Anda di halaman 1dari 6

Estetika Modernisme dan Postmodernisme

Cahyo Ramadhani

2411418059

Estetika Dasar (307)

Jurusan Seni Rupa konsentrasi Desain Komunikasi Visual S1

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang

Semarang

2022/23
I. Pendahuluan
Estetika adalah segala hal tentang keindahan, itu adalah hal yang pertama kali
muncul dalam pikiran, namun lebih dari itu, estetika merupakan gabungan dari ilmu
pengetahuan dan filsafat. Estetika berasal dari bahasa Yunani, aisthetikos atau
aisthanomai yang berarti mengamati dengan indra (Lexion Webster Dic: 1977:18).
Beberapa ahli filsafat dan seni memiliki pengertian tentang estika, seperti Feldman,
John Hosper, Plato, Aristoteles dan lain-lain. Jika dirangkum, menghasilkan
pengertian tentang estetika, yaitu ilmu pengetahuan pengamatan sebagai cabang ilmu
filsafat yang memiliki teori cita rasa serta dilandasai empirisme berkaitan dengan
proses penciptaan karya estetis, tidak hanya sekedar mempermasalahkan tentang
objek seni, melainkan seluruh permasalahan yang berkaitan dengan suatu “karya yang
indah”.
Demikian juga dengan Plato yang mengutarakan ciri-cri dan hukum
keindahan, Aristoteles merumuskan keindahan sebagai suatu yang baik dan
menyenangkan. Orang Yunani juga mengenal pengertian keindahan yang bersifat
kasat mata dengan sebutan symetria, misal pada karya seni visual dan harmonia pada
karya seni musik yang berkaitan dengan pendengaran. Jadi pengertian estetika secara
luas meliputi keindahan seni, alam, moral dan intelektual.
Secara universal pengertian estetika mengacu pada keindahan, namun setiap
periode memiliki pandangan yang berbeda, seperti pada periode modern dan
posmodern. Periode tersebut terbentuk seiring berkembangnya pandangan tentang
estetika yang semakin dinamis, walau demikian paham sebelumnya masih tetap
digunakan.
II. Pembahasan
A. Estetika Modernisme (Kontemporer)
Dalam pembahasan konsep Estetika Kontemporer ini, akan mengacu pada
lima pendapat filsuf tentang seni, yakni Clive Bell, Sussane K. Langer, R.G.
Collingwood, Moris Weiltz, George Dickie.
1. Clive Bell : Teori Keindahan Modern
Komponen teori Bell ada tiga, yakni emosi estetik, bentuk
signifikan dan esensialisme Emosi estetik bukanlah emosi pada
umumnya seperti kemarahan, kesedihan, atau kegembiraan. Emosi
estetik hanya dapat ditimbulkan olehkarya seni yang mengandung nilai
emosi tersebut. Sementara itu, bentuk signifikan adalah nama
sekumpulan hubungan tertentu dalam unsur-unsur sebuah karya seni.
Dalam hal ini, bentuk signifikan muncul dari subjek seni, bentuk
signifikan merupakan karakteristik objek itu sendiri. Sedangkan
esensial adalah karakter non-struktural yang didasarkan pada nilai-nilai
budaya.
2. Sussane K. Langer : Teori Imitasi Modern
Langer merumuskan seni sebagai penciptaan bentuk yang
menyimbolkan perasaan manusia. Inilah sebabnya teori seninya sering
disebut teori simbolisme ekspresif. Suatu simbol mengekspresikan
perasaan manusia, melalui abstraksi. Simbol dalam terminologi Langer
ini termasuk simbol ikonik, yakni simbol yang dalam beberapa hal
menyerupai sesuatu yang ditunjukkanya.
Langer sendiri membedakan antara simbol seni dan simbol
dalam seni. Simbol seni adalah seni secara keseluruhan, dan karya seni
belum tentu mengandung simbol. Simbol yang dimaksudkan di sini
adalah”simbol dalam seni“ yang merupakan elemen seni yang dapat
menimbulkan aura. Setiap seni menyimbolkan dengan caranya sendiri
tentang perasaan manusia. Musik menyimbolkan perasaan manusia,
seni lukis menyimbolkan aneka jenis adegan.
3. Collingwood : Teori Seni Ekspresionis Modern ketrampilan
Collingwood membedakan secara prinsipal antara seni dan kerajinan
(craft). Kerajinan adalah aktivitas yang mengubah material mentah
dengan keyrampilan yang dipelajari sehingga menjadi produk yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Kerajinan dan seni bersifat komplementer, sehingga substansi benda
