2. ILMU-ILMU SENI
Ilmu seni harus dibedakan dengan seni. Seni itu soal penghayatan, sedangkan ilmu adalah
soal pemahaman. Seni untuk dinikmati, sementara ilmu seni untuk memahami. Seni dapat
ditinjau dari segi estetikanya,yang berarti menjadi objek ilmu sekaligus filsafat. Seni juga dapat
dianalisis berdasarkan bentuk formalnya. Seni dapat pula menjadi objek sejarah. Ada juga
sosiologi seni, antropologi seni, psikologi seni, perbandingan seni, kritik seni. Berikut ini adalah
jenis-jenis kajian, atau cabang-cabang disiplin, dalam ilmu seni atau estetika keilmuan :
Ilmu-ilmu seni tersebut masih harus didistribusikan lagi menjadi beberapa bidang seni
khusus. Ada ilmu-ilmu seni rupa, seni teater, seni tari, seni sastra, seni musik, seni arsitektur dan
lain-lain. Tiap-tiap bidang seni tersebut memiliki ilmunya masing-masing. Ilmu seni tidak dapat
ditumbuhkan mendadak. Ilmu seni didahului oleh sejumlah penelitian seni yang panjang dan
beragam. Ilmu-ilmu seni di Indonesia masih mencari bentuknya. Penelitian masih jarang
dilakukan dan sifatnya juga masih sporadis. Beum ada jurnal ilmiah sosiologi seni misalnya.
Atau jurnal sejarah seni. Ilmu-ilmu seni di Indonesia dapat menggarap objek seni etnis, seni
kraton atau klasik, seni modern. Belum ada telaah filsafat seni etnis, filsafat seni istana, filsafat
seni modern.
Seni telah melahirkan berbagai ilmu – ilmu seni di lingkungan masyarakat yang tradisi
keilmuannya telah berusia cukup panjang, berbagai macam ilmu seni tersebut telah dapat disusun
peta keilmuannya. Terutama di masyarakat barat., yang tradisi pemahaman terhadap sesuatunya
telah berlangsung sejak zaman Yunani purba, sekitar 500SM. Dalam masyarakat tersebut,
perkembangan ilmu seni mengikuti penciptaan seni, bahkan penciptaan seni sering diilhami oleh
berbagai temuan keilmuan dan pemikiran seni.
Sementara itu di masyarakat Indonesia, tradisi pemahaman seni seperti itu tidak terjadi,
meskipun penciptaan karya seni telah dimulai sejak sekitar tahun 3000SM. Seni di Indonesia
hanya menyangkut soal penciptaan dan penghayatan saja. Hal ini dapat dipahami karena karya
seni Indonesia muncul dalam kebudayaan mistis, sampai saatnya bertemu kebudayaan ontologis.
Persoalan sikap menumbuhkan jarak antara manusia dengan hal-hal diluar kesadarannya baru
terjadi ketika bersentuhan dengan ikap ontologis tersebut.
Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul. Bahkan pada
perkembangan awalnya, ilmu-ilmu seni masih diabaikan. Kita ingat berbagai sanggar seni yang
berpusat pada guru-guru yang seniman. Di sana persoalan penghayatan dan penciptaan seni
diutamakan. Hasil akhir pendidikan semacam itu adalah penciptaan karya seni. inilah sebabnya
teknik seni amat menonjol diajarkan orang kurang peduli pada ilmu seni, konsep seni, dilosofi
seni, sejarah seni, hubungan masyarakat dengan seni, dan lain-lain. Baru setelah banyak
mahasiswa akademi seni kita belajar ke masuarakat barat, maka kesadaran terhadap ilmu-ilmu
seni dengan tujuan pemahaman seni, mulai masuk ke perguruan-perguruan tinggi seni kita.
Hasilnya memang belum tampak. Ilmu seni masih tetap ketinggalan dibandingkan
dengan penciptaan seni. ini tidak berarti bahwa ilmu seni lebih penting daripada penciptaan seni,
tetapi yang terakhir ini dapat dibantu oleh ilmu-ilmu seni, sebagaimana halnya dengan
penghayatan seni.
Karena ilmu seni belum berkembang, maka persoalan kritik seni juga menjadi masalah
dalam masyarakat kita. Kritik seni tidak hidup karena banyak pihak yang tidak puas terhadap
hasil evaluasinya. Interpretasi dan evaluasi seni sangat erat hubungannya dengan ilmu seni.
Kritik seni memang dimulai dengan penghayatan dan kemudian sampai pada pemaknaan atau
interpretasi, tetapi pada tahap evaluasi diperlukan kerja keilmuan yang berjarak. Objektivitas dan
pembuktian deskripsi data seni diperlukan. Dan disinilah jalan buntunya. Kritik seni kita lebih
banyak berhenti pada penghayatan dan upaya menjelaskan penghayatan tersebut secara verbal.
