PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-
mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5).Karya sastra sebagai bentuk
dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang
mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan
manusia.Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang
permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia.Kemunculan sastra lahir
dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan
eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang
penting didalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam
kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Apresiasi sastra akan berjalan lancar jika berbahas seorang anak
sudak baik. Dalam apresiasi sastra manfaat yang sangat dirasakan adalah
adanya pengembangan jiwa, dimana kita dapat mengeksplore seluruh potensi
yang ada dalam diri kita terutama hal yang adadalam apresiasi sasta yaitu
seperti puisi, prosa, dan drama.
Apresiasi sastra akan muncul jika pembelajaran berjalan
menyenangkan, adanya stimulus dan respon memberikan dampak yang positif
pada perkembangan apresiasi. Oleh karena itulah peran guru dalam hal ini
sangat diperlukan agar dapat merangsang anak untuk dapat berapresiasi sastra
dengan baik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang hakikat apresiasi sastra anak?
2. Apa saja manfaat apresiasi sastra anak?
3. Jelaskan tentang teori apresiasi sastra anak?
4. Apa saja contoh apresiasi sastra anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan hakikat apresiasi sastra anak.
2. Untuk mengetahui manfaat apresiasi sastra anak.
3. Untuk mengetahui dan memahamiteori apresiasi sastra anak.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan contoh apresiasi sastra anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan
untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008: 2)
Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan
yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus
pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak.Jadi sastra anak
adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak.Isi buku
tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan
tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat
memuaskan mereka.
Sastra anak merupakan bagian dari sastra pada umumnya yang dibaca oleh
orang dewasa.Namun dalam beberapa aspek, sastra anak memiliki ciri atau
karakteristik khusus yang membedakannya dengan sastra secara umum atau
sastra orang dewasa.Itulah sebabnya, pengertian sastra secara umum tidak
serta merta dapat diberlakukan untuk pengertian sastra anak.Dalam
pengertian sederhana, Huck (1987: 6) mendefinisikan sastra anak sebagai
karya sastra yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat
penceritaan. Pengertian lain seperti dikemukakan oleh Sarumpaet (2010: 3).
Menurutnya, sastra anak adalah karya sastra yang khas (dunia) anak, dibaca
anak, serta – pada dasarnya – dibimbing orang dewasa.Kurniawan (2009: 5)
dalam definisinya menyatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang dari segi
isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional
anak.Sementara Ampera (2010: 10) berpendapat bahwa sastra anak adalah
buku-buku bacaan atau karya sastra yang sengaja ditulis sebagai bacaan anak,
isinya sesuai dengan minat dan pengalaman anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan emosi dan intelektual anak.Sastra anak dapat didefinisikan
dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan sastra bagaimana
yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa pandangan, yaitu
antara lain:
Pertama, ada pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang sengaja
memang ditujukan untuk anak-anak.Kesengajaan itu dapat ditunjukkan oleh
penulis yang secara eksplisit menyatakan hal itu dalam kata pengantarnya
4
maupun dapat pula ditunjukkan oleh media yang memuatnya, misal buku
atau majalah anak-anak. Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain.
Kedua, ada pula yang berpandangan bahwa sastra anak berisi tentang
cerita anak.Isi cerita yang dimaksud adalah cerita yang menggambarkan
pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak.(Huck, et al., 1987:5).Dalam
cerita anak misalnya, jarang sekali ditemukan perasaan yang nostalgic atau
romantisme karena itu tidak sesuai dengan karakteristik jiwa anak-anak.
Pikiran anak-anak lebih tertuju ke masa depan, karena itu cerita futuristik
lebih banyak ditemukan dalam cerita anak-anak. Cita-cita, keinginan,
petualangan di dunia lain, dan cerita-cerita science fiction sangat sesuai
dengan jiwa anak-anak.