yang sama dapat menjadi sebuah karya kerajinan di satu pihak dan
sebuah karya seni di pihak lain. Seorang seniman harus memiliki
ketrampilan menghasilkan kerajinan terlebih dahulu, barulah kemudian
dia bisa berkembang.
Seni berhubungan dengan emosi, jika emosi pada umumnya
ditunjukan melalui eksperesi, seperti marah dengan wajah yang
berkerut dan menangis dengan meneteskan air mata, maka emosi
dalam seni diekspresikan pada karya dan dikontrol, sehingga
menghasilkan karya yang indah.
Pokok lain yang dibahas Collingwood adalah ekspresi dan
imajinasi. Agar sesuatu menjadi karya seni, sesuatu itu harus ekspresif
dan imajinatif. Berimajinasi, menurutnya adalah bertindak membentuk
image mental, dan bertindak memasukan sesuatu ke dalam kesadaran.
4. Morris Weitz : Konsep Terbuka
Konsep terbuka disini adalah, kemampuan seniman dalam
menciptakan karya seni adalah hasil dari kebiasaan mereka sejak kecil
yang dilatih, sehingga memiliki kemampuan dalam proses berkreatif
yang baik, seperti seniman patung, karena kebiasaan mereka sejak
kecil bermain tanah, atau plastisin, kemudian dibentuk menjadi wujud
tertentu, sehingga ketika dewasa, mereka akan dengan mudah
berkarya.
5. George Dickie : Seni sebagai Pranata Sosial
Evaluasi suatu pranata dalam masyarakatlah yang memberikan
status pada sesuatu sebagai berstatus seni atau tidak. Keputusan bahwa
sebuah karya menjadi karya seni secara kepranataananya juga
mempertimbangkan latar belakang pranatanya. Suatu karya mungkin
saja diakui bernilai seni dalam satu lingkungan pranata, namun ditolak
oleh pranata yang lain.
B. Estetika Posmodern
Seperti halnya yang terjadi pada kemunculan pemikiran filsafat Kritisisme
yang mengkritik faham sebelumnya yakni Klasik-Dogmatisme, faham
posmodernisme ini juga muncul sebagai upaya dari sebuah pergerakan pemikiran
para tokoh pemikir untuk mengritik pandangan atau pemikiran modernisme.
Secara umum , paham modernisme mengembangkan narasi besar dalam bentuk
keyakinan, seperti kapitalisme, individualisme, dan lain-lain yang berdampak
terjadinya dehumanisasi, yaitu kehidupan dan kreativitas yang terkotak-kotak atau
dikelompokan dan kaku. Seolah kebenaran itu bersifat tunggal hanya yang berada
di wilayah narasi-narasi besar ini. Ideologi modernisme bersemangat melakukan
kooptasi, yaitu semacam upaya untuk mengarahkan segala sesuatu menurut
standar atau ukuran yang sudah ada atau baku (universlisme). Ideologi isme-isme,
atau kondisi semacam inilah yang dikritik, dilucuti, dibongkar, atau ingin
didekonstruksi oleh posmodernisme.
Dalam faham posmodernisme, pluralitas, heteroginitas, dialog, interaksi, dan
relasi dengan unsur-unsur dan realitas yang lain, kreativitas yang mengalir terus
mendapat tempat dan lebih dihargai. Posmodernisme memberi kebebasan
kehidupan dan kreativitas untuk menemukan unsur-unsurnya sendiri atau jati
dirinya. Beberapa aspek sentral yang diasosiasikan dengan posmodernisme dalam
seni antara lain penghapusan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari,
ekologis, lebih bersentuhan dengan lingkungan alam, runtuhnya perbedaan
hirarkhis antara kebudayaan popular dan kebudayaan elit (tinggi), eklektisisme,
stilistik, dan percampuran kode atau aturan.
III. Kesimpulan
Estetika pada dasarnya adalah pandangan, ilmu atau paham yang berhubungan
dengan keindahan, baik itu penciptaan karya seni, atau permasalahan lingkup seni.
Seiring berjalannya waktu, pandangan terhadap estetika pun berubah. Seperti pada
periode Estetika Modern dan Estetika Posmodern, yang dipengaruhi oleh cara
pandang para filsuf atau kelompok yang berkecimpung di dunia seni. Hal tersebut
terjadi pada periode Posmodern, kelompok seniman yang melakukan evolusi untuk
mencapai kebebasan berkarya seni.
IV. Daftar Pustaka
Triyanto & R, Prtaiwinindya, Ayu. 2017. “Estetika Dasar”. Bahan Ajar/Diktat.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai