Melalui pernyataannya sendiri, Kusama mulai melukis dari kecil, sekitar saat ia
mulai mengalami halusinasi yang sering melibatkan polka dot. Halusinasi yang
melibatkan polka dot tersebut terus memberi inspirasi dan tema pada karya
seninya sepanjang karir. Pendidikan formalnya terbatas, dia hanya belajar seni
dari tahun 1948 sampai 1949 (satu tahun) di Kyoto City Specialist School of Arts.
Salah satu karya pertamanya di kota new york adalah lukisan infinity net. Lukisan
tersebut terdiri dari ribuan titik kecil yang secara obsesif diulang di kanvas besar
tanpa memperhatikan tepi kanvas, seolah-olah terus berlanjut sampai tak
terbatas (sesuai judulnya). Karya itu mengeksplorasi batas-batas lukisan baik
secara fisik maupun psikologis, dengan pengulangan tanda yang tampaknya tak
berujung yang menciptakan sensasi yang hampir menghipnotis bagi
pemandangnya.
Lukisannya dari periode itu mengikuti pergerakan minimalis yang baru saja
muncul di kala itu. Namun karyanya segera beralih ke pop art dan performance
art. Dia menjadi tokoh sentral di avant garde New York, dan karyanya
dipamerkan bersandingan dengan seniman-seniman kunci pada saat itu seperti
Donald Judd, Claes Oldenburg, dan Andy Warhol.
Kembali ke Jepang – Masa Keterpurukan Yayoi Kusama
Kusama kembali ke Jepang pada tahun 1973. Dari tahun 1977, dengan pilihannya
sendiri, dia mengikuti terapi pengobatan dan tinggal di rumah sakit jiwa.
Walaupun begitu Kusama tidak pernah berhenti berkarya. Dia terus menghasilkan
karya seni selama periode itu. Bahkan ia juga menulis puisi dan prosa fiksi
surealis, yaitu The Hustlers Grotto dari Christopher Street (1984) dan Between
Heaven and Earth (1988).
Kusama kembali ke dunia seni internasional pada tahun 1989 dengan pameran di
kota New York, Amerika Serikat dan Oxford di Inggris. Pada tahun 1993, dia
mewakili Jepang di Venesia Biennale dengan karya Mirror Room (Pumpkin),
Instalasi di mana dia memenuhi ruangan cermin dengan pola cat titik (spot)
seperti polka dot yang menjadi signaturnya.
Mirror Room (Pumpkin) 1993, Karya Yayoi Kusama. (Gambar diperoleh melalui
lucycalder.com)
Tahun 1998 sampai 1999, Karya-karyanya dipamerankan di Museum Seni Los
Angeles County, Museum of Modern Art di New York (MoMA), Walker Art Center
di Minneapolis, Minnesota, dan Museum Seni Kontemporer Tokyo. Pada tahun
2006 ia menerima hadiah Praemium Imperiale dari Seni Jepang untuk lukisan.
Karyanya adalah subyek retrospektif besar di Whitney Museum of American Art
di Kota New York City pada tahun 2012, Pameran yang digelarnya di Hirshhorn
Museum and Sculpture Garden di Washington, DC, pada tahun 2017 sukses
menarik perhatian banyak orang. Tahun itu dia membuka sebuah museum yang
didedikasikan untuk karya-karya yang dikerjakannya di Tokyo, dekat studionya
dan rumah sakit jiwa yang sempat menjadi tempat tinggalnya selama terapi.
Sex Obsession Food Obsession Macaroni Infinity Nets & Kusama (1962)
Dalam karya ini, terlihat Yayoi Kusama berpose tanpa busana dan dipenuhi oleh
polka dot disekujur tubuhnya. Dia juga dikelilingi oleh pasta makaroni yang
membentuk pola pengulangannya yang menjadi ciri khas karyanya sampai
sekarang. Dengan memasukkan dirinya ke dalam potongan karya, secara harfiah
Kusama meletakan dirinya sendiri di atas sebuah benda yang mewakili
manifestasi keengganan seksualnya, Kusama mencoba untuk menumbangkan
ketidaknyamanannya sendiri dan pada dasarnya; menaklukkan ketakutannya.