Ketiga, sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh anak-anak.Pandangan
ini memang cukup beralasan karena hanya anak-anak yang benar-benar dapat
mengekspresikan pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan jujur dan
akurat.Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa orang dewasa dapat menulis
sastra anak. Beberapa nama tersebut adalah Anton Hilman, Laila S, dan juga
J.K Rowling penulis novel laris Harry Potter.
Keempat, ada juga yang pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang
berisi nilai-nilai moral atau pendidikan yang bermanfaat bagi anak untuk
mengembangkan kepribadannya menjadi anggota masyarakat yang beradab
dan berbudaya. Pandangan ini merupakan pandangan yang paling “longgar”
dalam membatasi apa itu sastra anak. Oleh karena itu Stewig (1980)
misalnya, memandang bahwa sastra orang dewasa pun dapat digunakan
sebagai “sastra anak” apabila mengandung nilai-nilai moral yang positif bagi
anak. Contohnya adalah cerita rakyat yang pada umumnya berisi cerita
tentang orang atau binatang yang diturunkan dari mulut ke mulut dan
merupakan karya kolektif masyarakat masa lalu ini mengandung nilai-nilai
moral yang bermanfaat bagi generasi muda, termasuk anak-anak.
Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan beberapa hal penting tentang
pengertian sastra anak.Pertama, sastra anak hakikatnya diciptakan untuk
dibaca oleh anak-anak.Walaupun demikian, bukan berarti sastra anak tidak
5
dapat dibaca oleh orang dewasa.Sastra anak dapat dibaca oleh siapa saja
karena keteladanan dalam sastra anak dapat dimanfaatkan oleh siapa
saja.Kedua, Mengisahkan tentang berbagai hal, bahkan hal-hal yang tidak
dapat diterima nalar orang dewasa, seperti kisah tentang hewan yang dapat
berbicara layaknya manusia, dll.Ketiga, bahasa yang digunakan harus relevan
dengan tingkat penguasaan dan kematangan bahasa anak.Artinya, bahasa
dalam karya sastra anak tidak menggunakan kata-kata yang mengandung
makna konotasi dan simbolik yang terlalu mendalam, yang sulit dicerna oleh
daya imajinasi anak-anak.Bahasa yang digunakan dalam karya sastra anak
pun disesuaikan dengan tingkat penguasaan kosakata dan struktur kalimat
anak-anak.Keempat, substansi atau kandungan karya sastra anak lebih
banyak memuat berbagai seluk beluk kehidupan anak-anak, misalnya
persahabatan, cinta kepada orang tua, maupun keindahan alam. Kelima,
sastra anak dapat diciptakan oleh siapa saja, anak-anak bahkan orang dewasa,
yang utama adalah dasar penciptaannya disesuaikan dengan kapasitas
intelektual dan psikologi usia anak. Dalam hal ini, sastra anak diciptakan atas
dasar keterlibatan intelektual dan psikologi anak sehingga benar-benar dekat
dengan dunia atau kehidupan anak.Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dasar penciptaannya dari
kacamata anak, sehingga mengandung seluk beluk kehidupan anak, dan
sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak.
6
Selain itu, manfaat lain dari apresiasi sastra, diantaranya :
1) Nilai personal
Memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi
pengalaman yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah
persoalan kemanusiaan, menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;
2) Nilai pendidikan
Membantu perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-
kemahiran membaca, meningkatkan keterampilan menulis,
mengembangkan kepekaan terhadap sastra (Huck 1987)
7
yang diapresiasi.Kegiatan apresiasi langsung meliputi kegiatan
Membaca sastra anak, Mendengar sastra anak ketika dibacakan atau
dideklamasikan, Menonton pertunjukan sastra anak ketika karya sastra
anak itu dipentaskan.
2) Kegiatan Apresiasi Tak Langsung
Adalah suatu kegiatan apresiasi yang menunjang pemahaman terhadap
karya sastra anak. Cara tidak langsung ini meliputi 3 kegiatan pokok,
yaitu (a) mempelajari teori sastra, (b) mempelajari kritik dan esai
sastra, dan (c) mempelajari sejarah sastra.
