola interese, yaitu berada pada satu tatanan
bahasa yang bersifat setara (VIS a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang
mimbar (ex cathedra). Posisi pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor).
Ia memiliki otoritas sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
Suria Sumantri (1986: 27) menyebut mahasiswa sebagai setengah
ilmuwan,yaitu mahasiswa belum memiliki kewibawaan penuh pemegang otoritas
dalam kegiatan ilmu. Fungsi mahasiswa menjadi cukup strategis dalam kegiatan
keilmuan yang mengarah pada perkembangan peradaban manusia dan teknologi.
Pertama, pada proses pengembangan ilmu mahasiswa, mahasiswa merupakan pelaku
muda (colega minor)yang sedang belajar dan mengalami bimbingan dari dosen
(colega mayor). Mahasiswa akan mengalami pendewasaan diri sebagai ilmuwan.
Kedua, pada proses pengembangan ilmu, mahasiswa merupakan pelaku muda
yang pada umumnya sedang mengalami bimbingan dari para dosen. Dalam hal ini
mahasiswa sering kali memerlukan media tukar pendapat, dialog kritis untuk saling
memberi masukan.
D. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak hanya kerangaka pemikiran logis, melainkan
telah teruji, sehingga dengan ilmu orang akan bias menjelaskan gejala alam kemudian
meramalkannya. Ilmu mempunyai obyek kajian (ontologis), dan memiliki
kemampuan untuk mencapai kebenaran (epistemologi) serta kemampuan terkait
dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat berkembang pad prinsipnya
karena kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan
kegiatannya untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul
manakala berkaitan dengan ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan memiliki 2 sisi
kajian yaitu sisi kajian internal dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala
ilmu hanya menggunakan metode spesifik yang dimilikiuntuk dipraktekkan ilmuwan

6
secara otonomi (Salim, 1994: 15). Sedang pada sisi kajian eksternal , ilmu
akan berkaitan dengan bidang IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideologi, politik,
ekonomi, social, budaya, rohani, pertahanan, dan keamanan).
Ilmu pengetahuan hanya memiliki otonomi dalam sisi kajian internal (terbatas
pada penerapan metodologinya untuk mencapai kebenaran ilmiah). Ilmu pengetahuan
selalu dituntut bagaimana dapat memiliki kegunaan di masyarakatnya. Misalnya
keberadaan ilmu kedokteran harus mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat
secara luas, seperti menciptakan obat untuk mengatasi HIV, dll. Ilmu sosial (politik,
sosial, ekonomi, budaya, dll) harus mampu menciptakan dinamika dan intregitas bagi
masyarakatnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu sosial tidak mungkin berkembang
terlepas dari masyarakatnya, karena ilmu sosial adalah bagian dari gejala perilaku
masyarakat.
E. Peran Mahasiswa di Masyarakat
Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan masyarakat dapat dilakukan sejauh
kegiatan itu memiliki relevansi langsung dengan kematangan ilmu pengetahuan yang
diminati. Keterlibatan mahasiswa terhadap masalah sosial sebatas mahasiswa
memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan tugas akademis. Sebagai
contoh keterlibatan mahasiswa dalam masalah politik, harus bersifat peningkat visi
akademisnya, pengembangan wawasan, pengayaan substansi dan kedewasaannya.
Peran mahasiswa di masyarakat adalah sebagai pribadi yang sedang belajar berproses
untuk menjadi (ilmuwan) sehingga masih membutuhkan bimbingan dan pembinaan
akademik yang intensif dari para dosen.
Mahasiswa dapat berperan sebagai perantara pembaharuan (agent of
modernization) terutama membantu masyarakat miskin yang masih tertinggal guna
meningkatkan pendapatannya.
Mahasiswa perlu belajar untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian,
laporan hasil kajian ilmiah, dan hasil diskusi ilmu pengetahuan kepada masyarakat
dalam tataran bahasa indonesia yang sederhana sehingga dapat diterima semua pihak.
Tidak semua orang dalam masyarakat dapat meraih peluang masuk kuliah di bangku
perguruan tinggi. Peluang masuk perguruan tinggi hanyalah bagi lulusan SMA yang

7
memiliki motivasi dan dukungan dana yang cukup. Pengadaan dana yang cukup besar
itu membutuhkan bantuan masyarakat yang secara langsung digunakan untuk
pengadaan prasarana dan sarana belajar.