Presentasi berani atas dirinya sendiri dalam dialog fisik dengan ketakutannya,
menempatkan Kusama sebagai salah satu seniman pergerakan seni feminis yang
berkembang saat itu.
Narcissus Garden (1966) artefak performance art, Karya Yayoi Kusama. 1600 bola stainless
steel (Foto oleh: emc , CC BY-NC-ND 2.0).
Kusama juga memasang dua tanda pada instalasi yang bertuliskan: “NARCISSUS
GARDEN, KUSAMA” dan “NARCISSIUM FOR SALE”. Selama minggu pembukaan
Biennale, Kusama menjajakan bola seharga dua dolar tersebut, sembari
membagikan selebaran dengan ucapan teriakan Herbert Read tentang karyanya.
Sementara dia menjajakan barang dagangannya, Kusama mengenakan kimono
emas dengan seakan membanggakan “kehebatannya” sebagai orang asing
disana (asosiasi kimono sebagai simbol Jepang), dan menyoroti keinginan akan
ketenaran yang akan dicari Kusama sepanjang hidupnya.
Yayoi Kusama menjajakan bola-bola berwarna krom pada pengunjung. (gambar diperoleh
melalui: play.qagoma.qld.gov.au )
Pumpkin (1994)
Pumpkin (1994), Karya Yayoi Kusama. Akrilik dan kemarik. (Gambar diperoleh
dari thearstack.com ).
Deskripsi dan Analisis Singkat
Labu adalah salah satu formula pertama Kusama untuk karya patung. Dibuat
khusus untuk Benesse Art Site di Pulau Naoshima, Jepang, patung labu kuning
raksasa itu dilukis dengan deretan titik-titik hitam berirama yang melebar dari
besar ke kecil di sekitar labu. Bentuk labunya tampak bergaya kartun, menyoroti
betapa anehnya dunia alami/non modern ketika ditampilkan di dunia berbudaya
modern. Dibuat saat ia tinggal di Jepang, karya tersebut juga mencerminkan
pergeseran praktik seni Kusama dari karya-karyanya yang sebelumnya agresif
dan bermuatan politik menjadi lebih kitsch/remeh/kasual. Pergeseran ini dapat
dikaitkan dengan transisi dalam budaya Jepang dari yang kaku dan militeristik
menjadi penuh dengan budaya populer kartun (manga, anime, dll).
Kusama juga menggambarkan motif labu sebagai alter ego, menekankan
bagaimana karya dan identitasnya terjalin secara intrinsik. Ide mengangkat buah
labu berasal dari masa kecilnya. “Pertama kali saya melihat labu adalah ketika
saya masih di sekolah dasar, di ladang kakek saya saat panen besar … tampaknya
labu adalah buah yang tidak begitu dihiraukan oleh orang-orang, tapi saya
terpesona dengan bentuknya yang menawan.” Kusama telah menghabiskan
seluruh hidupnya membongkar identitas dirinya dan membebaskan diri melalui
berbagai praktik seninya, dan labu berpola polka dot merupakan ungkapan
lainnya dari usaha tersebut.
Infinity Mirrored Room – The Souls of Millions of Light Years Away (2016)
Infinity
Mirrored Room- The Souls of Millions of Light Years Away (2016), Karya Yayoi Kusama.
Kayu, logam, cermin kaca, plastik, panel akrilik, karet, sistem lampu LED, bola akrilik dan
air. (gambar diperoleh melalui thebroad.org )
Deskripsi dan Analisis Singkat
Kusama memulai seri Infinity Mirror Room di tahun 1960an, dan sejauh ini telah
menciptakan dua puluh ruangan yang berbeda. Ruang-ruang tersebut adalah
puncak dari akumulasi lukisan perulangan, patung-patung, dan instalasi yang
selama ini ia gali dalam bentuk iterasi yang paling baru. Setiap ruangan terdiri
dari ruang gelap yang dilapisi cermin.