8
berangsur-angsur meningkat dari taraf yang terendah, tersempit, dan
terdangkal menuju ketaraf yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih
mendalam. Cara meningkatkan apresiasi seseorang terhadap sastra anak itu
dapat melalui kegiatan membaca sastra anak sebanyak-banyaknya,
mendengarkan pembacaan sastra anak sebanyak mungkin , dan menonton
pertunjukan sastra anak.
Sementara itu, Yus Rusyana (1979: 2 ) menyatakan ada 3 tingkatan
dalam apresiasi sastra , yaitu (1) seseorang mengalami pengalaman yang
ada dalam karya sastra, ia terlibat secara emosional, intelektual, dan
imajinatif; (2) setelah mengalami hal seperti itu , kemudian daya
inteklektual seseorang itu bekerja lebih giat menjelajahi medan makna
karya sastra yang di apresiasinya; (3) seseorang itu menyadari hubungan
sastra dengan dunia diluarnya sehingga pemahaman dan penikmatanya
dapat dilakukan lebih luas dan mendalam.
9
e. Penilaian Apresiasi Sastra
Standar kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran
Bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomununikasi dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun
tulisan serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia
Indonesia.Standar kompetensi tersebut dimaksudkan agar peserta didik
siap mengakses situasi multi global lokal yang berorientasi pada
keterbukaan dan kemasa depanan. Untuk itu, maka guru harus dapat
membantu mereka membangun berbagai strategi komunikasi yang
membuat mereka dapat menghadapi situasi kritis yang akan mereka
hadapi.
Begitu pentingnya kemampuan berbahasa, sehingga masalah
kemampuan berbahasa khususnya kemampuan baca-tulis atau literasi
(melek huruf) menurut Azies dan Alwasilah (1997: 12)
dan Akhadiah (1992: 18) di seluruh dunia masalah literasi atau melek
huruf (membaca dan menulis) ini merupakan persoalan manusiawi
sepenting dan semendasar persoalan pangan dan papan. Untuk itu, maka
menurut Gani (1995: 1)proses pendidikan bahasa sejak di sekolah dasar
harus mampu mewujudkan lulusan yang melek huruf dalam arti yang lebih
luas yaitu melek teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga
mengarah pada melek kebudayaan.
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran ini, terdapat model-
model penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa baik lisan maupun
tulis.Menurut Sugito (Santosa, 2003) penilaian pembelajaran keterampilan
berbahasa lisan, meliputi penilaian menyimak dan berbicara, sementara
penilaian keterampilan berbahasa tulis meliputi penilaian keterampilan
membaca dan menulis. Sementara menurut Soegito (Santosa, 2003) dan
menurut Oller ( Rofi’uddin, 1999) jenis-jenis tes yang dapat digunakan
untuk menilai kemamampuan berbahasa banyak ragamnya, seperti jenis
tes untuk penilaian pembelajaran menyimak, di antaranya tes respons
terbatas, tes respons pilihan ganda, tes komunikasi luas, dan dikte.
10
Sementara dalam penilaian kemampuan berbicara terdapat jenis tes, yaitu
tes respon terbatas, tes terpadu, dan tes wawancara, tes kemampuan
berbicara berdasarkan gambar, bercerita, diskusi, dan tes ujaran
terstruktur, seperti mengatakan kembali, membaca kutipan, mengubah
kalimat, dan membuat kalimat.
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan penilaian yang
dilaksanakan terpadu dengan kegiatan belajar mengajar di kelas (berbasis
kelas) melalui pengumpulan kerja peserta didik (portfolio), hasil karya
(produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tertulis (paper
and pen).
a. Dongeng
Di dalam pembicaraan sehari-hari, dongeng merupakan suatu cerita
yang hidup dikalangan rakyat yang disajikan dengan cara bertutur lisan.