2.3 Tugas Pokok Perguruan Tinggi


Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah menara gading
yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan, senantiasa mengemban dan
mengabdi kepadamasyarakat. Pendidikan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang
disebut tridharma perguruan tinggi, yang meliputi :
Pendidikan Tinggi
Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas sebagai dharma yang
pertama yaitumelaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan
menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, maka tugas perguruan tinggi
adalah :
1. Menyiapkan peserta didik menjadi seorang anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat
menerapkan,mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
2. Mengembangan dan atau memperluas imu pengetahuan, teknologi dan
kesenian serta mengutamakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.sebagai bangsa
yang memiliki pandangan hidup Pancasila intelektual produk perguruan tinggi
berupaya untuk mewujudkan sumberdaya intelektual yang bermoral
Ketuhanan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pengembangan ilmu di
perguruan tinggi bukanlah value free, melainkan senantiasa terikat nilai yaitu
nilai ketuhanan dan kemanusian. Olah karenaitu intinya bahwa pendidikan
moral ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.
Penelitian
Inovasi yang paling bersifat vital di perguruan tinggi adalah penelitian Ilmiah.
Penelitian inilah yang merupakan misi perguruan tinggi yang merupakan dharma

8
kedua dari perguruan tinggi, yang dimaksud penelitian adalah suatu kegiatan
telaah yang taat kaidah, bersifat objektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran
dan atau menyelesaikan msalah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau
kesenian.
Sebagai nilai yang terkandung dalam Pancasila bahawa intelektual yang
melakukan penelitian haruslah bermoral ketuhanan dan kemanusiaan. Hal ini lebih
memepertegas bahwa seorang ilmuwan, peneliti tidak bersifat bebas nilai melainkan
senantiasaberpegang dan mengemban nilai kemanusiaan yang berpegang dan
mengemban pada nilai kemanusiaan yang didasari nilai Ketuhanan. Dasar nilai yang
terkandung dalam pancasila inilah yang menjiwai moral peneliti, sehingga suatu
penelitian harus bersifat objektif dan ilmiah.
Pengabdian Masyarakat
Yang dimaksud pengabdian masyarakat adalah suatu kegiatan yang
memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi
kemajuan masayarakat. Realisasi dharma ketiga dari tridharma ini dengan sendirinya
disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang akan
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas
tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari perguruan tinggi
adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Berikut adalah ciri
masyarakat ilmiah:
a) Kritis, yang berarti setiap insan akademik harus senantiasa mengembangkan
sikap senantiasa ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan
jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b) Kreatif, yang berarti setiap insane akademik harus senantiasa
mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi masyarakat.
c) Objektif, yang berarti setiap kgiatan ilmiah yang dilakukan haruslah benar-
benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah.
d) Analitis, yang berarti setiap kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu
metode ilmiahyang merupakan suatu prasarat untuk mencapai suatu
kebenaran ilmiah.
e) Konstruktif, yang berarti setiap kegiatan ilmiah yang merupakan budaya
akademik harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang
memberikan asas manfaat bagi masyarakat.
f) Dinamis, yang artinya ciri ilmiah sebagai budaya akademik tersebut harus
selalu dikembangkan terus-menerus.
g) Dialogis, artinya proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat
akademik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan
diri dan melakukan kritik serta mendiskusikannya.
h) Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis, yaitu
setiap insan akademik harus senanitasa terbuka terhadap kritik.
i) Menghargai prestasi akademik, yang berarti masyarakat intelektual harus
menghargai suatu kegiatan ilmiah.
j) Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mendasarkan
kepada suatu kebenaran ilmiah.
k) Menghargai waktu, yang brarti masyarakat intelektual harus senantiasa
memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin.
l) Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat
akademik harus memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya
akademik.
m) Berorientasi ke masa depan, artinya masyarakat akademik harus mampu
mengantisipasi suatu kegitan ilmiah ke masa depan.
n) Kesejawatan, artinya, masyarakat ilmiah harus memiliki rasa persaudaraan
yang kuat.
Perguruan Tinggi juga berperan sebagai moral force pengembangan hukum
dan HAM, Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar
mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis.