Di masa lalu, Kusama mengisi ruangan tersebut dengan labu, lentera, dan lain-
lain. Sementara pada karya ini dia mengisinya dengan lampu LED kecil yang
digantung dari langit-langit dan berkedip-kedip dalam pola berirama. Selain
tampak seperti pemandangan luar angkasa, lamput itu juga menciptakan titik-
titik yang berpola polka dot. Lampu yang dipantulkan oleh cermin di ruangan
tersebut menciptakan ilusi ruang tak berujung.
Ruang yang tenang merupakan refleksi kehidupan dan insting kematian – tema
yang telah mempengaruhi Kusama sejak masih kecil. Dia menjelaskan bahwa
karyanya “berperang di batas antara hidup dan mati, mempertanyakan siapa kita
dan apa artinya hidup dan mati”. Dengan mendorong pengunjung untuk
merenungkan keberadaan mereka, karya Kusama menekankan keterkaitan yang
kita miliki satu sama lain dengan alam semesta. “Dengan menggunakan cahaya
dan refleksi cermin mereka sendiri, saya ingin menunjukkan citra kosmik di luar
dunia tempat kita tinggal”.
https://serupa.id/yayoi-kusama-biografi-dan-analisis-karya/
Yayoi Kusama (草間 彌生 Kusama Yayoi, lahir 22 Maret 1929) adalah seniman
kontemporer Jepang yang berkecimpung di bidang pematungan dan instalasi. Ia juga aktif di
bidang seni lukis, seni pertunjukan, film, mode, syair, fiksi, dan lain-lain. Karya-karyanya
beraliran seni konseptual dengan membawa unsur feminisme, minimalisme, surealisme, Art
Brut, seni populer, dan ekspresionisme abstrak dan dipadukan dengan
konten otobiografi, psikologis, dan seksual. Ia diakui sebagai salah satu
seniman Jepang paling berpengaruh di dunia.[1]
Ia besar di Matsumoto dan mempelajari seni lukis nihonga di Sekolah Seni dan Kerajinan
Kyoto .[2] Kusama terinspirasi oleh aliran impresionisme abstrak Amerika Serikat. Ia pindah
ke New York City tahun 1958 dan menjadi bagian dari lingkar seni avant-garde New York
pada tahun 1960-an, khususnya dalam aliran seni populer.[3] Seiring
bangkitnya kontrabudaya hippie akhir tahun 1960-an, ia menjadi sorotan publik ketika ia
membuat pertunjukan jalanan yang pesertanya bugil dan dicat polkadot cerah.[4][5] Kusama
aktif membuat karya seni sejak 1970-an. Instalasi-instalasinya dipamerkan di berbagai
museum di seluruh dunia
Jakarta - Brand ternama dunia Louis Vuitton (LV) dengan bangga
mengumumkan pembukaan butik terbarunya, Louis Vuitton - Yayoi
Kusama. Berlokasi di Pacific Place, Hong Kong, gerai khusus LV yang
berkolaborasi dengan seorang seniman polkadot, Yayoi Kusama resmi
di buka sejak 13 Juli 2012 lalu dan akan berlangsung sampai dengan 8
September 2012 mendatang. Gerai ini merupakan satu dari tujuh toko
khusus yang hadir di seluruh dunia.
Berikut ini daftar tujuh gerai khusus Louis Vuitton - Yayoi Kusama yang
tersebar di seluruh dunia:
"Jumlah titik-tikinya sangat obsesif, tidak ada yang bisa menghitungnya," ujar
Louis Vuitton CEO Yves Carcelle pada WWD.
"Ketika Anda berkerja sama dengan seorang seniman, ini bukan sebuah
program komersial," ujar Carcelle.
Tapi, kolaborasi kali ini membawa perubahan besar. Monogram LV yang ikonik
bahkan hilang dan digantikan dengan motif grafis polkadot. Koleksi ini akan dirilis
pada 24 Agustus 2012.
Salah satu karya Yayoi Kusama yang paling ternama menjadi tema sentral pada
koleksi ini. Obsesinya akan keabadian diterjemahkan dalam lingkaran yang tak
memiliki sudut, hingga tak memiliki awal maupun akhir. Maka hadirlah sebuah
koleksi busana siap pakai, aksesori, dan tas-tas ikonik Louis Vuitton yang
dipenuhi dengan lingkaran-lingkaran.