Pada mulanya dongeng berkaita dengan kepercayaan masyarakat yang
berkebudayaan primitif.Adapun, Jacob Grimn mengemukakan bahwa
dongeng menggambarkan peri kehidupan dan kebudayaan nenek moyang
bangsa jerman, serta sumber mempelajari bahasa dan menemukakan
hukum-hukum bahasa jerman.Berdasarkan isinya dongeng digolongkan
atas beberapa jenis, yaitu legenda, fabel, dan cerita rakyat.Contoh : Cerita
Dewi Sri yang dikisahkan sang dewi menolak diperistri oleh Batara Guru.
Dewi Sri meninggal. Ketika dimakamkan dari jenazahnya tumbuh pohon
padi, dari kepala, tumbuh pohon kelapa, dari giginya tumbuh pohon
agung.
b. Fabel
Fabel adalah cerita yang digunakan untuk pendidikan
moral.Kebanyakan fabel menggunakan tokoh-tokoh binatang.Disamping
itu, fabel yang menggunakan tokoh. Tokoh binatang, ada yang
menggunakan manusia atau benda mati sebagai tokoh (Swyer Dar Comer
11
1991 : 78-79). Kesusastraaan Indonesia cukup kaya dengan cerita binatang
ini, misalnya cerita sikancil yang memiliki perilaku yang cerdik, jenaka,
lincah, dsb.Yang amat popular di masyarakat Indonesia.Contoh : Cerita
sikancil dengan kura-kura, dia memiliki akal yang cerdik yang dapat
mengelabui kura-kura.
c. Legenda
Istilah legenda dari kata “legend” (inggris). Dalam kamus Riders
Dictionary oleh Hornby, legend berarti “old story handed from the past. :
one deuftful truth” (cerita purbakala yang meriwayatkan tentang masa lalu
yang belum pasti kebenarannya. Legenda adalah cerita yang isinya tentang
asal usul suatu daerah.Contoh : Gunung Tangkuban Perahu
d. Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan cerita yang alurnya mirip dengan legenda, yang
mengungkap penyelesaian masalah secara baik dan adil.Setiap kebudayaan
memiliki cerita rakyat.Cerita rakyat digunakan untuk menerangkan suatu
masyarakat, sejarah, dan gejala alam.Contoh : Malin Kundang.
e. Puisi
Puisi merupakan nyanyian tanpa notasi.Puisi merupakan bentuk karya
satra yang paling imajinatif dan mendalam mengenai alam sekitar, cinta,
kasih sayang, perjuangan, dll.Puisi memiliki irama yang indah, ringkas,
dan tepat. Contoh:
Karya Asrul Sani
Surat dari Ibu
Pergi ke laut lepas, anaku sayang
Pergi ke alam bebas
Selama hari belum petang
Dan warna senja belum kemerah-merahan
Menutup pintu waktu lampau.
f. Drama
12
Drama dalam kaitannya dengan pembelajaran di kelas rendah,
berarti yang sesuai dengan karakteristik usia anak. Sehubungan dengan itu,
Hamzah (1985:145) menyatakan bahwa kegiatan drama bagi anak-anak
harus merupakan langkah rekreasi, senilai dengan kegiatan bermain
kelereng, layang-layang, sekolah, rumah-rumahan, bermain boneka
dll.Jadi drama tidak seperti yang dipentasakan oleh orang dewasa.Namun
dalam hal ini drama merupakan sarana untuk menarik minat, melatih, atau
mengenalkan dasar-dasar tentang drama.Jadi drama di kelas rendah masih
merupakan permainan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
http://bintarapk12.forum.st/t12-puisi-sahabat
https://mbahbrata.wordpress.com/2009/06/21/apresiasi-sastra-anak/
http://vhynjak.blogspot.co.id/2011/05/apresiasi-sastra-anak.html
16