10
Dalam arti terjebak pada legitlimasi kepentingan penguasa. Hal ini bukan berarti
masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus
benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran
objektif.
Dalam bidang HAM, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat
objektif, dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat
manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik
dan konspirasi kekuatan internasional yang inginmenghancurkan negara Indonesia.
Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi
dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa
negara baik disengaja maupun tidak disengaja.

2.4 Nilai-nilai Pancasila Yang Harus Ditanamkan dalam Kehidupan


Perguruan Tinggi
Karena begitu besar peranan perguruan tinggi dalam perkembangan bangsa
Indonesia ini, maka harus ditanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
perguruan tinggi seperti :
a) Di kampus tersedia sarana dan prasarana untuk beribadah bagi sivitas akademika,
serta adanya kesempatan bagi sivitas akademika unuk beribadah sesuai dengan
agama masing-masing. Semua mahasiswa memperoleh hak mereka untuk
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dipeluknya guna
mempertebal iman danketaqwaan meraka.
b) Dikembangkan rasa persamaan derajat, persamaan ha dan kewajiban asasi setap
sivitas akademika tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis
kelamin, kedudukan social, dan sebagainya
c) Dikembangan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, rasa bangga terhadap
bangsa Indonesia, rasa persatuan Indonesia, dan kerelaan untuk berkorban untuk
bangsa dan negara.

11
d) Dikembangkan nilai-nilai demokrasi di ampus, seperti tidak adanya pemaksaan
kehendak, anti kekerasan, konstitusional, perkuliahan yang demokratis, kebebasan
mimbar akademik dan sebagainya.
e) Dikembangkan kewirausahaan bagi mahasiswa, suka bekerja keras, menghargai
hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat, suka menolong orang lain dan sebagainya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila dalam
kehidupan perguruan tinggi dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan di lingkungan perguruan tinggi. Adapun contoh
bentuk implementasi Pancasila dalam kehidupan perguruan tinggi seperti kebebasan
akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi keilmuan, hingga peran mahasiswa
di masyarakat.
Selain itu, berperan atau tidaknya kampus sebagai kekuatan moral dalam
pengembangan hukum dan HAM sangat tergantung kepada terbina atau tidaknya
demokrasi. Untuk itu, kesadaran yang tinggi, intelektualitas yang memadai, dan
stabilitas negara yang terjamin perlu ada di lingkungan mahasiswa.

3.2 Saran
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas
tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Perguruan tinggi bukanlah
menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan, senantiasa
mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Pendidikan tinggi memiliki tiga tugas
pokok yang disebut tridharma perguruan tinggi yaitu; pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.

Namun pada saat ini ketiga hal tersebut kerap kali kurang berfungsi dan
berjalan dengan baik karena ketidak pedulian dan kurangnya rasa kesadaran oleh para
pelaku-pelaku dari perguruan tinggi. Seharusnya sebagai institusi atau lembaga yang
memiliki peranan dalam perkembangan bangsa Indonesia ini, maka dalam perguruan
tinggi harus ditanamkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang sesuai dengan Pancasila,
agar penerapan semua fungsi dari perguruan tinggi itu sendiri dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

A.T. Soegito, dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan


MKU-MKDK UNNES.Cetakan ke delapan.
Mahmud DS.2013.pancasila sebagai pardigma (online)
https://www.google.com/search?q=pengertian+aktualisasi, diakses pada
tanggal 1 Februari 2015
Dea PP.2013.pancasila sebagai paradigma bangsa
https://deappe.wordpress.com/pancasila-sebagai-paradigma/, diakses pada
tanggal 1 Februari 2015

12

Anda mungkin juga menyukai