“Kami menciptakan sepatu dan busana renang yang menawan, gaun sutera yang
mudah dikenakan, knitwear, semuanya sangat konsisten dengan gaya Louis
Vuitton. Kami juga memiliki trench coat yang dilapisi motif cetak polka dot Yayoi
Kusama di atas motif Monogram. Kemudian ada trench coat plastik, yang
membuat pemakainya terlihat bagai dilukis dengan lingkaran, yang juga
merupakan referensi dari karya awal Yayoi Kusama. Seluruh kolaborasi ini
memiliki energi dan semangat, selain juga merepresentasikan kolaborasi sejati
yang meleburkan Monogram Louis Vuitton dengan dot Yayoi Kusama. Bagi saya,
keduanya tak berbatas dan tak lekang waktu,” ujar Marc Jacobs lebih lanjut akan
koleksi khusus tersebut. (DAN)
Brand kenamaan Louis Vuitton terkenal dengan logo monogram di setiap
produknya. Namun sekarang, sepertinya logo monogram sudah mulai digantikan
dengan motif polkadot.
Louis Vuitton baru saja meluncurkan koleksi terbaru, hasil kolaborasi
dengan Yayoi Kusama, seniman asal Jepang yang menggemari motif polkadot.
Sesuai dengan tema koleksi terbaru ini, LV pun mengubah desain butik mereka
dengan motif polkadot.
Desainer LV, Marc Jacobs bertemu dengan Yayoi pada tahun 2006. Sejak saat
itu, ia mulai membuat koleksi yang terinspirasi dari karya seni Yayoi tersebut.
Bukan hanya Yayoi, sebelumnya LV juga pernah bekerjasama dengan desainer
asal Jepang, Takashi Murakami. Mereka meluncurkan serangkaian produk pop
art yang langsung menjadi incaran fashionista. Bagaimana dengan koleksi
polkadot ini? (ASW. Foto: berbagai sumber)
Setelah mendukung akan pameran retrospektif Yayoi Kusama, Louis Vuitton
turut mengeluarkan koleksi khusus bersama seniman Jepang tersebut. Direktur
Kreatif Marc Jacobs yang pertama bertemu dengan sang seniman di tahun 2006
di studionya di Tokyo tersebut menyambut antusias kolaborasi ini, “Sebelumnya,
kolaborasi yang saya lakukan merupakan keputusan yang sangat spontan, dan
seniman yang saya pilih untuk bekerja sama memiliki arti bagi saya secara
personal, menciptakan dunia yang saya kenali, serta karya yang saya cinta dan
apresiasi. Ini juga berlaku bagi Yayoi Kusama, jadi saya langsung merangkul ide
tersebut.”
Salah satu karya Yayoi Kusama yang paling ternama menjadi tema sentral pada
koleksi ini. Obsesinya akan keabadian diterjemahkan dalam lingkaran yang tak
memiliki sudut, hingga tak memiliki awal maupun akhir. Maka hadirlah sebuah
koleksi busana siap pakai, aksesori, dan tas-tas ikonik Louis Vuitton yang
dipenuhi dengan lingkaran-lingkaran.
“Kami menciptakan sepatu dan busana renang yang menawan, gaun sutera yang
mudah dikenakan, knitwear, semuanya sangat konsisten dengan gaya Louis
Vuitton. Kami juga memiliki trench coat yang dilapisi motif cetak polka dot Yayoi
Kusama di atas motif Monogram. Kemudian ada trench coat plastik, yang
membuat pemakainya terlihat bagai dilukis dengan lingkaran, yang juga
merupakan referensi dari karya awal Yayoi Kusama. Seluruh kolaborasi ini
memiliki energi dan semangat, selain juga merepresentasikan kolaborasi sejati
yang meleburkan Monogram Louis Vuitton dengan dot Yayoi Kusama. Bagi saya,
keduanya tak berbatas dan tak lekang waktu,” ujar Marc Jacobs lebih lanjut akan
koleksi khusus tersebut