Disinilah pentingnya mengembangkan sikap keilmuan terhadap seni. Hasil-hasil ilmu seni dapat
berguna bagi siapa saja, baik dalam penciptaan maupun penghayatan.
Untuk memahami betapa miskinnya budaya seni kita dalam bidang ilmu seni ini, baiklah
kita menegok pada taksonomi ilmu-ilmu seni yang telah berkembang di negara maju. Tentu saja
taksonomi semacam itu tidak perlu kita tiru mentah-mentah. Kita hanya dapat mempelajarinya
dan mengembangkan taksonomi ilmu-ilmu kita sendiri. Namun setidaknya kita mengenal cara
mereka mengolong-golongkan berbagai ilmu seni tersebut.
1) Bagian utama dari ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ‘ilmu’ ini memang
merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Tetapi pada perkembangannya,
kedudukannya bergeser ke arah keilmuan juga, sehingga orang menamakannya estetika
modern atau estetika keilmuan. Kemudian kita mengenal stiliska atau ilmu gaya seni,
yang membahas hakikat gaya seni, keragaman gaya pribadi, gaya etnik, gaya mahzab,
gaya regional dan gaya sezaman. Juga dibicarakan dinamika gaya seni akibat
perkembangan sejarah, perubahan budaya dan percampuran budaya.
2) Yang kedua adalah ilmu tentang penghayatan seni, atau disini lebih dikenal dengan
apresiasi seni, yang membahas pengaruh pengertian seni seseorang (temperamen
individual, kondisioning sosio kulturalnya, perolehan sikap dan nilai-nilai dalam hidup
lingkungannya). Juga dibicarakan arti seni, simbol, dan mitor dalam seni. Yang terakhir
mengenai apresiasi, interpretasi seni khusus, misalnya seni sastra, seni lukis dan seni
musik.
3) Yang ketiga kritik seni
4) Yang keempat adalah pendekatan ilmiah tertentu terhadap seni, seperti sosiologi seni,
antropologi seni, sejarah seni, perbandingan seni, arkeologi seni dan psikologi seni.
5) Yang kelima adalah ilmu tentang hubungan lembaga dan seni yang membahas
pendayagunaan seni bagi masyarakatnya, soal perundangan atau peraturan pemerintah
atau berbagai lembaga sosial lain terhadap seni, hubungan seni dengan agama, ilmu dan
teknologi. Juga dibicarakan pelarangan seni serta sensor seni dan pendidikan seni dalam
masyarakat.
6) Yang keenam adalah ilmu ekonomi seni, yang membahas berbagai faktor yang
mempengaruhi nilai ekonomi seni, sistem pendanaan dalam aktivitas berkesenian, pasar
seni atau pemasaran seni, perlindungan hak cipta seni, juga soal-soal yang menyangkut
plagiat dalam seni, pembajakan seni dan yang semacam itu.
7) Yang ketujuh, pendidikan kesenimanan, membahas metode pengajaran seni kepada calon
seniman, seni sebagai pekerjaan, profesionalisme dan amatirisme dalam seni.
8) Yang kedelapan, ilmu-ilmu preservasi seni atau pelestarian karya seni meliputi persoalan
lembaga-lembaga kearsipan seni, museum, galeri dan perpustakaan seni. Juga
dibicarakan masalah pencatatan seni dan notasi, peranan industri dan komersialisasi seni,
peranan media elektronik dan mekanik dalam seni, masalah tradisi lisan dalam seni dan
tradisi seni.
9) Yang kesembilan atau yang terakhir adalah berbagai ilmu mengenai pemeran seni,
festival seni, pertunjukan seni dan aneka gejala jenis itu.
Dari berbagai bidang ilmu seni tersebut, tampaknya kita baru mengerjakan beberapa
sektor didalamnya, seperti kritik seni, apresiasi seni khusus (apresiasi seni sastra, apresiasi seni
lukis) dan sebagian pendekatan disiplin ilmu-ilmu lain dalam seni seperti sejarah seni dan
sosiologi seni. Tetapi dalam hal ilmu pemasaran seni, plagiat, pembajakan, permuseuman, tradisi
lisan seni dan lain-lain lagi masih belum tersusun ilmunya. Barangkali memang pernah ada yang
menyusun ilmu tentang hak cipta kesenian, tetapi baru beberapa artikel atau kumpulan artikel.
Peristiwa heboh novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck labih dari 30 tahun yang lalu sempat
membuahkan debat tentang plagiat dalam karya sastra. Tetapi begitu peristiwa itu berlalu, tidak
ada lagi yang mempermasalahkan apa yang sebenarnya dinamakan plagiatisme itu.
Begitulah, masih banyak hal yang masih kosong dalam lahan ilmu seni kita, baik yang
tradisional maupun yang modern. Meskipun telah berdiri beberapa perguruan tinggi seni di
Indonesia sejak tahun 1950, perkembangan ilmu-ilmu seni masih tertinggal jauh dari kerja
penciptaan seni. Begitu banyak karya penciptaan seni dihasilkan, tetapi begitu miskin ilmu yang
mencoba memahami gejala atau fenomena kesenian kita.
Dengan ilmu seni, kita mengevaluasi apa yang telah dikerjakan dalam dunia kesenian
kita. Dan hasil evaluasi ini akan membuka wawasan dan peluang penciptaan yang belum
dikerjakan atau kemungkinan untuk diciptakan. Ilmu seni adalah kompas atau pedoman
penciptaan seni selanjutnya. Ilmu seni yang berkualitas kadar keilmuannya sangat berarti bagi
penciptaan.
a) Seni adalah komunikasi. Tokoh yang meletakkan pemikiran ini adalah Leo Tolstoy atau
Lev Nikolayevich, Graf (count) Tolstoy (1828-1910), Jennifer A. McMahon, Curt John
Ducasse (1881–1969). Seni sebagai bahasa perasaan. Mood, sentimen, dan sikap
emosional, tentang apa yang di ekspresikan sebagai fakta. Tolstoy seni merupakan makna
dari mengkomunikasikan perasan, dan memiliki fungsi moral (tindakan).
b) Seni adalah kualitas pengalaman. Ada dua tokoh utama meletakkan pemikiran seni
adalah kualitas pengalaman atau Art as Experience (1934) karya John Dewey, (1859-
1952), dan Yrjo Hirn (1870-1952). Seni sebagai mengidialkan kualitas pengalaman
(dunia yang dihayati) sehari-hari. Yrjo Hirn menyatakan seni merupakan kegiatan sosial
yang merupakan pengalaman manusia terbaik. Memberikan rangsangan nilai-nilai sosial
dan melahirkan bagian penting dari “pencarian resonansi sosial”.
c) Seni adalah bentuk pelarian manusia. Tokoh yang meletakkan pemikiran ini adalah
Susanne Katherina Langer (1895-1985), Arthur Schopenhauer (1788-1819), Friedrich
Nietzsche (1844-1900), Hans Vaihinger (1852-1933), seni adalah upaya manusia
melarikan diri pada realitas dunia sehari-hari upaya menemukan dunia idial melalui seni.
Seni dapat memantu ketenangan. Arthur Schopenhauer menyatakan seni terutama musik
adalah pelarian dari cengkraman kehendak kosmik irasional yang berada di dasar
realitas.
d) Seni adalah hasil pemikiran (menemukan kebenaran). Tokoh yang meletakkan pemikiran
ini adalah Platon (427SM-423SM), Arthur Schopenhauer (1788-1819), The Neapolitan
Benedetto Croce (1860–1952), Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762), seni adalah
makna dari pemikiran realitas. Seni sebagai intuisi terhadap realitas jiwa. Seni adalah
ekspresi dari realitas tersebut. Seni memberikan pemikiran terhadap alam seperti halnya
kehendak itu sendiri.
Pendahuluan
Estetika adalah filsafat tentang nilai keindahan, baik yang terdapat di alam maupun dalam
aneka benda seni buatan manusia. Estetika muncul di lingkungan kebudayaan Barat, dimulai
sejak zaman Yunani kuno, yakni sejak Plato, Aristoteles dan Sokrates dan masih menjadi
persoalan sampai sekarang, seperti tampak dalam karya estetika Langer, Dickie, Dewey,
Santayana dan lain-lain. Pada mulanya, estetika merupakan bagian dari pemikiran filosofis
seorang filsuf.
Taksonomi umum
Pertanyaan ontologis tentang hakikat seni dapat didekati dari berbagai aspeknya, yakni
aspek benda seni itu sendiri, pencipta benda seni alias seniman, penerima seni dan konteks nilai
yang menjadi dasar bermainnya aspek seniman, benda seni dan public seni.
https://senirupa.fsrd.itb.ac.id/p-r-o-f-i-l/estetika-dan-ilmu-ilmu-seni/
http://rienazizah.blogspot.com/2015/02/taksonomi-ilmu-ilmu-seni.html
https://www.kompasiana.com/balawadayu/5b87cbbb12ae942444019243/pemikiran-filsafat-seni